Vous êtes sur la page 1sur 22

Asuhan Keperawatan Bermutu di Rumah Sakit

Dra Elly Nurachmah DNSc


Kamis, 21 Jun 2001 17:05:57

Pdpersi, Jakarta - Pendahuluan

Pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan bentuk pelayanan yang diberikan kepada klien oleh
suatu tim multi disiplin termasuk tim keperawatan. Tim keperawatan merupakan anggota tim kesehatan
garda depan yang menghadapi masalah kesehatan klien selama 24 jam secara terus menerus.

Tim pelayanan keperawatan memberikan pelayanan kepada klien sesuai dengan keyakinan profesi dan
standar yang ditetapkan. Hal ini ditujukan agar pelayanan keperawatan yang diberikan senantiasa
merupakan pelayanan yang aman serta dapat memenuhi kebutuhan dan harapan klien.

Pelayanan kesehatan pada masa kini sudah merupakan industri jasa kesehatan utama dimana setiap
rumah sakit bertanggung gugat terhadap penerima jasa pelayanan kesehatan. Keberadaan dan kualitas
pelayanan kesehatan yang diberikan ditentukan oleh nilai-nilai dan harapan dari penerima jasa
pelayanan tersebut. Disamping itu, penekanan pelayanan kepada kualitas yang tinggi tersebut harus
dapat dicapai dengan biaya yang dapat dipertanggung-jawabkan.

Dengan demikian, semua pemberi pelayanan ditekan untuk menurunkan biaya pelayanan namun
kualitas pelayanan dan kepuasan klien sebagai konsumen masih tetap menjadi tolak ukur (benchmark)
utama keberhasilan pelayanan kesehatn yang diberikan (Miloney, 2001).

Para penerima jasa pelayanan kesehatan saat ini telah menyadari hak-haknya sehingga keluhan,
harapan, laporan, dan tuntutan ke pengadilan sudah menjadi suatu bagian dari upaya mempertahankan
hak mereka sebagai penerima jasa tersebut. Oleh karena itu industri jasa kesehatan menjadi semakin
merasakan bahwa kualitas pelayanan merupakan upaya kompetentif dalam rangka mempertahankan
eksistensi pelayanan tersebut.

Selayaknaya industri jasa pelayanan menaruh perhatian besar dan menyadari bahwa kualitas pelayanan
kesehatan yang diberikan ditentukan pula oleh kualitas berbagai komponen pelayanan termasuk
keperawatan dan sumber daya manusianya.

Kegiatan pelayanan keperawatan berkualiatas telah dimulai sejak seorang perawat Muslim pertama
yaitu Siti Rufaida pada jaman Nabi Muhammad S.A.W selalu berusahan memberikan pelayanan
terbaiknya bagi yang membutuhkan tanpa membedakan apakah kliennya kaya atau miskin.

Demikian pula Florence Nightingale pada tahun 1858, telah berupaya memperbaiki kondisi pelayayanan
keperawatan yang diberikan kepada serdadu pada perang Krimen. Dengan terjadinya perubahan
diberbagai aspek kehidupan keperawatan pada saat ini telah berkembang menjadi suatu profesi yang
memiliki keilmuan unik yang menghasilkan peningkatan minat dan perhatian diantara anggotanya dalam
meningkatkan pelayanannya.

Tujuan penulisan ini adalah menjelaskan tentang asuhan keperawatan bermutu di rumah sakit, faktor-
faktor yang perlu dipertimbangkan, kendala serta upaya yang perlu dilakukan agar asuhan keperawatan
bermutu ini dapat dicapai dan dipertahankan. Diharapkan, melalui tulisan yang sangat terbatas ini dapat
diambil inti dan manfaatnya sehingga dapat membantu meningkatkan asuhan keperawatan yang ada
dan kemudian akan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit seperti yang
diharapkan.

Pelayan dan Asuhan Keperawatan

Pelayanan dan asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien merupakan bentuk pelayanan
profesional yang bertujuan untuk membantu klien dalam pemulihan dan peningkatan kemampuan
dirinya memalui tindakan pemenuhan kebutuhan klien secara komprehensif dan berkesinambungan
sampai klien mampu untuk melakukan kegiatan rutinitasnya tanpa bantuan.

Bentuik pelayanan ini seyogyanya diberikan oleh perawat yang memiliki kemampuan serta sikap dan
kepribadian yang sesuai dengan tuntutan profesi keperawatan; dan untuk itu tenaga keperawatan ini
harus dipersiapkan dan ditingkatkan secara teratur, terrencana, dan kontinyu.

Pelayanan keperawatan yang dilakukan di rumah sakit merupakan sistem pengelolaan asuahan
keperawatan yang diberikan kepada klien agar menjadi berdaya guna dan berhasil guna. Sistem
pengelolaan ini akan berhasil apabila seseorang perawat yang memiliki tanggung jawab mengelola
tersebut mempunyai pengatahuan tentang manajemen keperawatan dan kemampuan meminpin orang
lain di samping pengetahuan dan keterampilan klinis yang harus dikuasainya pula.

Keberhasilan pengelola pelayanan keperawatan akan menimbulkan keberhasilan asuhan keperawatan
yang diberikan oleh para perawat pelaksananya. Demikian pula sebaliknya, keberhasilan kerja para
perawat pelakasana akan sangat tergantung dari upaya menejerial keperawatan.

Pelayanan keperawatan di ruang rawat terdiri dari serangkaian kegiatan yang dikoordinatori dan
menjadi tanggung jawab kepala ruang rawat yang berperan sebagai manajer. Pelayanan keperawatan
profesional berfokus pada berbagai kegiatan pemenuhan kebutuhan klien melalui intervensi
keperawatan yang berlandaskan kiat dan ilmu keperawatan.

Para manajer keperawatan senantiasa harus menjamin bahwa pelayanan yang diberikan oleh para
pelaksana keperawatan adalah pelayanan yang aman dan mementingkan kenyamanan klien. Selain itu,
para manajer perawat seyogyanya menggunakan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kesehatan/keperawatan sebagai upaya untuk mewujudkan praktik keperawatan yang berdasarkan
pengetahuan dan fakta (knowledge/evidence based nursing practice) (Nurchmah, 2000).

Kelancaran pelayanan keperawatan di suatu ruang rawat baik rawat inap maupun rawat jalan
dipengaruhi oleh beberapa aspek anatara lain adanya;
Visi, misi dan tujuan rumah sakit yang dijabarkan secara lokal ruang rawat.
Struktur organisasi local, mekanisme kerja (standar-standar) yang diberlakukan di ruang rawat.
Sumber daya manusia keperawatan yang memadai baik kuantitas mapun kualitas.
Metoda penugasan/pemberi asuhan dan landasan model pendekatan kepada klien yang
ditetapkan.
Tersedianya berbagai sumber/fasilitas yang mendukung pencapaian kualitas pelayanan yang
diberikan.
Kesadaran dan motivasi dari seluruh tanaga keperawatan yang ada.
Komitmen dari pimpinan rumah sakit ( Nurachmah, 2000).
Seluruh aspek pelayanan keperawatan di atas sudah lama menjadi tuntutan suatu sistem pelayanan
kesehatan di rumah sakit agar pelayanan yang diberikan dapat memuaskan klien dan keluarga pengguna
jasa pelayanan kesehatan.

Tuntutan ini terjadi karena beberapa situasi yang telah terjadi pada dekade terakhir ini menunjukkan
bahwa;
Keadaan ekonomi negara telah mempengaruhi aspek ekonomi sistem pelayanan kesehatan
termasuk sistem pembayaran pelayanan kesehatan dan asuransi kesehatan.
Makin meningkatnya tuntutan terhadap hasil pelayanan kesehatan yang berkualitas.
Ketatnya tuntutan dari profesi keperawatan yang sesuai standar dan pemberdayaan tenaga
keperawatan.
Dampak perkembangan IPTEK kesehatan telah meningkatkan tekanan terhadap pelayanan
kesehatan yang efektif dan efisien namun aman bagi konsumen (Swansburg & Swansburg,
1999).
Dengan demikian, terwujudnya suatu bentuk pelayanan yang profesional ditentukan oleh berbagai
aspek yang perlu diperhatikan oleh setiap pimpinan dan penanggung jawab pelayanan kesehatan demi
untuk memnuhi kepentingan masyarakat yang dilayaninya.

Asuhan Keperawatan Bermutu

Asuhan keperawatan profesional diberikan kepada klien oleh tenaga keperawatan yang memiliki
kewenangan dan kompetensi yang telah ditetapkan oleh profesi. Asuhan keperawatan ini seyogyanya
berlandskan ilmu pengetahuan, prinsip dan teori keperawatan serta keterampilan dan sikap sesuai
dengan kompetensi dan kewenangan yang diemban kepada perawat tersebut.

Asuhan keperawatan yang bermutu merupakan asuhan manusiawi yang diberikan kepada klien,
memenuhi standar dan kriteria profesi keperawatan, sesuai dengan standar biaya dan kualitas yang
diharapkan rumah sakit serta mampu mencapai tingkat kepuasan dan memenuhi harapan klien. Kualitas
asuhan keperawatan sangat ditentukan oleh berbagai faktor antara lain: kondisi klien, pelayanan
keperawatan termasuk tenaga keperawatan di dalamnya, sistem manajerial dan kemampuan rumah
sakit dalam melengkapi sarana prasarana, serta harapan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan/keperawatan yang diberikan di rumah sakit tersebut.

Asuhan keperawatan yang bermutu dan dapat dicapai jika pelaksanaan asuhan keperawatan
dipersepsikan sebagai suatu kehormatan yang dimiliki oleh para perawat dalam memperlihatkan
sebagai suatu kehormatan yang dimiliki oleh perawat dalam memperlihatkan haknya untuk memberikan
asuhan yang manusiawi, aman, serta sesuai dengan standar dan etika profesi keperawatan yang
berkesinambungan dan terdiri dari kegiatan pengkajian, perencanaan, implementasi rencana, dan
evaluasi tindakan keperawatan yang telah diberikan.

Untuk dapat melaksanakan asuhan keperawatan dengan baik seorang perawat perlu memiliki
kemampuan untuk (1) berhubungan dengan klien dan keluarga, serta berkomunikasi dengan anggota
tim kesehatan lain; (2) mengkaji kondisi kesehatan klien baik melalui wawancara, pemeriksaan fisik
maupun menginterpretasikan hasil pemeriksaan penunjang; (3) menetapkan diagnosis keperawatan dan
memberikan tindakan yang dibutuhkan klien; (4) mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah
diberikan serta menyesuaikan kembali perencanaan yang telah dibuat.

Disamping itu, asuhan keperawatan bermutu dapat dilaksanakan melalui pendekatan metodologis
keperawatan. Pendekatan ini dapat berupa pendekatan keperawatan tim, modular, kasus, atau
keperawatan primer (Grohar-Murray & DiCroce, 1997). Penetapan pendekatan ini sangat dipengaruhi
oleh visi, misi, dan tujuan rumah sakit dan ruang rawat, ketersediaan tenaga keperawatan baik jumlah
mapun kualifikasi, fasilitas fisik ruangan, tingkat ketergantungan dan mobilitas klien, tersedianya
prosedur dan standar keperawatan, sifat ruangan dan jenis pelayanan keperawatan yang diberikan.

Dalam mewujudkan asuhan keperawatan bermutu diperlukan beberapa komponen yang harus
dilaksanakan oleh tim keperwatan yaitu (1) terlihat sikap caring ketika harus memberikan asuhan
keperawatan kepada klien, (2) adanya hubungan perawat - klien yang terapeutik, (3) kolaborasi dengan
anggota tim kesehatan lain, dan (4) kemampun dalam memenuhi kebutuhan klien, serta (5) kegiatan
jaminan mutu (quality assurance). Dengan demikian, upaya pimpinan rumah sakit dan manajerial
keperawatan seyogyanya difokuskan pada kelima komponen kegiatan tersebut yang akan diuraikan
berikut ini.

a. Sikap caring perawat

Asuhan keperawatan bermutu yang diberikan oleh perawat dapat dicapai apabila perawat dapat
memperlihatkan sikap caring kepada klien. Dalam memberikan asuhan, perawat menggunakan
keahlian, kata-kata yang lemah lembut, sentuhan, memberikan harapan, selalu berada disamping klien,
dan bersikap caring sebagai media pemberi asuhan (Curruth, Steele, Moffet, Rehmeyer, Cooper, &
Burroughs, 1999). Para perawat dapat diminta untuk merawat, namun meraka tidak dapat diperintah
untuk memberikan asuhan dengan menggunakan spirit caring.

Spirit caring seyogyanya harus tumbuh dari dalam diri perawat dan berasal dari hati perawat yang
terdalam. Spritit caring bukan hanya memperlihatkan apa yang dikerjakan perawata yang bersifat
tindakan fisik, tetapi juga mencerminkan siapa dia. Oleh karenanya, setiap perawat dapat
memperlihatkan cara yang berada ketika memberikan asuhan kepada klien.

Caring merupakan pengetahuan kemanusiaan, inti dari praktik keperawatan yang bersifat etik dan
filosofikal. Caring bukan semata-mata perilaku. Caring adalah cara yang memiliki makna dan
memotivasi tindakan (Marriner-Tomey, 1994). Caringjuga didefinisikan sebagai tindakan yang
bertujuan memberikan asuhan fisik dan perhatikan emosi sambil meningkatkan rasa aman dan
keselamatan klien (Carruth et all, 1999).

Sikap ini diberikan memalui kejujuran, kepercayaan, dan niat baik. Prilaku caring menolong klien
meningkatkan perubahan positif dalam aspek fisik, psikologis, spiritual, dan sosial. Diyakini, bersikap
caring untuk klien dan bekerja bersama dengan klien dari berbagai lingkungan merupakan esensi
keperawatan.

Watson menekankan dalam sikapcaring ini harus tercermin sepuluh faktor kuratif yaitu:
Pembentukan sistem nilai humanistic dan altruistik. Perawat menumbuhkan rasa puas karena
mampu memberikan sesuatu kepada klien. Selain itu, perawat juga memperlihatkan kemapuan
diri dengan memberikan pendidikan kesehatan pada klien.
Memberikan kepercayaan - harapan dengan cara memfasilitasi dan meningkatkan asuhan
keperawatan yang holistik. Di samping itu, perawat meningkatkan prilaku klien dalam mencari
pertolngan kesehatan.
Menumbuhkan sensitifan terhadap diri dan orang lain. Perawat belajar menghargai kesensitifan
dan perasaan kepada klien, sehingga ia sendiri dapat menjadi lebih sensitif, murni, dan bersikap
wajar pada orang lain.
Mengembangan hubungan saling percaya. Perawat memberikan informasi dengan jujur, dan
memperlihatkan sikap empati yaitu turut merasakan apa yang dialami klien.
Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif klien. Perawat memberikan
waktunya dengan mendengarkan semua keluhan dan perasaan klien.
Penggunaan sistematis metoda penyalesaian masalah untuk pengambilan keputusan. Perawat
menggunakan metoda proses keperawatan sebagai pola pikir dan pendekatan asuhan kepada
klien.
Peningkatan pembelajaran dan pengajaran interpersonal, memberikan asuhan mandiri,
menetapkan kebutuhan personal, dan memberikan kesempatan untuk pertumbuhan personal
klien.
Menciptakan lingkungan fisik, mental, sosiokultural, dan spritual yang mendukung. Perawat
perlu mengenali pengaruhi lingkungan internal dan eksternal klien terhadap kesehatan kondisi
penyakit klien.
Memberi bimbingan dalam memuaskan kebutuhan manisiawi. Perawat perlu mengenali
kebutuhan komperhensif diri dan klien. Pemenuhan kebutuhan paling dasar perlu dicapai
sebelum beralih ke tingkat selanjutnya.
Mengijinkan terjadinya tekanan yang bersifat fenomologis agar pertumbuhan diri dan
kematangan jiwa klien dapat dicapai. Kadang-kadang seseorang klien perlu dihadapkan pada
pengalaman/pemikiran yang bersifat profokatif. Tujuannya adalah agar dapat meningkatkan
pemahaman lebih mendalam tentang diri sendiri.
Kesepuluh faktor karatif ini perlu selalui dilakukan oleh perawat agar semua aspek dalam diri klien dapat
tertangani sehingga asuhan keperawatan profesional dan bermutu dapat diwujudkan. Selain itu, melalui
penerapan faktor karatif ini perawat juga dapat belajar untuk lebih memahami diri sebelum mamahami
orang lain.
Keperawatan merupakan suatu proses interpersonal yang terapeutik dan signifikan. Inti dari asuhan
keperawatan yang diberikan kepada klien adlah hubungan perawat-klien yang bersifat profesional
dengan penekanan pada bentuknya tinteraksi aktif antara perawat dan klien. Hubungan ini diharapkan
dapat memfasilitasi partisipasi klien dengan memotivasi keinginan klien untuk bertanggung jawab
terhadap kondisi kesehatannya.

b. Hubungan perawat-klien

Hubungan perawat dan klien adalah suatu bentuk hubungan terapeutik/profesional dan timbal balik
yang bertujuan untuk meningkatkan efektifitas hasil intervensi keperawatan melalui suatu proses
pembinaan pemahaman tentang dua pihak yang sedang berhubungan. Hubungan profesional ini
diprakasai oleh perawat melaui sikap empati dan keinginan berrespon (sense of responsiveness) serta
keinginan menolong klien (sense of caring).

Menurut Peplau, dalam membina hubungan profesional ini, kedua pihak seyogyanya harus melewati
beberapa tahapan (Marriner-Tomey, 1994) yaitu : (1) tahap orientasi ; (2) tahap identifikasi ; (3) tahap
eksploitasi ; dan tahap resolusi.

Pada tahap orientasi, setelah saling memperkenalkan diri, perawat berupaya menolong klien
mengidentifikasi maslah yang sedang dihadapi klien. Penjelasan, penekanan perlu dikemukakan oleh
perawat agar klien menyakini masalah atau beberapa masalah yang perlu diatasi. Tahap identifikasi
terjadi ketika klien mampu mampu mengidentifikasi sesorang atau beberapa orang yang dapat
menolongnya. Pada tahap ini perawat memberi kesempatan klien untuk mengkaji lebih jauh perasaan
tentang diri, penyakit, dan kemampuan yang dimilikinya.

Tujuannnya adalah agara perawat dapat membimbing klien periode penyakitnya sebagai pengalaman
yang memungkinkan klien mengenali kembali perasaan dan kekuatan internal yang pernah dimiliki
sehingga dapat memberikan kepuasan yang diperlukan klien.

Tahap eksploitasi terjadi ketika klien mampu menguraikan nilai dan penghargaan yang dia peroleh dari
hubungan profesional dari hubungan profesional antara perawat dan dirinya. Beberapa tujuan baru
yang perlu dicapai melalui upaya diri klien dapat dikemukakan oleh perawat, dan kekuatan akan
dialihkan oleh perawata kepada klien apabila klien mengalami hambatan akibat ia tidak mampu
mencapai tujuan baru tersebut.

Tahap akhir dari hubungan profesional perawat - klien adalah tahap resolusi ditandai dengan
tercapainya tujuan yang telah ditetapkan dan tidak lagi menjadi prioritas kegiatan klien. Pada tahap ini
klien membebaskan diri dari keterkaitannya dengan perawat dan menunjukkan kemampuannya untuk
bertanggung jawab terhadap kesehatan dirinya. Keempat tahapan dalam hubungaan profesional ini
dapat terjadi tumpang tindih antara satu tahapan dengan tahapan berikutnya.

Dalam membina hubungan profesional, asuhan keperawatan juga merupakan media edukatif dimana
suatu kekuatan internal yang kokoh dari seseorang perawat dapat mempengaruhi klein untuk
meningkatkan perilaku dan kepribadian klein selama sakit ke arah kehidupan yang kreatif, konstruktif,
dan produktif. Bberapa peran perlu diemban opelh perawat ketika menjalankan dan membina
hubungan profesional yaitu : (1) peran sebagai orang asing (starnger), (2) narasumber (resource
person), (3) pendidik (teacingrole), (4) pemimpin (leadersip role), dan (5) peran pengganti
(surrogate role) (Marriner-Tomey, 1994).

Keberhasilahn hubungan profesional/terapeutik anatara perawat dan klien sangat menentukan
keberhasilan hasil tindakan yang diharapkan. Disamping itu, hubungan profesional yang baik anatara
perawat-klien dapat menghindari, memprediksi, dan mengantisipasi berbagai penyulit yang mungkin
terjadi. Oleh karena itu, berbagai peran diatas seyogyanya menjadi fokus perhatian perawat ketika
menolong klien melewati tahapan dlam hubungan profesionalnya dengan perawat (Nurachah, 2000).

c. Kemampuan perawat dalam memenuhi kebutuhan klien

Asuhan keperawatan bermutu marupakan rangkaian kegiatan keperawatan yang diorientasi pada klein.
Asuhan keperawatan bermutu yang diberikan kepada klien dipengaruhi oleh kemampuan perawat
dalam berrespon terhadap keluhan dan masalah klien serta upaya memenuhi kebuutuhan klien.
Hendreson menetapkan 14 kebutuhan klien yang seyogyanya dapat dipenihi oleh perawat (Marriner-
Tomey, 1994). Namun, karena masalah klien sangat unik dan kebutuhannya sangat individual maka
perawat senatiasa harus meningkatkan diri agar selalu memiliki kemapuan dan pengetahuan yang
diperlukan dalam membantu klien menyelesaikan masalahnya.

Kemampuan perawat memenuhi kebutuhan klien dapat dipengaruhi beberapa oleh faktor antara
lain: tingkat ketergantungan klien, sistem penugasan, kelengkapan fasilitas, kewenangan dan
kompetensi yang dimiliki oleh tanaga keperawatan sebagai pelaksana dan kemampuan manajer
keperawatan adalam mengorganisasikan pekerjaan kepada bawahan.

Seorang perawat profesional yang telah dibekali dengan pengetahuan mengelola pelayanan
keperawatan dan keterampilan klinis yang mamadai akan mampu mengorganisir dan menyesuaikan
antara pekerjaan yang akan dilaksanakan, sarana yang tersedia, dan kemampuan tenaga perawatnya.
Selain itu dalam mengelola ruangan khususnya tenaga keperawatan, maka perawat manajer juga harus
mampu menjamin bahwa para perawat pelaksana memiliki kemampuan untuk meberikan asuhan
keperawatan bermutu. Untuk itu ia harus merancang program peningkatan kemapuan perawata baik
melalui jalur pendidikan formal maupun informal.

Peningkatan kemampuan perawat melalui jalur formal dapat ditempuh melalui berbagai tingkatan yaitu
pendidikan ners generalis, ners spesialis, mapun ners konsultan. Selain itu, dapat ditempuh melalui jalur
informal yaitu program pendidikan perawat berlanjut (continuing nurse education). Program ini dapat
diselenggarakan oleh rumah sakit bekerja sama dengan institusi pendidikan tinggi keperawatan dan
dengan organisasi profesi. Kedua program peningkatan kemampuan perawat ini memerlukan suatu
rancangan ketenagaan yang matang dan sesuai dengan visi dan misi serta tujuan rumah sakit.

Disamping kedua jalur pendidikan tersebut di atas, kemapuan dan pengetahuan perawat dapat juga
dicapai melalui kegiatan komunitas profesi di rumah sakit. Komunitas profesi ini memfasilitasi dan
menyelenggaarakan berbagai kegiatan ilmiah antara lain diskusi kasus, pembahasan jurnal keperawatan,
artikel/riset keperawatan, dan melakukan riset keperawatan klinik bersama atau individual. Selain itu,
sistem menorship atau perceptorship akan dapat membantu mewujudkan situasi kerja yang kondusif
untuk belajar bagi semua pearawat.

d. Kolaborasi/kemitraan

Kaloborasi merupakan salah satu model interaksi yang terjadi diantara dan antar praktisi klinik selama
pemberian pelayanan kesehatan/keperawatan. Kolaborasi meliputi kegiatan berkomunikasi parallel,
berfungsi parallel, bertukar informasi, berkoordinasi, berkonsultasi, mengelola kasus bersama (ko-
manajemen), serta merujuk.

Kolaborasi merupakan suatu pengakuan keahlian seseorang oleh orang lain di dalam maupun di luar
profesi orang tersebut (ANA, 1995, 12). Kaloborasi ini juga merupakan proses interpersonal dimana dua
orang atau lebih membuat suatu komitmen untuk berinteraksi secara kontruktif untuk menyelesaikan
masalah klien dan mencapai tujuan, target atau hasil yang ditetapkan.

Para individu ini mengenali dan mengartikulasikan nilai-nilai yang membuat komitmen ini menjadi
terwujud. Kemampuan mewujudkan komitmen untuk berinteraksi secara kontruktif tergantung dari
persamaan persepsi, tentang tujuan bersama, kompetensi klinik, dan kemapuan interpersonal, humor,
keprcayaan, menghargai dan menghormati pengetahuan dan praktik keilmuan yang berbeda (Hanson &
Spross, 1996).

Terwujudnya suatu kolaborasi tergantung pada beberapa kreiteria yaitu (1) adanya rasa saling percaya
dan menghormati, (2) saling memahami dan menerima keilmuan masing-masing, (3) memiliki citra diri
positif, (4) memiliki kematangan profesional yang setara (yang timbul dari pendidikan dan pengalaman),
(5) mengakui sebagai mitra kerja bukan bawahan, dan (6) keinginan untuk bernegosiasi (Hanson &
Spross, 1996).

Inti dari suatu hubungan kolaborasi adalah adanya perasaan saling tergantung (interdependensi) untuk
kerja sama dan bekerja sama. Bekerja bersama dalam suatu kegiatan dapat memfasilitasi kolaborasi
yang baik. Kerjasama mencerminkan proses koordinasi pekerjaan agar tujuan auat target yang telah
ditentukan dapat dicapai. Selain itu, menggunakan catatan klien terintegrasi dapat merupakan suatu
alat untuk berkomunikasi anatar profesi secara formal tentang asuhan klien.

e. Kegiatan menjamin mutu

Asuhan keperawatan bermutu hanya dapat dicapai dan dipertahankan apabila disertai dengan kegiatan
dan rencana untuk mempertahankan mutu asuhan tersebut. Kegiatan jaminan mutu (quality
assurance) adalah membandingkan antara standar yang telah ditetapkan dengan tingkat pencapaian
hasil.

Kegiatan jaminan kualitas pelayanan/asuhan keperawatan merupakan kegiatan menilai, memantau,
atau mengatur pelayanan yang berorientasi pada konsumen (klien). Dalam keperawatan, tujuan asuhan
bermutu adalah untuk menjamin mutu sambil pada saat yang sama mencapai tujuan institusi yang telah
ditetapkan sebelumnya.

Keberhasilan pelaksanaan kegiatan menjamin mutu dipengaruhi oleh beberapa faktor anatara lain
dukungan dari manager puncak (pimpinan rumah sakit), terutama terkait dengan dukungan biaya dan
sumebr daya manusia. Selain itu, pencapaian kriteria keberhasilan perlu disepakati. Seandainya instuisi
menginginkan pelayanan keperawatan adalah pelayanan terbaik di suatu wilayah, maka standar dan
kriteria keberhasilannya perlu ditetapkan optimal dan bukan minimal.

Kegiatan jaminan mutu dapat meliputi aspek struktur, proses, dan outcome. Kegiatan penilaian dan
pemantauan dalam pelayanan keperawatan juga selayaknya diarahkan pada ketiga aspek tersebut. Oleh
karena itu, standar pelayanan, kriteria keberhasilan, alat pengukur perlu dikembangkan, dan tahapan
dlam pelaksanaan kegiatan menjamin mutu perlu ditetapkan.

Strategi untuk kegiatan jaminan mutu antara lain dengan benchmarking dan manajemen kualitas total
(total quality management) (Marquis & Huston, 1998). Benchmarking atau meneliti praktik terbaik
(best practice research) adalah kegaiatan mengkaji kelemahan tertentu instiusi dan kemudian
mengidentifikasi instuisi lain yang memiliki keunggulan dalam aspek yang sama. Kegaiatan dilanjutkan
dengan berkomunikasi, menetapkan kesepakatan kerjasama untuk mendukung dan meningkatkan
kelemahan tersebut (Marquis & Huston, 1998).

Manajer pelayanan keperawatan di rumah sakit dapat pula bekerjasama dengan rumah sakit lain yang
tidak saling berkompetensi untuk meningkatkan satu atau beberapa aspek yang dianggap lemah.
Kerjasama ini bersifat konfidensial dan hanya meningkatkan aspek yang dianggap masih lemah.

Manajemen kualitas total dilakukan berdasarkan harapan bahwa individu merupakan fokus produksi
dan pelayanan. Penakanan manajeman kualitas total adalah mengidentifikasi dan melakukan kegiatan
dengan benar, cara yang benar, waktu yang sesuai dan mencegah masalah. Strategi menjamin kualitas
ini sangat menyerap biaya karena proses ini terus menerus, dan setiap subyek maupun kegiatan
diarahkan pada peningkatan secara berkesinambungan.

Strategi lain dari kegiatan jaminan mutu ynag bersifat kontemporer adalah penggunaan critical
patways. Critical pathways adalah menetapkan kemajuanj yang harus dicapai klien sejak saat klien
diterima di rumah sakit. Keuntungan cara ini adalah standar pencapaian yang ditetapkan untuk seorang
klien dapat diterapkan untuk klien lain yang berdiagnosis sama. Namun, kelemahannya adalah tidak
dapat mengakomodasi keunikan individual klien. Selain itu, pendokumentasian critical pathways
memerlukan banyak catatan dan pengkajian ulang (Marquis & Huston).

Pelaksanaan kegiatan jaminan mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit dapat pula dilakukan dalam
bentuk kegiatan pengendalian mutu (quality control). Kegaiatannya dapat dilaksanakan dalam dua
tingkat yaitu tingkat rumah sakit dan tingkat ruang rawat. Tingkat rumah sakit dapat dilaksanakan
dengan cara mengembangkan tim gugus kendali mutu yang memiliki program baik jangka pendek
maupun jangka panjang.

Kegiatan menilai mutu pada tingkat rumah sakit, akan diawali dengan penetapan kriteria pengendalian,
mengidentifikasi informasi yang relevan dengan kriteria, menetapkan cara mengumpulakan
informasi/data, mengumpulkan dan menganailisis informasi/data, membandingkan informasi dengan
kriteria yang telah ditetapkan, menetapkan keputusan tentang kualitas, memperbaiki situasi sesuai hasil
yang diperoleh, dan menetapkan kembali cara mengumpulkan informasi (Marquis & Huston, 2000).

Ada 10 indikator kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit yaitu : (1) angka infeksi nosokomial, (2)
angka kejadian klien jatuh/kecelakaan, (3) tingkat kepuasan klien terhadap pelayanan kesehatan, (4)
tingkat kepusan klien terhadap pengelolaan nyeri dan kenyamanan, (5) tingkat kepuasan klien terhadap
informasi/pendidikan kesehatan, (6) tingkat kepuasan klien terhadap asuhan keprawtan, (7) upaya
mempertahankan integritas kulit, (8) tingkat kepasan perawat, (9) kombinasi kerja anatara perawat
profesional dan non profesional, (10) total jam asuhan keperawatan per klien per hari (Marquis &
Huston, 1998).

Pada tingkat ruangan, selain ada individu ruangan yang duduk sebagai wakil pada tim gugus kendali
mutu rumah sakit, maka seyogyanya dibentuk pula tim ruangan yang disebut tim sirkulasi kualitas. Tim
sirkulus kualitas yang terdiri dari tiga sampai empat orang perawat ruangan ini berfungsi untuk
mengidentifikasi masalah-masalah pelayanan keperawatan tingkat ruangan, membahas masalah di
dalam tim, menyusun beberapa alternatif solusi, dan menyampaikan kepada kepala ruangan untuk
ditetapkan solusi yang akan diambil dan dilaksanakan oleh ruangan. Sementara itu, tim ini akan
bekerjasama kembali mengidentifikasikan masalah-masalah lain yang terjadi. Siklus kegiatan akan
berjalan seperti sebelumnya.

Faktor yang perlu dipertimbangkan

Ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan oleh para manajer keperawatan di rumah sakit dalam
meningkatkan dan mempertahankan asuhan keperawatan yang bermutu yaitu persepsi dari klien,
profesi keperawatan, dan dari pimpinan rumah sakit. Berbagai persepsi ini perlu untuk dijadikan asupan
dan dikaji lebih lanjut untuk menetapkan kegiatan peningkatan kualitas asuhan keperawatan. Berikut ini
dijelaskan tentang persepsi dari ketiga pihak tersebut.

Persepsi klien tentang asuhan keperawatan bermutu dan tingkat kepuasan

Asuhan keperawatan bermutu dipersepsikan klien dan keluarga sebagai pelayanan yang dapat
memenuhi harapan klien. Klien mengharapkan penghargaan atas uang yang telah mereka berikan dan
mengharapkan kualitas pelayanan sesuai dengan yang dibutuhkan. Pada saat ini makin banyak klien
yang menuntut untuk diberikan informasi tentang kondisi kesehatannya dan keputusan yang terkait
dengan tindakan medik/keperawatan yang akan diterimanya. Perhatian mereka diarahkan seluruhnya
pada spektrum pelayanan kesehatan yang merka terima selama berada di rumah sakit (Wesley, 1992).

Klein menghargai perawat sebagai seseorang yang memiliki kualitas diri, sikap, cara dan kepribadian
yang spesifik, serta selalu berada dengan klien dan bersedia setiap saat menolong klien (Kitson, 1998).
Perawat diharapkan perannya untuk selalu berada di saping tempat tidur klien, siap setiap saat ketika
diperlukan, cepat tanggap terhadap berbagai keluhan, dan turut melaksanakan apa yang klien sedang
alami.

Klien menginginkan perawat yang melayaninya memiliki sikap baik, murah senyum, sabar, mampu
berbahasa yang mudah difahami, serta berkeinginan menolong yang tulus dan mampu menghargai klien
dan pendapatnya. Mereka mengharapkan perawat memiliki pengetahuan yang memadai tantang
kondisi penyakitnya sehingga perawat mampu mengatasi setiap keluhan yang dialami oleh individual
klien (Meyers & Gray, 2001).

Selama perawatan di rumah sakit, klein yang sedang mengalami kondisi kritis kadang-kadang
menganggap dirinya berada di luar tubunh dan lingkungannya. Kesatua erat antara diri dan tubuhnya
menjadi terganggu. Ia mengganggap tubuhnya merupakan benda asing yang sering tidak bisa
bekerjasama lagi selama sakitnya (Morse, Bottorff, & Hutchinson, 1995). Hal ini menyebabkan ia merasa
sangat tergantung pada perawat. Bagi klien dalam kondisi seperti apapun perawat tidak memiliki hak
untuk menolak keinginan dan harapan klien (Kitson,1998).

Kepuasan klien merupakan suatu situasi dimana klien dan keluarga mengganggap bahwa biaya yang
dikeluarkan sesuai dengan kualitas pelayanan yang diterima dan tingkat kemajuan kondisi kesehatan
yang dialaminya. Mereka merasa pelayanan yang diberikan merupakan penghargaan terhadap diri dan
kehormatan yang dimilikinya. Selain itu mereka merasakan manfaat lain setelah dirawat yaitu
pengetahuan tentang penyakit dan dirinya menjadi bertambah. Namun sebaliknya, klien jarang untuk
mencoba mempertimbangkan apakah pelayanan keperawatan yang diberikan itu merupakan upaya
yang efektif dan efisien dilihat dari segi waktu, tenaga, dan sumber daya yang digunakan (Wensley,
1992).

Persepsi profesi keperawatan tentang asuhan keperawatan bermutu

Asuhan keperawatan bermutu menurut persepsi para pelaksanan keperawatan akan dapat dipenuhi
tergantung dari beberapa faktor yaitu : (1) apabila perawat diberikan kewenangan utuh untuk
mendesain, mengatur, melaksanakan, dan mengevaluasikan pelayanan keperawatan yang diberikan ; (2)
pelayanan keperawatan diberikan dalam lingkungan kerja praktik keperawatan profesional ; (3)
kualifikasi dan jumlah tenaga keperawatan memadai ; (4) tersedianya sarana dan prasarana yang dapat
memperlancar kegiatan keperawatan seperti peralatan medik (obat-obatan, set infus, katater, dll),
peralatan keperawatan (alat tenun cukup, materi pencegahan infeksi, nosokomial, dll), peralatan
pendukung keperawatan (formulir rencana keperawatan, dll); (5) diberlakukannya sistem penghargaan
(promosi dan kompensasi) memadai yang memungkinkan perawat tidak harus berpikir tentang
kepentingan diri, pendidikan, dan masa depan karirinya.

Asuhan keperawatan yang bermutu dapat dicapai apabila perawat yang memberikan asuhan tersebut
memiliki kompetensi dan kewenangan melalui pendidikan keperawtan yang sesuai. Menurut Lydia Hall,
yang mengembangkan teori care, core dan cure serta Henderson yang mengembangkan model
pemenuhan 14 kebutuhan klien bahwa hanya perawat yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi
keperawatan yang mampu memberikan asuhan keperawatan profesional, karena mereka telah dibekali
dengan pengetahuan dan kemampuan menyelesaikan masalah klien secara memadai (Marriner-
Tomey,1994).

Persepsi manajer RS terhadap asuhan keperawatan bermutu

Palayanan kesehatan yang bermutu termasuk pelayanan keperawatan adlah pelayanan yang diberikan
oleh tim kesehatan dimana pelayanan tersebut diberikan secara efektif dan efisien. Bagi manajer rumah
sakit, kualitas dinilai dari besaran biaya yang terkendali. Selain itu, menurut manajer rumah sakit,
asuhan keperawatan bermutu dapat dicapai apabila perawat memperlihatkan kinerjanya dengan baik,
patuh pada pimpinan, melaksanakan keinginan klien, dan ramah terhadap klien serta keluarganya.
Disamping itu, perawat juga ditekankan untuk menggunakan sumber-sumber secara efisien.

Asuhan keperawatan yang bermutu sering dipersepsikan memiliki indikator tunggal yaitu tingkat
kemampuan tenaga keperawatan dalam memberikan pelayanan kepada klien. Asuhan keperawawatan
yang tidak sesuai dengan harapan klien. Keperawatan menjadi kambing hitam yang tidak berdaya. Hal
ini karena tenaga keperawatan merupakan tenaga kesehatan yang berada paling lama bersama klien.

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa asuhan keperawatan tidak dapat dilaksanakan dengan baik
apabila situasi dan proses kegiatan pelaksanaan pekerjaan tidak memadai. Oleh karena itu, sudah
selayaknya pimpinan rumah sakit memberikan cukup perhatian pada kondisi kerja yang dapat
memprihatinkan yang berpotensi menimbulkan ketidak-puasan kerja sehingga dapat menurunkan
kualitas pelayanan (Reuters Health, 2001).

Kendala dalam mewujudkan asuhan keperawatan bermutu

Asuhan kesehatan bermutu dapat diwujudkan apabila terdapat di rumah sakit khususnya keperawatan.
Upaya untuk mewujudkan asuhan keperawatan bermutu tidak selalu dapat berjalan lancar. Ada
beberapa kendala yang perlu diperhatikan oleh setiap pimpinan rumah sakit dan para manajer
keperawatan di rumah sakit, yaitu;
Perubahan status rumah sakit menjadi perusahaan jawatan swadana. Perubahan ini menjadi
rumah sakit memiliki nilai sosial yang minimal dan mulai berorientasi pada profit. Pada situasi
seperti ini rumah sakit akan menakankan efisiensi dan efektifitas. Kualitas pelayanan yang
sifatnya kompetitif harus dapat dicapai dalam rentang biaya yang terkendali (cost
containtment).
Kemampuan rumah sakit dalam memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan khususnya
keperawatan. Dengan adanya anggaran biaya yang terkendali pimpinan rumah sakit akan lebih
berfokus pada penyediaan pelayanan dan peralatan yang bernilai jual tinggi.
Pemahaman pimpinan rumah sakit tentang pelayanan keperawatan profesional dimana bentuk
praktik keperawatan profesional. Banyak pimpinan rumah sakit yang tidak memahami praktik
keperawtan profesional dimana bentuk praktik ini memungkinkan perawat memiliki otonomi
penuh terhadap pelayanan yang diberikan.
Pemahaman para perawat pelaksana tentang visi, misi, dan tujuan rumah sakit. Kurangnya
sosialisasi tentang visi, misi, dan tujuan rumah sakit menyebabkan perawat pelaksana tidak
memahami arah dan tujuan yang akan dicapai.
Ketersediaan tenaga perawat profesional yang mampu melaksanakan asuhan keperawtan
profesional. Banyak rumah sakit yang lebih tenaga keperawatan profesional dibandingkan
dengan profesional. Perawat non profesional dibandingkan yang dapat dipertanggung jawabkan
dan hanya menjalankan instruksi tim medik sehingga asuhan keparawatan menjadi
terfragmentasi dan tidak manusiawi.
Kewenangan yang dimiliki oleh bidang keperawatan dalam mendesain, mengatur,
melaksanakan, dan menilai sistem pelayanan keperawatan di rumah sakit. Bidang keperawatan
tidak memiliki kewenangan penuh terhadap bidang tanggung jawabnya menyebabkan
pengambilan keputusan menjadi terhambat dan pelaksanaan tindakan menjadi tidak lancar.
Pemahaman manajer keperawatan tentang peran yang diemban. Masih banyak kepala bidang
keperawatan yang tidak menyadari perannya sebagai pemantau kualitas kinerja dan pelayanan
keperawatan , sebagai supervisor ruangan yang aktif, fasilitator pendidikan keperawatan
berlanjut, koordinator pelaksana berbagai kebijakan rumah sakit, inisiator perubahan,
negosietor, fasilitator dan motivasor kinerja serta iklim kerja yang kondusif, collective bargainer
dan problem solver.
Sistem penghargaan bagi tenaga keperawatan. Banyak rumah sakit yang belum membakukan
sistem penghargaan yang dapat memotivasi kinerja keperawatan.
Pengakuan keprofesian keperawatan. Keperawatan masih belum diakui secara penuh sebagai
profesi kesehtan sehingga menimbulkan keragu-raguan dikalangan keprawatan untuk dapat
berkontribusi seperti anggota profesi kesehatan lain.
Penghargaan masyarakat. Perawat dihargai secara tinggi karena perawatan dan dukungan
psikososial yang telah diterima masyarakat. Namun masyarakat masih belum menghargai
perawat seperti mereka menghargai dokter.
Metoda kombinasi tenaga profesional dan non profesional keperawatan. Banyak rumah sakit
yang mengkombinasikan tenaga keperawatan profesional dan non profesional dalam proporsi
yang memprihatinkan sehingga menyulitkan terwujudnya asuhan keperawatan bermutu.
Semua kendala di atas memerlukan pemikiran dan tindak lanjut yang tegas dan jelas agar tujuan rumah
sakit untuk mewujudkan pelayanan keperawatan yang bermutu dapat dicapai. Untuk itu, diperlukan
terobosan dan partisipasi aktif dari seluruh komponen rumah sakit. Selain itu, komitmen dan
keterbukaan diantara pimpinan rumah sakit dan bidang keperawatan perlu ditingkatkan untuk
mempermudaah upaya pencapaian tujuan.

Penutup

Pelayanan keperawatan di rumah sakit merupakan bagian utama dari pelayanan kesehatan yang
diberikan kepada klien. Oleh karena itu, kualitas pelayanan kesehatan sangat ditentukan oleh kualitas
pelayanan keperawatan. Kualitas pelayanan keperawatan dipengaruhi oleh keefektifan perawat dalam
memberikan asuhan kepada klien. Berbagai persepsi tentang kualitas asuhan perlu menjadi asupan
positif bagi para manajer keperawatan. Hal ini agar tujuan rumah sakit untuk memberikan pelayanan
kesehatan berkualitas dapat dipenuhi.

Asuhan keperawatan bermutu dapat diberikan oleh tenaga keperawatan yang telah dibekali dengan
pengetahuan dan keterampilan klinik yang memadai serta memiliki kemapuan : mebina hubungan
profesional dengan klien, berkolaborasi dengan anggota tim kesehatan lain, melaksanakan kegiatan
menjamin mutu, kemampuan memenuhi kebutuhan klien, dan memperlihatkan sikapcaring. Asuhan
keperawatan bermutu seyogyanya berorientasi pada klien sehingga klien dapat mencapai tingkat
kepuasan terhadap pelayanan yang diterima.

Beberapa kendala dapat terjadi dan menghambat terwujudnya asuhan keperawatan bermutu. Namun
demikian, upaya yang bersifat manajerial dan non manajerial dapat dilakukan untuk meminimalisasi
kendala tersebut.

Disajikan pada Seminar Keperawatan RS ISLAM Cempaka Putih Jakarta, 2 Juni 2001

Entries Tagged penerapan asuhan keperawatan oleh perawat di rumah sakit filipina:
Perawat Indonesia Mampu Bersaing Go International
filed in Asuhan Kebidanan, Kebidanan, askep, asuhan keperawatan, featured,keperawatan on May.02,
2010
Berita dari Jakarta:
Beberapa waktu lalu ada email dari perawat yang bekerja di Jepang, bukan kepada saya tapi kepada
temannya. Mereka adalah Dyana (30), dan Endah Trisnawati (25), ada yang kenal ga?saya juga belum
kenal. Yang pasti mereka adalah teman sejawat kita juga yang berjuang dan mengabdikan diri kepada
masyarakat dunia.
Pada hari Jumat, bersama dengan 300 rekan perawat lainnya, mereka mengambil ujian kompetensi
untuk memenuhi syarat agar dapat bekerja di Jepang di bawah Perjanjian Kemitraan Ekonomi bilateral
kedua negara yang dicapai pada tahun 2007.
Tahun lalu, Trisnawati mengajukan aplikasi untuk menjadi perawat pertama yang dikirim untuk bekerja
di salah satu fasilitas perawatan medis di Jepang. Namun sayangnya dokumen yang ia serahkan tidak
lengkap dan dia harus meninggalkan impiannya itu untuk sementara waktu. Hal ini membuktikan bahwa
ternyata untuk kompetensi seorang perawat tidak dapat diragukan lagi, dari skill sudah dapat memenuhi
standar internasional hanya masalah dokumen saja.
Pada saat itu dari 300 orang hanya lulus 208 orang, nah loe bayangin, Cuma 2 yang kagak lulus itupun
gara-gara dokumen, trus yang satunya kemana ya? (,?
3 bulan kemudian temannya si Trisnawati tadi yaitu Asiana, mengirim email kepadanya dan mengatakan
Keep Your Spirit, hmmm lagak loe ya, mentang-mentang diluar angkasa eh luar
Tags: Anc, Asiana, askep keperawatan di rumah, asuhan keperawatan di philipina, Bahasa Dan
Budaya, Bahasa English, Bekerja Di Jepang, dokomen pada perawatan dirumah, Dokumen, dokumen
kebidanan, dokumen keperawatan,Dyana, Endah, Jumat, Kemana, Kenal, keperawatan di
filipina, keperawatan filipina, Kesehatan, Lingkungan, Lulus, management keperawatan, manajemen
askep, manajemen askep di rumah sakit, manajemen dokumen kebidanan,manajemen dokumen
keperawatan di rumah sakit, Manajemen Keperawatan,manajemen keperawatan d rumah
sakit, manajemen keperawatan di rs,manajemen keperawatan di rumah sakit, manajemen keperawatan
dirumah sakit,manajemen keperawatan rumah sakit, masalah keperawatan di rs, masalah perawat di
rumah sakit, Medis, Mencari Pekerjaan, Pake, penerapan askep,penerapan asuhan
keperawatan, penerapan asuhan keperawatan di rumah sakit,penerapan asuhan keperawatan oleh
perawat di rumah sakit filipina, penerapan management keperawatan, penerapan manajemen diagnosa
keperawatan,penerapan manajemen keperawatan, penerapan manajemen keperawatan di
rs,penerapan manajemen keperawatan di rumah sakit, pengertian nyeri, patofisiologi nyeri, etiologi
nyeri, manjemen klinis nyeri, askep nyeri, Perawat Indonesia, Rumah Sakit, rumah sakit di
filipina, Senang, Tantangan
Kode Etik Keperawatan
Tanggung jawab utama perawat adalah meningkatkan kesehatan, mencegah timbulnya penyakit,
memelihara kesehatan, dan mengurangi penderitaan. Untuk melaksanakan tanggung jawab utama
tersebut, perawat harus meyakini bahwa:
a. kebutuhan terhadap layanan keperawatan di berbagai tempat adalah sama;
b. pelaksanaan praktik keperawatan dititikberatkan pada penghargaan terhadap kehidupan yang
bermartabat dan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
c. dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dan/atau keperawatan pada individu, keluarga, kelompok,
dan masyarakat, perawat mengikutsertakan kelompok dan instansi terkait.
Perawat, individu, dan anggota kelompok masyarakat Tanggung jawab utama perawat adalah
melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, dalam
menjalankan tugasnya, perawat perlu meningkatkan kondisi kesehatan lingkungan dengan menghargai
nilai-nilai yang ada di masyarakat, adat istiadat, kebiasaan, dan kepercayaan individu, keluarga,
kelompok, serta masyarakat yang menjadi pzsien/kliennya.
Perawat dapat memegang teguh rahasia pribadi (privasi) dan hanya dapat memberikan keterangan bila
diperlukan oleh pihak yang ber-kepentingan atau pengadilan.
Perawat dan pelaksanaan praktik keperawatan Perawat memegang peranan penting dalam menentukan
dan melaksanakan standar praktik keperawatan guna mencapai kemampuan yang sesuai dengan
standar pendidikan keperawatan.
Perawat dapat mengembangkan pengetahuanii yang dimilikinya secara aktif untuk menopang perannya
dalam situasi tertentu. Perawat sebagai anggota profesi setiap saat dapat mempertahankan sikap sesuai
dengan standar profesi keperawatan.
Perawat dan lingkungan masyarakat Perawat dapat memprakarsai pembaruan, tanggap, mempunyai
inisiatif, dan dapat berperan serta aktif dalam menemukan masalah kesehatan dan masalah sosial yang
terjadi di masyarakat.
Perawat dan sejawat Perawat dapat menopang hubungan kerja sama dengan teman sejawat, balk
tenaga keperawatan maupun tenaga profesi lain di luar keperawatan. Perawat dapat melindungi dan
menjamin hak seseorang yang merasa terancam dalam masa perawatannya.
Perawat dan profesi keperawatan Perawat memainkan peran yang besar dalam menentukan
pelaksanaan standar praktik keperawatan dan pendidikan keperawatan. Perawat diharapkan ikut aktif
dalam pengembangan pengetahuan guna menopang pelaksanaan perawatan secara profesional.
Perawat, sebagai anggota organisasi profesi, berpartisipasi dalam memelihara kestabilan sosial dan
ekonomi sesuai dengan kondisi pelaksanaan praktik keperawatan.


Perlukan ada Sistem Informasi Manajemen Asuhan keperawatan ?
24 MARCH, 2009
SISTEM INFORMASI KEPERAWATAN BERBASIS KOMPUTER SEBAGAI SALAH SATU SOLUSI
MENINGKATKAN PROFESIONALISME KEPERAWATAN
diambil dari artikel Rr.Tutik Sri Hariyati, SKp., MARS
Seiring dengan globalisasi, perkembangan pengetahuan dan teknologi, pengetahuan masyarakat
tentang kesehatan juga mulai berkembang. Perkembangan pengetahuan masyarakat membuat
masyarakat lebih menuntut pelayanan kesehatan yang bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan.
Perawat sebagai salah satu tenaga yang mempunyai kontribusi besar bagi pelayanan kesehatan,
mempunyai peranan penting untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Dalam upaya
peningkatan mutu, seorang perawat harus mampu melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standar,
yaitu mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi berikut dengan dokumentasinya.

Pendokumentasian Keperawatan merupakan hal penting yang dapat menunjang pelaksanaan mutu
asuhan keperawatan. (Kozier,E. 1990). Selain itu dokumentasi keperawatan merupakan bukti
akontabilitas tentang apa yang telah dilakukan oleh seorang perawat kepada pasiennya. Dengan adanya
pendokumentasian yang benar maka bukti secara profesional dan legal dapat dipertanggung jawabkan
Masalah yang sering muncul dan dihadapi di Indonesia dalam pelaksanaan asuhan keperawatan adalah
banyak perawat yang belum melakukan pelayanan keperawatan sesuai standar asuhan
keperawatan.Pelaksanaan asuhan keperawatan juga tidak disertai pendokumentasian yang lengkap.
( Hariyati, RT., th 1999)

Saat ini masih banyak perawat yang belum menyadari bahwa tindakan yang dilakukan harus
dipertanggungjawabkan. Selain itu banyak pihak menyebutkan kurangnya dokumentasi juga disebabkan
karena banyak yang tidak tahu data apa saja yang yang harus dimasukkan, dan bagaimana cara
mendokumentasi yang benar.( Hariyati, RT., 2002)
Kondisi tersebut di atas membuat perawat mempunyai potensi yang besar terhadap proses terjadinya
kelalaian pada pelayanan kesehatan pada umumnya dan pelayanan keperawatan pada khususnya.
Selain itu dengan tidak ada kontrol pendokumentasian yang benar maka pelayanan yang diberikan
kepada pasien akan cenderung kurang baik, dan dapat merugikan pasien
Pendokumentasian asuhan keperawatan yang berlaku di beberapa rumah sakit di Indonesia umumnya
masih menggunakan pendokumentasian tertulis. Pendokumentasian tertulis ini sering membebani
perawat karena perawat harus menuliskan dokumentasi pada form yang telah tersedia dan
membutuhkan waktu banyak untuk mengisinya. Permasalahan lain yang sering muncul adalah biaya
pencetakan form mahal sehingga sering form pendokumentasian tidak tersedia
Pendokumentasian secara tertulis dan manual juga mempunyai kelemahan yaitu sering hilang.
Pendokumentasian yang berupa lembaran-lembaran kertas maka dokumentasi asuhan keperawatan
sering terselip. Selain itu pendokumentasian secara tertulis juga memerlukan tempat penyimpanan dan
akan menyulitkan untuk pencarian kembali jika sewaktu-waktu pendokumentasian tersebut diperlukan.
Dokumentasi yang hilang atau terselip di ruang penyimpanan akan merugikan perawat. Hal ini karena
tidak dapat menjadi bukti legal jika terjadi suatu gugatan hukum, dengan demikian perawat berada pada
posisi yang lemah dan rentan terhadap gugatan hukum.
Di luar negri kasus hilangnya dokumentasi serta tidak tersedianya form pengisian tidak lagi menjadi
masalah. Hal ini karena pada rumah sakit yang sudah maju seluruh dokumentasi yang berkaitan dengan
pasien termasuk dokumentasi asuhan keperawatan telah dimasukkan dalam komputer. Dengan
informasi yang berbasis dengan komputer diharapkan waktu pengisian form tidak terlalu lama, lebih
murah, lebih mudah mencari data yang telah tersimpan dan resiko hilangnya data dapat dikurangi serta
dapat menghemat tempat karena dapat tersimpan dalam ruang yang kecil yang berukuran 10 cm x 15
cm x 5 cm . Sistem ini sering dikenal dengan Sistem informasi manjemen.
Sistem informasi merupakan suatu kumpulan dari komponen-komponen dalam organisasi yang
berhubungan dengan proses penciptaan dan pengaliran informasi. Sistem Informasi mempunyai
komponen- komponen yaitu proses, prosedur, struktur organisasi, sumber daya manusia, produk,
pelanggan, supplier, dan rekanan. (Eko,I. 2001).
Sistem informasi keperawatan adalah kombinasi ilmu komputer, ilmu informasi dan ilmu keperawatan
yang disusun untuk memudahkan manajemen dan proses pengambilan informasi dan pengetahuan yang
digunakan untuk mendukung pelaksanaan asuhan keperawatan (Gravea & Cococran,1989)
Sedangkan menurut ANA (Vestal, Khaterine, 1995) system informasi keperawatan berkaitan dengan
legalitas untuk memperoleh dan menggunakan data, informasi dan pengetahuan tentang standar
dokumentasi , komunikasi, mendukung proses pengambilan keputusan, mengembangkan dan
mendesiminasikan pengetahuan baru, meningkatkan kualitas, efektifitas dan efisiensi asuhan
keperawaratan dan memberdayakan pasien untuk memilih asuhan kesehatan yang diiinginkan.
Kehandalan suatu sistem informasi pada suatu organisasi terletak pada keterkaitan antar komponen
yang ada sehingga dapat dihasilkan dan dialirkan menjadi suatu informasi yang berguna, akurat,
terpercaya, detail, cepat, relevan untuk suatu organisasi.
Sistem Informasi manajemen asuhan keperawatan sudah berkembang di luar negri sekitar tahun 1992,
di mana pada bulan September 1992, sistem informasi diterapkan pada sistem pelayanan kesehatan
Australia khususnya pada pencatatan pasien. (Liaw, T.,1993).

Pemerintah Indonesia sudah mempunyai visi tentang sistem informasi kesehatan nasional yaitu
Informasi kesehatan andal 2010(Reliable Health Information 2010 ). (Depkes, 2001). Pada Informasi
kesehatan andal tersebut telah direncanakan untuk membangun system informasi di pelayanan
kesehatan dalam hal ini Rumah sakit dan dilanjutkan di pelayanan di masyarakat, namun
pelaksanaannya belum optimal.

Sistem informasi manajemen keperawatan sampai saat ini juga masih sangat minim di rumah sakit
Indonesia.Padahal sistem Informasi manajemen asuhan keperawatan mempunyai banyak keuntungan
jika dilihat dari segi efisien, dan produktifitas.
Dengan sistem dokumentasi yang berbasis komputer pengumpulan data dapat dilaksanakan dengan
cepat dan lengkap. Data yang telah disimpan juga dapat lebih efektive dan dapat menjadi sumber dari
penelitian, dapat melihat kelanjutan dari edukasi ke pasien, melihat epidemiologi penyakit serta dapat
memperhitungkan biaya dari pelayanan kesehatan.(Liaw,T. 1993). Selain itu dokumentasi keperawatan
juga dapat tersimpan dengan aman. Akses untuk mendapat data yang telah tersimpan dapat
dilaksanakan lebih cepat dibandingkan bila harus mencari lembaran kertas yang bertumpuk di ruang
penyimpanan.
Menurut Herring dan Rochman (1990) diambil dalam Emilia, 2003: beberapa institusi kesehatan yang
menerapkan system komputer, setiap perawat dalam tugasnya dapat menghemat sekitar 20-30 menit
waktuyang dipakai untuk dokmuntasi keperawatan dan meningkat keakuratan dalam dokumentasi
keperawatan.

Dokumentasi keperawatan dengan menggunakan komputer seyogyanya mengikuti prinsip-prinsip
pendokumentasian, serta sesuai dengan standar pendokumentasian internasional seperti: ANA,
NANDA,NIC (Nursing Interventions Classification, 2000).

Sistem informasi manajemen berbasis komputer dapat menjadi pendukung pedoman bagi pengambil
kebijakan/pengambil keputusan di keperawatan/Decision Support System dan Executive Information
System.(Eko,I. 2001) Informasi asuhan keperawatan dalam sistem informasi manajemen yang berbasis
komputer dapat digunakan dalam menghitung pemakaian tempat tidur /BOR pasien, angka nosokomial,
penghitungan budget keperawatan dan sebagainya. Dengan adanya data yang akurat pada keperawatan
maka data ini juga dapat digunakan untuk informasi bagi tim kesehatan yang lain. Sistem Informasi
asuhan keperawatan juga dapat menjadi sumber dalam pelaksanaan riset keperawatan secara
khususnya dan riset kesehatan pada umumnya. (Udin,and Martin, 1997)

Sistem Informasi manajemen (SIM) berbasis komputer banyak kegunaannya, namun pemanfaatan
Sistem Informasi Manajemen di Indonesia masih banyak mengalami kendala. Hal ini mengingat
komponen-komponen yang ada dalam sistem informasi yang dibutuhkan dalam keperawatan masih
banyak kelemahannya.

Kendala SIM yang lain adalah kekahawatiran hilangnya data dalam satu hard-disk. Pada kondisi tersebut
hilangnya data telah diantisipasi sebagai perlindungan hukum atas dokumen perusahaan yang diatur
dalam UU No. 8 Tahun 1997. Undang-undang ini mengatur tentang keamanan terhadap dokumentasi
yang berupa lembaran kertas, namun sesuai perkembangan tehnologi, lembaran yang sangat penting
dapat dialihkan dalamCompact Disk Read Only Memory (CD ROM). CD ROM dapat dibuat kopinya dan
disimpan di lain tempat yang aman . Pengalihan ke CD ROM ini bertujuan untuk menghindari hilangnya
dokumen karena peristiwa tidak terduga seperti pencurian komputer, dan kebakaran.
Memutuskan untuk menerapkan sistem informasi manajemen berbasis komputer ke dalam sistem
praktek keperawatan di Indonesia tidak terlalu mudah. Hal ini karena pihak manajemen
harus memperhatikan beberapa aspek yaitu struktur organisasi keperawatan di Indonesia, kemampuan
sumber daya keperawatan, sumber dana, proses dan prosedur informasi serta penggunaan dan
pemanfaatan bagi perawat dan tim kesehatan lain.

Bagaimana SIM keperawatan di Indonesia ? Sampai saat ini implementasi sistem informasi manajemen
baik di rumah sakit maupun di masyarakat masih sangat minim, bahkan masih banyak perawat yang
tidak mengenal apa sistem informasi manajemen keperawatan yang berbasis komputer
tersebut. Namun seiring dengan perkembangan pengetahuan dan ilmu pengetahuan maka beberapa
rumah sakit di Jakarta dan kota lain sudah menerapkan system informasi keperawatan yang berbasis
komputer.

Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia juga mempunyai kontribusi dalam pengembangan
system informasi keperawatan. Fakultas ilmu keperawatan telah mempunyai soft-ware system informasi
asuhan keperawatan dan system informasi dalam manajemen untuk manajer perawat. Media ini sangat
berguna dalam menyokong proses pembelajaran yang menyiapkan peserta didik dalam menyongsong
era globalisasi. Dengan mengikuti pembelajaran tersebut peserta didik diharapkan mampu bersaing ,
namun tentunya tak cukup hanya dalam proses proses pembelajaran di kuliah. Peserta didik harus
terus belajar agar dapat mengikuti perkembangan ilmu dan tehnogi keperawatan. Bagaimana dengan
anda, siapkah anda memasuki era tehnologi dan era globalisasi ?

PUSTAKA ACUAN
Carpenito. 1985. Nursing diagnosis application to clinical practice. J.B.
Lippincott Co.,. Philadephia .
Departemen Kesehatan. 2001. Kebijakan dan strategi Pengembangan Sistem Informasi
Kesehatan Nasional. Depkes. RI. Jakarta
Eko, I.R.2001. Manajemen Sistem Informasi dan Tehnologi Informasi.., Jakarta:
Kelompok Gramedia
Emiliana, 2003. Sistem informasi keperawatan berbasis komputer yang terintegrasi di
pelayanan kesehatan Sint Carolus, tidak dipublikasikan
Hafizurrachman, 2000. Sistem Informasi Manajemen di Rumah sakit dan
Pelayanan Kesehatan. Tidak dipublikasikan
Hariyati, S. T. 1999. Hubungan antara pengetahuan aspek hukum dari perawat
dan karakteristik perawat terhadap kualitas dokuemntasi keperawatan di
RS.Bhakti Yudha, Tidak dipublikasikan
Kozier, E. 1990. Fundamentals of Nursing. Addison Wesley Co., Redwood City.
Liaw, T.1993. The Computer Based Patient Record: An Historical Perpective. Diambil
dari http:// www.hisavic.aus.net/hisa/mag/nov93/the.htm. di akses 8 April 2001
Lindqvist, R. &Sjoden, P. (1998). Coping strategies and quality of life among
patient on CAPD. Journal of Advanced Nursing
Mc. Closkey. J . 1996. Nursing interventions classivication. Mosby-Year book,
Daverport
Priharjo, R. 1995. Praktik keperawatan profesional konsep dasar dan hukum.
EGC, Jakarta.
Swanburg, Rc & Swanburg R.J .2000. Introduction management & leadership for nurse
manager. Boston: James & Bartleett Publisher.
Udin and Martin. 1997. Core data set: importance to health service research, outcomes
research, and policy research. Journal computer in nursing. Vol 15. no 2 p. 38-42,
Lippincott-Raven Publisher
Vestal, K (1995). Nursing Management Consept and Issues.2
nd
Philadelphia:J.B Lippinct
Company

Vous aimerez peut-être aussi