Vous êtes sur la page 1sur 10

LAPORAN SEMENTARA PRAKTIKUM KONSELING KASUS IV KONSELING FARMASI KEPADA GERIATRI

Disusun Oleh : Kelas A Kelompok 3 Gelombang 2

INNE ROSALINA Y SHARON SUSANTO LISTIANI DWI R

G1F011055 G1F011057 G1F011059

JURUSAN FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2014

KASUS IV GERIATRI II 1. JUDUL KASUS GERIATRI 2. TUJUAN Mampu melakukan konseling kepada pasien geriatri. 3. IDENTIFIKASI MASALAH Kepatuhan pasien berpengaruh terhadap keberhasilan suatu pengobatan. Hasil terapi tidak akan mencapai tingkat optimal tanpa adanya kesadaran dari pasien itu sendiri, bahkan dapat menyebabkan kegagalan terapi, serta dapat pula menimbulkan komplikasi yang sangat merugikan dan pada akhirnya akan berakibat fatal (Hussar, 1995). Terapi obat yang aman dan efektif akan terjadi apabila pasien diberi informasi yang cukup tentang obat-obat dan penggunaannya (Cipolle, Strand & Morley, 2004). Pada pemberian informasi obat ini terjadi suatu komunikasi antara apoteker dengan pasien dan merupakan salah satu bentuk implementasi dari Pharmaceutical Care yang dinamakan dengan konseling (Jepson, 1990; Rantucci, 2007). Salah satu upaya untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap

pengobatannya saat ini adalah dengan melakukan konseling pasien. Dengan adanya konseling dapat mengubah pengetahuan dan kepatuhan pasien. Dalam hal ini farmasis harus berinteraksi dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya dengan komunikasi yang efektif untuk memberikan pengertian ataupun pengetahuan tentang obat dan penyakit. Pengetahuan yang dimilikinya diharapkan dapat menjadi titik tolak perubahan sikap dan gaya hidup pasien yang pada akhirnya akan merubah perilakunya serta dapat meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan yang dijalaninya. Komunikasi antara farmasis dengan pasien disebut konseling, dan ini merupakan salah satu bentuk implementasi dari Pharmaceutical Care (Siregar, 2006). Konseling ditujukan untuk meningkatkan hasil terapi dengan memaksimalkan penggunaan obat-obatan yang tepat (Jepson, 1990; Rantucci, 2007). Salah satu manfaat dari konseling adalah meningkatkan kepatuhan pasien dalam penggunaan

obat, sehingga angka kematian dan kerugian (baik biaya maupun hilangnya produktifitas) dapat ditekan (Schnipper, et al., 2006). Selain itu, pasien memperoleh informasi tambahan mengenai penyakitnya yang tidak diperolehnya dari dokter karena tidak sempat bertanya, malu bertanya, atau tidak dapat mengungkapkan apa yang ingin ditanyakan (Rantucci, 2007). Pasien yang perlu untuk diberi konseling adalah pasien-pasien yang berkemungkinan untuk tidak patuh terhadap pengobatan seperti pasien yang ditunjuk dokter, pasien dengan penyakit tertentu seperti hipertensi, gagal jantung, pasien geriatri, pasien pediatri, pasien yang keluar dari Rumah Sakit, dan lain-lain (Hussar, 1995). Kasus konseling kali ini adalah berkaitan dengan pasien geriatri (pasien lansia). Konseling atau komunikasi terapeutik yang diterapkan pada pasien geriatri berbeda dengan komunikasi terapeutik pada pasien lainnya. Hal ini disebabkan karena pada pasien lansia sudah terjadi kemunduran berbagai fungsi organ dan tubuh, seperti pendengaran, penglihatan, dan ingatan. Dengan bertambahnya usia juga terjadi perubahan kondisi fisik, baik berkurangnya kekuatan fisik maupun menurunnya kecepatan reaksi yang mengakibatkan gerak-geriknya menjadi lamban. Selain itu, timbulnya multipel penyakit dan rumitnya dalam menentukan regimen pengobatan menyebabkan pasien kesulitan dalam mematuhi proses pengobatan mereka sendiri sehingga diperlukan peran profesi apoteker untuk menangani masalah-masalah tersebut. Selain itu, karakteristik lansia adalah selalu ingin didengarkan. Hal inilah yang menyebabkan konseling pada lansia membutuhkan suatu teknik dan cara tertentu dalam menerapkan komunikasi terapeutik terhadap pasien geriatri (Anonim, 2006). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan konseling kepada pasien geriatri adalah sebagai berikut. 1. Secara aktif menawarkan konseling untuk pasien usia lanjut. 2. Pastikan area konseling tenang dan bebas dari gangguan. 3. Jangan berteriak atau meninggikan suara Anda di atas normal kepada yang lebih tua. 4. Luangkan waktu kepada pasien untuk mencerna informasi yang disampaikan, kemudian meminta untuk pakankembali untuk memastikan bahwa informasi itu dipahami.

5. Mendorong kepatuhan terhadap obat. Jangan pernah berasumsi bahwa pasien yakin bahwa mereka membutuhkan obat. Jelaskan manfaat dari pengobatan. 6. Ketika pasien mengalami kesulitan mengekspresikan pikiran atau pernyataan, bantu dengan menyarankan kata-kata, kemudian menanyakannya apakah yang benar atau tidak. 7. Tetap tenang. Berbicaralah dengan suara tenang, rendah dan juga dimodulasi (Power, 2003). Dalam komunikasi dengan lansia harus diperhatikan faktor fisik, psikologi, lingkungan dalam situasi individu harus mengaplikasikan keterampilan komunikasi yang tepat. Disamping itu juga memerlukan pemikiran penuh serta memperhatikan waktu yang tepat. 1. Keterampilan komunikasi Listening/Pendengar yang baik yaitu : a. b. c. Mendengarkan dengan perhatian telinga kita. Memahami dengan sepenuh hati, keikhlasan dengan hati yang jernih. Memikirkan secara menyeluruh dengan pikiran jernih kita.

2. Teknik komunikasi dengan lansia Teknik komunikasi dengan penggunaan bahasa yang baik : a. Kecepatan dan tekanan suara yang tepat dengan menyesuaikan pada topik pembicaraan dan kebutuhan lansia b. Berbicara dengan lansia yang dimensia dengan pelan, tetapi berbicara dengan lansia demensia yang kurang mendengar dengan lebih keras hati-hati karena tekanan suara yang tidak tepat akan merubah arti pembicaraan c. Berikan kesempatan orang lain untuk berbicara, hindari untuk mendominasi pembicara sebaiknya mendorong lansia untuk berperan aktif d. Gunakan kalimat yang simple dan pendek satu pesan untuk satu kalimat.

3. Teknik komunikasi nonverbal a. Perilaku : ramah tamah, sopan dan menghormati, cegah supaya tidak acuh tak acuh, perbedaan. b. Kontak mata : jaga tetap kontak mata.

c. d.

Expresi wajah : mereflexsikan peraaan yang sebenarnya. Postur dan tubuh : mengangguk, gerakan tubuh yang tepat, meletakan kursi dengan tepat.

e.

Sentuhan : memegang tangan, menjbat tangan.

4. Lingkungan wawancara. a. b. c. d. Posisi duduk berhadapan Jaga privasi. Penerangan yang cukup dan cegah latar belakang yang silam Kurangi keramaian dan berisik (Sirajuddin, 2012) Beberapa prinsip etika yang harus dijalankan dalam pelayanan pada derita usia lanjut adalah (Sirajuddin, 2012) : Empati : istilah empati menyangkut pengertian simpati atas dasar pengertian yang mendalam. Dalam istilah ini diharapkan upaya pelayanan geriatric harus memandang seorang lansia yang sakit dengan pengertian, kasih sayang dan memahami rasa penderitaan yang dialami oleh penderita tersebut. Tindakan empati harus dilaksanakan dengan wajar, tidak berlebihan, sehingga tidak memberi kesan over-protective dan belas kasihan. Oleh karena itu semua petugas geriatric harus memahami proses fisiologi dn patologik dari penderita lansia. Otonomi : yaitu suatu prinsip bahwa seorang individu mempunyai hak untuk menentukan nasibnya, dan mengemukakan keinginanya sendiri. Tentu saja hak tersebut mempunyai batasan, akan tetapi dibidang geriatric hal tersebut berdasar pada keadaan, apakah penderita dapat membuat putusan secara mendiri dan bebas. Keadilan : prinsip pelayanan geriatric harus memberikan perlakuan yang sama bagi semua penderita. Kewajiban untuk memperlakukan seorang penderita secara wajar dan tidak mengadakan perbedaan atas dasar karakteristik yang tidak relevan.

4. PERUMUSAN MASALAH Ibu Sita yang berusia 70 datang ke apotek bersama temannya untuk menebus resep yang diberikan oleh dokter. Kata dokter beliau terkena asma. Ibu Sita sebelumnya aktif berpraktek sebagai dokter di klinik kecantikan, sekarang karena faktor usia, beliau sudah tidak berpraktek lagi. Bu Sita termasuk orang terpandang di kota Purwokerto. Ibu Sita ini meminta penjelasan kepada apoteker mengenai cara penggunaan obatnya karena baru menggunakan pertama kali. 1. Bagaimanakah cara berkomunikasi yang benar dengan pasien geriatri? 2. Apakah pasien sudah menerima pengobatan sebelumnya? 3. Sudah berapa lama pasien menderita penyakit ini? 4. Bagaimana gejala asma yang dialami pasien? 5. Bagaimana riwayat penyakit pasien? 6. Apakah pasien menderita alergi terhadap obat/zat kimia tertentu? 7. Apakah terapi farmakologi dan non-farmakologi yang tepat untuk mengobati asma pasien? 8. Apa saja hal-hal yang harus diperhatikan selama pengobatan asma yang diderita pasien? 9. Apa saja KIE yang perlu diberikan kepada pasien dan teman terdekat/ keluarganya? 10. Bagaimanakah mengkomunikasikan penggantian obat kepada dokter yang bersangkutan? 11. Bagaimana menjelaskan cara penggunaan obat kepada pasien? 12. Bagaimanakah memastikan pasien mengerti apa yang disampaikan oleh apoteker?

5. PEMECAHAN MASALAH 1. Bagaimanakah cara berkomunikasi yang benar dengan pasien geriatri? Cara yang perlu diterapkan saat melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien geriatri, antara lain: 1. Mendorong pasien untuk bercerita mengenai keluhannya. 2. Menanyakan mengenai kesibukannya.

3. Memberikan informasi yang dibutuhkan oleh pasien, seperti faktor pencetus asma. 4. Mengarahkan pada pokok permasalahan. 5. Mendengarkan. 6. Bersikap empati dan perhatian. 7. Meyakinkan dan memecahkan masalah pasien (Priyanto, 2009). 2. Apakah pasien sudah menerima pengobatan sebelumnya? Apabila belum mengalami pengobatan, maka bisa dipilihkan obat-obat pilihan pertama dengan dosis yang kecil. Bila sudah menjalani pengobatan maka perlu diketahui penggunaan obat apa saja yang digunakan dan bagaimana respon terhadap pengobatan tersebut. Apabila respon obat tersebut baik, maka bisa digunakan obat yang sama. Namun bila respon yang diberikan tidak baik maka perlu ditanyakan lebih lanjut mengenai jenis obat yang digunakan, bagaimana cara penggunaannya, dan sudah berapa lama menggunakan obat tersebut, serta hal-hal lain yang menyebabkan kegagalan pengobatan sehingga bisa diberikan terapi yang sesuai. Pada kasus ini, pasien sebelumnya hanya menerima pengobatan untuk gejala asma berupa balsem. Oleh karena itu obat yang diresepkan adalah pengobatan pertama pasien dalam mengatasi asma. Maka dari itu pasien diberikan obat yang masih umum. 3. Sudah berapa lama pasien menderita penyakit ini? Pasien pertama kali mengalami serangan asma ini pada tanggal 13 April 2013. 4. Bagaimanakah gejala asma yang dialami pasien? Gejala asma yang dialami pasien berupa sesak nafas, nafas berat dan mengi. 5. Bagaimana riwayat penyakit pasien? Riwayat penyakit pasien diperlukan dalam menentukan pemilihan obat. Pada kasus ini pasien ini tidak mempunyai riwayat hipertensi maupun diabetes mellitus. 6. Apakah pasien menderita alergi terhadap obat/zat kimia tertentu?

Pasien tidak memiliki alergi terhadap obat maupun makanan. 7. Apakah terapi farmakologi dan non-farmakologi yang tepat untuk mengobati keputihan pasien? Terapi farmakologi yang tepat untuk mengobati asma pasien adalah ventolin inhaler dan salbutamol tablet yang merupakan golongan obat SABA (Short Acting Beta Adrenergik receptors) yang bekerja sebagai bronkodilator. Untuk terapi non farmakologi yang tepat untuk menghindari kekambuhan adalah dengan menghindari alergen pencetus asma seperti debu, serbuk sari, asap rokok, bulu binatang dan udara dingin. Faktor pencetus lain yang harus dihindari yaitu kerja berat dan stress. 8. Apa saja hal-hal yang harus diperhatikan selama pengobatan asma yang diderita pasien? Hal yang harus diperhatikan selama pengobatan yaitu mengenai penyimpanan ventolin inhaler yang harus disimpan terlindung dari panas dan cahaya matahari. Hal lain yang harus diperhatikan adalah penggunaan inhaler, jadi pertama-tama pertama ibu buka tutup inhalernya, kemudian kocok inhaler selama 2-5 detik. Kocok inhaler terlebih dahulu sebelum digunakan kurang lebih 5 kali. Untuk penggunaan inhaler yang masih baru, tekan inhaler 4 kali untuk menguji apakah alat bekerja dengan baik. Bila inhaler tidak digunakan lebih dari 3 hari, sebelum digunakan kembali, tekan inhaler 1 atau 2 kali saja. Pegang inhaler jauh dari mulut anda, latihan bernafas terlebih dahulu sampai anda merasa nyaman, kemudian keluarkan nafas. Taruh inhaler pada mulut anda, dengan bagian corong penghisap menempel di bibir anda. Tekan inhaler 1 kali untuk mendapatkan satu dosis obat, sambil menghirup sekuat-kuatnya obat yang keluar dari inhaler tersebut. Lepaskan alat dari mulut. Tahan nafas kurang lebih 10 detik. Hembuskan nafas perlahan melalui mulut. Setelah itu, bilas mulut (kumurkumur) anda dengan air untuk mencegah timbulnya sariawan atau suara menjadi serak. Bersihkan bagian corong penghisap dengan tissue kering kemudian tutup kembali inhaler.

9. Apa saja KIE yang perlu diberikan kepada pasien dan teman terdekat/ keluarganya? KIE yang diberikan berupa aturan pakai obat di mana ventolin inhaler digunakan 2 x sehari 2 semprotan. Sedangkan salbutamol digunakan 3 x 1 setelah makan. Apabila didapati gejala yang makin buruk maka pasien disarankan untuk kembali ke dokter. KIE lain adalah penjelasan mengenai efek samping. Selain itu, KIE yang perlu diberikan adalah pasien perlu mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang, menjaga kebersihan tubuh terutama bagian kewanitaan. 10. Bagaimanakah mengkomunikasikan penggantian obat kepada dokter yang bersangkutan? Cara mengkomunikasikan penggantian obat kepada doktet yang bersangkutan adalah menghubungi dokter yang bersangkutan dan

memperkenalkan diri kepada dokter. Kemudian mengklarifikasi identitas pasien dan menjelaskan mengenai masalah terkait dengan obat. Pada kasus ini masalah terkait dengan pengobatan adalah penggunaan dexamethasone yang memiliki efek samping pada osteoporosis pada geriatri yang artinya tidak disarankan kecuali dalam kondisi yang sangat membahayakan. Maka dari itu, apoteker menyarankan penggantian obat beserta penjelasan terkait mekanisme obat, efek samping, kontraindikasi, dan keamanan bagi pasien geriatri berupa salbutamol tablet. 11. Bagaimanakah memastikan pasien mengerti apa yang disampaikan oleh apoteker? Cara memastikan pasien mengerti apa yang telah disampaikan adalah dengan meminta pasien mengulangi apa yang telah disampaikan, atau memancing pasien mengutarakan informasi yang telah disampaikan.

DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2006, Pedoman Pelayanan Farmasi (Tata Laksana Terapi Obat) Untuk Pasien Geriatri, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Cipolle, RJ., Strand, LM., Morley, PC, 2004, Pharmaceutical Care Practice : The Clinicans Guide (2th Ed), The McGraw Hill Co., New York. Hussar, D.A., 1995, Patient Compliance, in Remington : The Science and Practice of Pharmacy (1796-1807), Volume II, The Philadelphia Collage of Pharmacy and Science, USA. Jepson, M.H., 1990, Patient Compliance and Conselling, Diana M., Aulton, ME. (Editor), Pharmaceutical Practice, Churscill Livingstone, London. Powers, W.D., 2003, Health Notes: Drug Therapy Considerations in Older Adults, California State Board of Pharmacy, California. Rantucci, M.J., 2007, Komunikasi Apoteker-Pasien (Edisi 2), Penerjemah : A. N. Sani. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Schnipper, JL. et al, 2006, Role of Pharmacist Counseling in Preventing Adverse Drug Events After Hospitalization, Vol 166.565-571, Archives Internal Medicine, USA.

Vous aimerez peut-être aussi