Vous êtes sur la page 1sur 6

PENDAHULUAN Latar Belakang Professionalism has become something of an contemporary preoccupation.

The publics persistent worry about professionals, often somewhat misleadingly described as concern about professional ethics, is in fact a suspicion that profesionals have broken faith with the public. Frequently, especially in popular journalism, the accusation is that professionals have abandoned the public, they have become selfprotective and aloof from the significance of what they 1. Etika Medis adalah kepedulian dan tanggungjawab moral dokter terhadap hidup dan kesehatan pasiennya. Sejak jaman Hipokrates, bahkan sebelum jaman tersebut hubungan dokter pasien sudah diatur oleh kaidah-kaidah moral dan etika. Hal yang berkaitan dengan etika kedokteran berkembang sejalan dengan kemajuan jaman dan ilmu kedokteran. Sebagai contoh salahsatu butir kode etik kedokteran Amerika; The American Medical Association (1874) yang dikutip oleh Samsi Jacobalisi; The obidience of a patient to the prescriptions of his physician should be prompt and implicit.He should never permit his own crude opinions as to their fitness, to influence his attention to them. yang pada intinya berarti bahwa pasien harus patuh kepada dokteranya secara mutlak; dan yang dikutip dari American Medical Associaion Bulletin, (1909)2, yang menyatakan; No one should be permitted to practice medicine who is not suffucuently trained to recognize disease, since a proper diagnoses is essential for any treatment regardless of methods employed. Pada konteks ini dan dalam bacaan lebih lanjut tidak membahas tentang hak hak pasien, tetapi masih banyak mengulas tentang pembelajaran Ilmu dasar, diagnosis dan penatalaksanaan pasien semata. Hal hal yang mengatur tentang hak pasien baru diatur pada tahun 1975, pada A Patients Bill of Rights Hal yang memuat 12 butir hak dasar pasien termasuk Informed Consent. A Patients Bill of Rights (1975) berbunyi: The patient has the right to refuse treatment to the extent permitted by law and to be informed of the medical consequences of his actionyang bila diterjemahkan bebas artinya adalah Pasien memiliki hak untuk menolak pengobatan sejauh diizinkan oleh hukum dan untuk diberitahu tentang konsekuensi medis dari tindakannya.3

Moralitas adalah pandangan tentang kebaikan atau kebenaran dalam masyarakat hidup, yang merupakan hukum dasar dari kehidupan bermasyarakat yang menunjukkan prilaku yang sesuai dengan kebiasaan atau perjanjian rakyat yang telah diterima sesuai nilai dan pandangan diterima umum mengenai perbuatan hidup5. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Moral adalah baik buruk yang, sikap, kewajiban yang berhubungan dengan akhlak, budi pekerti, dan susila. Moralitas dapat juga disebut sebagai suatu kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, disiplin; yang merupakan suatu isi hati atau keadaan perasaan sebagaimana terungkap dalam perbuatan. Hal lain dari Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bahwa Moralitas adalah suatu hal yang mempunyai pertimbangan baik dan buruk, atau sesuatu yang menggambarkan berakhlak baik sert sopan santun6. Sedangkan Etika adalah merupakan pemikiran atau refleksi moralitas hidup5. Etika mempunyai arti yang berbeda bagi berbagai macam disiplin ilmu 3. Bagi filsuf, etika merupakan suatu metode filsafat yang meliputi hal baik, menadi orang baik, berbuat baik dam ,emginginkan hal baik dalam hidup 5. Bagi ilmu kedokteran, etika adalah pedoman prilaku dan tindakan dalam menjalankan profesi dengan baik, yang perkembangannya mengalami evolusi bersama sama

dengan perkembangan ilmu kedokteran. Menurut Frans Magnis Suseno (1995) yang dikutip oleh Samsi Jacobalis3, Ajaran Moral dapat diibaratkan dengan ukur petunjuk bagaimana kita harus memperlakukan sepeda motor kita dengan baik, sedang Etika memberi kita pengertian tentang struktur dan teknologi sepeda motor itu sendiri. Etika adalah ilmu yang membahas tentng Moralitas, atau tentang manusia sejauh berkaitan dengan Moalitas. Cara lain untuk merumuskan hal yang sama adalah bahwa Etika merupakan ilmu yang menyelidiki tentang tingkah laku moral. Tetapi perlu ditekankan ada pelbagai cara untuk mempelajari Moralitas atau pelbagai pendekatan ilmiah tentang tingkah laku Moral. Di sini kita mengikuti pembagian atas tiga pendekatan yang dalam konteks ini sering diberikan, yatu etika deskriptif, etika normaif dan metaetika 7. 1. Etika Deskriptif Etika Deskripsi berciri melukiskan secara deskriptif tentang moral dalam arti luas, tanpa memberikan penilaian. Contoh dalam Etika Deskriptif adalah misalnya adat kebiasan, anggapan anggapan tentang baik dan buruk, tindakan-tindakan yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Etika deskriptif mempelajari moralitas yang terdapat pada individu, kebudayaan, atau sub kultur tertentu, dalam satu periode sejarah dan sebagainya. Etika Deskriptif biasa ditelaah oleh ilmu-ilmu sosial: antropologi budaya, psikologi, sosiologi, sejarah, dan sebagainya, meskipun tidak dipakai istilah Etika Deskriptif. 1. Etika Normatif Etika Normatif merupakan bagian terpenting dari Etika. Pada pembahasan tentang Etika Normatif berlansung diskusi-diskusi yang paling menarik tentang masalah-masalah moral dan perilaku manusia. Pada Etika Normatif tidak lagi melukiskan adat yang pernah terdapat dalam kebudayaan di masa lalu, tapi melakukan peninjauan tentang penolakan adat, karena dinilai bertentangandengan martabat manusia. Etika Normatif dapat dibedakan kembali menjadi Etika Umum dan Khusus: 2.1 Etika Umum Etika Umum menitik beratkan norma etis, nilai dan kekhususan moral, tanggung jawab manusia dan kebebasannya, hak dan kewajiban. 2.2 Etika Khusus Etika Khusus berusaha menerapkan prinsip-prinsip etis yang umum atas wilayah perilaku manusia yang khusus. Etika khusus itu premis normatif dikaitkan dengan premis faktual untuk

sampai pada suatu kesimpulan etis yang bersifat normatif. Kini tradisi ini kerap kali dilanjutkan dengan memakai suatu nama baru, yaitu Etika terapan (applied ethics). 1. Metaetika Metaetika seolah-olah bergerak dalam taraf yang lebih tinggi daripada perilaku etis, yaitu pada taraf Bahasa Etis atau bahasa yang kita gunakan di bidang moral. Dapat dikatakan juga bahwa metaetika mempelajari logika khusus dari ucapan-ucapan etis. Dipandang dari segi tata bahasa, rupanya kalimat-kalimat etis tidak berbeda dari kalimat-kalimat jenis lain, khususnya kalimat-kalimat yang menggunakan fakta, tetapi studi lebih mendalam dapat menunjukkan bahwa kalimat-kalimat etika mempunyai ciri-ciri tertentu yang tidak dimiliki oleh kalimat-kalimat lain. Bagan yang dikutip dari Samsi Jacobalis ini menyatakan bahwa adanya keeratan dan keterkaitan antara moral dan etika; dari ajaran Moral hingga kode etik 3. 1. 3. Falsafah moral 1. 1. Ajaran agar Ajaran Moral agar menjadi manusia manusia 1. 2. Moral Falsafah penjelasan yang mencari mengapa Sistem Nilai tentang perbuatan manusia yang dianggap baik/ buruk, benar/ salah, pantas atau tidak pantas

harus hidup dan bertindak yang baik

perbuatan tertentu dinilai baik/ benar/ patas atau tidak

1. 4.

Teori Etika

Kerangka untuk berpikir yang disusun oleh filsuf tertentu untuk memberi pembenaran suatu baik moral dari mengapa dinilai pendekatan 1. 5. Asas-asas Etika perbuatan Asas-asas yang diturunkan dari teori-teori etika sebagai kaidah kaidah dasar moral manusia

1. 6. Airan Etika

Aturan

Seperangkat Norma atau pdoman untuk mengatur perbuatan, berupa amar dan larangan yang disasarkan paa asas asas dan etika

1. 7. yang

Kode Etik Profesi khusus berlaku untuk

Seperangkat pengetahuan Etika semua anggota asosiasi profesi tertentu sebagai konsensus bersama, yang memuat amar dan larangan yang wajib ditaati

oleh

semua

anggota

dlaam

menjalankan profesi.

Atribut tradisional dikaitkan dengan penyembuh non medik ditampilkan dalam lingkaran tangan kiri dan sedangkan yang merupakan tenaga kesehatan profesional di sebelah kanan. Seperti dapat dilihat, ada atribut yang unik untuk setiap peran. Kedua bagian tersebut memiliki daerah yang berkembang bersama dari lingkaran. Ini daftar atribut yang diambil dari literatur dalam penyembuhan dan profesionalisme (gambar 1) 8. Gambar. 1. Profesi medis moderen terdiri dari dokter secara individu, organisasi profesi, serta institusi. Ada suatu interaksi dinamis antara mereka yang menghasilkan sikap seorang dokter, dan berbagai isu penting. Masyarakat terdiri dari pasien dan masyarakat umum, yang selalu memiliki interaksi dinamis institusi, dan pemerintah. Pemerintah terdiri dari unit pelayanan masyarakat, dan kepala pemerintahan. Pengaruh eksternal yang dapat memiliki dampak besar adalah sistem perawatan kesehatan nasional yang spesifik untuk masing-masing negara, kerangka peraturan, dan media. (Gambar.2) Profesionalisme berfungsi sebagai dasar hubungan kedokteran dengan masyarakat secara keseluruhan, pasien/ komponen masyarakat dan pemerintah 9. Gambar. 2. Representasi skematis dari kontrak sosial kedokteran dengan masyarakat Kolb dan Fry telah memberikan deskripsi siklus belajar yang menyorot pengalaman dalam peran proses pembelajaran. Secara khusus, mereka mendeskripsikan bagaimana pengalaman yang diterjemahkan ke dalam sebuah konsep. Dalam model ini di sebuah bagan, yang harus dipertimbangkan dalam desain semua peristiwa instruksional; bahwa pembelajaran dipandang sebagai siklus empat tahap (Gambar 3). Pengalaman langsung adalah dasar untuk observasi dan refleksi: observasi yang berasimilasi ke dalam teori pribadi, dari mana implikasi baru untuk tindakan dapat dikurangkan: dan semua langkah ini pada akhirnya mengarah pada pengalaman baru. Seorang pelajar membutuhkan kesempatan untuk mengalami setiap langkah siklus belajar. Artinya, mereka membutuhkan kemampuan untuk mengalami situasi yang, mengembangkan dan merefleksikan apa yang telah mereka pelajari (sering dalam sesi kelompok besar), mengembangkan teori mereka sendiri dan pemahaman tentang dunia, dan pengalaman baru. Perhatian terhadap siklus pengalaman belajar akan memfasilitasi baik pengajaran dan pembelajaran proffesionalism dan memastikan bahwa gaya belajar yang berbeda adalah rasa hormat dan dipelihara. Gambar. 3. Siklus belajar

AJARAN MORAL Frans Magnis-Suseno memberikan penjelasan bahwa, Dengan ajaran moral dimaksud ajaranajaran, wejangan-wejangan, khotbah khotbah, patokan patokan, kumpulan peraturan dan ketetapan, entah lisan atau tulisan, tetang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar ia manjadi manusia yang baik. Hal tentang pengajaran dapat diperoleh melalui berbagai sumber ajaran moral mulai dari lingkup paling kecil yang memiliki kedudukan berwenang seperti orang tua, guru pemuka masyarakat, tulisan- tulisan orang bijak, yang memiliki sumber dasar tradisi, adat istiadat, ajaran agama atau ideologi-ideologi tertentu 3. MEDICAL ETHICS Pada awal perkembangannya Medical Ethics sering disebut sebagai Medical Philosophy, meski pemakaian kata phylosophy sering menimbulkan kekacauan semantik (semantik confusion). Medical Ethics mengajarkan etika profesi, yaitu etika kedokteran. Berbeda dengan bidang lainnya, Medical Ethics termasuk salahsatu dari etika profesi tertua dalam teradisi keilmuan. Hal ini disebabkan karena profesi kedokteran sangat dihargai tinggi oleh masyarakat dari dulu hingga hari ini. Berbeda dengan medical science, yang memiliki sifat eksak dan terukur, yang karenanya dapat dijelaska dan digambarkan dengan mudah dan memuaskan, pada beberapa hal medical Ethics lebih abstrak. Karena itu menjelaskan Medical Ethics sebagai bagian dari filsafat dan teori sungguh tidaklah udah. Apalagi, jika mengharapkan setia orang setuju dengan pandangan kita 11. Seperti yang dikutip oleh Tarmizi Taher dari British Medical Asscociaton dalam buku Medical Ethics menyatakan bahwa profesi uag dari jaman purbakala hingga saat ini masih dianggap yang paling mulia (the noble profession), harus dibarengai dengan etika, moral dan akhlak para pelakuknya supaya tidak menjadi profesi paling korup (the most corrupted profession) atau profesi terburuk (the ugliest profession) 12. Menurut kamus bahasa inggris, collins large print dictionary (Glasgow: 1996) yang dikutip oleh Tarnisi Taher, makna dari kata ethics adalah 4: 1. A code of behaviour, especially a particular group, profession or individual. Artinya, seperangkat aturan prilaku, khususnya bagi sebuah kelompok, profesi atau individu tertentu. 2. The study of the moral of human conduct. Artinya, study mengenai moral perilaku manusia. 3. In according with principles of professional conduct. Artinya sesuai dengan prinsip-prinsip perilaku profesional. Berdasarkan ketiga arti kata ethics di atas, yang dimaksud dengan Medical Ethics adalah: 1. Code of behaviour, yaitu tata perilaku kelompok profesional pada pelaku di bidang medis 2. Studi tentang nilai nilai moral dan akhlak perilaku dokter. 3. Sesuai dengan prinsip dan pokok perilaku profesi seorang dokter.

Kepustakaan :

1. Cruess R, Cruess S, Sleinert Y. Educating the Public about Professionalism: From Rhetoric to Reality. In Teaching Medical Professionalism. Ed:Cruess R, Cruess S, Steinert Y. Cambridge, New York, Melbourne, Madrid, Cape Town, Singapore, Sao Paulo, Delhi.(2009) P.218 2. American Medical Associaion Bulletin (Vol 5 September 15, 1909) yang diterbitkan pada konfrensi Medical Education Amerika di Chicago. Dikutip dari http://ia600508.us.archive.org/17/items/bulletin0501ameruoft 3. Jacobalis S. Hubungan Dokter Pasien. Dalam: Perkembangan Ilmu Kedokteran, Etika edis dan Bioetika. Sagung Seto Universitas Taruma Negara. Jakarta. 2005. 4. Taher T. Moral dan Akhlak Dokter. Medical Ethics. Gramedia IKAPI. Jakarta. 2003. 54-64. 5. Purwadianto A. Kaidah Dasar Moral dan Teori Etika Dalam Membingkai Tanggung Jawab Profesi Kedokteran. Makalah Penyegaran Etika Kedokteran. FKUI. 2003. 6. Kamus Besar Bahasa Indonesia 7. Bertens K. Etika. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Cetakan ke 11. 2011. 13-25. 8. Cruess R, Cruess S, Sleinert Y.The Cognitive Base of Professionalism: From Rhetoric to Reality. In Teaching Medical Professionalism. Ed:Cruess R, Cruess S, Steinert Y. Cambridge, New York, Melbourne, Madrid, Cape Town, Singapore, Sao Paulo. Delhi. 2009 P.13 9. Cruess R, Cruess S, Sleinert Y. Who is to be Taught: From Rhetoric to Reality. In Teaching Medical Professionalism. Ed:Cruess R, Cruess S, Steinert Y. Cambridge, New York, Melbourne, Madrid, Cape Town, Singapore, Sao Paulo, Delhi.(2009) P.20 10. Cruess R, Cruess S, Sleinert Y. Strategies for Teaching and Learning Professionalism: From Rhetoric to Reality. In Teaching Medical Professionalism. Ed:Cruess R, Cruess S, Steinert Y. Cambridge, New York, Melbourne, Madrid, Cape Town, Singapore, Sao Paulo, Delhi.(2009) P.41 11. Tarmisi Taher. Medical Ethics. Altruist Biomedical network, e-Meical-ethics.com: information about Medical Ethics, 2002. dikutip dari http://www.w-medical-ethics.com, 12. Tarmisi Taher. Medical Ethics. British medical Asscociaton, the handbook of medical ethics, London: Third Impression, Cambridge University Press. 1968. 13. Prof. Samsuhidayat; Sistem Baru Pendidikan Etika Bidang Kedokteran. In: Pertemuan Nasional ketiga bioetika dan humaniora kesehatan 2004k 14. Pedoman Pelaksanaan Inernship Dokter Indonesia. Badan PPSDM Kesehatan. DEPKES. 2009. Dikutip dari: http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream/123456789/1370/1/BK2009Sep25.pdf 15. Standaar Kompetensi Dokter Indonesia 2006 16. Kurikulum Inti Pendidikan Dokter di Indonesia, edisi ke dua, Konsorsium Ilmu Kesehatan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi 1993 17. Edi Hartini Sundoro; Evaluasi dalam Pengajaran Etik 18. Wawancara dengan Muktamiroh Hikmah berdasarkan Buku Program BHP FK UPN 2009

Vous aimerez peut-être aussi