Vous êtes sur la page 1sur 2

OPINI

Hospis: Rumah bagi Pasien Stadium Terminal


Maria A. Witjaksono
Institusi ?

Penyakit ini tidak dapat disembuhkan. Tidak ada lagi yang dapat dilakukan. Silakan pasien dibawa pulang adalah kalimat klise para dokter bila berhadapan dengan penyakit yang tidak menunjukkan perbaikan setelah berbagai modalitas pengobatan diberikan. Pernyataan dokter tersebut tentu menimbulkan kebingungan bagi keluarga. Bagaimana mungkin kami merawat pasien dengan kondisi yang buruk ini di rumah? Apa yang harus kami lakukan? Sedang di rumah sakit saja nyeri belum ditangani dengan baik, pasien kesakitan, tidak bisa makan, memakai oksigen, ada luka besar yang belum sembuh, belum bisa berjalan. Kami semua bekerja.........................dst. KANKER DAN PENDERITAAN PASIEN Keberhasilan ilmu kedokteran dalam memperpanjang usia harapan hidup menimbulkan masalah baru, salah satunya yaitu semakin banyaknya angka kejadian penyakit kanker. Hingga saat ini, cara-cara pengobatan belum mampu menyembuhkan sebagian besar jenis kanker. Hal ini berarti sebagian besar pasien kanker akan sampai pada stadium terminal dan akan meninggal karena penyakitnya atau kondisi yang berhubungan dengan penyakitnya. Menurut penelitian, sebagian besar pasien kanker meninggal akibat infeksi, gangguan hemostasis seperti emboli, perdarahan, gagal organ, dan kaheksia. Penyakit yang tidak dapat disembuhkan terutama bila mencapai stadium terminal menimbulkan penderitaan bukan saja bagi pasien, tetapi juga bagi keluarga dan bahkan bagi sahabat-sahabatnya. Penderitaan akibat gejala fisik yang tidak ditangani dengan baik, misalnya nyeri menimbulkan gejala fisik lain seperti kehilangan nafsu makan, mual, gangguan tidur, keterbatasan aktivitas, kelelahan yang mengakibatkan turunnya kualitas hidup. Nyeri juga menimbulkan kecemasan dan ketakutan yang pada akhirnya memperburuk kondisi fisik. Berkurangnya kecantikan tubuh akibat penyakit atau
Alamat korespondensi email: yusuf_pluss@yahoo.com

pengobatan menimbulkan rasa rendah diri dan keinginan mengisolasi diri. Gangguan emosi yang tidak ditangani dengan baik juga mengakibatkan hubungan dengan orang lain terganggu, misalnya pasangan atau anakanak yang memilih untuk menjauh karena emosi yang labil, cepat tersinggung, mudah marah dan sebagainya. Kondisi spiritual dapat juga terganggu karena nyeri yang tidak ditangani dengan baik. Ketergantungan kepada orang lain, rasa putus asa, merasa menjadi beban dapat menyebabkan seorang pasien menyalahkan diri sendiri, orang lain atau bahkan Tuhan yang berakibat menjauh dari kegiatan beragama. PENDERITAAN PASIEN MENIMBULKAN PENDERITAAN BAGI KELUARGA DAN KESULITAN BAGI ORANG ORANG DEKATNYA Pengobatan kanker yang panjang, biaya yang tidak sedikit, ketidakpastian atau kecilnya keberhasilan pengobatan yang diberikan, ketergantungan pasien secara fisik, waktu yang tersita, peran keluarga yang berubah, gangguan dalam menjalankan pekerjaan karena konsentrasi yang terbagi, tidak memilki kesempatan untuk merawat diri sendiri, melakukan hobi dan hilangnya kehidupan sosial adalah contoh contoh beban yang harus dirasakan oleh keluarga pasien kanker. Selain itu, terdapat pula penderitaan pasien yang tidak mendapat penatalaksanaan yang memadai pada akhirnya akan menimbulkan penderitaan keluarga. Sikap pasien menarik diri dari lingkungan, tidak menerima bantuan orang lain walaupun sebetulnya memerlukan, emosi yang labil dan sulit dipahami apa yang diinginkan berisiko menimbulkan kesulitan bagi orang-orang di sekitarnya, misalnya teman kantor atau teman sekolah. SIKAP DOKTER DAN TENAGA KESEHATAN LAIN TERHADAP PENYAKIT STADIUM TERMINAL Stadium terminal ditandai dengan progresivitas penyakit, walaupun pengobatan

terhadap penyakitnya diberikan. Pada penyakit kanker, misalnya ditandai dengan bertambahnya ukuran tumor, meningkatnya tumor marker dan hasil laboratorium lain yang makin memburuk, menurunnya berat badan dan keadaan umum serta berkurangnya kemampuan melakukan aktivitas. Pada kondisi seperti ini, gangguan berupa gejala fisik biasanya juga mulai meningkat. Informasi tentang penyakit yang tidak jelas atau tidak mencukupi akan menimbulkan kebingungan bagi pasien dan keluarga. Tujuan pengobatan yang tidak tepat juga bisa makin memperburuk kemampuan pasien dan keluarga untuk mengambil keputusan. Tujuan pengobatan pasien kanker dibagi menjadi tiga, yaitu (1) untuk menyembuhkan jenis kanker tertentu yang dapat disembuhkan bila kanker ditemukan pada stadium dini, (2) untuk memperpanjang usia bila kesembuhan tidak dapat diharapkan, (3) untuk mendapatkan kualitas sisa hidup dan kenyamanan melalui penatalaksanaan gejala yang muncul yaitu bagi pasien pada stadium terminal. Sangatlah tidak mudah bagi seorang dokter untuk mengatakan hal sesungguhnya kepada pasien yang memasuki stadium terminal. Pada umumnya dokter akan terus berusaha untuk memperpanjang usia pasien dengan melakukan tindakan-tindakan kausatif atau tindakan suportif lain. Dokter merahasiakan kepada pasien tentang prognosis dengan maksud agar pasien terus bersemangat melanjutkan pengobatan yang direncanakan. Sebagian dokter berpendapat bila pasien tahu kondisi sebenarnya, semangat hidupnya akan menurun, tidak mau makan, dan sebagainya, sehingga pasien bisa meninggal lebih cepat. Karena itu, segala upaya dilakukan di rumah sakit agar pasien bertahan hidup. Menurut penelitian, hal ini justru menambah panjang penderitaan pasien dan keluarganya. Kelompok lainnya adalah dokter yang juga merahasiakan kepada pasien mengenai kondisi terminal, namun tidak ingin

866

CDK-210/ vol. 40 no. 11, th. 2013

OPINI
merawatnya lagi di rumah sakit, karena menyadari bahwa tindakan di rumah sakit tidak akan ada manfaatnya. Keluarga diminta untuk membawa pulang pasien sambil memberikan harapan palsu, bahwa bila setelah pulang ke rumah kondisi membaik, pengobatan akan diteruskan kembali. Kondisi seperti ini, pada umumnya membuat keluarga bingung karena tidak tahu apa yang seharusnya dilakukan. Kondisi fisik yang buruk, tetapi pasien masih memiliki semangat berobat dan mencapai kesembuhan yang tinggi, sering kali membuat keluarga mencari pengobatan alternatif, yang pada umumnya tidak dapat dipertanggungjawabkan secara medis yang pada akhirnya menambah penderitaan, baik bagi pasien maupun keluarga. PERAWATAN PALIATIF MENCEGAH DAN MENGURANGI PENDERITAAN DAN MENINGKATKAN KUALITAS HIDUP PASIEN DAN KELUARGA Paliatif berasal dari bahasa Latin, yang dalam bahasa Inggris to palliate berarti mengurangi penderitaan dan memberikan kenyamanan namun tidak menyembuhkan. Perawatan paliatif saat ini telah ditetapkan oleh WHO menjadi model layanan bagi pasien dengan penyakit yang tidak dapat disembuhkan, yang bertujuan untuk mencapai kualitas hidup pasien, dan memberikan dukungan kepada keluarga yang mengalami kesulitan dalam menghadapi gejala fisik pasien, gangguan psikologis, kesulitan sosial dan masalah spiritual yang muncul akibat penyakit yang ada. Perawatan paliatif telah berkembang di lebih dari 220 negara di dunia, termasuk di Indonesia. Pertama kali berdiri di Surabaya pada tahun 1992, kini perawatan paliatif telah tersedia di beberapa rumah sakit di Jakarta (RS Kanker Dharmais, YKI, MRCCC), Bandung, Yogyakarta, Denpasar, dan Makasar. Perawatan paliatif dilakukan oleh dokter paliatif dan dokter dari berbagai disiplin, perawat, psikolog, tenaga sosial medis, rohaniawan, dan sukarelawan serta tenaga lain yang diperlukan sesuai kondisi pasien dan kebutuhan keluarga dalam merawat pasien. Tugas dari perawatan paliatif adalah 1. Mengatasi gejala fisik berupa nyeri dan gejala lain serta memenuhi kebutuhan fisik dasar. 2. Memberikan konseling dan intervensi lain untuk mengatasi masalah psikologis. 3. Bersama sumber sumber lain memberikan bantuan dalam mengatasi kesulitan sosial. 4. Memberikan dukungan spiritual sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianut. 5. Menyediakan Respite Care untuk memberi kesempatan kepada keluarga beristirahat. Dengan tindakan tersebut di atas, diharapkan pasien dapat aktif walaupun dengan keterbatasan dan mampu melayani dirinya sendiri dan memiliki kualitas hidup yang baik sesuai kondisi yang ada, serta dapat memanfaatkan waktu dengan baik untuk melihat hidupnya sebagai anugerah yang bermakna bagi dirinya sendiri dan orang lain dan dapat mencapai apa yang diinginkannya sebelum waktunya tiba. Bila hal ini dapat tercapai, pada umumnya pasien memiliki harapan hidup yang lebih panjang dari yang diperkirakan, dan beban keluarga dapat diringankan. HOSPIS: RUMAH BAGI PASIEN STADIUM TERMINAL Stadium terminal terbagi menjadi fase stabil, tidak stabil, perburukan dan fase menjelang ajal. Rumah adalah tempat yang paling banyak dipilih oleh pasien bila mereka mengetahui bahwa penyakitnya tidak dapat disembuhkan. Perawatan di rumah bagi pasien stadium terminal ini disebut Hospice Homecare. Namun demikian, perawatan stadium terminal tidak dapat dilakukan di rumah pasien bila gejala fisik berat dan memerlukan pengawasan medis atau paramedis (fase tidak stabil dan perburukan) untuk mencapai kenyamanan di akhir kehidupan (fase menjelang ajal). Hospis adalah model perawatan paliatif bagi pasien yang diperkirakan akan meninggal dalam waktu kurang dari 6 bulan. Bila hospis dilakukan di rumah sakit dengan model layanannya sesuai prinsip paliatif disebut Hospital-based Hospice. Hospis dapat dilakukan di suatu bangunan tersendiri, dengan memberikan suasana rumah dan prinsip paliatif. HOSPIS MEMBERI MANFAAT BAGI PASIEN, KELUARGA, RUMAH SAKIT, DAN SISTEM KESEHATAN Perawatan paliatif dan hospis memberi manfaat bukan hanya bagi pasien dan keluarga tetapi juga bagi rumah sakit dan sistem kesehatan secara keseluruhan. Rumah sakit adalah institusi tempat pasien yang tidak dapat ditangani di layanan kesehatan primer bisa mendapatkan tindakan yang diperlukan dan mencapai kesembuhan atau diharapkan memiliki harapan hidup yang baik. Kondisi saat ini di Indonesia dengan jumlah tempat tidur terbatas, pasien stadium terminal masih dirawat di rumah sakit, sementara pasien yang memerlukan tindakan di rumah sakit tidak mendapat tempat atau harus mengantri lama. Tempat tidur rumah sakit menjadi tidak efektif, angka kematian di rumah sakit tinggi dan pendapatan rumah sakit lebih rendah karena kehilangan kesempatan melakukan tindakan kuratif bagi pasien yang memerlukan. Pasien yang dirujuk oleh layanan kesehatan primer seyogianya dikembalikan bila pasien menuju ke stadium terminal. Bila sistem rujukan ini berjalan, efektivitas dapat tercapai. Tenaga profesional di rumah sakit dapat secara efisien menggunakan tenaganya bagi pasien yang memerlukan tindakan di rumah sakit, dan tenaga layanan primer memberikan layanan paliatif di rumah. Biaya perawatan baik yang dikeluarkan pemerintah maupun asuransi swasta dapat lebih efisien. Waktu, tenaga, dan keuangan keluarga juga dapat diringankan dengan adanya hospis. Akhirnya, semoga harapan pasien stadium terminal dan keluarga agar terbebas dari penderitaan dapat dicapai dengan adanya hospis. Semoga.

CDK-210/ vol. 40 no. 11, th. 2013

867

Vous aimerez peut-être aussi