Vous êtes sur la page 1sur 21

PEDOMAN MAHASISWA KEPERAWATAN

KUMPULAN ASUHAN KEPERAWATAN (Askep Diabetes Insipidus)

2012

WWW.SAKTYAIRLANGGA.WORDPRESS.COM

Anatomi Kelenjar Hipofisis Posterior dan mekanisme kerja Hormon Anti Diuretik Kelenjar hipofisis posterior, yang juga disebut neurohipfisis, terutama terdiri dari sel-sel seperti glia yang disebut pituisit. Pituisit ini tidak menyekresikan hormon; sel ini hanya bekerja sebagai struktur penunjang bagi banyak sekali serabut saraf terminal dan Ujung saraf terminal dari jaras saraf yang berasal dari nukleus supraoptik dan nukleus paraventrikular di hipotalamus. Jaras saraf ini berjalan menuju ke neurohipfisis melalui tangkai hipofisis (tangkai pituitary). Bagian akhir saraf ini merupakan kenop bulbosa yang mengandung banyak granula sekretorik. Bagian Ujung ini terletak pada permukaan kapiler, tempat granula tersebut menyekresikan 2 hormon hipofisis posterior : (1) hormon antidiuretik (ADH), juga disebut sebagai vasopressin, dan (2) oksitosin. Bila tangkai hipofisis dipotong di atas kelenjar hipofisis tetapi seluruh hipotalamusnya dibiarkan untuh, hormon hipofisis posterior akan terus disekresikan secara normal, sesudah mengalami penurunan sekresi sementara selama beberapa hari; kemudian hormon-hormon tersebut disekresikan oleh ujung serabut yang terpotong yang terletak di dalam hipotalamus dan bukan oleh bagian akhir saraf yang terletak di dalam kelenjar hipofisis posterior. Hal ini terjadi karena pada awalnya hormon disintesis di dalam badan sel nukleus supraoptik dan nukleus

paraventrikular dan kemudian bergabung dengan protena pembawa yang disebut neurofisin akan diangkut ke Ujung saraf di dalam kelenjar hipofisis posterior, dan untuk dapat mencapai kelenjar itu dibutuhkan waktu beberapa hari. ADH dibentuk terutama di dalam nukleus supraoptik, sedangkan oksitosin dibentuk terutama di dalam nukleus paraventrikular. Masingmasing nukleus ini dapat mensintesis hormon kedua kira-kira seperenam dari hormon primernya. Bila hormon ADH ini tidak ada, maka tubulus dan duktus koligentes hampir tidak permeabel terhadap air, sehingga mencegah

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 2

reabsorbsi air dalam jumlah yang signifikan dan karena itu mempermudah keluarnya air yang sangat banyak ke dalam urin, yang juga menyebabkan urin menjadi sangat encer. Sebaliknya, bila ada ADH, maka permeabilitas tubulus dan duktus koligentes terhadap air sangat meningkat dan menyebabkan sebagian besar air direabsorbsi sewaktu cairan tubulus melewati duktus koligentes, sehingga air yang disimpan dalam tubuh akan lebih banyak dan menghasilkan urin yang sangat pekat. Mekanisme yang tepat mengenai kerja ADH pada duktus untuk meningkatkan permeabilitas duktus koligentes hanya diketahui sebagian. Tanpa ADH, membran luminal sel epitel tubulus pada duktus koligentes hampir tidak permeabel terhadap air. Akan tetapi, di dalam membran sel, terdapat sejumlah besar vesikel khusus yang mempunyai pori-pori yang sangat permeabel terhadap air, yang disebut aquaporin. Bila ADH bekerja pada sel, ADH mula-mula akan bergabung dengan reseptor membran yang mengaktifkan adenilil siklase dan menyebabkan pembentukan cAMP di dalam sitoplasma sel tubulus. cAMP ini menyebabkan fosforilasi elemen di dalam vesikel khusus, yang kemudian menyebabkan vesikel masuk ke dalam membran sel apikal, sehingga menyediakan banyak daerah yang bersifat permeabel terhadap air. Semua proses ini terjadi dalam waktu 5 sampai 10 menit. Kemudian, bila tidak ada ADH, seluruh proses berbalik dalam waktu 5 sampai 10 menit berikutnya. Jadi, proses ini secara sementara menyediakan banyak pori baru yang mempermudah difusi bebas air dari cairan tubulus melewati sel epitel tubulus dan masuk ke dalam cairan interstisial ginjal. Kemudian air diabsorbsi dari tubulus dan duktus koligentes dengan cara osmosis. Cara pengaturan sekresi ADH oleh konsentrasi osmotik cairan ekstrasel masih belum diketahui secara tepat. Namun, di suatu tempat di hipotalamus atau di dekat hipotalamus, terdapat reseptor neuron yang sudah dimodifikasi yang disebut osmoreseptor. Bila cairan ekstrasel menjadi terlalu pekat, cairan akan ditarik dengan cara osmosis keluar dari sel osmoreseptor, sehingga ukurannya berkurang dan menimbulkan sinyal

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 3

saraf yang tepat di dalam hipotalamus agar menghasilkan sekresi ADH tambahan. Sebaliknya, bila cairan ekstrasel menjadi terlalu encer, air bergerak dengan cara osmosis ke arah yang berlawanan, yaitu masuk ke dalam sel, dan menurunkan sinyal untuk sekresi ADH. Walaupun beberapa peneliti meyakini letak osmoreseptor di dalam hipotalamus itu sendiri (bahkan mungkin di dalam nukleus supraoptik sendiri), peneliti lainnya meyakini bahwa osmoreseptor terletak di organum vaskulosum, suatu struktur kaya pembuluh darah yang terletak di ventrikel ketiga pada dinding anteroventralnya. Kerja ADH ginjal yang paling penting adalah meningkatkan permeabilitas air pada tubulus distal, tubulus koligentes,dan epitel duktus koligentes. Kerja ADH dalam ginjal meningkatkan proses utama yang terjadi dalam lengkung henle melalui dua mekanisme. Yang pertama yaitu aliran darah melalui vase recta di medula berkurang bila terdapat adh sehingga memperkecil pengurangan zat dalam intestinum. Yang kedua yaitu adh meningkatkan permeabilitas di ductus pengumpul dan tubulus ginjal sehingga makin banyak air yang berdifusi keluar untuk membentuk keseimbangan dengan cairan interstitial yang hiperosmotik Hal ini membantu tubuh untuk menyimpan air dalam keadaan seperti dehidrasi. Bila tidak ada ADH, permeabilitas tubulus distal dan duktus koligentes terhadap air menjadi rendah, menyebabkan ginjal mengeksrkresi sejumlah besar urin yang encer. Jadi, kerja ADH memegang peranan penting dalam mengontrol derajat pengenceran atau pemekatan urin. ADH berikatan dengan reseptor V2 spesifik di bagian akhir tubulus distal, tubulus koligentes dan duktus koligentes, yang meningkatkan pembentukan cAMP dan mengaktivasi protein kinase. Kemudia kedua hal tersebut merangsang pergerakan suatu protein intrasel, yang disebut aquaporin-2 (AQP-2), ke sisi luminal membran sel.molekul-molekul AQP2 berkelompok dan bergabung dengan membran sel melalui eksositosis untuk membentuk kanal air yang menyebabkan difusi air secara cepat melalui sel. Juga terdapat aquaporin lainnya, AQP-3 dam AQP-4. di sisi

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 4

basolatera; dari membran sel yang menyediakan suatu jalur bagi air untuk keluar dari sel secara cepat, walaupun hal ini tidak diyakini diatur oleh ADH. Peningkatan kadar ADH secara kronis juga meningkatkan pembentukan AQP-2 di sel tubulus ginjal dengan merangsang transkripsi gen AQP-2. bila konsentrasi ADH menurun, molekul AQP-2 berpindah kembali ke sitoplasma sel, dengan demikian memindahkan kanal air dari membran luminal dan menurunkan permeabilitas air. Bila osmolaritas cairan tubuh meningkat di atas normal (yaitu, zat terlarut dalam cairan tubuh menjadi terlalu pekat), kelenjar hipofisis posterior akan menyekresi lebih banyak ADH, yang meningkatkan permeabilitas tubulus distal dan tubulus koligentes terhadap air. Keadaan ini memungkinkan terjadinya reabsorbsi air dalam jumlah besar dan penurunan volume urin, tetapi tidak mengubah kecepatan ekskresi zat terlarut oleh ginjal secara nyata. Bila terdapat kelebihan air di dalam tubuh dan osmolaritas cairan extrasel menurun, sekresi ADH oleh hipofisis posterior akan menurun. Oleh sebab itu, permeabilitas tubulus distal dan tubulus koligentes terhadap air akan menurun, yang menghasilkan sejumlah besar urin encer. Jadi, kecepatan sekresi ADH sangat menentukan encer atau pekatnya urin yang akan dikeluarkan oleh ginjal. (Adler, 2010) Diabetes Insipidus Definisi Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan, penyakit ini diakibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat mengganggu mekanisme neurohypophyseal-renal reflex sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh dalam mengkonversi air.Kebanyakan kasus-kasus yang pernah ditemui merupakan kasus yang idiopatik yang dapat bermanifestasi pada berbagai tingkatan umur dan jenis kelamin.(Khaidir Muhaj, 2009). Diabetes insipidus (DI) merupakan kelainan di mana terjadi peningkatan output urin abnormal, asupan cairan dan sering haus. Ini

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 5

menyebabkan gejala seperti frekuensi kemih, nokturia (sering terbangun di malam hari untuk buang air kecil) dan enuresis (buang air kecil disengaja selama tidur atau "ngompol") Urin output.ditingkatkan karena tidak terkonsentrasi biasanya,. Akibatnya bukannya warna kuning, urin yang pucat, tidak berwarna atau berair tampilan dan konsentrasi diukur (osmolalitas atau berat jenis) rendah.(Zulkifli, 2007). Diabetes Insipidus adalah suatu kelainan dimana terdapat kekurangan hormon antidiuretik yang menyebabkan rasa haus yang berlebihan (polidipsi) dan pengeluaran sejumlah besar air kemih yang sangat encer (poliuri).Diabetes insipidus terjadi akibat penurunan pembentukan hormon antidiuretik (vasopresin), yaitu hormon yang secara alami mencegah pembentukan air kemih yang terlalu banyak. Hormon ini unik, karena dibuat di hipotalamus lalu disimpan dan dilepaskan ke dalam aliran darah oleh hipofisa posterior. Diabetes insipidus juga bisa terjadi jika kadar hormon antidiuretik normal tetapi ginjal tidak memberikan respon yang normal terhadap hormon ini (keadaan ini disebut diabetes insipidus nefrogenik). (Brunner Suddarth, 2007). Diabetes inspidius merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan poliuria dan polidipsia yang disebabkan oleh defisiensi ADH. Biasanya terjadi akibat trauma atau tumor yang mengenai

hipofisisposterior dan merupakan idiopatik ( hamcock,1999 ). Diabetes insipidus di tandai dengan kurangnya ADH sekunder terhadap lesi yang menghancurkan hipotalamus, stalk hipofise, atau hipofise posterior. Kondisi ini dapat disebabkan oleh tumor, infeksi otak atau meningen, hemoragi intracranial, atau trauma yang mengenai tulang bagian dasar tengkorak. Etiologi Diabetes Insipidus Berikut ini adalah beberapa penyabab terjadinya diabetes insipidus (Batticaca, 2008):

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 6

1. Diabetes Insipidus Central atau Neurogenik. Adanya masalah di bagian hipotalamus (nucleus supraoptik, paraventikular, dan filiformis hipotalamus) yang mana sebagai tempat pembuatan ADH/ vasopresin, menyebabkan terjadi penurunan dari produksi hormon ADH.Kelainan hipotalamus dan kelenjar pituitari posterior karena familial atau idiopatik, disebut Diabetes Insipidus Primer. Kerusakan kelenjar karena tumor pada area hipotalamus pituitary, trauma, proses infeksi, gangguan aliran darah, tumor metastase dari mamae atau paru disebut Diabetes Insipidus Sekunder. Pengaruh obat yang dapat mempengaruhi sintesis dan sekresi ADH seperti phenitoin, alkohol, lithium carbonat. 2. Diabetes insipidus Nephrogenik Ginjal tidak memberikan respon terhadap hormon antidiuretik sehingga ginjal terus-menerus mengeluarkan sejumlah besar air kemih yang encer.Pada diabetes insipidus lainnya, kelenjar hipofisa gagal menghasilkan hormon antidiuretik. Diabetes Insipidus Nefrogenik dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu: a. Penyakit ginjal kronik: ginjal polikistik, medullary cystic disease, pielonefretis, obstruksi ureteral, gagal ginjal lanjut. b. Gangguang elektrolit: Hipokalemia, hiperkalsemia. c. Obat-obatan: litium, demoksiklin, asetoheksamid, tolazamid,

glikurid, propoksifen. d. Penyakit sickle cell Manifestasi Klinis Diabetes Insipidus Diabetes inspisidus mempunyai beberapa gejala klinis yaitu (Batticaca, 2008) : a. Poliuria: urin yang dikeluarkan mencapai 20 L. b. Polidipsia karena rasa haus yang berlebihan. c. Berat jenis urine sangat rendah 1001-1005 d. Peningkatan osmolaritas serum > 300 m. Osm/kg e. Penurunan osmolaritas urine < 50-200m. Osm/kg

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 7

Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan polidipsia. Jumlah produksi urin maupun cairan yang diminum per 24 jam sangat banyak. Selain poliuria dan polidipsia, biasanya tidak terdapat gejala-gejala lain, kecuali bahaya baru yang timbul akibat dehidrasi yang dan peningkatan konsentrasi zat-zat terlarut yang timbul akibat gangguan rangsang haus.Diabetes insipidus dapat timbul secara perlahan maupun secara tiba-tiba pada segala usia. Seringkali satu-satunya gejala adalah rasa haus dan pengeluaran air kemih yang berlebihan. Sebagai kompensasi hilangnya cairan melalui air kemih, penderita bisa minum sejumlah besar cairan (3,8-38 L/hari). Jika kompensasi ini tidak terpenuhi, maka dengan segera akan terjadi dehidrasi yang menyebabkan tekanan darah rendah dan syok. (Brunner Suddarth, 2007) Patofisiologi Vasopresin arginin merupakan suatu hormone antidieretik yang dibuat di nucleus supraoptik, paraventikular dan filiformis, bersama dengan peningkatnya yaitu neurofisin II.Vasopresin

kemudian diangkut dari badan-badan sel neuron tempat pembuatnya, melalui akson menuju ke ujung-ujung saraf yang berada di kelenjar hipofisis posterior, yang merupakan tempat penyimpanannya. Secara fisiologis, vasopressin dan neuropressin yang tidak aktif akan desekresikan bila ada rangsangan tertentu. Sekresi vasopressin di atur oleh rangsang yang meningkat pada reseptor volume dan osmotic. Suatu peningkatan osmolaritas cairan ekstraseluler atau penurunan volume intraseluler akan merangsang sekresi vasopressin.

Vassopresin kemudian meningkatkan permeabilitas epitel duktus pengumpul ginjal terhadap air melalui suatu mekanisme yang melibatkan pengaktifan adenolisin dan peningkatan AMP

siklik.Akibatnya, konsentrasi kemih meningkat dan osmolaritas serum menurun.

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 8

Gangguan dari fisiologi vasopressin ini dapat menyebabkan pengumpulan air pada duktus pengumpul ginjal karena berkurang permeabilitasnya, yang akan menyebabkan poliuria atau banyak kencing. Selain itu, peningkatan osmolaritas plasma akan merangsang pusat haus, dan sebaliknya penurunan osmolaritas plasma akan menekan pusat haus. Ambang rangsang osmotic pusat haus lebih tinggi

dibandingkan dengan ambang rangsang sekresi vasopressin. Sehingga apabila osmolaritas plasma meningkat, maka tubuh akan

mengatasinya dengan mensekresi vasopressin yang apabila masih meningkat akan merangsang pusat haus, yang akan berimplikasi orang tersebut banyak minum. Diabetes inspidius hipofisis terjadi akibat kurangnya ADH. Penyebabnya bisa tumor hipofisis,trauma kapitis, ensefalitis,

meningitis, hipofisektomi, atau pembedahan pada otak (bedah otak ). Diabetes inspidius nefrogenik merupakan salah satu diabetes inspidius yang diakibatkan oleh kegagalan tubula renal untuk member respon terhadapa ADH. Diabetes inspidius bisa transien ( sementara ) atau permanen. Diabetes insipidus transien berkaitan dengan kehamilan yang disebabkanoleh terlalu banyak vasopresinase yang dikeluarkan plasenta.Vasopresinase ini dapat menetralisasi efek ADH. (Beradero,etc 2005). Kurangnnya ADH atau ginjal tidak mampu merespon ADH mengakibatkan tubula renal tidak bisa mereabsorpsi air yang diperlukan. Hilangnya banyak air melalui urin ( poliuria ) merangsang rasa haus( polidipsia ).apabila masalah ini menjadi kronis,bisa timbul perubahan pada ginjal,pelvis ginjal,dan vesika urinaria akibat volume urin yang banyak. (Beradero, etc 2005).

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 9

WOC DIS : Tumor hipofise, trauma kapitis, ensefalitis, meningitis, hipofisektomi, pembedahan pada otak DIN : Adanya kerusakan pada tubulus ginjal

Kegagalan tubulus renal memberikan respon terhadap ADH

ADH berkurang

Tubulus ginjal tidak bisa merespon ADH yang berasal dari hipofisis posterior

Diabetes insipidus

Informasi(-)

Tubulus renal tidak bisa mereabsorpsi air

Penurunan osmolaritas urin

MK: Kurang pengetahuan

Hiperosmolaritas di dlm serum

Hilangnya banyak air melalui urine

Merangsang rasa haus

Poliuria

Dehidrasi Polidipsia

Pergantian air yang tidak cukup

Turgor kulit buruk

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 10

Hipovolemi

Hipotensi

MK : kurangnya volume cairan

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan diagnostik pada diabetes insipidus yaitu : (Supriyanto, 2009) 1. Laboratorium : darah, urinalisis fisis dan kimia. Jumlah irun biasanya didapatkan lebih dari 4 10 liter dan berat jenis bervariasi dari 1,001 1,005 (normal=1,003-1,03) dengan urin yang encer. Pada keadaan normal, osmolalitas plasma kurang dari 290 mOsml/l dan osmolalitas urine 300-450 mOsml/l. urin pucat atau jernih.Kadar natrium urine rendah. Pemeriksaan laboratorium

menunjukkan kadar natrium yang tinggi dalam darah. Fungsi ginjal lainnya tampak normal. Test deprivasi air diperlukan untuk pasien dengan diabetes insipidus dengan defisiensi ADH parsial dan juga untuk membedakan diabetes insipidus dengan polydipsia primer pada anak. Pemeriksaan harus dilekukan pagi hari. Hitung BB anak dan periksa kadar osmolalitas plasma maupum urin tiap 2 jam. Pada individu normal, osmolalitas akan naik(<300) namun output urin akan berkurang dengan berat jenis yang naik (800-1200). 2. Radioimunnoassay untuk vasopressin Kadar plasma yang selalu kurang dari 0,5 pg/mL menunjukkan diabetes insipidus neurogenic berat. Kadar AVP yang subnormal pada hiperosmolalitas yang menyertai menunujukkan diabetes insipidus neurogenic parsial.Pemeriksaan ini berguna dalam membedakan diabetes insipidus parsial dengan polydipsia primer. 3. Rontgen Cranium Rontgen cranium dapat menunjukkan adanya bukti tumor intrakranium seperti kalsifikasi, pembesaran sella tursika, erosi prosesus klinoid, atau makin melebarnya sutura.

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 11

4. MRI MRI diindikasikan pada pasien yang dicurigai menderita diabetes insipidus.Gambaran dengan T1 dapat membedakan kelenjar pituitary anterior dan posterior dengan isyarat hiperintense atau yang disebut titik terang/ isyarat terang.Titik terang muncul pada MRI kebanyakan penderita normal namun tidak tampak pada penderita dengan lesi jaras hipotalamik-neurohipofise.Penderita dengan diabetes insipidus autosom dominan, titik terang biasanya muncul, mungkin disebabkan oleh akumulasi mutan kompleks AVP-NP II. Menebalnya tangkai kelenjar pituitary dapat terlihat dengan MRI penderita dengan diabetes insipidus dan histiositosis Langerhans(LCH)/ infiltrasi limfosit. Pada beberapa abnormalitas MRI dapat dideteksi bahkan sebelum bukti klinis LCH lain ada. Penatalaksanaan a. Manajemen kolaboratif Obat pilihan untuk klien diabetes inspidius adalah

vasopressin.Diabetes insipidus transien akibat trauma kapitis atau bedah transfenoidal juga diberi obat vasopresin5-10 IU intramuscular (IM) atau subkutan.Vasopressin mempunyai efek antidiuretik. Pengobatan yang lazim dipakai untuk pasien dengan diabetes insipidusnefrogenik adalah diet rendah natrium,rendah protein, dan obat diuretic (Thiaside ). Diet yang rendah garam dengan obet diuretic diharapkan dapat mengurangi sedikit pengurangan volume

cairan.Sedikit pengurangan volume cairan

dapat meningkatkan

rebsorpsi natrium klorida dan air pada tubulla renal sehingga sedikit air yang diekskresikan. Diuretic dapat meningkatkan osmolalitas pada ruang interstistial medular sehingga lebih banyak air yang diabsorpsi dalam tubulus koligentes. Terapi lain yang diberikan untuk diabetes inspidius nefrogenik adalah pemberian obat anti inflamasi nonsteroid. Obat ini

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 12

mencegah produksi prostaglandin oleh ginjaldan bisa menambah kemampuan ginjal untuk mengonsentrasi urin. Apabila pasien menunjukkan tanda hipernatremia disertai dengan tanda-tanda SSP misalntua letargi,disorientasi, hipertermia, pasien dapat diberikan dekstrosa dalam air atau minum air biasa kalau ia bisa minum. Penggantian air yang hilang dilakukan dalam 48 jam dengan hati-hati karena bisa menyebabkan edema serebral dan kematian. (Beradero, etc 2005). b. Manajemen keperawatan Fokus intervensi keperawatan adalah mempertahankan

keseimbangan cairandan elektrolit, istirahat, dan penyuluhan mengenai (Beradero, etc 2005): 1) pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit a) Pantau asupan dan haluaran, berat badan setiap hari, berat jenis urin, tanda vital ( ortostatik ), turgor kulit, status neurologis setiap 1-2 jamselama fase akut, kemudian setiap 4-8 jam sampai pasien pulang. b) Harus ada air yang selalu siap diminum oleh pasien.letakkan air dekat dengan pasien. 2) Beri cukup waktu untuk istirahat. Pasien sering terganggu tidurnya karena poliuri dan nokturia. 3) Penyuluhan pasien : a) Uji diagnostic: tujuan, prosedur, dan pemantauan yang diperlukan. b) Obat: manajemen mandiri, cara pemakaian, dosis, frekuensi, serta efek samping. (Elis Setyawati, 2011)

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 13

ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian A. Anamnesis 1. Indentitas Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya. 2. Keluhan utama Biasanya pasien merasa haus, pengeluaran air kemih yang berlebihan, sering keram dan lemas jika minum tidak banyak. 3. Riwayat penyakit saat ini Pasien mengalami poliuria, polidipsia, nocturia, kelelahan, konstipasi. 4. Riwayat penyakit dahulu Klien pernah mengalami Cidera otak, tumor, tuberculosis,

aneurisma/penghambatan arteri menuju otak, hipotalamus mengalami kelainan fungsi dan menghasilkan terlalu sedikit hormone

antidiuretik, kelenjar hipofisa gagal melepaskan hormon antidiuretik kedalam aliran darah, kerusakan hipotalamus/kelenjar hipofisa akibat pembedahan dan beberapa bentuk ensefalitis, meningitis. 5. Riwayat penyakit keluarga Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang, yaitu riwayat keluarga dengan diabetes insipidus. 6. Pengkajian psiko-sosio-spiritual Perubahan kepribadian dan perilaku klien, perubahan mental, kesulitan mengambil keputusan, kecemasan dan ketakutan

hospitalisasi, diagnostic test dan prosedur pembedahan, adanya perubahan peran. B. Pemeriksaan Persistem 1. Pernafasan B1 (breath)

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 14

RR normal (20x/menit), tidak ada sesak nafas, tidak ada batuk pilek, tidak memiliki riwayat asma dan suara nafas normal. 2. Kardiovaskular B2 (blood) Tekanan darah rendah ( N=120/70 mmHg), takikardi (N=60-100 x/menit), suhu badan normal (36,5 oC), suara jantung vesikuler. Perfusi perifer baik, turgor kulit buruk, intake 2500 cc/hr, output= 3000 cc/hr, IWL = 500 cc/hr, klien tampak gelisah. 3. Persyarafan B3 (brain) Kadang pasien merasa pusing, bentuk kepala simetris, GCS= 4 5 6, pupil normal, orientasi tempat-waktu-orang baik, reflek bicara baik, pendengaran baik, penglihatan baik, penghidu baik. 4. Perkemihan B4 (bladder) Poliuria, urin sangat sangat encer ( 4- 30 liter ), tidak ada perubahan pola eliminasi, pasien mengeluh haus. 5. Pencernaan B5 (bowel) Nafsu makan baik, tidak mual dan muntah, serta BAB 2 x/hr pagi dan sore. konstipasi 6. Muskuloskeletal/integument B6 (bone) Kulit bersih, turgor kulit buruk, muncul keringat dingin dan lembab, tidak ada nyeri otot dan persendian, cepat lelah. C. Pemeriksaan Diagnostik 1. Gula darah acak didapatkan 160 mg/dl (gula darah acak normal 120140 m/dl) 2. Water Deprivation Test guna untuk menurunkan frekuensi yang berlebih. 3. Osmolalitas urin 50-150 mosmol/L (normal= 300-450 mosmol/L). 4. Osmolalitas plasma >295 mosmol/L (normal<290 mosmol/L). 5. Urea N: <3 mg/dl. (normal= 3 - 7,5 mmol/L) 6. Kreatinin serum: 75 IU/L. (normal<70 IU/L) 7. Bilirubin direk: 0,08 mg/dl. (normal 0,1 - 0,3 mg/dl) 8. Bilirubin total: 0,01 mg/dl. (normal 0,3 1 mg/dl)

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 15

9. SGOT: 38 U/L. (normal 0 - 25 IU/L) 10. SGPT: 18 U/L. (normal 0 - 25 IU/L)

Analisa Data No 1. Data a. Data Subjektif : pasien mengatakan haus, badan terasa lesu. sering kencing (polyuria) b. Data Objektif :intake= <2500 cc/hr, output= 3000 cc/hr, IWL = 500 cc/hr, turgor kulit buruk, mukosa mulut Volume kering dan mata cowong 2. a. Data Subjektif : Pasien mengatakan tidak tahu tentang pengobatan dan perawatan penyakitnya. b. Data Objektif : Klien tidak mengikuti instruksi secara akurat Kurangnya pengetahuan Minimnya informasi tentang pengobatan dan perawatan DI Riwayat Diabetes Insipidus keluarga Kurangnya pengetahuan berkurang cairan tubuh Pergantian air tidak adekuat Poliuria haus Merangsang Hiperosmolaritas serum Etiologi Diabetes Insipidus Masalah Keperawatan Defisit volume cairan

Diagnosa Keperawatan

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 16

1. Defisit volume cairan dalam tubuhberhubungan dengan ekskresi yang meningkat dan intake cairan yang tidak adekuat. 2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai proses penyakit, pengobatan dan perawatan diri.

Intervensi Keperawatan 1. Defisit volume cairan dalam tubuhberhubungan dengan ekskresi yang meningkat dan intake cairan yang tidak adekuat. Tujuan : Menyeimbangkan masukan dan pengeluaran cairan.

Kriteria Hasil : Tidak ada tanda dehidrasi (turgor kulit baik, mata tidak cowong). TTV dalam batas normal (TD=120/70mmHg,

N=60-100x/menit, RR=20x/menit, S=37C). No 1. Intervensi Rasional fungsi

Kaji pola berkemih seperti Mengidentifikasi frekuensi Bandingkan dan

jumlahnya. kandung kemih (missal : urin pengosongan kandung

keluaran

dan masukkan cairan.

kemih, fundsi ginjal dan keseimbangan cairan).

2.

Kaji tanda-tanda vital

Mengetahui keadaan umum pasien.

3.

Observasi

tanda-tanda Untuk

mengidentifikasi

dehidrasi, seperti turgor kulit tanda-tanda dehidrasi buruk, mukosa mulut kering, mata cowong. 4. Monitor intake dan output Untuk melihat keseimbangan cairan 5. Palpasi adanya distensi Disfungsi kandung kemih sfingter

kandung kemih dan observasi atau pengeluaran cairan. 6. Anjurkan pasien

merilekskan

urinarus. untuk Membantu mempertahankan

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 17

minum / masukan cairan 2-4 fungsi

ginjal,

mencegah

liter/hari, dan terapi cairan infeksi dan pembentukkan sesuai dengang kebutuhan batu.

tubuh/indikasi. 7. Bersihkan daerah perineum Menurunkan dan jaga agar tetap kering. 8. terjadinya iritasi kulit. resiko

Berikan pengobatan sesuai Mempertahakan lingkungan indikasi. Seperti vitamin dan asam dan menghambat

atau antiseptic urinarius serta pertumbuhan bakteri. terapi pemberian ADH.

2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai proses penyakit, pengobatan dan perawatan diri. Tujuan: Memberi pemahaman kepada pasien terhadap penyakit pasien Kriteria Hasil: Klien mengatakan mengetahui tentang penyakit, pengobatan pada gejala-gejala yang timbul danmengikuti instrukasi yang diberikan secara akurat. No. Intevensi 1. Jelaskan tentang Rasional penyakit Memberi pemahaman kepada pasien

yang di derita klien. 2. Berikan

pendidikan Memberi pemahaman kepada

kesehatan tentang nama obat, pasien dosis, waktu efek dan cara

pemakian,

samping,

cara mengukur intake output. Ajarkan pasien untuk

menghindari minum kopi, teh dll.. 3. Jelaskan pentingnya tindak Agar lanjut teratur. rawat jalan pasien tahu

yang pentingnyapemantauan penyakit

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 18

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 19

PENUTUP

Kesimpulan Diabetes inspidius merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan poliuria dan polidipsia yang disebabkan oleh defisiensi ADH. Biasanya terjadi akibat trauma atau tumor yang mengenai hipofisisposterior dan merupakan idiopatik ( hamcock,1999 ). Diabetes insipidus di tandai dengan kurangnya ADH sekunder terhadap lesi yang menghancurkan hipotalamus, stalk hipofise, atau hipofise posterior. Kondisi ini dapat disebabkan oleh tumor, infeksi otak atau meningen, hemoragi intracranial, atau trauma yang mengenai tulang bagian dasar tengkorak. Diabetes insipidus dapat terjadi dari beberapa penyabab yaitu Diabetes insipidus Central atau Neurogenik dan Diabetes Insipidus Nephrogenik. . Diabetes insipidus dapat timbul secara perlahan maupun secara tiba-tiba pada segala usia. satu-satunya gejala adalah rasa haus dan pengeluaran air kemih yang berlebihan.Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan polidipsia. Pemeriksaan diagnostik pada diabetes insipidus yaitu Laboratorium : darah, urinalisis fisis dan kimia, Radioimunnoassay untuk vasopressin, rontgen cranium, MRI. Diabetes Insipidus dapat dilakukan beberapa penatalaksanaan yaitu Manajemen kolaboratif, manajemen keperawatan.

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 20

DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Persarafan. Jakarta: Salemba Medika. Beradero, Mary, Mary Wilfrid Dayrit dan Yakobus Siswandi. 2005. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Endokrin. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hidayti, Afiyah. 2009. Askep Diabetes Insipidus. http://afiyahhidayti.

wordpress.com. Diakses tanggal 13 Maret 2012 pukul 04.29 WIB. Setyawati, Elis. 2011. Asuhan Keperawatan dengan Gangguan System Endokrin (Diabetes Insipidus). http://elissetyawati.wordpress.com/. Diakses tanggal 16 Maret 2012 pukul 11.01 WIB. Suddart & Bruner. 2001. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Taylor, Cynthia M, dan Sheila Sparks Ralph. 2003. Diagnosis Keperawatan dengan Rencana Asuhan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Thamrin, Zulkifli Ukki. 2007. Diabetes Insipidus. http://zulkiflithamrin.

blogspot.com/2007/06/diabetes-insipidus.html. Diakses tanggal 16 Maret 2012 pukul 11.46 WIB. Tjokronegoro, Arjatmo. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi Ketiga. Jakarta: Balia Penerbit FKUI Waspadji, Sarwono. 1996. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Jakarta: FKUI Sudoyo, Aru. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: FKUI

www.saktyairlangga.wordpress.com

Page 21

Vous aimerez peut-être aussi