Vous êtes sur la page 1sur 27

REFERAT ANEMIA DEFISIENSI BESI

Pembimbing : dr. Ariadne Tiara Hapsari, Sp.A

Disusun Oleh : Muarif G1A212097

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PENDIDIKAN PROFESI KEDOKTERAN SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUD PROF. DR MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO 2014

LEMBAR PENGESAHAN

ANEMIA DEFISIENSI BESI

Oleh :

Muarif

G1A212097

Referat ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat mengikuti ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS Margono Soekardjo Purwokerto.

Purwokerto,

Januari 2014

Mengetahui, Pembimbing

dr. Ariadne Tiara Hapsari, Sp.A, Msi.Med NIP. 19740814.200604.2002

ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbilalamin, penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Anemia Defisiensi Besi ini. Terimakasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada dr. Ariadne Tiara Hapsari, Sp.A, Msi.Med, selaku pembimbing penulis sehingga referat ini dapat selesai dan tersusun paripurna. Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan untuk segenap konsulen di bagian Ilmu Kesehatan Anak yang telah memberikan dukungan moriil dan keilmuan sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini. Demikian penulis mengharapkan agar referat ini dapat bermanfaat bagi para dokter, dokter muda, ataupun para medis lainnnya, khususnya di bidang penatakelolaan anemia defisiensi besi pada anak. Purwokerto, Januari 2014

Penulis

iii

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR ................................................................................. DAFTAR TABEL ...................................................................................... I. PENDAHULUAN .............................................................................. A. Latar Belakang .............................................................................. B. Tujuan ............................................................................................ v vi 1 1 3 4 4 4 5 5 7 9 9 11 14 16 18 18 20 21

II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... A. Definisi ......................................................................................... B. Etiologi .......................................................................................... C. Faktor Resiko ................................................................................. D. Metabolism Besi ............................................................................ E. Status Besi Bayi Baru Lahir .......................................................... F. Sumber Besi .................................................................................. G. Patofisiologi ................................................................................. H. Diagnosis ........................................................................................ I. Diagnosis Banding ........................................................................ J. Tatalaksana ................................................................................... K. Pencegahan ................................................................................... L. Prognosis ....................................................................................... III. KESIMPULAN ................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

iv

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Metabolisme Besi dalam Tubuh .............................................. Gambar 2. Pengaturan Besi oleh Mukosa Usus ........................................ 6 7

DAFTAR TABEL Tabel 1. Nilai Normal Hb Anak ................................................................. Tabel 2. Tahap Kekurangan Besi ............................................................... Tabel 3. Pemeriksaan Lab Untuk membedakan ADB ................................ Tabel 4. Respon terhadap Pemberian Besi pada ADB ............................... 4 10 16 17

vi

I.

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Darah merupakan komponen dari system sirkulasi tubuh manusia yang sangat penting. Unsur seluler dari darah yang berupa sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit tersuspensi di dalam plasma. Dengan volume darah total yang beredar pada keadaan normal sekitar 8 % dari berat badan. Dan sekitar 55 % dari volume tersebut adalah plasma. Dimana dalam sirkulasi ini, O2 dirkulasikan untuk seluruh jaringan tubuh yang membutuhkan1. Sel darah merah tersusun atas hemoglobin. Hemoglobin tersebut sangat penting dalam hal pengikatan terhadap O2 dan CO2. Untuk itu sangat penting melakukan pemeriksaan terhadap Hemoglobin ini, karena dalam keadaan kurangnya kadar Hb darah dapat menimbulkan berbagai manifestasi klinis seperti anemia2. Anemia defisiensi besi (ADB) merupakan anemia yang disebabkan oleh kurangnya besi yang diperlukan untuk sintesis hemoglobin. Anemia ini banyak ditemukan di seluruh dunia. Tidak hanya di Negara berkembang, tetapi juga di Negara maju, terutama mengenai anak yang sedang tumbuh dan wanita hamil yang keperluan besinya lebih besar daripada orang dewasa normal3. Diperkirakan sekitar 30% penduduk dunia menderita anemia, dan lebih dari setengahnya merupakan anemia defisiensi besi4. Anemia defisiensi besi lebih sering ditemukan di Negara yang sedang berkembang karena berkaitan dengan kemampuan ekonomi yang terbatas,

rendahnya asupan protein hewani, serta adanya infestasi parasit yang merupakan masalah endemik. Anemia defisiensi besi masih merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia, disamping kekurangan kalori-protein, vitamin A dan yodium. Anemia defisiensi besi pada anak hampir selalu terjadi sekunder terhadap penyakit yang mendasarinya, sehingga koreksi terhadap penyakit dasarnya merupakan bagian penting dalam pengobatan4. Selain dibutuhkan untuk pembentukan hemoglobin yang berperan penting dalam pengangkutan dan penyimpanan oksigen, zat besi juga ditemukan dalam beberapa enzim yang berperan dalam metabolism oksidatif, sintesis DNA, neurotransmitter dan proses katabolisme yang dalam bekerjanya membutuhkan ion besi. Oleh sebab itu, kekurangan besi mempunyai dampak yang merugikan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, menurunkan daya tahan tubuh, menurunkan konsentrasi belajar dan mengurangi aktifitas kerja4. Keseimbangan Fe yang positif selama masa anak diperlukan sekitar 0,8-1,5 mg Fe yang harus diabsorbsi setiap hari dari makanan. Banyaknya Fe yang diabsorbsi dari makanan sekitar 10% per hari, sehingga diperlukan diet yang mengandung Fe sebanyak 8-10 mg Fe per hari untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang optimal. Fe yang berasal dari susu ibu diabsorbsi lebih efisien daripada yang berasal dari susu sapi sehingga bayi yang mendapat ASI lebih sedikit membutuhkan Fe dari makanan lain. Sedikitnya macam makanan yang kaya Fe yang dicerna selama tahun pertama kehidupan menyebabkan sulitnya memnuhi jumlah yang diharapkan. Oleh sebab itu diet bayi harus mengandung makanan yang diperkaya dengan Fe sejak usia 6 bulan4.

Prevalensi anemia defisiensi besi pada bayi, hal yang sama juga dijumpai pada anak usia sekolah dan anak praremaja. Angka kejadian ADB pada anak usia sekolah (5-8 tahun) di kota sekitar 5,5%, anak praremaja 2,6% dan gadis remaja yang hamil 26%. Di Amerika Serikat sekitar 6% anak berusia 1-2 tahun diketahui kekurangan besi, 3% menderita anemia. Lebih kurang 9% gadis remaja di Amerika serikat kekurangan besi dan 2% menderita anemia, sedangkan pada anak laki-laki sekitar 50% cadangan besinya berkurang saat pubertas. Prevalensi ADB lebih tinggi pada anak kulit hitam dibandingkan dengan kulit putih, yang mungkin berkaitan dengan status sosial ekonomi anak kulit hitam yang lebih rendah. Prevalensi ADB pada anak balita di Indonesia sekitar 25-30%, dan paling tinggi terjadi pada usia 6 bulan sampai 3 tahun karena pada masa ini cadangan besi sangat berkurang. Pada bayi kurang bulan ADB bahkan dapat terjadi mulai usia 2-3 bulan. Hasil SKRT tahun 1992 melaporkan bahwa anak balita dengan ADB di Indonesia ditemukan sekitar 55,5%4.

B. TUJUAN Penulisan referat ini bertujuan untuk mengetahui definisi Anemia Defisiensi Besi (ADB), penyebab, penatalaksanaan, dan prognosisnya sehingga dapat dijadikan sebagai referensi tambahan ilmu kesehatan anak khususnya untuk penatakelolaan anemia.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI Anemia adalah keadaan dimana kadar Hemoglobin kurang dari normal3,4,5. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya mineral Fe sebagai bahan yang diperlukan untuk pematangan eritrosit4. Adapun nilai normal Hemoglobin (Hb) pada anak2 disajikan pada tabel berikut: Tabel 1. Nilai normal Hb pada anak Umur Hb Tali pusat 13,7 20,1 2 minggu 13 20 3 bulan 9,5 14,5 6 bulan 6 tahun 10,5 14 7 12 tahun 11 16 Dewasa 14 18 Sumber: Hull (2008). B. ETIOLOGI Etiologi anemia defisiensi besi4 yaitu: 1. Asupan besi yang berkurang pada jenis makanan Fe non-heme, muntah berulang pada bayi, dan pemberian makanan tambahan yang tidak sempurna. 2. Malabsorbsi pada enteritis dan proses malnutrisi (PEM) 3. Kehilangan atau pengeluaran besi berlebihan pada perdarahan saluran cerna kronis seperti pada divertikulum Meckel, poliposus usus, alergi susu sapi, dan infestasi cacing.

Leukosit 9.000 30.000 5.000 21.000 6.000 18.000 6.000 15.000 4.500 13.500 5.000 10.000

4. Kebutuhan besi yang meningkat oleh karena pertumbuhan yang cepat pada bayi dan anak, infeksi akut berulang, dan infeksi menahun. 5. Depo besi yang kurang seperti pada berat badan lahir rendah, kembar 6. Atau kombinasi dari etiologi diatas.

C. FAKTOR RESIKO Status hemologis wanita hamil, berat badan lahir rendah, partus (dimana terjadi kelahiran abnormal dan pengikatan tali pusat terlalu dini), pemberian makanan yang tidak adekuat karena ketidaktahuan ibu, perilaku pemberian makanan, keadaan sosial, dan jenis makanan. Infeksi mehanun dan infeksi akut berulang. Infestasi parasit, seperti ankilostoma, Trichuris triciura, dan amuba4.

D. METABOLISME BESI Jumlah besi dalam tubuh manusia dewasa kira-kira 4-5 gram, pada bayi kira-kira 400 mg yang terbagi dalam masa eritrosit (60%), ferritin dan hemosiderin (30%), mioglobin (5-10%), hemenzin (1%) dan besi plasma (0,1%). Pengangkutan besi dari rongga usus hingga menjadi transferin, yaitu suatu ikatan besi dan protein di dalam darah terjadi dalam beberapa tingkat4. Mekanisme metabolism besi yang tepat masih banyak diperdebatkan, tetapi dalam garis besarnya dapat ditampilkan pada gambar berikut:

Fe dalam makanan Lambung Fe X Fe ++ Fe ++ Fe +++ Fe +++

Usus

Sel mukosa (mikrovili) Plasma Sumsum tulang

Ferritin

Transferin Sintesis Hb dalam pembentukan sel darah merah

Labile iron pool

Gambar 1. Metabolisme besi dalam tubuh Besi dalam makanan terikat pada molekul lain yang lebih besar. Di dalam lambung besi akan dibebaskan menjadi iron ferri oleh pengaruh HCl. Di dalam usus halus, ion ferri diubah menjadi ferro oleh pengaruh alkali. Ion ferro inilah yang kemudian diabsorbsi oleh sel mukosa usus. Sebagian akan disimpan sebagai persenyawaan ferritin dan sebagian masuk ke peredaran darah berikatan dengan protein disebut transferin. Selanjutnya transferin yang tidak terpakai akan disimpan sebagai labile iron pool. Iron fero diabsorbsi jauh lebih mudah daripada iron ferri, terutama jika makanan mengandung vitamin atau fruktosa yang akan membentuk suatu kompleks besi yang larut, sedangkan fosfat, oksalat dan fitat menghambat absorbsi besi4.

Lumen usus

Sel mukosa Porfirin

Darah

Heme Besi non heme Apotransferin mukosa

Heme Ferritin

Besi

transferin

Serum Transferin mukosa Apotransferin mukosa

Gambar 2. Pengaturan besi oleh mukosa usus.

E. STATUS BESI BAYI BARU LAHIR Bayi baru lahir (BBL) cukup bulan didalam tubuhnya mengandung besi 65-90 mg/KgBB. Bagian terbesar (sekitar 50 mg/kgBB) merupakan masa hemoglobin, sekitar 25 mg/kgBB sebagai cadangan besi dan 5 mg/kgBB sebagai mioglobin dan besi dalam jaringan. Kandungan besi BBL, ditentukan oleh berat badan lahir dan massa Hb. Bayi cukup bulan dengan berat badan lahir 4000 gram mengandung 320 mg besi, sedangkan pada bayi kurang bulan mengandung besi kurang dari 50 mg. konsentrasi Hb pada pembuluh darah tali pusat bayi cukup bulan adalah 13,5-20,1 g/dl4. Kontraksu uterus selama 3 menit pada waktu persalinan menyebabkan darah yang melalui tali pusat ke jnin bertmbah sekitar 87%. Perpindahan tersebut menambah jumlah volume darah 20 ml/kgBB. Pemotongan tali pusat yang terlalu cepat setelah persalinan akan mengurangi kandungan besi

sekitar 15-30%, sedangkan jika ditunda selama 3 menit dapat menambah jumlah volume sel darah merah sekitar 58%4. Sesudah dilahirkan terjadi perubahan metabolism besi pada bayi. Selama 6-8 minggu terjadi penurunan yang sangat drastic dari aktifitas eritropoiesis sebagai akibat dari kadar O2 yang meningkat, sehingga terjadi penurunan kadar Hb, karena banyak zat besi yang tidak dipakai, maka cadangan besi akan meningkat. Selanjutnya terjadi peningkatan aktifitas eritropoiesis disertai masuknya besi ke sumsum tulang. Berat badan bayi dapat bertambah dua kali lipat tanpa mengurangi cadangan besi. Pada bayi cukup bulan tersebut dapat berlangsung sekitar 4 bulan, sedangkan pada bayi kurang bulan hanya 2-3 bulan. Setelah melewati masa tersebut kemampuan bayi untuk mengabsorbsi besi akan sangat menentukan dalam mempertahankan keseimbangan besi dalam tubuh. Pada bayi cukup bulan untuk mendapatkan jumalh besi yang cukup harus mengabsorbsi 200 mg besi selama 1 tahun pertama agar dapat mempertahankan kadar Hb yang normal yaitu 11g/dl. Bayi kurang bulan harus mampu mengabsorbsi 2-4 kali dari jumlah biasa. Pertumbuhan bayi kurang bulan jauh lebih cepat dibandingkan bayi cukup bulan sehingga cadangan biasanya lebih cepat berkurang. Untuk mencukup kebutuhan besi, bayi cukup bulan membutuhkan 1 mg besi/KgBB/hari. Bayi dengan BBL <1000 gram membutuhkan suplementasi besi 4 mg/KgBB/hari, BBL 1000-1500 gram membutuhkan 3 mg/kgBB/hari, BBL 1500-2000 gram memerlukan 2 mg/kgBB/hari. Pemberian suplementasi tersebut terjadi

peningkatan ketergantungan besi dari makanan, maka jika tidak terpenuhi akan menimbulkan resiko terjadinya anemia defisiensi besi4.

F. SUMBER BESI Bayi baru lahir yang sehat telah mempunyai persediaan besi yang cukup sampai ia berusia 6 bulan, sedangkan bayi premature (neonates kurang bulan) persediaan besinya hanya cukup sampai ia berusia 3 bulan. Makanan yang mengandung banyak besi ialah hati, ginjal, daging, telur, buah dan sayur yang mengandung klorofil. Untuk menghindari anemia defisiensi besi, ke dalam susu buatan, tepung untuk makanan bayi dan beberapa jenis makanan lainnya ditambahkan besi. Akhir-akhir ini telah banyak dibicarakan bahaya hemokromatosis sebagai akibat penambahan besi dalam makanan4.

G. PATOFISIOLOGI Anemia defisiensi beri merupakan hasil akhir keseimbangan negatif besi yang berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan yang negatif ini menerap akan menyebabkan cadangan besi terus berkurang4. Tahap defisiensi yaitu: 1. Tahap pertama Tahap ini disebur iron depletion atau storage iron deficiency, ditandai dengan berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorbsi besi non heme. Ferritin serum

menurun sedangkan

pemeriksaan lain untuk

mengetahui adanya

kekurangan besi masih normal 2. Tahap kedua Tingkat ini disebut juga iron deficient erythropoietin atau iron limited erythropoietis, dimana didapatkan suplai besi yang tidak adekuat untuk menunjang eritropoiesis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi transferin menurun sedangkan total iron binding capacity (TIBC) meningkat dan free erythropoietin porphyrin (FEP) meningkat. 3. Tahap ketiga Tahap ini disebut juga sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila besi tidak cukup menuju eritrosit sumsum tulang sehingga terjadi penurunan kadar Hb. Pada gambaran darah tepi ditemukan mikrositosis dan hipokromik yang progresif. Pada tahap ini terjadi perubahan epitel terutama pada ADB yang lebih lanjut. Tabel 2. Tahap kekurangan besi. Hemoglobin Cadangan besi Fe serum TIBC Saturasi transferin Ferritin serum Sideroblas FEP (ug/dl eritrosit) MCV Sumber: IDAI (2005) Tahap 1 normal < 100 Normal 360-390 20-30 <20 40-60 >30 Normal Tahap 2 Tahap 3 menurun jelas sedikit (mikrositik/hipokromik) menurun 0 0 <60 <40 >390 >410 <15 <10 <12 <12 <10 <10 >100 >200 Normal Menurun

10

H. DIAGNOSIS 1. Anamnesis Pada anamnesis biasanya ditemukan keluhan anak tampak lemas, sering berdebar-debar, mudah lelah, pucat, sakit kepala atau iritabel2. Gejala klini sering terjadi secara perlahan dan tidak begitu diperhatikan oleh penderita dan keluarganya. Pada yang ringan diagnosis hanya ditegakkan berdasarkan temuan laboratorium dengan gejala yang umum adalah keluhan pucat. Pada anemia defisiensi besi dengan kadar Hb 6-10 g/dl terjadi mekanisme kompensasi yang efektif sehingga gejala anemia hanya ringan saja. Namun jika kadar turun < 5 g/dl timbul gejala iritabel dan anoreksia yang akan tampak lebih jelas. Jika anemia terus berlanjut dapat terjadi takikardia, dilatasi jantung dan murmur sistolik. Namun kadang-kadang pada kadar Hb < 3-4 g/dl penderita tidak mengeluh karena tubuh sudah kompensasi, sehingga gejala klinis yang muncul tidak sesuai dengan kadar Hb4. Gejala lain yang dapat menyertai anemia defisiensi besi yaitu adaya penurunan toleransi terhadap latihan yaitu penurunan aktifitas kerja dan daya tahan tubuh. Daya tahan tubuh terhadap infeksi yang menurun disebabkan karena fungsi leukosit yang tidak normal. Pada penderita ADB neutrofil mempunyai kemampuan untuk fagositosis seperti kemampuan membunuh E.coli dan S.aureus yang menurun4.

11

2. Pemeriksaan fisik Pucat terlihat pada mukosa bibir, faring, telapak tangan, dasar kuku, dan konjungtiva. Papil lidah atrofi, jantung agak membesar. Tidak ada pembesaran limpa dan hati, serta todal terdapat iastesis hemoragis. Pada penderita anemia defisiensi besi dapat pula ditemukan termogenesis yang abnormal yaitu ketidakmampuan mempertahankan suhu tubuh normal pada suhu dingin. Perubahan epitel menimbulkan bentuk kuku konkaf (koilonikia), serta perubahan mukosa lambung dan usus4. 3. Pemeriksaan penunjang Kadar hemoglobin kurang dari 10 g/dl, mikrositik hipokrom, poikilositosis, sel target, serum iron (IS) rendah dan iron binding capacity (IBC) rendah.5 Hasil pemeriksaan sumsum tulang sistem sritropoietik hiperaktif dengan sel normoblas poikromatofil yang predominan. Ukuran laboratoris : MCV = Hmt/AE x 10 (N = 76-96). MCH = Hb/AE x 10 (N = 27-32).

MCHC = Hb/Hmt x 100 (N = 32-37). Secara umum hasil pemeriksaan menunjukkan Hb < 10, MCV < 79, MCHC < 32, Serum Iron < 50, TIBC > 350. Gambaran eritrosit : mikrositik hipokromik4. 4. Penegakkan diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan atas ditemukannya penyebab defisiensi besi dari anamnesis dan secara klinis didapatkan pucat tanpa

12

organomegali, gambaran eritrosit mikrositik hipokrom, SI rendah, dan IBC meningkat, tidak terdapat besi dalam sumsum tulang, dan bereaksi naik terhadap pengobatan dengan preparat besi4. Kriteria diagnosis yang digunakan untuk menentukan anemia defisiensi besi diantaranya adalah kriteria menurut WHO, kriteria Cook dan Monsen, serta menurut Lanzskowsky4. a. Kriteria diagnosis WHO4 1) Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia 2) Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata < 31% (N: 32-35%) 3) Kadar Fe serum <50 Ug/dl (N: 80-180 ug/dl) 4) Saturasi transferin <15% (N: 20-50%) b. Kriteria Cook dan Monsen Menurut Cook dan Monsen, untuk kepentingan diagnosis anemia defisiensi besi minimal ditemukan 2 dari 3 kriteria (ST, feritin serum dan FEP) harus dipenuhi. 1) Anemia hipokromik mikrositik 2) Saturasi transferin <16% 3) Nilai FEP > 100 ug/dl eritrosit 4) Kadar feritin serum <12 ug/dl c. Kriteria Lanzskowsky. 1) Pemeriksaan apusan darah tepi hipokrom mikrositer yang dikonfirmasi dengan kadar MCV, MCH, dan MCHC yang menurun. Red cell distribution width (RDW) > 17%

13

2) FEP meningkat 3) Feritin serum meningkat 4) Fe serum menurun, TIBC meningkat, ST <16% 5) Respon terhadap pemberian preparat besi. Retikulosis mencapai puncak pada hari ke 5-10 setelah pemberian besi, dan kadar Hb meningkat rata-rata 0,25-0,4 g/dl/hari atau PCV meningkat 1%/hari. 6) Sumsum tulang. Tertundanya maturasi sitoplasma, dan pada pewarnaan sumsum tulang tidak ditemukan besi atau besi berkurang. Cara lain untuk mendiagnosis anemia defisiensi besi adalah dengan trial pemberian preparat besi. Hal ini penting untuk mengetahui anemia defisiensi besi subklinis dengan melihat respon Hb terhadap preparat besi. Cara ini merupakan prosedur yang mudah, praktis, sensitive dan ekonomis terutama pada anak yang beresiko tinggi menderita anemia defisiensi besi. Jika dengan pemberian preparat besi 6 mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu terjadi peningkatan kadar Hb 1-2 gr/dl maka dapat dipastikan bahwa yang bersangkutan menderita anemia defisiensi besi4.

I. DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding anemia defisiensi besi adalah semua keadaan dengan gambaran anemia mikrositik hipokrom. Keadaan yang sering member gambaran yang hampir sama dengan anemia defisiensi besi adalah talasmeia

14

minor dan anemia karena penyakit kronis. Untuk membedakannya perlu dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang dengan laboratorium4. Morfologi darah tepi pada talasemia minor mirip dengan anemia defisiensi besi. Salah satu cara sederhana untuk membedakannya adalah dengan melihat jumlah eritrosit yang meningkat meski sudah anemia ringan dan mikrositik, sebaliknya pada anemia defisiensi besi jumlah eritrosit menurun sejajar dengan penurunan kadar Hb dan MCV. Cara mudah dapat diperoleh dengan cara membagi nilai MCV dengan jumlah eritrosit. Jika nilainya <13 menunjukkan talasemia minor, sedangkan jika >13 menunjukkan adanya anemia defisiensi besi. Pada talasemia minor didapatkan basofilik strippling, peningkatan kadar bilirubin plasma dan peningkatan kadar HbA24. Pada apusan darah tepi anemia karena penyakit kronis, biasanya normokrom normositik namun dapat juga ditemukan hipokrom mikrositik. Terjadinya anemia pada penyakit kronis disebabkan terganggunya mobilisasi besi dan makrofag oleh transferim. Kadar Fe serum dan TIBC menurun meskipun cadangan besi normal atau meningkat sehingga nilai saturasi transferin normal atau sedikit menurun, dan kadar FEP meningkat. Pemeriksaan kadar reseptor transferin (TfR) sangat berguna dalam membedakan anemia defisiensi besi dengan anemia karena penyakit kronis. Pada anemia karena penyakit kronis kadar TfR normal karena pada inflamasi kadarnya tidak terpengaruh, sedangkan pada anemia defisiensi besi kadarnya menurun. Peningkatan rasio TfR atau feritin sensitive dalam mendeteksi anemia defisiensi besi4.

15

Tabel 3. Pemeriksaan lab untuk membedakan ADB Pemeriksaan lab ADB Talasemia minor MCV Fe serum TIBC Saturasi transferin FEP Feritin serum Sumber: IDAI (2005). N N N N N

Anemia penyakit kronis N, N,

J. TATALAKSANA Penatalaksanaan pada anemia defisiensi besi meliputi3,4: 1. Pengobatan kausal. Misalnya pada anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh cacing, maka dapat diberikan antihelmintik. Diberikan 3 kapsul dengan selang waktu 1 jam, semalam sebelumnya anak dipuasakan dan diberikan laksan setelah 1 jam kapsul ketiga dimakan. Pirantel pamoat 10 mg/kgBB (dosis tunggal). Antibiotik diberikan jika terdapat infeksi. 2. Makanan yang adekuat 3. Pemberian preparat besi (sulfas ferosus) 3 x 10 mg/kgBB/hari atau untuk mendapatkan respon terapi dapat diberikan elemental besi dengan dosis yang dipakai yaitu 4-6 mg/KgBB/hari (preparat yang tersedia: ferrous glukonat, fumarat, dan suksinat, serta pada bayi tersedia dalam bentuk tetes atau drop). Agar penyerapannya di usus meningkat diberikan vitamin C dan penambahan protein hewani. Diharapkan kenaikan Hb 1 g/dl setiap 1-2 minggu (preparat besi terus diberikan selama 2 bulan setelah anemia teratasi). Pemberian preparat besi parenteral (intamusular) harganya cukup mahal, dapat menimbulkan rasa sakit, serta menyebabkan limfadenopati

16

regional dan reaksi alergi. Preparat yang sering digunakan adalah dekstran besi, dimana larutan ini mengandung 50 mg besi/ml dan dihitung dengan rumus dosis besi (mg) = BB (kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dl) x 2,5. Kemampuan menaikkan Hb tidak lebih baik dibanding peroral. Tranfusi darah diberikan apabila Hb < 5 g/dl dan disertai dengan keadaan umum buruk atau infeksi yang dapat mempengaruhi respon terapi. Prinsip pemberiannya makin rendah kadar Hb, makin sedikit, makin lambat, dan makin sering tranfusi darah yang diberikan (Kebutuhan darah = 6 x BB x d Hb). Koreksi anemia berat dengan transfusi yang terlalu cepat dapat menimbulkan hipervolemia dan dilatasi jantung4,6. Tabel 4. Respon terhadap pemberian besi pada ADB Waktu setelah pemberian besi Respon 12-24 jam Penggantian enzim besi intraseluler, keluhan subyektif berkurang, nafsu makan bertambah 36-48 jam Respon awal dari sumsum tulang, hyperplasia eritroid 48-72 jam Retikulosis, puncaknya hari ke 5-7 4-30 hari Kadar Hb meningkat 1-3 bulan Penambahan cadangan besi Sumber: IDAI (2005). Pemberian PRC dilakukan secara perlahan dalam jumlah yang cukup untuk menaikkan kadar Hb sampai tingkat aman sambil menunggu respon terapi. Pada penderita anemia berat dengan kadar Hb <4 g/dl hanya diberi PRC dengan dosis 2-3 ml/KgBB persatu kali pemberian disertai pemberian diuretic (furosemid). Jika terdapat gagal jantung yang nyata dapat dipertimbangkan transfusi tukar menggunakan PRC segar4,6.

17

K. PENCEGAHAN Tindaan pencegahan anemia defisiensi besi yang penting pada awal kehidupan adalah dengan meningkatkan penggunaan ASI eksklusif, menunda pemakaian susu sapi sampai usia 1 tahun sehubungan dengan resiko terjadinya perdarahan saluran cerna yang ditemukan pada beberapa bayi, memberikan makanan yang mengandung besi serta makanan yang mengandung asam askorbat (jus buah) pada saat memperkenalkan makanan padat usia 4-6 bulan. Pencegahan lain pada bayi baru lahir adalah dengan pemberian suplementasi besi pada bayi-bayi premature, serta dengan pemakaian PASI (susu formula) yang mengandung besi jika ASI eksklusif tidak dapat diberikan4. Upaya umum untuk pencegahan kekurangan besi adalah dengan cara meningkatkan konsumsi Fe, fortifikasi bahan makanan, dan suplementasi. Meningkatkan konsumsi besi dari sumber alami terutama sumber hewani yang mudah diserap.juga perlu peningkatan penggunaan makanan yang

mengandung vitamin C dan A. Fortifikasi bahan makanan dilakukan dengan cara menambah masukan besi dengan mencampurkan senyawa besi kedalam makanan sehari-hari. Sedangkan suplementasi merupakan tindakan yang paling tepat untuk menanggulangi ADB yang prevalensinya tinggi4.

L. PROGNOSIS Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi dan diketahui penyebabnya dan dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan manifestasi klinis lainnya akan membaik dengan

18

pemberian preparat besi. Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa kemungkinan yaitu adanya kesalahan diagnosis, dosis obat yang tidak adekuat, atau karena preparat Fe yang tidak adekuat dan kadaluwarsa. Perlu dicurigai pula adanya perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak berlangsung menetap, atau keadaan yang disertai dengan penyakit yang mempengaruhi absorbsi dan pemakaian besi (misalnya infeksi, keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit tiroid, dan penyakit karena defisiensi vitamin B12, atau asam folat). Gangguan absorbsi saluran cerna, seperti pemberian antacid yang berlebihan pada ulkus peptikum dapat menyebabkan pengikatan terhadap besi4.

19

III.

KESIMPULAN

1. Anemia defisiensi besi adalah keadaan dimana kadar Hemoglobin kurang dari normal yang disebabkan oleh kurangnya mineral Fe sebagai bahan yang diperlukan untuk pematangan eritrosit. 2. Etiologi anemia defisiensi besi dapat karena asupan besi yang berkurang (muntah berulang pada bayi atau pemberian makanan tambahan yang tidak sempurna), adanya malabsorbsi, kehilangan atau pengeluaran besi berlebihan (misal pada perdarahan saluran cerna kronis), dan kebutuhan besi yang meningkat karena pertumbuhan. 3. Diagnosis anemia defisiensi besi ditegakkan berdasarkan ditemukannya penyebab defisiensi besi dari anamnesis dan pemeriksaan laboratorium (nilai Hb yang kurang dari normal, gambaran apusan darah tepi yang menunjukkan mikrositik hipokrom, SI rendah, dan IBC meningkat). 4. Penatalaksanaan anemia defisiensi besi pada anak meliputi pengobatan kausal (misal jika disebabkan oleh cacing, dapat diberikan antihelmintik), makanan yang adekuat, dan pemberian preparat besi (sulfas ferosus) 3 x 10 mg/kgBB/hari. Agar penyerapannya di usus meningkat diberikan vitamin C dan penambahan protein hewani. Diharapkan kenaikan Hb 1 g/dl setiap 1-2 minggu. Tranfusi darah diindikasikan jika Hb < 5 g/dl dan disertai dengan keadaan umum buruk. Prinsip pemberiannya makin rendah kadar Hb, makin sedikit, makin lambat, dan makin sering tranfusi darah yang diberikan (Kebutuhan darah = 6 x BB x d Hb)

20

DAFTAR PUSTAKA 1. Ganong, William F. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC. 2. Hull, David. 2008. Dasar-dasar Pediatri edisi 3. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC. 3. Wahyuni, Arlinda Sari. 2004. Anemia Defisien Besi pada Balita. Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat/Ilmu Kedokteran Pencegahan/Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran USU. Digitized by USU digital library: 1-13 4. IDAI. 2005. Buku Ajar Hematologi Onkologi Anak. Jakarta: Penerbit IDAI 5. Graber, Mark A. 2006. Buku saku dokter keluarga edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC 6. IDAI. 2011. Pedoman pelayanan medis: Ikatan Dokter Anak Indonesia edisi II. Jakarta: badan penerbit IDAI.

21

Vous aimerez peut-être aussi