Vous êtes sur la page 1sur 10

Anjing dan Babi Menurut Hukum Islam

OLEH: -A Y U N I K A M E L I A -D E V I M I R A N D A -I R F A N J U L I O N S T . -M . D O L I M O R A M A R T A D H O -S A K I N A H

ANJING DALAM ISLAM


Anjing seringkali disejajarkan dengan babi dimana disebutkan

bahwa anjing haram untuk dimakan. Meski demikian anjing sendiri tidak seperti babi yang disebutkan secara gamblang dalam al qur'an tetapi hanya dimaktub dalam hadis. Hadis itu sendiri pun tidak menyebutkan anjing secara langsung melainkan disebutkan secara implisit sebagai bagian dari hewan yang bertaring.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang memakan setiap binatang buas yang bertaring, dan setiap jenis burung yang mempunyai kuku untuk mencengkeram. (HR. Muslim no. 1934)
Tetapi perlu diingat secara jelas bahwa sifat haram dari anjing

hanya muncul dalam kasus untuk dimakan. Bukan berarti keberadaan anjing sendiri menjadi sesuatu yang haram. Jika tidak untuk dimakan, maka anjing sama seperti hewan lainnya yang tidak memiliki sifat apapun.

Bolehkah Memelihara Anjing?


Banyak orang beranggapan bahwa seorang muslim tidak sepantasnya

memelihara anjing. Hal ini disebabkan adanya hadis yang menyebutkan bahwa malaikat tidak akan memasuki rumah yang didalamnya terdapat anjing. Keberadaan malaikat sendiri bukan sesuatu hal yang mutlak (malaikat harus ada), namun dipercaya bahwa keberadaan mereka dapat membantu mendoakan kita kepada Allah SWT. Rasulullah bersabda: Malaikat tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat anjing (2), juga tidak memasuki rumah yang didalamnya terdapat gambar (patung) [Hadits sahih Imam Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa'i dan Ibnu Majah]

Namun sebenarnya bukan berarti seorang muslim tidak boleh memelihara

anjing. Memelihara anjing untuk berburu dan menjaga rumah misalnya adalah sesuatu yang jamak dilakukan di semua negara termasuk di jazirah arab dengan mayoritas muslim di dalamnya.

Rasulullah sendiri sebenarnya memperbolehkan sahabat untuk

memelihara anjing untuk keperluan-keperluan tertentu semisal menjaga ladang dan berburu.

Namun ada konsekuensi tertentu ketika kita memelihara anjing untuk

keperluan diluar yang telah disebutkan yaitu berkurangnya pahala. Barangsiapa memanfaatkan anjing, bukan untuk maksud menjaga hewan ternak atau bukan maksud dilatih sebagai anjing untuk berburu, maka setiap hari pahala amalannya berkurang sebesar dua qiroth. (HR. Bukhari no. 5480 dan Muslim no. 1574) Sebagian ulama berpendapat hal tersebut dibolehkan sedangkan sebagian lain berpendapat tidak boleh. Namun demikian keberadaan anjing di rumah sudah barang pasti menjauhkan keberadaan malaikat dan bahaya akan najisnya yang berkeliaran menjadi tanggung jawab tersendiri yang barang pasti bukan suatu hal yang mudah. berburu diperbolehkan selama anjing tersebut tidak berada di dalam rumah. Oleh karena itu sebaiknya jika ingin memelihara anjing untuk keperluan tersebut maka perlu dibuatkan tempat tersendiri.

Lalu bagaimana dengan keberadaan anjing untuk menjaga rumah?

Itu berarti dalam Islam memelihara anjing untuk menjaga ladang dan

Anjing Sebagai Najis Mughallazhah

Hal lain yang selalu diasosiasikan terhadap anjing adalah najis. Anjing memang memiliki najis, namun itu hanya sebatas air liurnya saja dan bukan seluruh bagian dari tubuhnya. Najis sendiri adalah suatu kotoran yang harus dibersihkan jika ingin shalat dalam ajaran Islam. Sama seperti keharamannya, perihal tentang kenajisan air liur anjing tidak disebutkan langsung dalam Al-Quran tetapi melalui sebuah hadis. Hadis tersebut menceritakan bagaimana sebuah bejana berisi air yang jika telah terkena air liur anjing harus dibersihkan terlebih dahulu. Dari hadis tersebut maka disimpulkan bahwa air liur anjing sifatnya najis. Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,Bila seekor anjing minum dari wadah milik kalian, maka cucilah 7 kali. (HR Bukhari 172, Muslim 279, 90).
Meski demikian hendaklah tidak perlu berlebihan dalam menyikapi kenajisan tersebut. Najis memang sesuatu yang kotor namun hal tersebut dapat disucikan. Sama halnya dengan tinja misalnya yang bersifat najis. Meskipun tinja najis, bukan berarti kita lantas menahan buang air seumur hidup untuk menghindari najis. Begitu pula dengan air liur anjing yang bersifat najis, yang perlu kita lakukan hanyalah membersihkannya. Tidak perlu sampai membantai anjing yang terlihat, seperti kasus yang pernah terjadi di Jogjakarta beberapa tahun silam.

Vous aimerez peut-être aussi