J urnal Pelita Edisi VII Volume 2 J uli - Desember 2010
ABORTUS DAN PERMASALAHANNYA DI INDONESIA
Oleh : Hj. Tina Asmarawati Ketua Prodi S2 Ilmu Hukum UNIS - Tangerang Abstrak
Abstrak Abortus adalah penghentian kehamilan sebelum janin bisa hidup di luar kandungan. Abortus merupakan gejala yang sejak zaman dahulu kala dikenal pada seluruh lapisan masyarakat di seluruh dunia. Bila seorang wanita menjadi hamil tidak diinginkannya maka ia akan melakukan segala macam usaha untuk menggugurkan kandungannya. Pertentangan moral dan agama merupakan masalah terbesar yang sampai sekarang masih mempersulit adanya kesempatan tentang kebijakan penanggulangan masalah aborsi. Oleh karena itu, aborsi yang ilegal dan tidak sesuai dengan cara-cara medis masih tetap berjalan dan tetap merupakan masalah besar yang masih mengancam perempuan dalam masa reproduksi. Di Indonesia, ketentuan mengenai hukum kesehatan telah diatur tersendiri dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, yang mulai berlaku sejak tanggal 17 September 1992. Memberikan sanksi yang berat bagi siapa saja yang melakukan pengguguran kandungan terhadap ibu hamil. Pasal yang mengatur ketentuan tersebut antara yaitu pasal 80 ayat (1) menyatakan, barang siapa yang dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan yang diatur dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) dipidana J urnal Pelita Edisi VII Volume 2 J uli - Desember 2010
dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda paling banyak Rp.500.000.000,- Upaya meminimalisir abortus sudah dilaksanakan melalui Menstrual Regulation dan lain-lainnya, tapi belum sebagaimana yang diharapkan masih saja terjadi kehamilan sehingga terjadi lagi abortus baik legal maupun illegal. Penulis memberi saran adanya Rule of law terhadap tindak pidana abortus. Orang tua harus mengadakan pendekatan kepada putra-putrinya, akan bahaya pergaulan bebas dan jika melakukan abortus dapat mengancam jiwa dan dapat berurusan dengan hukum serta perlu adanya ceramah masalah agama agar terhindar dari perbuatan sesat. Kata kunci: Abortus dan dampaknya.
PENDAHULUAN Abortus merupakan gejala yang sejak zaman dahulu kala dikenal pada seluruh lapisan masyarakat di seluruh dunia. Bila seorang wanita menjadi hamil tanpa diinginkannya dan ia tidak dapat menerima keadaan itu sebagai nasibnya, maka ia akan melakukan segala macam usaha untuk menggugurkan kandungannya. Dari zaman dahulu sudah dikenal cara- cara tradisional untuk menggugurkan kandungan, seperti minum jamu- jamu, melakukan pijat,memasukkan segala macam benda dalam kandungan dan sebagainya. Setiap tahun sejak terjadinya krisis moneter, sekitar 150.000 anak di bawah usia 18 tahun menjadi pekerja seks. Sementara itu, setengah dari pekerja seks di Indonesia berusia di bawah 18 tahun, sedangkan 50.000 J urnal Pelita Edisi VII Volume 2 J uli - Desember 2010
di antaranya belum mencapai usia 16 tahun1.Sex bebas sangatlah berbahaya, selain bisa menimbulkan banyak penyakit seperi HIV, Raja Singa, dan lain-lain, tentu yang paling berbahaya adalah kerusakan atau bobroknya moral remaja kita serta menimbulkan dampak buruk yang berbahaya yaitu aborsi. Unsur yang patut dimiliki seseorang untuk dapat dianggap sebagai seseorang yang benar-benar profesional dalam melakukan aborsi yaitu, antara lain, perilaku profesional seseorang harus menunjukkan pada keahlian seseorang yang didukung oleh pengetahuan, pengalaman dan keterampilan yang tinggi. Ini mengisyaratkan, bahwa jika seseorang tidak diperkenankan menjalankan tugas profesinya atas pertimbangan bahwa pendidikan dan latihan yang diperlukan belum mencukupi dan pengalamannya belum memadai, maka orang tersebut harus dapat menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal dibidang profesi tersebut. Yang patut melakukan abortus adalah:
1. Dalam menjalankan tugas profesinya harus bermoral tinggi. Artinya, sesuatu yang bertentangan dengan moral yang baik harus dihindarkan walaupun dengan melakukannya ia akan memperoleh imbalan jasa yang tinggi.
2. Seseorang tenaga profesional kesehatan dan medis harus menyadari ketentuan-ketentuan hukum tentang seberapa jauh ia dapat bertindak dan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan.
1 www.aborsiindonesia.com/meningkatnyaborsipadaremaja/arsip/072009.asp, tanggal akses: 3 Maret 2010 J urnal Pelita Edisi VII Volume 2 J uli - Desember 2010
3. Sekalipun sebenarnya keahlian seorang tenaga profesional medis dapat dimanfaatkan sebagai upaya yang lugas untuk mendapatkan uang, namun dalam melaksanakan tugas profesionalnya ia tidak boleh semata-mata didasarkan oleh pertimbangan uang.
4. Seorang tenaga profesional harus memegang teguh kode etik profesional. 2
Dalam rangka meningkatkan profesional diperlukan suatu perangkat hukum yang dapat mencakup keseluruhan ruang lingkup kesehatan, yang secara khusus berisikan kaidah maupun ketentuan sikap tindak yang berkaitan dengan kesehatan. Bila abortus dilarang atau dipersulit oleh Undang-Undang, wanita yang bersangkutan akan minta bantuan dukun atau orang lain yang tidak kompeten, yang dapat menimbulkan komplikasi, seperti infeksi, perdarahan yang hebat, kemandulan atau kematian wanita yang bersangkutan. atau wanita tersebut dapat minta bantuan dokter ahli, tetapi karena perbuatan terlarang yang dapat menimbulkan risiko bagi dokter tersebut, wanita yang bersangkutan akan dikenakan pembayaran yang sangat mahal. 1. Pengertian Abortus (Gugur kandung, Pengguguran Kandungan) Secara medik, abortus diartikan keluarnya, dikeluarkannya embryo, foetus sebelum waktunya, yaitu sebelum dapat hidup sendiri diluar uterus. Pengertian abortus dapat dibagi sebagai berikut : a. Abortus spontan, yang terjadi dengan sendirinya, tanpa disengaja dan umumnya tidak dikehendaki oleh yang bersangkutan.
2 Ismail Saleh, Perilaku Profesional Dokter Indonesia, Sambutan Pengarahan Pada Rakernas I Majelis Kehormatan Etika Kedokteran di Bandungan Ambarawa, Jawa Tengah, 11 Juli 1987. J urnal Pelita Edisi VII Volume 2 J uli - Desember 2010
Abortus spontan tidak menimbulkan masalah hukum, karena terajdi dengan wajar. b. Abortus provocatus, yang dilakukan dengan sengaja, dan memang dikehendaki oleh yang bersangkutan. Abortus provocatus dapat dibagi lagi sebagai berikut : 1. Abortus provocatus yang legal, yang dibenarkan oleh hukum. 2. Abortus provocatus yang illegal, yang dilarang oleh hukum. Maka abortus tidak selalu dilarang. Tergantung dari Undang- Undang dalam negara yang bersangkutan apakah abortus diperbolehkan, dengan indikasi atau alasan apa yang bagaimana pelaksanaan UU dalam praktek.
Masalah abortus di Indonesia sudah sering dibahas dari segi medik, segi hukum dan lain-lain dalam berbagai pertemuan ilmiah yang diselenggarakan terutama di kalangan para dokter dan sarjana hukum. Yang terpenting diantaranya ialah : Simposium Abortus di Jakarta tahun 1964 dan di Surabaya tahun 1973, Seminar Kriminologi II di Semarang tahun 1972, Seminar Hukum Kependudukan di Jakarta tahun 1974 dan di Yogyakarta tahun 1975, Seminar Abortus di Jakarta tahun 1975, Konsultasi Bersama antara Panitia Ahli Medik, Penerangan dan Hukum dari PKBI, di Jakarta tahun 1977, Kongres Persahi di Lembang tahun 1977. Dalam sejarahnya semua mendesak supaya diadakan perubahan dalam Undang-Undang mengenai abortus. Dalam Musyawarah Ulama Terbatas mengenai Keluarga Berencana di Jakarta, tahun 1972, antara lain ditegaskan bahwa pengguguran kandungan (abortus) dilarang, kecuali dalam keadaan darurat. Di beberapa negara kaum pergerakan wanita ikut mendesak perubahan dalam Undang-Undang yang melarang atau mempersulit abortus, di Indonesia kaum wanita belum banyak mengeluarkan J urnal Pelita Edisi VII Volume 2 J uli - Desember 2010
pendapat mengenai masalah tersebut.Dalam tahun 1973 Perwari pernah mengadakan konferensi-kerja mengenai kedudukan wanita dan keluarga berencana yang antara lain menyarankan supaya abortus diperbolehkan dengan memperhatikan kesehatan fisik maupun mental dari wanita yang bersangkutan. Akhirnya dilahirkanlah Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Sebagaimana asas hukum yang menyatakan lex spesialis derogat lex generalis, dan UU lama dikalahkan oleh Undang- undang baru. Juga diperkuat oleh Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi manusia. PERMASALAHAN 1. Bagaimana penerapan pidana terhadap orang yang melakukan tindak pidana Abortus? 2. Bagaimana meminimalisir abortus?
B. PEMBAHASAN 1. Penerapan pidana terhadap orang yang melakukan tindak pidana Abortus di Indonesia? Undang-undang dapat menetapkan ketentuan yang berikut mengenai abortus : 1) Abortus dilarang secara mutlak. 2) Abortus diperbolehkan dalam hal-hal sebagai berikut : a. Indikasi medik. Untuk menyelamatkan jiwa wanita. b. Indikasi kesehatan Untuk menjaga kesehatan wanita. Jika diambil definisi kesehatan menurut Pasal 2, UU Pokok Kesehatan No. 9, Tahun 1960, dan sudah diperbaharuin dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran, Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang J urnal Pelita Edisi VII Volume 2 J uli - Desember 2010
Kesehatan. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi manusia. yang dimaksud dengan kesehatan ialah meliputi kesehatan badan, rohaniah (mental), dan sosial dan bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. c. Indikasi humaniter atau kemanusiaan Jika kehamilan disebabkan oleh perkosaan, perbuatan sumbang (incest), wanita masih di bawah umur dan sebagainya. d. Indikasi eugenistis Jika kemungkinan besar bayi akan lahir cacat fisik atau mental. e. Indikasi sosial atau sosio-ekonomi Jika kelahiran bayi dianggap akan mengganggu keselamatan dan kesejahteraan keluarga. f. Indikasi kegagalan kontrasepsi (contraceptive failure) Meskipun suami/isteri telah mempergunakan kontrasepsi, tetapi gagal, yang menyebabkan kehamilan. 3) Abortus diperbolehkan atas permintaan wanita yang bersangkutan, tanpa memberi alasan (biasanya dalam batas waktu trimester (triwulan) pertama dari kehamilan. Jika kita membandingkan UU yang mengatur abortus diberbagai negara, akan dijumpai UU yang sangat restriktif/melarang mutlak (misalnya Indonesia, meskipun dalam praktek abortus diperbolehkan dengan indikasi medik), ada pula yang sangat liberal (seperti sub 3 tersebut di atas), ada pula yang mencantumkan salah satu atau beberapa indikasi tersebut sub 2, a sampai f. Ternyata bahwa antara tahun 1967 1976, ada 37 negara yang mengubah UU mengenai abortus, 34 negara telah memperluas dan memudahkan kesempatan untuk abortus, sedangkan 3 negara di Eropa Timur yang dulu sangat liberal, sekarang telah memperketat peraturannya. J urnal Pelita Edisi VII Volume 2 J uli - Desember 2010
Sesungguhnya dengan mempergunakan salah satu cara kontrasepsi, dapat dicegah kehamilan yang tidak diingini, sehingga abortus tidak perlu. Dalam praktek, masih terdapat keseganan yang mempergunakan kontrasepsi, kesulitan untuk memperoleh kontrasepsi, kontrasepsi yang tidak cocok atau gagal dan sebagainya. Di Indonesia abortus diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 229, 346, 347, 348, 349, 350 dan 535 dan yang terakhir adalah Undang-undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan. Menurut KUHP dapat dihukum : a. Orang yang menggugurkan kandungan seorang wanita. b. Wanita yang digugurkan kandungannya.
Pasal - pasal Yang Mengatur Abortus Pasal 299 (Bab XIV KUHP : Kejahatan melanggar kesusilaan) (1) Barangsiapa dengan sengaja mengobati seorang perempuan atau menyuruh seorang perempuan supaya diobati dengan memberitahu atau menerbitkan pengharapan, bahwa oleh karena pengobatan itu dapat gugur kandungannya, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya tiga ribu rupiah.
(2) Kalau yang bersalah berbuat karena mencari keuntungan, kalau melakukan kejahatan itu ia jadikan pekerjaan atau kebiasaan atau kalau ia seorang dokter, bidan atau tukang membuat obat, hukuman boleh ditambah sepertiganya.
(3) Kalau yang bersalah melakukan kejahatan itu dalam pekerjaannya, maka boleh dicabut haknya melakukan pekerjaan itu.
J urnal Pelita Edisi VII Volume 2 J uli - Desember 2010
Pasal 535 (Pelanggaran tentang kesusilaan) Barangsiapa dengan terang-terangan, mempertunjukkan ikhtiar untuk menggugurkan kandungan, atau dengan terang-terangan atau denagn tiada diminta, menawarkan ikhtiar atau pertolongan untuk menggugurkan kandungan, atau menyatakan ikhtiar atau pertolongan itu bisa didapat, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak- banyaknya tiga ratus rupiah.
Bab XIX KUHP (Kejahatan terhadap nyawa orang). Pasal 346 : Perempuan dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya atau menyuruh orang lain menyebabkan itu, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.
Pasal 347 : (1) Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungan seorang perempuan tidak dengan izin perempuan itu, dihukum dengan hukuman penjara selama- lamanya dua belas tahun. (2) Jika perbuatan itu berakibat perempuan itu mati, ia dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun.
Pasal 348 : (1) Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungan seorang perempuan dengan izin perempuan itu, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun enam bulan. (2) Jika perbuatan itu berakibat perempuan itu mati, ia dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun.
Pasal 349 : Jika seorang dokter, bidan atau tukang obat, membantu kejahatan tersebut dalam Pasal 346, atau bersalah melakukan atau membantu salah satu kejahatan diterangkan dalam Pasal 347 dan 348, maka hukuman yang ditentukan dalam pasal itu boleh ditambah sepertiganya dan boleh dicabut haknya menjalankan pekerjaannya yang dalam melakukan kejahatan itu.
Pasal 350 : Jika dihukum karena membunuh, karena membunuh berancang atau karena salah satu kejahatan diterangkan dalam Pasal 344, 347 dan 348, boleh dijatuhkan pencabutan hak tersebut dalam Pasal 35 No.1 5.
J urnal Pelita Edisi VII Volume 2 J uli - Desember 2010
Sebagaimana telah diutarakan dimuka masalah Abortus saat ini telah diatur tersendiri dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, yang mulai berlaku sejak tanggal 17 September 1992.Memberikan sanksi yang berat bagi siapa saja yang melakukan pengguguran kandungan terhadap ibu hamil. Pasal yang mengatur ketentuan tersebut antara yaitu pasal 80 ayat (1) menyatakan, barang siapa yang dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan yang diatur dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda paling banyak Rp.500.000.000,- Pasal 15ayat (1): Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya dapat dilakukan tindakan medis tertentu. Ayat (2): Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan: a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut; b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan UU RI No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, dilakukan sesuai dengan tanggungjawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli; c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya; d. Pada sarana kesehatan tertentu. Ayat (3) : Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
J urnal Pelita Edisi VII Volume 2 J uli - Desember 2010
Menurut ketetapan UU, pada umumnya semua perbuatan abortus dilarang, kecuali untuk indikasi medik.Di dalam kenyataannya, praktek dokter yang melakukan abortus tanpa indikasi medik, ( menyelamatkan jiwa atau menjaga kesehatan wanita yang bersangkutan), sulit untuk dihukum /tidak dihukum. Oknum dokter mempunyai alasan untuk indikasi medik, walaupun sebenarnya untuk menutup aib akibat pergaulan bebas, tentunya dengan biaya yang sangat tinggi.Tergantung dari beratnya resiko yng ditanggung (usia kandungan sudah besar)
2. Meminimalisir Abortus di Indonesia Dengan kemajuan ilmu kedokteran pada waktu ini, abortus dapat dilakukan dengan cara yang mudah, murah dan tidak mengganggu kesehatan bila dilakukan secepat mungkin setelah haid terlambat. tetapi kemungkinan itu tergantung pada undang-undang yang berlaku dalam hal ini. Abortus tetap akan ada, tanpa memandang apakah undang-undang melarang atau memperbolehkannya. Tetapi bila undang-undang melarang atau mempersulitnya, akan timbul abortus gelap oleh orang yang bukan ahli yang membahayakan kesehatan wanita yang bersangkutan disampingnya abortus gelap oleh dokter ahli yang sangat mahal, karena ia mengambil risiko dalam menjalankan tindakan yang dilarang.
Upaya mencegah kehamilan e. Menstrual Regulation (MR) Sejak dasawarsa yang terakhir ini, Menstrual Regulation (MR) atau pengaturan haid telah diperkembangkan sebagai salah satu cara untuk mengendalikan fertilitas. Cara-cara MR ialah dengan memberikan suntikan hormon prostaglandin atau dengan mempergunakan menstrual regulators. J urnal Pelita Edisi VII Volume 2 J uli - Desember 2010
Di negara-negara dengan Undang-Undang abortus yang liberal, MR juga diperbolehkan. Sedangkan negara-negara dengan Undang- Undang abortus yang restriktif dapat dibagi menurut dua sistem : 1) Tindakan-tindakan yang dapat menyebabkan abortus dilarang, tanpa perlu dibuktikan apakah wanita yang bersangkutan hamil atau tidak. Sistem ini semula berlaku dinegara-negara Inggris, Perancis, Negara Belanda dan bekas jajahan-jajahan mereka. Kemudian disebagian besar negara-negara tersebut sudah diadakan perubahan dalam Undang-Undang mengenai abortus menjadi liberal, sehingga MR juga tidak menimbulkan persoalan lagi. Tetapi di negara-ngara lain yang belum mengubah Undang-Undang mengenai abortus, misalnya Indonesia, MR tetap dilarang. 2) Tindakan-tindakan yang dapat menyebabkan abortus dilarang, akan tetapi bila orang-orang yang melakukannya hendak dituntut, harus berdasarkan bukti bahwa wanita yang bersangkutan hamil. Sistem ini berlaku di sebagian besar negara-negara Amerika Latin. Maka pelaku MR hanya dapat dihukum bila dapat dibuktikan bahwa ada kehamilan. Mengenai persoalan waktu bilamana diketahui dengan pasti apakah seorang wanita hamil atau tidak, Prof. Joedono dalam keterangan saksi di Pengadilan Negeri bulan Juli 1978 menerangkan, bahwa wanita yang terlambat hadi dua minggu antara 40% positif hamil. Setelah dua minggu sampai 2 bulan 50 60% positif. Jika haid sudah terlambat 4 bulan, janin sudah lengkap bentuknya, tinggal berkembang membesar hingga lahir. Biasanya MR dilakukan dalam waktu 2 minggu sesudah haid terlambat atau 5 6 minggu setelah haid yang terakhir, pada waktu itu wanita yang bersangkutan baru menyangka atau takut ia hamil, tetapi belum ada kepastian. Di Indonesia MR dilaksanakan sejak tahun 1972 sebagai pilot proyek dan proyek penelitian dan ternyata cukup banyak peminat. J urnal Pelita Edisi VII Volume 2 J uli - Desember 2010
Perlu untuk membuat peraturan tentang peredaran dan penggunaan alat menstruation regulation, dengan pertimbangan bahwa alat tersebut dapat dipergunakan untuk menggugurkan kandungan. Maka dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 311/Men.Kes/Per/XII/76, tanggal 4 Desember 1976, antara lain ditetapkan sebagai berikut : 1) Dilarang tanpa izin Menteri Kesehatan (Menkes) mengedarkan atau menggunakan alat MR (Pasal 2). 2) Unit kesehatan atau peruahaan yang akan mengedarkan alat MR harus mengajukan permohonan izin kepada Menkes melalui Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Unit Kesehatan atau perorangan yang akan mengguankan alat MR harus mengajukan permohonan izin Menkes melalui Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan. Dengan demikian sekarang pengedaran dan penggunaan MR dibatasi, yang bagaimanapun juga akan berakibat pula terhadap usaha pengendalian fertilitas. b. Sterilisasi Sukarela/Kontrasepsi Sterilisasi merupakan cara keluarga berencana yang bersifat permanen, artinya akan menyebabkan pria atau wanita yang bersangkutan steril/mandul untuk selama-lamanya. Sterilisasi tidak termasuk cara-cara yang disediakan oleh program nasional keluarga berencana, sedangkan sebagian masyarakat yang merasa jumlah anak dalam keluarganya tidak perlu ditambah lagi, memerlukan cara KB yang permanen. Selain dari pada itu sterilisasi akan sangat membantu usaha mengatasi masalah kependudukan. Hal itu menjadi dasar dibentuknya Perkumpulan untuk Sterilisasi Sukarela Indonesia (PUSSI), pada tanggal 9 Oktober 1974. Dalam Konperensi Khusus di Medan, tahun 1976, PUSSI antara lain menetapkan sebagai tujuannya ialah kesejahteraan/kebahagiaan individu, keluarga dan J urnal Pelita Edisi VII Volume 2 J uli - Desember 2010
masyarakat, dalam rangka menunjang program nasional keluarga berencana. Majelis Umum PUSSI yang diadakan di Jakarta, tanggal 30 April 1 Mei 1978, telah menetapkan sebagai maksud dan tujuan yang dicantumkan dalam anggaran dasarnya, meningkatkan dan memelihara kesehatan dan kesejahteraan keluarga melalui sterilisasi sukarela. Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut diadakan usaha-usaha seperti; memberikan penerangan seluas-luasnya tentang sterilisasi sukarela, memberikan pelayanan sterilisasi sukarela, mengadakan pendidikan dan latihan dalam teknik sterilisasi, mengadakan penelitian mengenai segala aspek sterilisasi, mengadakan dan membina hubugnan kerjasama dengan instansi pemerintah dan organisasi masyarakat baik dalam maupun luar negeri, mengusahakan sejauh mana koordinasi dalam bidang kegiatan sterilisasi sukarela, mengadakan usaha-usaha lain yang tidak bertentangan dengan asas dan dasar PUSSI. Beberapa ketentuan mengenai sterilisasi telah dihasilkan sebagai berikut : Sterilisasi ialah setiap tindakan pada kedua saluran telur wanita atau saluran bibit pria yang mengakibatkan orang/pasangan yang bersangkutan tidak akan mendapat keturunan lagi. Sterilisasi sukarela ialah sterilisasi yang dilakukan pada pria atau wanita atas permintaan dan izin pasangan yang bersangkutan, tanpa paksaan dari pihak lain, untuk membatasi besarnya (banyanya anak) yang telah ada, setelah pasangan tersebut mendapat penerapan yang sejelas- jelasnya mengenai sterilisasi itu. Yang dianggap sebagai akseptor sterilisasi sukarela ialah pasangan suami isteri yang terikat oleh perkawinan yang harmonis dan menerima sterilisasi sebagai cara membatasi besarnya keluarga (banyaknya anak) secara permanen. J urnal Pelita Edisi VII Volume 2 J uli - Desember 2010
Besarnya keluarga (banyaknya anak) yang diidam-idamkan itu ialah keluarga kecil, yang mempunyai sebanyak-banyaknya 2 orang anak yang sehat jasmani dan rohaninya sebagaimana dianjurkan oleh pemerintah, dan sedapat-dapatnya telah anak lelaki dan perempuan. Masa reproduksi yang terbaik demi kesehatan wanita ialah pada umur antara 20 30 tahun. Sebaiknya wanita tidak hamil lagi setelah berumur 35 tahun, karena kesulitan pada ibu dan anaknya akan sangat meningkat. Sterilisasi sukarela pada wanita dilakukan pada umur termuda 25 tahun, dan umur tertua 40 tahun, dengan banyaknya anak sebagai berikut : Umur isteri 25 30 tahun dengan 3 anak hidup atau lebih. Umur isteri 30 35 tahun dengan 2 anak hidup atau lebih. Umur isteri 35 40 tahun dengan 1 anak hidup atau lebih. Untuk lebih menjamin pasangan itu mendapatkan sejumlah anak yang diinginkannya di kemudian hari, mengingat masih tinggi angka mortalitas anak di bawah 5 tahun (balita) hendaknya saat dilakukannya sterilisasi sukarela itu memperhatikan pula umur anak yang terkecil. Tentu saja, selain daripada umur anak yang terkecil itu diperhatikan pula tingkat pendidikan, sosial dan ekonomi dari akseptor sterilisasi suka-rela itu. Pada waktu akseptor sterilisasi sukarela itu menerima untuk dilakukan sterilisasi (Pada wanita atau pria), umur suami pada waktu itu harus sekurang-kurangnya 30 tahun, kecuali bila jumlah anaknya yang hidup sekarang telah melebihi jumlah anak yang diinginkan oleh pasangan itu. Maka sterilisasi sebagai cara kontrasepsi penunjang sudah selayak-layaknya menjadi perhatian kita. Khususnya sterilisasi pada pria rupanya memenuhi kriteria : efektif, mudah, murah, aman (hampir tanpa kesulitan). J urnal Pelita Edisi VII Volume 2 J uli - Desember 2010
Hal-hal yang perlu dijelaskan kepada calon akseptor vasektomi (sterilisasi pada pria) antara lain ialah : a) Vasektomi ialah suatu cara kontrasepsi yang permanen, meskipun sebetulnya secara teknis masih bisa disambung lagi. b) Vasektomi tidak akan menyebabkan kelainan fisik maupun mental. c) Vasektomi tidak akan menyebabkan gangguan seksual (libido tidak turun). d).Selesai vasektomi untuk jangka waktu 2 bulan masih dianjurkan memakai cara-cara kontrasepsi lainnya, oleh karena masih mungkin ada sperma yang masih hidup. Sebelum dilakukan sterilisasi pada wanita atau pria, calon akseptor perlu diberi penerangan dan pengertian yang sebaik- baiknya mengenai segala seluk-beluk sterilisasi tersebut, kemudian yang bersangkutan perlu mengajukan surat permohonan atau surat izin sterilisasi, yang ditandatangani oleh yang bersangkutan sendiri, oleh suami atau isterinya dan oleh dokter yang akan mengerjakannya (informed consent atau persetujuan setelah diberi penerangan). Sterilisasi harus sukarela, tanpa paksaan apapun juga. Ditinjau dari segi hukum tidak ada hambatan terhadap sterilisasi, karena tidak ada larangan dalam KUHP atau peraturan lain. Mengingat masih ada keberatan dari segi agama kecuali dalam keadaan darurat, perlu ditegaskan bahwa sterilisasi merupakan masalah kesehatan semata- mata, karena umumnya dilakukan demi kesehatan wanita yang bersangkutan, dalam hal sterilisasi pada pria, juga dilakukan demi kesehatan isterinya. Mengenai kebijaksanaan pemerintah tentang pelaksanaannya, perlu disebut Surat Edaran Ditjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat Depkes RI tertanggal 15 Agustus 1979 No. 839/Binkesmas/Dj/VIII/79 yang telah membenarkan dilaksanakan program di pelbaga fasilitas kesehatan milik pemerintah, sepanjang hal itu atas permintaan yang bersangkutan secara pribadi dan dilaksanaka oleh dokter yang telah dilatih dalam teknik J urnal Pelita Edisi VII Volume 2 J uli - Desember 2010
sterilisasi. Tetapi kemudian dengan Instruksi Menteri KesehatanKepala BKKBN tertanggal 11 Agustus 1980 No. 316/ Menkes/Inst/VIII/1980 antara lain telah ditetapkan : - Sterilisasi tidak boleh digunakan dalam kaitannya dengan program KB. - Metode mantap antara lain dilakukan melalui operasi tubektomi dan vasektomi harus dilakukan atas indikasi yang jelas berdasarkan petunjuk-petunjuk Departemen kesehatan. - Pelaksanaan metode mantap hanya boleh dilakukan atas permintaan suami isteri berdasarkan kesukarelaan dengan penuh kesadaran setelah mendapatkan penjelasan medis tehnis yang mantap dari dokter yang bersangkutan. - Mass media diharapkan untuk tidak mengadakan expose yang dapat menyinggung perasaan masyarakat. Kegiatan PUSSI dibatasi pada bidang penelitian dan peningkatan teknologi yang dilakukan dalam rangka kerjasama dengan universitas- universitas dan lembaga-lembaga penelitian serat rumah-rumah sakit yang ditunjuk. . Dalam Kongres ke II PUSSI di Palembang, April 1981 telah diadakan perubahan nama perkumpulan menjadi Perkumpulan Kontrasepsi mantap untk Keluarga Bahagia dan Sejahtera Indonesia, dipersingkat PKMI. Dalam pasal 4 anggaran dasar baru, ditetapkan bahwa yang dimaksud dengan kontrasepsi mantap ialah suatu tindakan pada/terhadap alat reproduksi untuk membatasi keturunan dalam jangka waktu tidak terbatas atas permintaan suatu pasangan suami/isteri secara sukarela. Dalam tahun 176 perkumpulan menjadi anggota dari World Federation of Associations for Voluntary Sterilization, yang sejak tahun 1980 telah berganti nama menjadi World Federation of Health Agencies for the Advancement of Voluntary Surgical Contraception (WF-SC). Perkumpulan telah membentuk Dewan Hukum sejak tahun 1978, sedangkan WF-SC telah membentuk Legal Committee dalam tahun 1979, J urnal Pelita Edisi VII Volume 2 J uli - Desember 2010
untuk mempelajari aspek-aspek hukum dari kontrasepsi mantap pada tingkat nasional maupun internasional.
D. PENUTUP 1. Kesimpulan a. Penegakan hukum terhadap tindak pidana abortus sudah ada rambu hukum antara lain dari KUHP dan yang saat ini diberlakukan Undang-undang kesehatan dan lain-lain. Tapi tindak pidana tersebut masih juga dilaksanakan oleh oknum yang tidak bertanggungjwab tsb. b. Upaya meminimalisir abortus sudah dilaksanakan melalui Menstrual Regulation,, sterilisasi dan lain-lainnya, tapi belum sebagaimana yang diharapkan masih saja terjadi kehamilan sehingga terjadi lagi abortus baik legal maupun illegal. 2. Saran a. Adanya Rule of law terhadap tindak pidana abortus. b. Orang tua harus mengadakan pendekatan kepada putra-putrinya agar tidak melakukan pergaulan bebas, juga perlu adanya /digalakan ceramah masalah agama dan bahayanya abortus bagi keselamatan jiwa perempuan yang melakukan abortus,demikian pula dampaknya dari segi hokum pidana..
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Yesmil & Adang, Pembaruan Hukum Pidana, Grasindo Jakarta, 2008. J urnal Pelita Edisi VII Volume 2 J uli - Desember 2010
Ganjar Triadi Budi Kusuma, Remaja Seks Aborsi, Sahabat Setia, Yogyakarta, 2007, hal.17 Ismail Saleh, Perilaku Profesional Dokter Indonesia, Sambutan Pengarahan Pada Rakernas I Majelis Kehormatan Etika Kedokteran di Bandungan Ambarawa, Jawa Tengah, 11 Juli 1987.
Oemar Seno Adjie, Etika Profesi dan Hukum Pertanggungjawaban Pidana Dokter, Erlangga, Jakarta, 1991, hal.173 Poernomo, Bambang, Abortus, Hukum Pidana : Kumpulan Karangan Ilmiah, P.T. Bina Aksara, Jakara, 1982.
2.Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi manusia.