Vous êtes sur la page 1sur 28

Bab I PENDAHALUAN

Invaginasi atau intususepsi sering ditemukan pada anak dan agak jarang pada orang dewasa. Invaginasi pada anak biasanya bersifat idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Kebanyakan ditemukan pada kelompok umur 2 12 bulan, dan lebih banyak pada anak laki laki daripada anak perempuan. Invaginasi ialah suatu keadaan, sebagian usus masuk ke dalam usus berikutnya. Biasanya bagian proksimal masuk ke distal, jarang terjadi sebaliknya. Bagian usus yang masuk disebut intussusceptum dan bagian yang menerima intussuscepturn dinamakan intussuscipiens . Oleh karena itu, invaginasi disebut juga intussusception. Pemberian nama invaginasi bergantung hubungan antara intussusceptum dan intussuscipiens, misalnya ileo-ileal menunjukkan invaginasi hanya melibatkan ileum saja. Ileo-colica berarti ileum sebagai intussusceptum dan colon sebagai intussuscipiens. Kombinasi lain dapat terjadi seperti ileo-ileo colica, colo-colica dan appendical-colica. Ileo-colica yang paling banyak ditemukan (75%), ileo-ileo colica 15%, lain-lain 10%, paling jarang tipe appendical-colica. Invaginasi sering dijumpai pada umur 3 bulan - 2 tahun, paling banyak 5 - 9 bulan. Prevalensi penyakit diperkirakan 1 - 2 penderita di antara 1000 kelahiran hidup. Anak lelaki lebih banyak daripada perempuan, 3 : 1 . Pada umur 59 bulan sebagian besar belum diketahui penyebabnya. Penderita biasanya bayi sehat, menyusui, gizi baik dan dalam pertumbuhan optimal. Ada yang menghubungkan terjadinya invaginasi karena gangguan peristaltik, 10% didahului oleh pemberian makanan padat dan diare. Diare dan invaginasi dihubungkan dengan infeksi virus, karena pada pemeriksaan tinja dan kelenjar limfa mesenterium, terdapat adenovirus bersama-sama invaginasi. 4 Invaginasi pada umur 2 tahun ke atas, biasanya bersama-sama divertikel Meckel, polip, hemangioma dan limfosarkoma. Infeksi parasit sering juga menyertai invaginasi pada anak yang lebih umur lebih besar.

1|Page

BAB II PEMBAHASAN

2.1 ANATOMI

Usus Halus Secara anatomi usus halus dibagi menjadi tiga bagian yaitu duodenum, jejenum, dan ileum. Panjang duodenum kira-kira 20 cm, jejenum 100-110 cm, sedangkan ileum 150-160 cm. Jejunoileum memanjang dari ligamentum Treitz ke katup ileosekal. Jejenum lebih besar dan lebih tebal jika dibandingkan dengan ileum, dan hanya memiliki satu atau dua arcade valvular dibandingkan empat sampai lima pada ileum. Usus kecil digantung oleh mesenterium yang membawa pasokan vascular dan limfatik.Mesenterium berjalan secara oblik dari kiri L2 ke kanan dari sendi S1 dan bersifat sangat mobile.Pasokan darah ke jejunum dan ileum melalui arteri mesenterika superior, yang juga melanjutkan pasokan sampai kolon transversal proksimal. Arcade vaskular dalam mesenterium menyediakan pasokan kolateral. Drainase vena sejajar dengan pasokan arteri, membawa ke vena mesenterika superior, bergabung dengan vena splenika di belakang pancreas untuk membentuk vena porta.Drainase limfatik dari dinding usus melalui nodus mesenterikus ke nodus mesenterikus superior ke dalam sisterna kili dan akhirnya ke duktus torasikus.Lipatan mukosa membentuk plica plika sirkularis transversal sirkumferensial. Persarafannya adalah parasimpatis dan mempengaruhi sekresi serta motilitas . Simpatik berasal dari nervus splanikus melalui pleksus seliaka, mempengaruhi sekresi dan motalitas usus serta vascular dan membawa aferen rasa nyeri.1

2|Page

Gambar 1. Anatomi usus halus Dinding usus halus di bagi dalam 4 lapisan : 1. Tunica Serosa. Terdiri dari jaringan ikat longgar yang dilapisi oleh mesotel.

2. Tunica Muscularis. Dua selubung otot polos tidak bergaris membentuk tunica muskularis usus halus.Lapisan ini paling tebal di dalam duodenum dan berkurang dalamnya kearah distal.Lapisan luarnya stratum longitudinale dan lapisan dalamnya stratum sirkulare.Plexus myentericus (Auerbach) dan saluran limfe terletak di antara kedua lapisan otot ini.

3. Tunica Submukosa. Tunica Submukosa terdiri dari jaringan ikat longgar yang terletak diantara tunika muskularis dan lapisan tipis lamina muskularis mukosa, yang terletak dibawah mukosa.Dalam ruang ini berjalan jalinan pembuluh darah halus dan pembuluh limfe.Juga ditemukan neuroplexus Meissner.

4. Tunica Mukosa. Tunica mukosa usus halus, kecuali pars superior duodenum tersusun dalam lipatan sirkuler tumpang tindih yang berinterdigitasi secara transversa. Masing- masing lipatan ini ditutup dengan tonjolan vili.

3|Page

Lipatan dan vili lebih banyak di dalam jejunum dibandingkan di dalam ileum, sehingga jejunum bertanggung jawab lebih besar dalam absorbsi.

Ada dua area dalam tingkatan submukosa dan bagian spesifik usus halus :

1. Plaque peyer Plaque peyer terutama berada di dalam ileum dan lebih banyak ke distal.Ia terdiri dari agregasi lymphaticus yang dikelilingi oleh plexus lymphaticus di atas permukaan mesenterica usus.

2. Glandula Brunner Glandula Brunner ada hampir seluruhnya di dalam duodenum, tetapi di dalam jejunum proximal juga terdapat di proximal dan menurun dengan penuaan.

Usus Besar Usus besar terdiri dari sekum, kolon dan rectum, panjangnya sekitar 1,5 meter, terbentang dari ileum terminalis sampai anus. Diameter terbesarnya pada saat kosong 6,5 cm dalam sekum, dan berkurang menjadi 2,5 cm dalam sigmoid.Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum.Katup ileosekal mengendalikan aliran kimus dari ileum ke dalam sekum dan mencegah terjadinya aliran balik bahan fekal dari usus besar ke usus halus. Kolon dibagi lagi menjadi kolon ascenden, tranversum, descenden dan sigmoid.Tempat kolon membentuk kelokan tajam pada abdomen kanan disebutfleksura hepatica dan kiri disebut fleksura lienalis.

4|Page

Gambar 2. Anatomi usus besar Dinding kolon terdiri dari 4 lapisan, yaitu: 1. Tunica Serosa Membentuk apendises epiploica, yaitu kantong-kantong kecil yang berisi lemak dan menonjol dari serosa, kecuali pada rectum.

2. Tunica Muscularis Terdiri atas stratum longitudinal di sebelah luar dan stratum circular di sebelah dalam. Stratum circular membentukm.Sphincter ani internus sedangkan stratum longitudinale membentuk 3 pita yang disebut taenia coli, yang lebih pendek dari kolon itu sendiri sehingga membentuk kolon berlipat-lipat seperti kantong (haustrae). 3. Tunica Submucosa Dibentuk oleh jaringan penyambung longgar yang berisi pembuluh darah dan kelenjar getah bening.

4. Tunica Mukosa Licin karena tidak mempunyai vili, permukaan dalamnya mempunyai lipatan-lipatan berbentuk bulan sabit karena tidak mencapai seluruh lingkaran lumen dan dinamakan plicae semilunares.

5|Page

Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan berdasarkan suplai darah yang diterimanya.Arteri mesenterika superior memperdarahi belahan kanan yaitu sekum, kolon ascenden dan duapertiga proximal kolon transversum.Sedang arteri mesenterika inferior memperdarahi sepertiga kolon transversum, kolon descenden, sigmoid dan bagian proximal rectum. Arteri mesenterika superior akan bercabang ke a.ileokolika, a.kolika dextra, sedangkan arteri mesenterika inferior akan bercabang ke a.kolika sinistra, a.sigmoid, a.hemoroidalis superior. Aliran balik vena dari kolon berjalan parallel dengan arterinya. V.mesenterika superior untuk kolon ascenden dan transversum.Sedang v.mesenterika inferior untuk kolon descenden, sigmoid dan rectum. Rektum disuplai oleh a.hemoroidalis superior (cabang dari a.mesenterika inferior) dan a.hemoroidalis inferior (cabang dari a.pudenda interna).Sedang aliran venanya yaitu v.hemoroidalis superior dan inferior.

Gambar 3. Perdarahan usus Aliran limfe pada rectum yaitu, inguinal, kelenjar iliaka interna, kelenjar para kolik, kelenjar di mesenterium, dan kel.para aorta. Usus besar diperarafi oleh sistem otonom kecuali sfingter externa diatur secara volunter.Kolon dipersarafi oleh system parasimpatis yang berasal dari n.splannikus dan pleksus presakralis serta serabut yang berasal dari n.vagus.Sedangkan rectum dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari plexus mesenterikus inferior dan dari system parasakral yang terbentuk dari ganglion simpatis L 2-4 serta serabut simpatis yangberasal dari S 2-4.
6|Page

2.2 DEFINISI

Invaginasi atau yang juga dikenal sebagai intususepsi adalah suatu keadaan gawat darurat akut dimana segmen usus masuk ke dalam segmen lainnya sehingga dapatmenyebabkan obstruksi yang disusul dengan strangulasi usus.Umumnya bagian usus yang proksimal masuk ke bagian distal.5 Bagian segmen usus yang masuk ke bagian distal disebut intususeptum, sedangkan bagian usus yang membungkus intususeptum disebut intususipien.

Gambar 4. Perbandingan invaginasi dan usus normal serta bagian intususeptum dan intususipien

2.3 KLASIFIKASI

Jenis invaginasi dapat dibagi menurut lokasinya pada bagian usus mana yang terlibat, pada ileum dikenal sebagai jenis ileo ileal. Pada kolon dikenal dengan jenis colo colica dan sekitar ileo caecal disebut ileocaecal, jenis jenis yang disebutkan di atas dikenal dengan invaginasi tunggal dimana dindingnya terdiri dari tiga lapisan. Jika dijumpai dindingnya terdiri dari lima lapisan, hal ini sering pada keadaan yang lebih lanjut disebut jenis invaginasi ganda, sebagai contoh adalah jenis jenis ileo ileo colica atau colo colica.

7|Page

Lokasi pada saluran cerna yang sering terjadi invaginasi merupakan lokasi segmen yang bebas bergerak dalan retroperitoneal atau segemen yang mengalami perlengketan. Invaginasi diklasifikasikan menjadi 4 kategori berdasarkan lokasi terjadinya:

1. Entero-enterika : usus halus masuk ke dalam usus halus 2. Colo-kolika: kolon masuk ke dalam kolon 3. Ileo-colica: ileum terminal yang masuk ke dalam kolon asendens 4. Ileosekal: ileum terminal masuk ke dalam sekum di mana lokus minorisnya adalah katup ileosekal. Suwandi J. Wijayanto E. di Semarang selama 3 tahun (1981 1983) pada pengamatannya mendapatkan jenis invaginasi sebagi berikut: Ileo-colica 50%,ileo ileal 25%, ileo sekal 22,5%, dan colo kolika 22,5%

2.4 INSIDENS

Insidens penyakit ini tidak diketahui secara pasti, masing-masing penulis mengajukan jumlah penderita yang berbeda-beda. Kelainan ini umumnya ditemukan pada anak-anak di bawah 1 tahun dan frekuensinya menurun dengan bertambahnya usia anak. Umumnya invaginasi ditemukan lebih sering pada anak laki laki, dengan perbandingan antara laki laki dan perempuan tiga banding dua. Insidens pada bulan Maret Juni meninggi dan pada bulan September Oktober juga meninggi. Hal tersebut mungkin berhubungan dengan musim kemarau dan musim penghujan dimana pada musim musim tersebut insidens infeksi saluran nafas dan gastroenteritis meninggi. Sehingga banyak ahli yang menganggap bahwa hipermotilitas usus merupakan salah satu faktor penyebab.

8|Page

2.5 ETIOLOGI

Sebagian besar invaginasi belum diketahui penyebabnya, namun berdasarkan fakta-fakta yang dikumpulkan diperkirakan penyebab invaginasi adalah:

1.

Adanya penebalan Plaque Peyer akibat suatu proses dari infeksi virus pada usus.

Adenovirus ditemukan dari limfonodi mesenterika pada pembedahan dan juga dari biakan permukaan dengan presentase yang lebih tinggi pada anak dengan invaginasi daripada control. Invaginasi pada anak biasanya disebut idiopatik, dimana disebabkan oleh penebalan plaque Peyeri yaitu suatu jaringan limfoid di dinding ileum bagian distal, yang dapat merangsang peristaltic usus sebagai upaya untuk mengeluarkan massa tersebut sehingga menyebabkan invaginasi.

2.

Adanya perubahan flora usus sehingga timbul peristaltic yang meniggi.

Perubahan flora biasa terjadi pada usia 6-9 bulan sehubungan dengan perubahan pola makan pada bayi. Pada saat ini peristaltic anak akan meningkat dan dapat menyebabkan terjadinya invaginasi.

Gerakan peristaltic yang berlebihan seperti pada polip usus, divertikel Meckel, limfoma, hemangioma, leiomioma, leiosarkoma, dan mesenteric hematom merupakan pencetus pada anak di atas usia 2 tahun atau orang dewasa. Sekali usus bagian proximal masuk ke bagian usus distal, oleh adanya peristaltic, maka bagian usus proximal ini akan tetap ada dan bahkan lebih jauh masuk dalam usus bagian distal.

9|Page

2.6 FAKTOR RESIKO

Penyakit ini sering terjadi pada umur 3 12 bulan, di mana pada saat itu terjadi perubahan diet makanan dari cair ke padat, perubahan pemberian makanan ini dicurigai sebagai penyebab terjadi invaginasi. Invaginasi kadang kadang terjadi setelah / selama enteritis akut, sehingga dicurigai akibat peningkatan peristaltik usus. Gastroenteritis akut yang dijumpai pada bayi, ternyata kuman rota virus adalah agen penyebabnya, pengamatan 30 kasus invaginasi bayi ditemukan virus ini dalam fesesnya sebanyak 37 %.

2.7 PATOFISIOLOGI

Terdapat berbagai variasi etiologi yang mengakibatkan terjadinya invaginasi pada orang dewasa yang pada intinya adalah gangguan motilitas usus yang terdiri dari dua komponen yaitu satu bagian usus yang bergerak bebas dan satu bagian usus lainya yang terfiksiratau kurang bebas dibandingkan bagian lainnya.Karena peristaltik bergerak dari oral ke anus, sehingga bagian yang masuk ke lumen usus adalah yang arah oral atau proksimal. Namun, pada keadaan khusus seperti pada pasien pasca gastrojejunostomi dapat terjadi sebaliknya atau yang disebut retrograd intususepsi. Keadaan lain yang sering menyebabkan invaginasi adalah karena suatu disritmik peristaltik usus. Akibat adanya segmen usus yang masuk ke segmen usus lainnya dinding usus akan terjepit sehingga aliran darah menurun dan keadaan akhir adalah akan menyebabkan nekrosis dinding usus. Perubahan patologik yang diakibatkan intususepsi terutama mengenai intususeptum. Perubahan pada intususeptum ditimbulkan oleh penekanan bagian ini oleh karena kontraksi dari intususepien, dan juga karena terganggunya aliran darah sebagai akibat penekanan dan tertariknya mesenterium.Edema dan pembengkakan dapat terjadi sedemikian besarnya sehingga menghambat reduksi. Adanya bendungan menimbulkan perembesan lendir dan darah ke dalam
10 | P a g e

lumen yang biasa disebut red currant jelly, selain itu dapat juga terjadi ulserasi pada dinding usus. Sebagai akibat strangulasi tidak jarang terjadi gangren yang dapat berakibat lepasnya bagian yang mengalami prolaps.Pembengkakan dari intususeptum umumnya menutup lumen usus.Akan tetapi tidak jarang pula lumen tetap normal, sehingga obstruksi komplit kadangkadang tidak terjadi pada intususepsi.Proses strangulasi tersirat oleh adanya rasa sakit & perdarahan per rectal. Serangan sakit mula-mula hilang timbul namun kemudian menetap, disertai gelisah sewaktu serangan dan sering disertai rangsangan muntah. Puncak invaginasi dapat berjalan sampai ke kolon tranversum, desenden, sigmoid, bahkan sampai melewati anus.Tanda ini harus dibedakan dari prolaps rectum. Proses obstruksi usus sebenarnya sudah dimulai sejak invaginasi terjadi, tetapi penampilan klinik obstruksi memerlukan waktu. Umumnya setelah 10-12 jam sampai menjelang 24 jam gejala.

Gambar 5. Patofisiologi invaginasi


11 | P a g e

2.8 MANIFESTASI KLINIK

Secara klasik perjalanan suatu invaginasi memperlihatkan gambaran sebagai berikut : Anak atau bayi yang semula sehat dan biasanya dengan keadaan gizi yang baik, tiba tiba menangis kesakitan, terlihat kedua kakinya terangkat ke atas, penderita tampak seperti kejang dan pucat menahan sakit, serangan nyeri perut seperti ini berlangsung dalam beberapa menit. Diluar serangan, anak / bayi kelihatan seperti normal kembali. Pada waktu itu sudah terjadi proses invaginasi. Serangan nyeri perut datangnya berulang ulang dengan jarak waktu 15 20 menit, lama serangan 2 3 menit. Pada umumnya selama serangan nyeri perut itu diikuti dengan muntah berisi cairan dan makanan yang ada di lambung, sesudah beberapa kali serangan dan setiap kalinya memerlukan tenaga, maka di luar serangan si penderita terlihat lelah dan lesu dan tertidur sampai datang serangan kembali. Proses invaginasi pada mulanya belum terjadi gangguan pasase isi usus secara total, anak masih dapat defekasi berupa feses biasa, kemudian feses bercampur darah segar dan lendir, kemudian defekasi hanya berupa darah segar bercampur lendir tanpa feses. Karena sumbatan belum total, perut belum kembung dan tidak tegang, dengan demikian mudah teraba gumpalan usus yang terlibat invaginasi sebagai suatu massa tumor berbentuk bujur di dalam perut di bagian kanan atas, kanan bawah, atas tengah atau kiri bawah. Trias Invaginasi pada anak: 1. Anak mendadak kesakitan, menangis dan mengangkat kaki (crapping pain), bila lanjut

sakitnya berterusan. 2. 3. Muntah warna hijau (cairan lambung) Defekasi feses campur lendir (kerusakan mukosa), atau darah (kerusakan dalam) red

currant jelly stool. Tumor lebih mudah teraba pada waktu terdapat peristaltik, sedangkan pada perut bagian kanan bawah teraba kosong yang disebut dances sign ini akibat caecum dan kolon naik ke atas, ikut proses invaginasi. Pembuluh darah mesenterium dari bagian yang terjepit mengakibatkan gangguan venous return sehingga terjadi kongesti, oedem, hiperfungsi goblet sel serta laserasi mukosa usus, ini memperlihatkan gejala berak darah dan lendir, tanda ini baru
12 | P a g e

dijumpai sesudah 6 8 jam serangan sakit yang pertama kali, kadang kadang sesudah 12 jam. Berak darah lendir ini bervariasi jumlahnya dari kasus ke kasus, ada juga yang dijumpai hanya pada saat melakukan colok dubur. Sesudah 18 24 jam serangan sakit yang pertama, usus yang tadinya tersumbat partial berubah menjadi sumbatan total, diikuti proses oedem yang semakin bertambah, sehingga pasien dijumpai dengan tanda tanda obstruksi, seperti perut kembung dengan gambaran peristaltik usus yang jelas, muntah warna hijau dan dehidrasi. Oleh karena perut kembung maka massa tumor tidak dapat diraba lagi dan defekasi hanya berupa darah dan lendir. Apabila keadaan ini berlanjut terus akan dijumpai muntah feses, dengan demam tinggi, asidosis, toksis dan terganggunya aliran pembuluh darah arteri, pada segmen yang terlibat menyebabkan nekrosis usus, ganggren, perforasi, peritonitis umum, shock dan kematian. Pemeriksaan colok dubur didapati: - Tonus sphincter melemah, mungkin invaginat dapat diraba berupa massa seperti portio. - Bila jari ditarik, keluar darah bercampur lendir. Perlu perhatian bahwa untuk penderita malnutrisi gejala gejala invaginasi tidak khas, tanda - tanda obstruksi usus berhari hari baru timbul, pada penderita ini tidak jelas tanda adanya sakit berat, defekasi tidak ada darah, invaginasi dapat mengalami prolaps melewati anus, hal ini mungkin disebabkan pada pasien malnutrisi tonus yang melemah, sehingga obstruksi tidak cepat timbul. Suatu keadaan disebut dengan invaginasi atipikal, bila kasus itu gagal dibuat diagnosa yang tepat oleh seorang ahli bedah, meskipun keadaan ini kebanyakan terjadi karena ketidaktahuan dokter dibandingkan dengan gejala tidak lazim pada penderita.

13 | P a g e

2.9 DIAGNOSIS Untuk menegakkan diagnosa invaginasi didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium dan radiologi. Gejala klinis yang menonjol dari invaginasi adalah suatu trias gejala yang terdiri dari : 1. Nyeri perut yang datangnya secara tiba tiba, nyeri bersifat seranganserangan, nyeri menghilang selama 10 20 menit, kemudian timbul lagi serangan baru. 2. Teraba massa tumor di perut bentuk bujur pada bagian kanan atas, kanan bawah, atas tengah, kiri bawah atau kiri atas. 3. Buang air besar campur darah dan lendir Bila penderita terlambat memeriksakan diri, maka sukar untuk meraba adanya tumor, oleh karena itu untuk kepentingan diagnosis harus berpegang kepada gejala trias invaginasi. Mengingat invaginasi sering terjadi pada anak berumur di bawah satu tahun, sedangkan penyakit disentri umumnya terjadi pada anak anak yang mulai berjalan dan mulai bermain sendiri maka apabila ada pasien datang berumur di bawah satu tahun, sakit perut yang bersifat kolik sehingga anak menjadi rewel sepanjang hari / malam, ada muntah, buang air besar campur darah dan lendir maka pikirkanlah kemungkinan invaginasi. Bila invaginasi disebut strangulasi harus diingat kemungkinan terjadinya peritonitis setelah perforasi.Invaginasi yang masuk jauh dapat ditemukan pada pemeriksaan colok dubur. Ujung invaginatum teraba seperti portio uterus pada pemeriksaan vagina sehingga disebut sebagai pseudoportio. Invaginatum yang keluar lewat rectum jarang ditemukan; keadaan tersebut harus dibedakan dengan prolapsus mukosa rectum. Pada invaginasi didapatkan invaginatum bebas dari dinding anus, sedangkan prolapsus berhubungan secara sirkuler dengan dinding anus.Pada inspeksi sukar sekali membedakan prolapsus rectum dari invaginasi.Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan jari sekitar penonjolan untuk menentukan ada tidaknya celah terbuka. Diagnosis invaginasi dapat diduga atas pemeriksaan fisik, dan dipastikan dengan pemeriksaan rontgen dengan pemberian enema barium.

14 | P a g e

Invaginasi pada orang muda atau orang dewasa jarang sekali idiopatik. Umumnya ujung invaginatum pada orang dewasa merupakan polip atau tumor lain di usus halus. Invaginasi juga disebabkan oleh pencetus seperti divertikulum Meckel yang terbalik masuk lumen usus, duplikasi usus, kelainan vaskuler, atau limfoma. Gejalanya berupa gejala dan tanda obstruksi usus, tetapi tergantung dari letak ujung invaginasi. Kriteria diagnosis invaginasi akut: 1. Invaginasi definitif a. Kriteria bedah: ditemukannya invaginasi pada pembedahan

b. Kriteria radiologi: adanya baik gas maupun cairan kontras pada enema pada usus halus yang berinvaginasi, adanya massa intraabdominal yang dideteksi dengan USG c. Kriteria autopsi: ditemukan invaginasi pada otopsi

2. 3.

Probable-Memenuhi 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 3 kriteria minor Possible -Memenuhi paling sedikit 4 kriteria minor Kriteria mayor pada invaginasi yakni:

1. a. b. c.

Bukti adanya obstruksi saluran cerna Riwayat muntah kehijauan Distensi abdomen dan tidak adanya bising usus atau bising usus abnormal Foto polos abdomen menunjukkan adanya level cairan dan dilatasi usus halus

2. a. b. c.

Inspeksi Massa di abdomen Massa di rectal Prolapsus intestinal


15 | P a g e

d. lunak.

Foto polos abdomen, USG, CT menunjukkan invaginasi atau massa dari jaringan

3. a. b. c.

Gangguan vaskuler intestinal dan kongesti vena Keluarnya darah per rectal Keluarnya feses yang berwarna red currant jelly Adanya darah ketika pemeriksaan rectum

Adapun kriteria minor untuk invaginasi adalah: usia< 1 tahun laki-laki nyeri perut muntah, letargi, hangat, syok hipovolemik, foto polos abdomen menunjukkan pola gas usus yang abnormal.

2.10 PEMERIKSAAN PENUNJANG 2.10.1 PEMERIKSAAN LABORTORIUM Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan peningkatan jumlah lekosit atau lekositosis> 10.000/mm3.

16 | P a g e

2.10.2 PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Ada beberapa pemeriksaan radiologi yang dapat digunakan sebagai acuan diagnostik, antara lain: 1. Foto polos abdomen Pada foto polos abdomen didapatkan distribusi udara di dalam usus yang tidak merata, usus cenderung terdesak ke kiri atas, dan dalam keadaan lanjut terlihat gambaran obstruksi ususpada posisi tegak dan lateral dekubitus berupa gambaran air fluid level, serta dapat terlihat free air jika sudah terjadi perforasi.

2. Barium enema Barium enema selain dapat berfungsi sebagai alat diagnostik juga dapat berfungsi sebagai terapi.Sebagai alat diagnostic barium enema berfungsi jika gejala klinik yang terlihat sedikit meragukan. Dengan kontras gambaran yang akan terlihat berupa gambaran cuppingataucoiled spring appearance.

Gambar 6. Gambaran cupping dan coiled spring appearance

17 | P a g e

3. Ultrasonografi (USG) Tanda invaginasi yang dapat terlihat pada USG berupa target lesion atau bisa juga disebut doughnut sign.

Gambar 7. Gambaran target lession atau doughnut sign

2.11 DIAGNOSIS BANDING 1. Gastroenteritis, bila diikuti dengan invaginasi dapat ditandai jika dijumpai perubahan

pada anak yang sedang kesakitan, muntah dan perdarahan. 2. Divertikulum Meckel, dengan perdarahan, biasanya tidak ada rasa nyeri yang berbeda

dengan invaginasi yang disertai dengan rasa sakit. 3. Disentri amoeba, disini diare mengandung lendir dan darah, serta adanya obstipasi, bila

disentri berat disertai adanya nyeri di perut, tenesmus dan demam. 4. Enterokolitis, pada enterocolitis terdapat feses yang bercampur darah disertai kram

abdomen, namun hal ini dapat dibedakan dari invaginasi karena sakit cenderung lebih jarang, disertai diare, dan tetap adanya rasa sakit diantara nyeri.

18 | P a g e

5.

Prolapsus recti, dimana biasanya terjadi berulang kali dan pada colok dubur didapati

hubungan antara mukosa dengan kulit perianal, sedangkan pada invaginasi didapati adanya celah. 6. Henoch-Schnlein purpura, terkadang terdapat gejala perdarahan pada pasien Henoch-

Schnlein purpura, namun yang dapat membedakannya adalah ditemukannya purpura pada penderita Henoch-Schnlein purpura.

2.12 PENATALAKSANAAN Invaginasi termasuk dalam kasus gawat darurat, sehinga diperlukan tindakan secara cepat berupa: 1. Perbaiki keadaan umum pasien 2. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi & mencegah aspirasi dan menghilangkan peregangan usus 3. Rehidrasi 4. Obat-obat penenang untuk penahan rasa sakit. 5. Pemberian antibiotik untuk mengurangi resiko infeksi yang meluas ke seluruh badan.

Setelah keadaan umum baik dilakukan tindakan pembedahan, bila jelas telah tampak tanda-tanda obstruksi usus atau dilakukan tindakan reposisi bila tidak terdapat kontraindikasi.Dasar pengobatan pada invaginasi ialah reposisi usus yang masuk ke lumen usus lainnya.Reposisi dapat dicapai dengan barium enema, reposisi pneumostatik atau melalui pembedahan.

19 | P a g e

Reduksi Hidrostatik Metode ini dengan cara memasukkan barium melalui anus menggunakan kateter dengan tekanan tertentu dengan diikuti oleh X-ray. Mula-mula tampak bayangan barium bergerak berbentuk cupping pada tempat invaginasi, dengan tekanan hidrostatik sebesar sampai 1 meter air, barium didorong ke arah proksimal. Tekanan hidrostatik tidak boleh melewati 1 meter air agar tidak terjadi perforasi selain itu tidak boleh dilakukan penekanan manual di perut sewaktu dilakukan reposisis hidrostatik. Hasil reduksi ini akan memuaskan jika dalam keadaan tenang tidak menangis atau gelisah karena kesakitan oleh karena itu pemberian sedatif sangat membantu. Kateter yang telah diolesi pelicin dimasukkan ke rektum dan difiksasi dengan plester, melalui kateter bubur barium dialirkan dari kontainer yang terletak 3 kaki di atas meja penderita dan aliran bubur barium dideteksi dengan alat floroskopi sampai meniskus intussusepsi dapat diidentifikasi dan dibuat foto. Meniskus sering dijumpai pada kolon transversum dan bagian proksimal kolon descendens. Bila kolom bubur barium bergerak maju menandai proses reduksi sedang berlanjut, tetapi bila kolom bubur barium berhenti dapat diulangi 2 3 kali dengan jarak waktu 3 5 menit. Reduksi dinyatakan gagal bila tekanan barium dipertahankan selama 10 15 menit tetapi tidak dijumpai kemajuan. Antara percobaan reduksi pertama, kedua dan ketiga, bubur barium dievakuasi terlebih dahulu. Reduksi barium enema dinyatakan berhasil apabila: Rectal tube ditarik dari anus maka bubur barium keluar dengan disertai massa feses dan udara. Pada floroskopi terlihat bubur barium mengisi seluruh kolon dan sebagian usus halus, jadi adanya refluks ke dalam ileum. Hilangnya massa tumor di abdomen. Perbaikan secara klinis pada anak dan terlihat anak menjadi tertidur serta norit test positif.

Penderita perlu dirawat inap selama 2 3 hari karena sering dijumpai kekambuhan selama 36 jam pertama. Keberhasilan tindakan ini tergantung kepada beberapa hal antara lain, waktu sejak timbulnya gejala pertama, penyebab invaginasi, jenis invaginasi dan teknis pelaksanaannya.
20 | P a g e

Pada saat sekarang ini barium enema yang digunakan untuk prosedur diagnostik, kurang lebih 75% berhasil mereduksi invaginasi.Pemberian sedikit sedative yang cukup sebelum prosedur enema sangat banyak membantu berhasilnya reduksi hidrostatik ini.

Gambar 8. Terapi dengan menggunakan barium enema

Indikasi: 1. Tidak terdapat gejala & tanda rangsangan peritoneum 2. Tidak toksik juga tidak terdapat obstruksi tinggi 3. Tidak dehidrasi 4. Gejala invaginasi kurang dari 48 jam

Kontra indikasi: 1. Distensi abdomen yang berlebihan 2. Invaginasi rekuren 3. Gejala invaginasi lebih dari 48 jam 4. Peritonitis 5. Perforasi
21 | P a g e

Keuntungan reposisi hidrostatik 1. Kemungkinan terjadinya perforasi lebih sedikit 2. Lama perawatan lebih pendek, karena tidak bersifat traumatic

Kerugian reposisi hidrostatik itu sendiri adalah cukup banyaknya kasus invagianasi berulang, karena tidak dilakukan reseksi.

Reduksi Manual dan Reseksi Usus Indikasi reduksi manual adalah pada pasien dengan keadaan tidak stabil, didapatkan peningkatan suhu serta angka lekosit, mengalami gejala berkepanjangan atau ditemukan penyakit sudah lanjut yang ditandai dengan distensi abdomen, feces berdarah, gangguan sistem usus yang berat sampai timbul shock atau peritonitis. Pasien segera dipersiapkan untuk suatu operasi laparotomi dengan incisi transversal interspina Jika ditemukan kelainan telah mengalami nekrose, reduksi tidak perlu dikerjakan dan reseksi segera dilakukan. Pelaksanaan operatif: 1. Pre-operatif Penanganan intususepsi pada dewasa secara umum sama seperti penangan pada kasus obstruksi usus lainnya yaitu perbaikan keadaan umum seperti rehidrasi dan koreksi elektrolit bila sudah terjadi defisit elektrolit disertai dengan tindakan dekompresi abdomen dengan pemasangan sonde lambung dan juga pemberian antibiotika dan sedatif. Pembedahan sudah dapat dilakukan kalau perfusi jaringan sudah cukup yang dapat diukur secara klinis dari produksi urin, yaitu 0,5 - 1 ml/kgBB/jam melalui kateter. Kriteria lainnya adalah suhu tubuh kurang dari 38C, nadi kurang dari 120 kali per menit, pernapasan tidak lebih dari 40 kali/ menit, turgor kulit membaik, dan paling utama kesadaran yang baik.Biasanya dengan pemberian cairan sejumlah 50% dari kebutuhan (untuk koreksi & kebutuhan normal), perfusi jaringan sudah dapat dicapai.

22 | P a g e

Pembedahan dan anestesi yang dikerjakan pada waktu perfusi jaringan tidak memadai akan menyebabkan tertimbunnya hasil-hasil metabolisme yang seharusnya dikeluarkan dari tubuh, dan hal ini akan mengakibatkan oksigenasi jaringan yang buruk, yang dapat berakibat kerusakan sel yang menetap, dan bila menyangkut organ vital akan menyebabkan kematian. Suatu kesalahan besar apabila buru buru melakukan operasi karena takut usus menjadi nekrosis padahal perfusi jaringan masih buruk. Harus diingat bahwa obat anestesi dan stress operasi akan memperberat keadaan umum penderita serta perfusi jaringan yang belum baik akan menyebabkan bertumpuknya hasil metabolik di jaringan yang seharusnya dibuang lewat ginjal dan pernafasan, begitu pula perfusi jaringan yang belum baik akan mengakibatkan oksigenasi jaringan akan buruk pula. Bila dipaksakan kelainan kelainan itu akan menetap.

. Gambar 8: Manajemen invaginasi

23 | P a g e

2. Operatif Sewaktu operasi awalnya akan dicoba reposisi manual dengan mendorong invaginatum dari anal kearah sudut ileo-sekal, dorongan dilakukan dengan hati- hati tanpa tarikan dari bagian proximal.

Gambar 9. Terapi dengan reseksi manual

Reposisi dengan pembedahan dicapai melalui laparatomi.Setelah dinding perut dibuka, tindakan selanjutnya tergantung pada temuan yang ada. Reposisi dikerjakan secara manual diperas seperti memeras susu sapi yang disebut milking, dikerjakan secara halus dan perlahan dengan sabar, dan diselingi dengan istirahat beberapa waktu untuk memberi kesempatan agar aliran darah balik yang mengurangi edema sehingga mempermudah usaha milking selanjutnya. Jangan sekali-kali menarik bagian usus yang masuk ke dalam usus lainnya, tetapi diperas dari pihak lainnya. Jika terjadi kebocoran usus sebelum atau sesudah milking maka dilanjutkan dengan reseksi usus.Batas reseksi pada umumnya adalah 10cm dari tepi - tepi segmen usus yang terlibat, pendapat lainnya pada sisi proksimal minimum 30 cm dari lesi, kemudian dilakukan anastosmose end to end atau side to side.

24 | P a g e

Gambar 10. Anastomose end to end Apabila terdapat kerusakan usus yang cukup luas, dan banyak bagian dari usus itu yang harus diangkat. Maka pada kasus ini tidak dapat dilakukan anastomosis end to end, harus colostomy supaya proses pencernaan tetap berjalan dengan baik. Jika ditemukan penyebab yang menjadi faktor pencetus seperti divertikulum atau duplikasi maka perlu dilakukan reseksi.

3. Pasca Operasi

Pada kasus tanpa reseksi, nasogastric tube berguna sebagai dekompresi pada saluran cerna selama 1 2 hari dan penderita tetap dengan infus. Setelah oedem dari usus menghilang, pasase dan peristaltik akan segera terdengar. Kembalinya fungsi usus. ditandai dengan menghilangnya cairan kehijauan dari nasogastric tube. Abdomen menjadi lunak, dan tidak terjadi distensi. Dapat juga didapati peningkatan suhu tubuh pasca operasi yang akan turun secara perlahan. Antibiotika dapat diberikan satu kali pemberian pada kasus dengan reduksi. Pada kasus dengan reseksi perawatan menjadi lebih lama. Selain itu, selama perawatan harus dihindari dehidrasi, mempertahankan stabilitas elektrolit, pengawasan akan inflamasi dan infeksi serta pemberian analgetik yang tidak menggangu motilitas usus.

25 | P a g e

2.13 KOMPLIKASI

Invaginasi menyebabkan terjadinya obstruksi pada saluran pencernaan sehingga dapat menyebabkan gangguan pada peristaltic usus. Dehidrasi dan aspirasi bisa terjadi karena muntah. Dehidrasi yang berat dapat menyebabkan gangguan pada keseimbangan elektrolit sehingga dapat memperburuk keadaan umum pasien tersebut. Iskemi dan nekrosis pada usus dapat terjadi disebabkan gangguan pada aliran darah ke segmen usus yang masuk ke segmen usus yang lain sehingga akhirnya dapat menyebabkan perforasi usus dan infeksi yang menjalar ke seluruh tubuh melalui aliran darah sehingga terjadi sepsis. Nekrosis yang luas diusus dapat menyebabkan short-bowel syndrome.

2.14 PROGNOSIS

Invaginasi pada anak yang tidak diterapi selalu berakibat fatal, karena kesempatan sembuh tergantung dari lamanya gejala sebelum dilakukan terapi. Angka mortalitas meningkat khususnya setelah 48 jam setelah gejala muncul. Angka kekambuhan setelah terapi barium enema adalah sebesar 10 % dan setelah reduksi manual sebesar 2-5%, namun tidak ada kekambuhan setelah dilakukan reseksi. Pasien invaginasi yang disebabkan diverticulum Meckel, polip maupun lymphosarkom tidak dapat di terapi dengan menggunakan barium enema saja karena factor penyebab tidak dapat dihilangkan.Dengan penanganan yang adekuat serta cepat tingkat mortalitas dapat menjadi sangat rendah.

26 | P a g e

BAB III KESIMPULAN

Invaginasi yang merupakan suatu kedaruratan medis biasa terjadi pada anak kecil berusia kurang dari satu tahun, yang biasanya belum diketahui penyebabnya, namun pada orang dewasa biasanya merupakan akibat dari suatu penyakit tertentu. Diagnosa dapat ditegakkan dengan melihat dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.Dari anamnesa dapat diketahui adanya riwayat nyeri abdomen yang hilang timbul dan berulang setiap 10 sampai 20 menit. Dari pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya suatu massa pada daerah hipogastrium kanan, yang berjalan sepanjang kolon transversum, selain itu dapat juga teraba dances sign pada daerah invaginasi. Feses penderita cenderung bercampur dengan darah dan lendir yang jika sudah terjadi obstruksi total akan kehilangan massa feses. Gejala-gejala seperti ini harus diduga untuk terjadinya suatu invaginasi sehingga pada pasien ini harus diteliti dengan lebih lanjut lagi penyakitnya. Pemeriksaan radiologi juga membantu mendiagnosa kelainan pada penyakit ini. Dari foto polos abdomen dapat dilihat adanya air fluid level jika terjadi perforasi akibat invaginasi, dari pemeriksaan barium enema dapat terlihat adanya cupping pada daerah invaginasi, sedangkan pada pemeriksaan USG dapat dilihat adanya target sign. Penanganan awal yang terpenting ketika menangani kasus invaginasi adalah dengan memperbaiki dahulu keadaan umum pasien. Sebelum melanjutkan penanganan selanjutnya, yang harus diperhatikan adalah status hemodinamik pada pasien tersebut, karena pada pasien invaginasi resiko untuk terjadi syok. Pemberian antibiotic yang dini juga penting untuk mengurangi resiko infeksi yang dapat berlanjut menjadi sepsis sehingga memperburuk lagi keadaan umum pasien. Setelah keadaan umum pasien sudah membaik barulah, ditentukan terapi kasus tersebut dengan pilihan terapi operatif atau terapi non-operatif sesuai dengan indikasi dan kontraindikasi yang terdapat pada pasien tersebut. Terapi dapat dilakukan dengan melakukan reduksi hidrostatik yag menggunakan tekanan hidrostatik untuk melepaskan ikatan yang terbentuk, atau dengan reduksi secara manual yaitu dengan operasi baik dengan reseksi ataupun tidak.
27 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA

1. Grays Anatomy, The anatomical basis of clinical practice, 14th ed, 2008 2. Sjamsuhidajat, R, De jong,Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 3. EGC, Juni 2010 3. R.Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. EGC. Jakarta:2007 4. Ladd WE, Gross RE. Intussusception. 1941:105. Abdominal surgery of infancy and childhood. 1941; 105 5. Marinis A, Yiallourou A, Samanides L, Dafnios N, Anastasopoulos G, Vassiliou S, et al. Intussusception of the bowel in adults: a review. World Journal Gastroenterology. 2009; 15(4):407-11. 6. Spalding SC, Evans B. Intussusception. Emergency Medicine Journal. 2004;36(11):12-9. 7. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dun DL, Hunter JG, Pollock RE. Schwartzs principle of surgery. 8th ed. United Stated of America: The MacGraw-Hill Companies; 2007. 8. Ko SF, Lee TY, Ng SH, Wan YL, Chen MC, Tiao MM, et al. Small bowel intussusceptions in symptomatic pediatric patients: experiences with 19 surgically proven cases. World Journal of Surgery. 2002; 26(4):438-43.

28 | P a g e

Vous aimerez peut-être aussi