Vous êtes sur la page 1sur 14

Etika Profesi Kedokteran

Neng Nurmalasari NIM: 102010036 (Kelompok E7) Alamat Korespondensi: Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Terusan Arjuna No. 6 Jakarta 11510 Email: nengnurmalasari@ymail.com 09 januari 2013 Skenario 5 Seorang pasien berumur 62 tahun datang ke rumah sakit dengan karsinoma kolon yang telah terminal. Pasien masih cukup sadar, berpendidikan cukup tinggi. Ia memahami benar posisi kesehatannya dan keterbatasan kemampuan ilmu kedokteran saat ini. Ia juga memiliki pengalaman pahit swaktu kakaknya menjelang ajalnya di rawat di ICU dengan peralatan bermacam-macam tampak sangat menderita. Oleh karena itu, ia meminta kepada dokter apabila ia mendekati ajalnya agar menerima terapi yang minimal saja (tanpa antibiotika, tanpa peralatan ICU, dan lain-lain) dan ia ingin mati dengan tenang dan wajar. Namun ia tetap setuju apabila ia menerima obat-obatan penghilang rasa sakit apabila dibutuhkan. Aspek etika 1 Bioetika adalah salah satu cabang dari etik normatif. Bioetik atau biomedical ethics adalah etik yang berhubungan dengan praktik kedokteran dan atau penelitian biomedis. Didalam menentukan tindakan dibidang kesehatan atau kedokteran, selain

mempertimbangkan keempat kebutuhan dasar manusia, keputusan hendaknya juga mempertimbangkan hak-hak asasi pasien. Pelanggaran atas hak pasien akan mengakibatkan

juga pelanggaran atas kebutuhan dasar manusia, terutama kebutuhan kreatif dan spiritual pasien. Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar salahnya suatu sikap dan atau perbuatan seseorang individu dan institusi dilihat dari moralitas. Penilaian baik buruk dan benar salah dari sisi moral tersebut menggunakan pendekatan teori etika yang cukup banyak jumlahnya. Beauchamp and childress (1994) menguraikan bahwa untuk mencapai suatu keputusan etik diperlukan 4 kaidah dasar moral (moral principle) dan beberapa rules dibawahnya. Ke 4 dasar moral tersebut adalah: 1. Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi pasien (the right to self determination). Prinsip moral inilah yang kemudian melahirkan doktrin informed consent 2. Prinsip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan ke kebaikan pasien. Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan saja, melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar daripada sisiburunya (mudharat) 3. Prinsip non-maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai primum non nocere atau above all do no harm 4. Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya (distibutive justice) Sedangkan rules derivatnya adalah veracity (berbicara benar, jujur dan terbuka), privacy (menghormati hak privasi pasien), confidentiality (menjaga kerahasiaan pasien) dan fidelity (loyalitas dan promise keeping). Selain prinsip atau kaidah dara moral diatas yang harus dijadikan pedoman dalam mengambil keputusan klinis, profesional kedokteran juga mengenaal etika profesi sebagai panduan dalam bersikap dan berprilaku (code of ethical conduct). Nilai-nilai dalam etika profesi tercermin di dalam sumpah dokter dan kode etik kedokteran. Sumpah dokter berisikan suatu kontrak moral antara dokter dengan tuhan sang penciptanya, sedangkan
2

kode etik kedokteran beirikan kontrak kewajiban moral antara dokter dengan per groupnya yaitu masyarakat profesinya. Baik sumpah dokter maupun kode etik kedokteran berisikan sejumlah kewajiban moral yang melekat kepada para dokter. Meskipun kewajiban tersebut bukanlah kewajiban hukum sehingga tidak dapat dipaksakan secara hukum, namun kewajiban moral tersebut haruslah menjadi pemimpin dari kewajiban dalam hukum kedokteran. Hukum kedokteran yang baik haruslah merupakan hukum yang etis. Aspek dan dampak hukum 1. UU no 29 tahun 2004: praktik kedokteran Dokter dan dokter gigi memiliki hak untuk memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur profesional, hak untuk memberikan layanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur profesional, hak memperoleh informais yang lengkap dan jujur dari pasien maupun keluarganya dan hak menerima imbala jasa. Disisi lain dokter dan dokter gigi berkewajiban memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar profesional serta kebutuhan medis pasien, merujuk pasien bila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia, melakukan pertolongan darutat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya, dan menamba ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi. 1 2. UU. Praktik kedokteran pasal 45 ayat 3 : hak pasien Meminta pendapat dokter lain, mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhan medis, menolak tindakan medis, dan mendapatkan isi rekam medis. Penjelasan tersebut sekurang-kurangnya meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis yang dilakukan, alternatif tindakan dan risikonya, riskiko dan komplikasi yang mungkin terjadi dan prognosis terhadap tindakan yang akan dilakukan. 1 Dalam KODEKI pasal 2 dijelaskan bahwa : seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi tertinggi. Jelasnya bahwa seorang
3

dokter dalam melakukan kegiatan kedokterannya sebagai seorang profesi dokter harus sesuai dengan ilmu kedokteran mutakhir, hukum dan agama. 2 KODEKI pasal 7d juga menjelaskan bahwa setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melidungi hidup insani. Artinya dalam setiap tindakan dokter haru s bertujuan untuk memelihara kesehatan dan kebagaiaan manusia. Jadi dalam menjalankan profesinya seorang dokter tidak boleh melakukan: 2 1. Mengugurkan kandungan (abortus provokatus) 2. Mengakhiri kehidupan seorang pasie yang menurut ilmu dan pengetahuan tidak mungkin akan sembuh lagi (euthanasia). Kode etik kedokteran indonesia (KODEKI) dibuat dengan mengacu kepada kode etik kedokteran international yang berunsurkan tentang kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien, kewajiban terhadap sesama dan kewajiban terhadap diri sendiri. 2 Bunyi pasal-pasalnya adalah: 2 1. Setiap dokter harus menjungjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter 2. Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar tertinggi 3. Dalam melaksanakan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi 4. Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri 5. Setiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien 6. Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan tekhnik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat 7. Setiap dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya
4

7a. Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan tekhnis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia 7b. Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingat sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien 7c. Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya dan hak tenaga kesehatan lainnya dan harus menjaga kepercayaan pasiennya 7d. Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melingungi makhluk insani. 8. Dalam melakukan pekerjaan seorang dokter harus memperlihatkan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh ( promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) baik fisik maupun psikososial, serta berusaha menjadi penyidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya. 9. Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidnag kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati 10. Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut. 11. Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya. 12. Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia 13. Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya 14. Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia ingin diperlakukan

15. Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawatnya, kecuali persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis 16. Setiap dokter harus memelihara kesehatannya supaya dapat bekerja dengan baik 17. Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatn/kedokteran Pasal 344 KUHP yang menyatakan : barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang tiu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati diancam dengan penjara palinglama dua belas tahun. 3 Pasal 338 KUHP secara tegas menyatakan barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain diancam, karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. 3 Prosedur medikolegal Persetujuan tindakan medis Peraturan mentri kesehatan No 585/MenKes/Per/ IX/1989 tentang persetujuan tindakan medis. 3 Pasal 1. Pemenkes no 585/MenKes/Per/IX1989 a. Persetujuan tindakan medik/informed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut; b. Tindakan medik adalah suatu tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien berupa diagnostik atau terapeutik c. Tindakan invasif adalah tindakan medik yang langsung dapat mempengaruhi keutuhan jaringan tubuh d. Dokter adalah dokter umum/ spesialis dan dokter gigi/dokter gigi spesialis yang bekerja di rumah sakit, puskesmas, klinis atau praktek perorangan atau bersama. 3 Pasal 2. Pemenkes no 585/MenKes/Per/IX/1989 1. Semua tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan

2. Persetujuan dapat diberi secara bertulis atau lisan 3. Persetujuan sebagaimana dimaksud (1) diberikan setelah pasien mendapat informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medis yang bersangkutan serta risiko yang dapat ditimbulkannya. 4. Cara penyampaian dan isi informasi harus disesuaikan dengan tingkat pendidikan serta kondisi dan situasi pasien. 3 Pasal 3. Pemenkes no 585/MenKes/Per/IX/1989 1. Setiap tindakan medis yang berisiko tinggi harus dnegan persetujuan bertulis yang ditanda tangani oleh yang berhak memberikan persetujuan. 3 pasal 4. Pemenkes no 585/MenKes/Per/IX/1989 1. Informasi tentang tindakan medik harus diberi kepada pasien, baik diminta maupun tidak diminta 2. Dokter harus memberikan informasi selengkap-lengkapnya, kecuali bila dokter menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien ataupasien menolak diberikan informasi. 3 Pasal 5. Pemenkes no 585/MenKes/Per/IX/1989 1. Informasi yang diberikan mencangkup keuntungan dan kerugian dari tindakan medik yang akan dilakukan, baik diagnostik maupun terapeutik 2. Informasi diberikan secara lisa 3. Informasi harus diberikan jujur dan benar kecuali bila dokter menilai bahwa hal itu dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien 4. Dalam hal dimaksud dalam ayat (3) dokter dengan persetujuan pasien dapat memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat pasien. 3 Perangkat diagnostik untuk kanker kolorektum 4 Anemia dapat terlihat dari hasil hitung darah lengkap, memerlukan evaluasi lebih lanjut Pada pemeriksaan dengan jari mungkin teraba adanya massa Pemeriksaan darah samar untuk feses dapat mengindikasikan adanya kanker
7

Identifikasi dini polip dengan pemeriksaan jari, sigmoidoskopi atau kolonposkopi (pemeriksaan seluruh bagian rektum dan kolon sigmoid dengan memasukkan lensa serabut optik) serta pengangkatan secara bedah semua polip yang dapat mencegah pembentukan kanker

Penanda genetik untuk kanker kolon dapat memperkirakan siapa yang paling berisiko menderita penyakit tersebut, sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan yang sesuai

Pemeriksaan darah untuk antigen spesifik yang berkaitan dengan kanker kolorektum, terutama antigen karsinoembrionik (carcinoembryonic antigen, CEA), mungkin bermanfaat untuk identifikasi dini kekambuhan kanker kolorektum.

Rekam medis 5 Pasal 46 (1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis (2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan (3) Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu dan tanda tnagan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan Pasal 47 (1) Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 merupakan milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan milik pasien. (2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan (3) Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud ayat 91) dan ayat (2) diatur dengan peraturan menteri.

Persetujuan tindakan medik (informed consent) 2 Declaration of lisbon (1981) dan patients bill of right (american hospital association, 1972) pada intinya menyatakan bahwa pasien mempunyai hak menerima dan menolak pengobatan, dan hak untuk menerima informasi dari dokternya sebelum memberikan persetujuan atas tindakan medik. Hal ini berkaitan dengan hak menentukan nasib sendiri (the right to self determintation) sebagian dasar hak asasi manusia, dan hak atas informasi yang dimiliki pasien tentang penyakitnya dan tindakan medik apa yang hendak dilakukan terhadap dirinya. Dari kacamata demikian, PTM sebetulnya dapat dilihat sebagai penghormatan kalangan kesehatan terhadap hak otonomi perseorangan. Lebih jauh hal ini dapat menghindarkan atau mencegah terjadinya penipuan atau paksaan, atau dari pandangan lain dapat pula dikatakan bahwa PTM merupakan pembatasan otorisasi dokter terhadap perkembangan pasien. Perkembangan terakhir di indonesia mengenai PTM adalah ditetapkan peraturan menteri kesehatan No. 585/MenKes/Per/IX/1989 tentang persetujuan tindakan medik (informed consent). Kalangan kesehatan tentu diharapkan sejak awal memahami masalah PTM dengan baik karena merupakan salah satu yang dapat membuat kalangan kesehatan tersandung dalam menjalankan profesi yang menjurus ke malpraktik medik. Pengertian PTM 2 PTM adalah terjemahan yang dipakai untuk istilah informed consent. Sesungguhnya terjemahan ini tidaklah begitu tepat. Informed artinya telah diberitahukan, telah disampaikan, atau telah diinformasikan. Consent artinya persetujuan yang diberikan kepada seseorang untuk berbuat sesuatu. Dengan demikian, informed consent adalah persetujuan yang diberikan pasien kepada dokter setelah diberikan penjelasan. Pengertian demikian tidak tepat tergambar pada terjemahan PTM. Persetujuan setelah penjelasan (PSP) mungkin lebih sesuai dengan padanan informed consent. Namun, dengan diterbitkannya peraturan menteri kesehatan no.585 tahun 1989, istilah PTM-lah yang resmi
9

dipakai. Dalam undang-undang praktik kedokteran tahun 2004, istilah ini diganti lagi dengan istilah baru yaitu persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi. Yang dimaksud dengan informed atau memberi penjelasan di sini adalah semua keadaan yang berhubungan dengan penyakit pasien dan tindakan medik apa yang akan dilakukan dokter serta hal-hal lain yang perlu dijelaskan dokter atas pertanyaan pasien atau keluarga. Di negeri belanda, untuk maksud yang sama mereka menggunakan istilah gerichte toestemming yang artinya izin atau persetujuan yang terarah. Jerman menyebutnya aufklaurungspflicht yang berarti kewajiban dokter untuk memberi penerangan. Dalam permenkes no.589 tahun 1989 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan PTM adalah persetujuan yang diberikan pasien atau keluarga atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Dalam pengertian demikian, PTM bisa dilihat dari dua sudut, yaitu pertama membicarakan PTM dari pengertian umum dan kedua membicarakan PTM dari pengertian khusus. Dalam pengertian umum, PTM adalah persetujuan yang diperoleh dokter sebelum melakukan pemeriksaan, pengobatan dan tindakan medik apapun yang akan dilakukan. Namun dalam pelayanan kesehatan sering pengertian kedua lebih dikenal, yaitu PTM yang dikaitkan dengan persetujuan atau izin tertulis dari pasien/keluarga pada tindakan operatif atau tindakan invasif lain yang berisiko. Oleh karena itu, dahulu PTM ini lebih dikenal sebagai surat izin operasi (SIO). Surat persetujuan pasien, surat perjanjian, dan lain-lain istilah yang dirasa sesuai oleh rumah sakit atau dokter yang merancang surat tersebut. Kini, sesudah diterbitkannya permenkes tentang PTM tersebut, sudah banyak perubahan tentang pengertian dan pemahaman di kalangan kesehatan mengenai informed consent ini. Appelbaum seperti dikutip gumawandi (1993) menyatakan informed consent bukan sekadar formulir persetujuan yang didapat dari pasien, melainkan merupakan proses komunikasi. Tercapainya kesepakatan antara dokter-pasien merupakan dasar dari seluruh proses tentang informed consent. Formulir ini hanya merupakan pengukuhan atau

pendokumentasian dari apa yang telah disepakati (informed consent is a process, not an event)

10

Bentuk PTM Ada dua bentuk PTM yaitu : 1. Tersirat atau dianggap telah diberikan (implied consent) Keadaan normal Keadaan darurat

2. Dinyatakan (expressed consent) Lisan Tulisan

Implied consent adalah persetujuan yang diberikan pasien secara tersirat, tanpa penyataan tegas. Isyarat persetujuan ini ditangkap dokter dari sikap dan tindakan pasien. Umumnya tindakan dokter di sini adalah tindakan yang biasa dilakukan atau sudah diketahui umum. Misalnya pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium, melakukan suntikan pada pasien, dan melakukan penjahitan. Sebetulnya persetujuan jenis ini tidak termasuk informed consent dalam arti murni karena tidak ada penjelasan sebelumnya. Implied consent bentuk lain adalah bila pasien dalam keadaan gawat darurat (emergency) sedang dokter memerlukan tindakan segera, sementara pasien dalam keadaan tidak bisa memberikan persetujuan dan keluarganya pun tidak di tempat, dokter dapat melakukan tindakan medik terbaik menurut dokter (permenkes No.585 tahun 1989, pasal 11). Jenis persetujuan ini disebut sebagai presumed consent. Artinya, bila pasien dalam keadaan sadar, dianggap akan menyetujui tindakan yang akan dilakukan dokter. Namun, bila tindakan yang akan dilakukan mengandung risiko seperti tindakan pembedahan atau prosedur pemeriksaan dan pengobatan invasif, sebaiknya didapatkan PTM secara tertulis. Seperti dikemukakan sebelumnya, oleh kalangan kesehatan atau rumah sakit, surat penyataan pasien atau keluarga inilah yang disebut PTM. Informasi Bagian yang terpenting dalam pembicaraan mengenai informed consent tentulah mengenai informasi atau penjelasan yang perlu disampaikan kepada pasien atau keluarga. Masalahnya adalah informasi mengenai apa (what) yang perlu disampaikan, kapan disampaikan (when),
11

siapa yang harus menyampaikan (who), dan informasi mana (which) yang perlu disampaikan. Mengenai apa (what) yang harus disampaikan tentulah segala sesuatu yang berkaitan dnegan penyakit pasien. Tindakan apa yang akan dilakukan, tentunya prosedur tindakan yang akan dijalani pasien baik diagnostik maupun terapi dan lain-lain sehingga pasien atau keluarga dapat memahaminya. Hal ini mencakup bentuk, tujuan, risiko, manfaat dari terapi yang akan dilaksanakan dan alternatif terapi. Dalam UUPK tentang persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi, informasi atau penjelasan ini dinyatakan bahwa dalam memberikan penjelasan sekurang-kurangnya mencangkup: a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan c. Alternatif tindakan lain dan risikonya d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan Persetujuan Inti dari persetujuan adalah persetujuan haruslah didapat sesudah pasien mendapat informasi yang adekuat. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa yang berhak memberikan persetujuan adalah pasien yang sudah dewasa ( di atas 21 tahun atau sudah menikah) dan dalam keadaan sehat mental. Untuk pasien di bawah umur 21 tahun, dan pasien-pasien gangguan jiwa yang menandatangani adalah orangtua/wali/keluarga terdekat atau induk semang . untuk pasien dalam keadaan tidak sadar, atau pingsan serta tidak didampingi oleh keluarga dekat dan secara medik berada dalam keadaan gawat darurat yang memerlukan tindakan medik segera, tidak diperlukan persetujuan dari siapa pun (pasal 11 bab IV pemenkes no. 585) Sama dengan yang diatur dalam pemenkes tentang PTM ini, the medical defence union dalam buku medicolegal issue in clinical practice menyatakan bahwa ada lima syarat sahnya PTM yaitu:

12

1. Diberikan secara bebas 2. Diberikan oleh orang yang sanggup membuat perjanjian 3. Telah dijelaskan bentuk tindakan yang akan dilakukan sehingga pasien dapat memahami tindakan itu perlu dilakukan 4. Mengenai sesuatu hal yang khas 5. Tindakan itu juga dilakukan pada situasi yang sama Penolakan Tidak selamanya pasien atau keluarga setuju dengan tindakan medik yang akan dilakukan dokter. Dalam situasi demikian kalangan dokter maupun kalangan kesehatan lainnya harus memahami bahwa pasien atau keluarga mempunyai hak untuk menolak usul tindakan yang akan dilakukan. Ini disebut sebagai informed refusal. Tidak ada hak dokter yang dapat memaksa pasien mengikuti anjurannya, walaupun dokter menganggap penolakan bisa berakibat gawat atau kematian pada pasien. Bila dokter gagal dalam meyakinkan pasien pada alternatif tindakan yang diperlukan untuk keamanan di kemudian hari, sebaiknya dokter atau rumah sakit meminta pasien atau keluarga menandatangani surat penolakan terhadap anjuran tindakan medik yang diperlukan. Kesimpulan Dalam menjalankan tugas profesi kedokteran, seorang dokter harus mengamalkan etika dan prinsip-prinsip kedokteran. Etika profesi kedokteran yang berdasarkan dasar moral dari prinsip otonomi, beneficence, non malficence, dan justice. Ketika akan melakukan suatu tindakan medis diperlukan persetujuan terlebih dahulu dari seorang pasien. Apabila tidak, dapat dianggap sebagai penyerangan atas hak orang lain dan melanggar hukum. Daftar pustaka 1. Sampurna B, syamsu Z, siswaja T. Bioetik dan hukum kedokteran. Jakarta: bagian kedokteran forensik FKUI; 2005. H. 11-2, 31-32 2. Hanafiah MJ. Etika kedokteran dan hukum kesehatan. Edisi 4. Jakarta: EGC;2008.h.49-51. 73-7

13

3. Staf Pengajar Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran. Edisi 1. Jakarta: Bagian kedokteran forensik FKUI; 1994.h.20-1 4. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC;2009.h.615 5. Perpustakaan Nasional RI. Undang-undang kesehatan dan praktik

kedokteran.cetakan 1. Yogyakarta: Penerbit Best Publisher; 2009. H.128

14

Vous aimerez peut-être aussi