Vous êtes sur la page 1sur 5

Formulasi IKP

I. Aspek DAMPAK ELEKTORAL Dampak Elektoral mengukur besarnya potensi berpindahnya kursi jika indikasi suara fiktif dimanfaatkan caleg lain. Kursi yang seharusnya untuk caleg A bisa berpindah ke caleg B (dari partai lain). Sumber data: Kemendagri(DP4), KPU(DPT 2014), KPU (Suara Pileg 2009) Variabel yang digunakan adalah: 1. Indikasi Fiktif adalah jumlah pemilih potensi fiktif, dihitung berdasarkan analisis mutu per nama data DP4, DPSHP, DPT 23 Oktober 2013 & DPT A6 (versi 28 Februari 2014). Analisis mutu menguji validitas data kolom NIK, kolom Tgl_Lahir, kolom Jenis_kelamin, mengecek DPT dengan DP4, dan seterusnya. Sampel TPS ditentukan secara stratified random sampling, dimana jumlah TPS proporsional terhadap jumlah total TPS per Kabupaten. 2. Median Pemenang perolehan suara pemenenang Pileg 2009 adalah titik tengah (~baca: rata-rata peroleh suara caleg di sebuah DAPIL). Sebagai rujukan rata-rata suara sah yang diperoleh seorang caleg, ditetapkan median suara sah satu propinsi, dengan asumsi karakteristik Dapil satu propinsi mirip. Note: Jika menggunakan median suara pemenang per dapil, terlalu variatif antar-dapil akibat perolehan suara outlier misalnya seorang artis terkenal atau putra presiden yang memecahkan rekor.

Perhitungan skor Dampak Elektoral sebuah Kecamatan var: Median Pemenang, Indikasi Fiktif a. Hitung jumlah potensi suara fiktif di kec tsb b. Hitung median suara pemenang PILEG 2009 c. Untuk setiap Kecamatan di DAPIL tsb: bagi (a) dengan (b) Scoring: c Jika c < 3% maka skor = 1 Jika c >= 3 dan c < 6% maka skor = 2 Jika c >= 6% dan c < 9% maka skor = 3 Jika c >= 9% dan c < 12% maka skor = 4 Jika c >= 12% maka skor = 5 ==> sangat rawan secara elektoral II. Aspek AKSES PENGAWASAN Sumber data: PODES 2011 Untuk mengukur kemudahan akses pengawasan, dipilih beberapa variabel dalam PODES 2011, yaitu: Lokasi: Lokasi desa (di pegunungan, lereng, dataran rendah atau hamparan) Akses transportasi: Jenis transportasi dari ke ibukota kecamatan Kualitas jalan dari desa ke ibukota kecamatan Jenis transportasi utama di desa Kualitas jalan utama di desa Akses terhadap Informasi: Banyaknya rumah tangga pengguna listrik (PLN/non-PLN) Celullar coverage, apakah desa terpasang BTS TV broadcast coverage, apakah desa dapat menerima siaran TV Data PODES adalah level desa, maka harus diagregasi ke level Kecamatan Metode agregasi: Scoring kecamatan menggunakan skala 1 hingga 5. 1. Perhitungan skor Kondisi Geografi sebuah Kecamatan var: Lokasi nilai: 1=puncak, 2=lereng, 3=dataran, 4=hamparan - Agregasi: a. Hitung jumlah desa dengan nilain 1, kemudian 2, dan seterusnya b. Hitung jumlah desa yg nilai 3 + 4 c. Bagi hasil (b) dengan jumlah desa di kecamatan tersebut 2. Perhitungan skor Jenis Transportasi dari desa ke ibukota kecamatan var: Jenis Transportasi nilai: 1=darat, 2=air, 3=darat & air 4=tidak ada - Agregasi: a. Hitung jumlah desa yg nilainya 1/2/3/4

b. Hitung jumlah desa yg nilai 2+3+4 --> transportasi air lebih sulit c. Bagi hasil (b) dengan jumlah desa di kecamatan tersebut 3. Perhitungan skor Jenis Jalan dari desa ke ibukota kecamatan var: Jenis permukaan jalan nilai: 1=aspal/beton, 2=pengerasan batu/kerikil, 3=tanah, 4=lainnya - Agregasi: a. Hitung jumlah desa yg nilainya 1/2/3/4 b. Hitung jumlah desa yg nilai 3+4 --> jalan tanah/lainnya ==> lebih sulit c. Bagi hasil (b) dengan jumlah desa di kecamatan tersebut 4. Perhitungan skor Jenis Transportasi di desa var: Jenis Transportas dar des /ke kecamatan nilai: 1=darat, 2=air, 3=darat & air 4=tidak ada - Agregasi: a. Hitung jumlah desa yg nilainya 1/2/3/4 b. Hitung jumlah desa yg nilai 2+3+4 --> transportasi air lebih sulit c. Bagi hasil (b) dengan jumlah desa di kecamatan tersebut 5. Perhitungan skor Jenis Jalan Utama di desa var: Jenis permukaan jalan nilai: 1=aspal/beton, 2=pengerasan batu/kerikil, 3=tanah, 4=lainnya - Agregasi: a. Hitung jumlah desa yg nilainya 1/2/3/4 b. Hitung jumlah desa yg nilai 3+4 --> jalan tanah/lainnya ==> lebih sulit c. Bagi hasil (b) dengan jumlah desa di kecamatan tersebut 6. Perhitungan skor Pelanggan Listrik sebuah Kecamatan var: Keluarga pengguna Listrik nilai: 1=PLN, 2=Non-PLN - Agregasi: a. Hitung jumlah keluarga pengguna listrik di seluruh desa di kecamatan tsb b. Hitung jumlah keluarga di kecamatan tsb --> DAK dibagi 5 (asumsi: satu keluarga terdiri dari 5 orang) c. Bagi hasil (a) dengan (b) 7. Perhitungan skor Penerimaan Siaran TV sebuah Kecamatan var: Penerimaan siaran TV nilai: 1=TV lokal, 2=TV swasta nas, 3=TVRI, 4=TV LN - Agregasi: a. Hitung jumlah desa dengan nilai 1 atau 2 atau 3 b. Hitung jumlah (a) dengan jumlah desa di kecamatan tsb 8. Perhitungan skor Penerimaan Sinyal Selular (BTS) sebuah Kecamatan var: BTS jaringan seluluar/telekomunikasi nilai: 1=ada, 2=tidak ada - Agregasi:

a. Hitung jumlah desa dengan nilai 1 b. Hitung jumlah (a) dengan jumlah desa di kecamatan tsb - Scoring: b ==> semakin kecil semakin sulit Jika b < 20% maka skor = 1 Jika b >= 20 dan c <40 maka skor = 2 Jika b >= 40 dan c <60 maka skor = 3 Jika b >= 60 dan c <80 maka skor = 4 Jika b >= 80 maka skor = 5 Pembobotan aspek AKSES pengawasan: Geografi = 0.15 Jenis Transport dari Desa ke Kecamatan = 0.20 Kualitas Jalan di Desa = 0.20 Jenis Transport Desa = 0.15 Kualitas Jalan di Desa = 0.15 Listrik = 0.05 TV = 0.05 BTS = 0.05 Note: Pembototan ini memperhatikan bahwa akses pengawasan dari kabupaten ke kecamatan ke desa, sehingga skor jenis transportasi & kualitas jalan dari desa dari/ke kecamatan lebih penting dari transportasi di internal desa. Akses tranasportasi (fisik) jauh lebih menentukan daripada ada tidaknya cellular coverage. III. Aspek POTENSI MONEY POLITICS Potensi pelanggaran money politics menggunakan variabel kesejahteraan/kemiskinan sebagai sebuah pendekatan, dengan pemikiran bahwa semakin miskin semakin mudah menerima uang pengganti suara. Sumber data: TNP2K Kantor Wakil Presiden 2012 TNP2K telah mengumpulkan data kemiskinan dan mengelompokkan daerah miskin hingga level Kecamatan dalam 3 kelompok: DESIL I ==> 10% terbawah DESIL II ==> 20% terbawah DESIL III ==> 30% terbawah (lebih banyak jumlahnya) Dalam formulasi IKP dipilih total desil I + desil II + desil III, artinya jumlah total individu miskin di sebuah kecamatan. Karena data ini memperhitungkan juga anak-anak dan bayi, maka perlu dikeluarkan dari perhitungan dengan mengalikan 70% (individu yang berhak memilih). Untuk melakukan scoring Potensi Money Politics per Kecamatan digunakan perhitungan seperti aspek Dampak Elektoral, yaitu agregasi level DAPIL

var: Desil I, II, III Individu Miskin Perhtungan: a. Jumlahkan Desil I, II, III individu miskin di sebuah kecamatan b. Hitung 70% x jumlah (a) dengan asumsi, individu miskin yang berhak memilih adalah yg berusia 17+ atau sudah menikah, dalam hal ini berdasar postur kependudukan SP2010. c. Bagi jumlah individu miskin (b) dengan jumlah pemilih di kecamatan tsb Scoring: c Jika c < 5% maka skor = 1 Jika c >= 5% dan c < 10% maka skor = 2 Jika c >= 10% dan c < 15% maka skor = 3 Jika c >= 15% dan c < 20% maka skor = 4 Jika c >= 25% maka skor = 5 ==> semakin banyak orang miskin potensi money politics makin besar

Vous aimerez peut-être aussi