Vous êtes sur la page 1sur 8

ACARA III PRODUK OLAHAN SUSU PEMBUATAN SOFT CHEESE ANALOG

A. Tujuan Tujuan dilakukannya praktikum Acara III Produk Olahan Susu: Pembuatan Soft Cheese Analog adalah mampu mengolah susu menjadi olahan keju analog.

B. Tinjauan Pustaka Penelitian fermentasi susu kedele untuk memproduksi makanan atau bahan makanan yang mempunyai cita rasa mirip dengan yogurt dan keju telah banyak dilakukan. Produk fermentasi ini diduga akan semakin populer mengingat kedele mengandung beberapa bahan yang dapat mendukung kesehatan manusia. Akan tetapi karakter yogurt atau keju dari susu kedele dilaporkan kurang berkembang, bahkan cita rasa khas kedele yang tidak disukai seperti langu, kelat, dan pahit lebih menonjol. Penambahan susu kedele sebagai bahan substitusi susu dalam proses fermentasi keju masih rendah dan biasanya tidak lebih dari 5-10% w/w untuk mempertahankan karakter keju yang diharapkan (Sparringa, 2000). Keju adalah salah satu produk olahan susu yang banyak mengandung komponen bioaktif (Hilario, et al. 2010) yang mempunyai kandungan protein cukup tinggi. Produksi keju di Indonesia dirasakan masih kurang, hal ini terlihat dari sebagian besar keju di Indonesia yang ternyata merupakan produk impor. Oleh karena itu perlu dilakukan pengembangan produk olahan susu ini, agar produk keju yang dihasilkan dapat diterima konsumen (Radiati, 2010). Keju substitusi dan keju imitasi adalah sinonim. Ada dua tipe dasar pemrosesan untuk produksi keju substitusi. Yang pertama menggunakan susu cair, dan melibatkan metode pembuatan keju konvensional, produk tersebut biasanya digunakan sebagai keju isian. Tipe kedua, disebut sebagai

keju analog, yang dibuat dengan mencampur berbagai macam bahan mentah bersama menggunakan teknik yang mirip dengan keju yang diproses. Keju isian yang telah diproses memiliki beberapa kelemahan dalam salah satu yang menangani volume yang cukup besar dari padatan aliran rendah. Mayoritas pengganti keju yang diproduksi oleh proses pencampuran (Bachmann, 2001). Keju imitasi diproduksi secara umum menggunakan kasein atau turunannya, lemak atau minyak nabati, garam, asam dan flavor, dan digunakan sebagai pengganti ongkos efektif untuk keju alami. Kelelehan adalah karakteristik fungsional yang penting untuk keju imitasi untuk penggunaannya yang luas sebagai bahan pada pizza. Metode empiris banyak digunakan untuk memperkirakan kelelehan keju juga digunakan pada keju imitasi (Mounsey dan ORiordan, 1999). Selama industri keju proses sekarang ini, informasi mengenai produksi keju proses bebas lemak sangat terbatas. Beberapa informasi berbohong nengenai paten produksinya. Davison dkk. (1993) membuat keju proses bebas lemak menggunakan microeticulated microcrystalline cellulose slurry dan polyanionic gum mixtures. Rybinski dkk. (1993) telah mengajukan paten untuk keju analog nonlemak yang terdiri atas susu skim terkoagulasi, kasein rennet, dan berbagai macam garam pengemulsi (Swenson et al., 2000). Pada modifikasi pati dengan pengikatan silang, kadar amilosa tidak diketahui karena amilosa yang ada tidak tertera pada saat dianalisa. Hal ini diduga karena adanya penggunaan reagen STPP/STMP. Pada prosedur analisa amilosa, peneraan rantai amilosa didasarkan pada kemampuan amilosa untuk memerangkap molekul iodin, sehingga menghasilkan warna biru. Akan tetapi, penggunaan STPP/STMP kemungkinan menyebabkan struktur heliks amilosa terganggun yang berakibat pada penghambatan pembentukan iodin dengan struktur heliks amilosa (Wulan et al., 2007). Penggunaan garam pengemulsi (STPP) pada proses pembuatan keju olahan akan memperbaiki kemampuan emulsifikasi dari casein dengan memindahkan kompleks kalsium phosphate dalam jaringan kalsiumparakasenat phosphate (dimana pada keju alami memiliki sifat tidak dapat

larut). Pemindahan kompleks kalsium phosphate mengganggu muatan molecular utama yang mengikat secara saling silang berbagai monomer casein di dalam jaringan. Gangguan pada kompleks kalsium phosphate dipacu dan ditingkatkan oleh adanya pemanasan dan pengadukan menyebabkan hidrasi dan penyebaran sebagian dari jaringan kalsiumparakaseinat phosphate. Sebagai tambahan terjadinya hidrasi, kompleks kalsium-parakaseinat yang terdispersi sebagian menjadi mengikat lemak melalui interaksi hidrofobik. Setelah tahap proses pengolahan selesai dan selama tahap pendinginan, matriks kaseinat yang terdispersi sebagian membentuk flocs dan floc-floc kemudian berinteraksi untuk membentuk kepaduan, berdekatan membentuk suatu jaringan gel. Proses ini memberikan peningkatan bagi lemak untuk teremulsi dengan membentuk suatu kepaduan yang mendekati seperti jaringan gel protein (Kapoor and Metzger, 2008). Fox et al. (2000) menambahkan bahwa konversi kalsium menjadi sodium (phosphate) parakaseinat selama proses merupakan faktor utama yang menyebabkan kemampuan protein dalam mengikat air (Fitasari, 2009). Alkali polifosfat merupakan bahan tambahan makanan yang diperkenankan, tidak bersifat toksik, mengalami degradasi secara kimia dan enzimatis pada jaringan (Kaufmann et al., 2005). Menurut United States Department of Agriculture (USDA) batas penggunaan alkali fosfat adalah 0,5% pada hasil akhir (Detienne dan Wiecker,1999). Menurut Trout dan Schmidt (1986) penggunaan alkali fosfat 0,20,3% tidak mengurangi sifat fungsional produk; sedangkan Departemen Kesehatan RI membatasi kadar P2O5 adalah 5 gram per kilogram berat adonan atau 0,5% (Anonim, 1995). Salah satu senyawa alkali fosfat yang mempunyai efektivitas tinggi pada daging adalah STPP (sodium tripolyphosphate). STPP yang khusus dipergunakan untuk bahan makanan disebut STPP Food Grade (STPP FG) (Yuanita, 2008). Makanan yang mengalami fermentasi mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi dari bahan asalnya. Hal ini dikarenakan mikroba bersifat katabolic atau memecah komponen komplek menjadi zat-zat yang lebih sederhana sehingga

lebih mudah dicerna. Mikroba juga mampu menyintesa zat komplek serta memecah enzim yang digunakan untuk mencerna bahan yang tidak dapat dicerna oleh manusia, contohnya sellulosa dan hemisellulosa menjadi gula sederhana dan turunannya (Retno et al., 2005). Susu adalah suatu sekresi yang komposisinya sangat berbeda dari komposisi darah yang merupakan asal susu. Misalnya, lemak susu, kasein, laktosa yang disintesa oleh alveoli di dalam kambing, tidak terdapat di tempat lain maupun di dalam tubuh sapi. Sebagai bahan pangan, susu dapat digunakan baik dalam bentuk aslinya sebagai satu kesatuan, maupun dari bagian-bagiannya. Banyak sekali masalah-masalah yang dihadapi dalam pengolahan, penyimpanan dan penggunaan air susu. Masalah-masalah tersebut dapat dipecahkan terutama bila kita mengetahui susunan kimianya dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perubahannya, mulai dari makanan sampai pada penanganan susu tersebut (Muchtadi et al., 2010).

C. Metode 1. Alat a. Hot plate b. Pengaduk c. Gelas beker d. Loyang e. Termometer 2. Bahan a. b. c. d. e. f. g. h. Air Margarin Susu skim Susu kedelai Yoghurt Kasein Gelatin Nutrijel

i. j. k. l. 3.

Garam STPP Garam kalsium Alumunium foil

Cara Kerja Bahan padat (kasein, gelatin, nutrijel, garam, STPP, dan garam kalsium) dicampurkan dalam keadaan kering.

Air, susu kedelai, dan yoghurt yang telah dipanaskan sebelumnya (75-85C) dalam beaker glass 500 ml, ditambahkan ke bahan padat hingga merata (campuran I).

Dipanaskan di atas hot plate selama 30 menit sambil dipertahankan suhunya antara 75-85C.

Margarine yang telah dilelehkan ditambahkan ke campuran I.

Diaduk hingga merata selama 30 menit pada suhu 85-95C.

Dituang ke dalam cetakan berlapis alumunium foil dan ditutup. \ Didinginkan dalam lemari es selama 12 jam.

D. Hasil dan Pembahasan Tabel 3.3 Hasil Uji Kesukaan Cheese Analog (shift A) Shift Kode Warna Rasa Aroma Tekstur a ab a 348 2,00 2,90 2,20 2,10a d b a 561 3,63 3,37 2,73 2,30a A 281 3,03cd 2,97ab 2,57a 2,53a ab a a 173 2,17 2,67 2,53 1,93a 652 2,77bc 3,03ab 2,67a 2,60a Overall 2,37ab 2,90b 2,87b 2,20a 2,73ab

524 2,80a 142 3,70b B 494 3,20ab 562 2,80 a 386 3,70 b Sumber: Laporan Sementara Keterangan: 348 & 524 : Kontrol 561 & 142 : F1 281 & 494 : F2 173 & 562 : F3 652 & 386 : F4

3,20 2,80 a 3,70 b 3,20 ab 2,80 a

3,70 b 3,20 ab 2,80 a 3,70 b 3,20 ab

2,80 a 3,70 b 3,20 ab 2,80 a 3,70 b

3,20 ab 2,80 a 3,70bc 3,20 ab 3,93c

cheese: 281-kel.1, 348-kel.2, 173-kel.3, 652-kel.4, 561-kel.5

Cheese analog adalah produk yang digunakan sebagai pengganti keju. Keju analog alami diproduksi dengan mengkoagulasi cheese-like curd dari sebuah campuran dari whey dan kasein kering untuk membentuk keju analog yang bebas lemak. Keju analog bebas lemak diproses lebih lanjut dengan menambahkan lemak tertentu, lebih baik dalam bentuk minyak nabati, dan menambahkan emulsi dan bahan lain; kemudian dipanaskan hingga suhu yang berkisar antara 155F sampai membentuk massa yang bisa mengalir kemudian dicetak ke dalam bentuk yang dikehendaki. Flavor, tekstur, dan kandungan lemak produk yang diharapkan dapat disesuaikan dengan yang diharapkan. Fungsi dari margarine menggantikan fungsi mentega yang berbahan dasar susu. Susu skim (inggris: Skim milk) adalah susu

tanpa lemak yang bubuk susunya dibuat dengan menghilangkan sebagian besar air dan lemak yang terdapat dalam susu.[1] Susu skim merupakan bagian dari susu yang krimnya diambil sebagian atau seluruhnya. Susu skim dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar

susu atau keju tanpa lemak sehingga dapat berguna untuk menurunkan kadar kolestrol dalam tubuh. Fungsi susu kedelai adalah menggantikan peran susu sapi. Yogurt di sini berfungsi sebagai pengasam dan memberikan kultur starter untuk bakteri asam laktat. Pengasaman ini akan menyebabkan kasein untuk menggumpalkan susu. Kasein berfungsi sebagai penggumpal susu. Gelatin berfungsi untuk memperbaiki tekstur, konsistensi dan stabilitas produk dan menghindari sineresis. Nutrijel merupakan agar yang mengandung konyaku dan karagenan. Fungsi karagenan sendiri adalah sebagai bahan penstabil bahan pangan atau emulsifier.
E. Kesimpulan DAFTAR PUSTAKA Sparringa, Roy. 2000. Aktivitas Lipolitik Candida lipolytica dan C. catenulate dalam Susu Kedele. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 2(2): 55-62. Radiati, Lilik Eka. 2010. Pengaruh Enzim dan Emulsifier terhadap Kualitas Keju Olahan. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak Vol. 5(2): 23-27. Bachmann, Hans-Peter. 2001. Cheese analogues: a review. International Dairy Journal 11: 501-515. Mounsey, J. S. dan E. D. ORiordan. 1999. Empirical and Dynamic Rheological Data Correlation to Characterize Melt Characteristics of Imitation Cheese. Journal of Food Science Vol. 64(4): 701-703. Swenson, B. J. et al. 2000. Effects of Ingredients on the Functionality of Fat-free Process Cheese Spreads. Journal of Food Science Vol. 65(5): 822-825. Wulan, Siti Narsito et al. 2007. Modifikasi Pati Beras Alami dan Pati Hasil Pemutusan Rantai Cabang dengan Perlakuan Fisik/Kimia untuk

Meningkatkan Kadar Pati Resisten. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 8(1): 61-70. Fitasari, Eka. 2009. Pengaruh Tingkat Penambahan Tepung Terigu terhadap Kadar Air, Kadar Lemak, Kadar Protein, Mikrostruktur, dan Mutu Organoleptik Keju Gouda Olahan. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak Vol. 4(2):17-29. Yuanita, Leny. 2008. Penentuan Kadar STPP Food Grade untuk Meningkatkan Masa Simpan Ikan Nila Tilapia (Oreochromis niloticus L). Berk. Penel. Hayati 13: 179-186. Retno, Endah et al. 2005. Pembuatan Keju dari Susu Kacang Hijau dengan Bakteri Lactobacillus bulgaricus. Ekuilibrium Vol. 4(2): 58-63. Muchtadi, Tien et al. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Vous aimerez peut-être aussi