Samer Deeba, Omer Aziz, Parvinder S. Sains, Ara Darzi.
Abstrak LATAR BELAKANG: Beberapa teknik telah dijelaskan untuk pengelolaan fistula-in-ano, tapi semuanya memiliki risiko kekambuhan dan inkontinensia mereka masing-masing. Teknologi telah berkembang selama 2 dekade terakhir yang dapat memungkinkan ahli bedah untuk menangani masalah sulit ini dengan lebih baik. Ulasan ini merangkum sejarah penanganan fistula ani, teknik yang tersedia saat ini, dan menjelaskan teknologi baru. METODE: Rata-rata pencarian yang dilakukan menggunakan database PubMed, Ovid, Embase, Cochrane, dan Google Scholar untuk mengidentifikasi artikel yang melaporkan penanganan fistula ani dengan operasi, fibrin glue, dan fistula plugs. Empat puluh satu artikel yang melaporkan sejarah manajemen fistula ani dan penggunaan teknologi baru diikutkan. HASIL: Teknik operasi fistula konvensional memiliki tempat sendiri, tetapi teknologi baru seperti fibrin glue, dan fistula plugs menawarkan pendekatan alternatif, dengan studi awal melaporkan tingkat keberhasilan yang baik KESIMPULAN: Teknologi baru menyediakan alternatif yang menjanjikan untuk manajemen metode lama. Ada, bagaimanapun, kebutuhan nyata terhadap uji coba terkontrol secara acak yang berkualitas tinggi. 2008 Elsevier Inc All rights reserved.
Fistula ani telah menjadi kelainan yang sulit baik untuk pasien dan dokter bedah sepanjang sejarah bedah. Perkiraan prevalensi fistula ani nonspesifik adalah 8,6 hingga 10/100.000 penduduk per tahun, dengan perbandingan laki-laki terhadap perempuan adalah 1.8:1. 1 Manajemen optimal ditujukan pada eradikasi fistula, menjaga sfingter anal, mencegah kekambuhan, dan memungkinkan pasien kembali ke aktivitas normal lebih cepat. Untuk mencapai tujuan ini, bagaimanapun, adalah sebuah tantangan nyata untuk ahli bedah. Penyakit dan alat bedah yang digunakan dalam mengobati fistula telah didokumentasikan dengan baik menurut sejarah. Penyelidikan yang ditemukan di
2
antara reruntuhan Pompeii sebagai bagian dari kotak alat dokter bedah, dan kesulitan dalam mengelola kelainan ini diakui oleh Hippocrates ( 460 SM ). Ahli bedah Inggris, John Arderne (1307-1390), menulis "Treatises of Fistula in Ano, Hemorrhoids, and Clysters" di tahun 1376, yang menyinggung penelitian praktek saat ini, dan pembedahan, sebagaimana penggunaan setons untuk fistula yang lebih rumit. Louis Raja Prancis XIV menjalani prosedur bedah yang dilakukan oleh ahli bedah Perancis terkenal George Mareschal (1658 -1736). Pada akhir abad 19 dan awal abad 20, dokter terkemuka dan ahli bedah seperti Goodsall dan Miles, Milligan dan Morgan, Thompson, dan Lockhart-Mummery membuat kontribusi besar untuk pemahaman dan pengobatan fistula anal. Di zaman modern, kemajuan dalam biologimolekuler dan bioteknologi sekarang memiliki akses ke sejumlah bahan baru yang dapat digunakan untuk penutupan fistula. Artikel ini bertujuan untuk meninjau literatur dan mengidentifikasi teknologi baru yang digunakan dalam penanganan fistula, yang terbaru adalah plug fibrin.
Bahan dan metode Sebuah pencarian literatur dilakukan menggunakan database PubMed, Ovid, Embase, Cochrane, dan Google Scholar untuk mengidentifikasi laporan artikel penanganan fistula peri-anal. Kata-kata kunci berikut digunakan: fistula ani, fistula anal, fibrin glue, anal fistula plug, dan Crohns fistula. Hasil laporan artikel yang paling informatif dan baru dari berbagai teknik penanganan fistula dipilih untuk refiew ini. 41 Artikel Ini (26 bakal studi, 7 studi retrospektif, 2 laporan kasus, 3 penelitian acak terkontrol, dan 3 tinjauan) digunakan untuk merumuskan tinjauan ini dan disajikan kemudian.
Komentar Manajemen bedah tradisional Fistula Cryptoglandular. Fistula diperkirakan muncul pada kebanyakan kasus sebagai konsekuensi dari abses perirectal cryptoglandular yang didrainase secara pembedahan atau secara spontan. Sisa dari cavitas abses dan saluran dari
3
drainase, yang terdiri dari jaringan granulasi, berlanjut, sehingga menimbulkan fistula. Saluran tersebut menghubungkan celah dalam rektum (primer) yang terjadi akibat infeksi pada kelenjar ke kulit (sekunder) daerah perianal (pada tempat drainase, baik itu spontan atau melalui bedah). Teknik klasik digambarkan sepanjang sejarah, yang masih terkenal di seluruh dunia, adalah fistulotomy atau laying-open technique. Pasien diposisikan dalam posisi litotomi atau posisi prone jack-knife sesuai preferensi untuk keperluan pemeriksaan di bawah anestesi umum. Ujung fistula sekunder diidentifikasi dan kemudian diperiksa sampai pada ujung fistula primer hingga jelas. Ini dilakukan kadang di bawah bantuan suntikan larutan methylene blue atau hidrogen peroksida yang diencerkan dalam ujung sekunder untuk melihatnya keluar dari ujung primer, hal itu membantu dalam identifikasi akhir. Penggunaan ultrasound transrectal dalam menilai saluran dan menemukan ujung primer fistula kadang membantu, terutama dalam hubungannya dengan penggunaan peroksida, yang memperlihatkan saluran pada gambaran ultrasound 2,3 .
Magnetic resonance imaging juga dapat digunakan untuk menggambarkan saluran fistula yang kompleks, dan terutama yang terkait dengan ekstensi supralevator. Jika fistulanya letak rendah dan di bawah otot sfingter anal, atau melibatkan sejumlah kecil sfingter, fistula tetap dibuka, meskipun risiko kontinensia ada dan harus dijelaskan kepada pasien sebelum intervensi apapun. Tujuan dalam mengelola fistula adalah untuk memungkinkan fistula sembuh dengan trauma bedah yang minimal pada kulit dan otot-otot sfingter anal. Luka Fistulotomy bisa membutuhkan waktu yang lama untuk sembuh, menyebabkan ketidaknyamanan yang signifikan pada pasien dan menyusahkan sebagaimana kerusakan kontur di sekitar anus. 4 Fistula letak rendah yang sederhana biasanya ditindaki secara adekuat dengan metode ini, dengan tingkat kekambuhan dilaporkan kurang dari 8%, 5 meskipun beberapa studi melaporkan inkontinensia untuk flatus hingga 50% kasus. 6
Fistula yang lebih kompleks dan fistula letak tinggi yang melintasi atau di sekitar kompleks sfingter ditindaki dengan langkah yang bijaksana. Sebuah seton dimasukkan melalui saluran dan reaksi benda asing memungkinkan saluran untuk
4
tumbuh ke dalam posisi yang letaknya lebih rendah, sebagaimana kasus dengan potongan setons. Ini memungkinkannya dalam operasi terbuka tahap kedua, menghemat sfingter. Namun demikian, tingkat inkontinensia masih dilaporkan setinggi 63% 7 dengan metode ini. Prosedur lain yang dilakukan adalah anodermal advancement flap. Namun, hal ini juga dikaitkan dengan tingkat inkontinensia hingga 35% sebagai hasil diseksi sekitar sfingter anal. 8 Fistula penyakit Crohn Fistula dari penyakit Crohn adalah suatu masalah yang lebih membingungkan untuk ditangani dan resisten terhadap banyak strategi penanganan dasar yang ditawarkan. Patogenesis fistula Crohn dianggap berbeda dari fistula cryptoglandular. Hal ini diperkirakan berasal sebagai penetrasi ulkus yang dalam pada anorectum, yang kemudian tersumbat oleh bahan fecal. Seiring waktu dan tekanan tinggi berikutnya yang dihasilkan oleh anorectum, ulkus menemukan jalannya melalui kulit dan berubah menjadi fistula. Kemungkinan lain, bahwa fistula berasal dari sebuah infeksi cryptoglandular yang tidak sembuh dengan baik sebagai akibat inflamasi dari patologi primer, akhirnya menyebabkan pembentukan fistula. Dalam kedua kasus, keterlibatan transmural dari rektum pada penyakit Crohn merupakan faktor predisposisi utama. Beberapa modalitas medis untuk pengobatan konservatif fistula Crohn telah dijelaskan dalam literatur. Terapi antibiotik saja telah didokumentasikan oleh beberapa seri. Tingkat penutupan hingga 50% telah dilaporkan dalam beberapa studi; Namun, ada insiden tinggi kekambuhan setelah terapi antibiotik tidak dilanjutkan. 9,10 Penggunaan 6-merkaptopurin dan azathioprine untuk secara aktif mengontrol penyakit Crohn dan penutupan fistula pada 54% kasus 11 telah dijelaskan. Efek samping agen kemoterapi ini adalah penurunan nilai yang signifikan bagi pasien, dimana yang paling sering adalah leukopenia, hepatitis, pankreatitis, dan berbagai reaksi alergi dan infeksi. Infliximab, murine antibodi monoklonal chimeric manusia untuk tumor necrosis factor , telah digunakan dengan keberhasilan penutupan fistel mencapai
5
62%. 12,13 Efek merugikan dari infliximab termasuk reaksi alergi, reaksi hipersensitivitas yang lambat, dan obat yang memicu lupus. Terapi lain seperti cyclosporine dan tacrolimus juga telah dijelaskan, dengan tingkat respon awal dilaporkan tinggi. Bagaimanapun, tingkat kekambuhan cenderung lebih tinggi ketika terapi tidak dilanjutkan. Diet elemental, istirahat usus, dan nutrisi parenteral telah dikutip secara sporadis pada literatur tetapi tidak membawa bukti yang mendukung keberhasilan mereka. Pembedahan untuk fistula Crohn harus tergantung kondisi individual pasien, tingkat aktivitas proctocolitis, lokasi dan jenis fistula. Tingkat penyembuhan fistulotomy untuk fistula letak rendah sederhana pada pasien Crohn tanpa gejala dilaporkan paling tinggi 93 % dalam beberapa seri, 15 dibandingkan dengan 27% pada seri yang menggambarkan tingkat penyembuhan fistula letak rendah pada pasien dengan proctocolitis aktif. 16 Oleh karena itu pasien dengan proctocolitis aktif harus memakai seton noncutting dimasukkan saat fistulotomy karena penyembuhan yang buruk tidak akan memungkinkan penutupan dari fistulotomy terbuka. Terapi pengobatan kemudian dapat dilakukan untuk menghilangkan penyakit yang mendasari jika memungkinkan. Hal ini kemudian diikuti oleh pemeriksaan ulang di bawah anestesi untuk mengubah seton atau untuk membuka fistula saat tidak bergejala lagi. Fistula yang kompleks terdiri dari fistula trans-sfingter tinggi, suprasphincteric, dan extrasphincteric pada pasien dengan proctocolitis Crohn diobati secara konservatif untuk menghindari risiko inkontinensia. Penempatan Seton dalam kasus ini membantu untuk menyembuhkan fistula dan memungkinkan drainase berlanjut tanpa membentuk abses. Penggunaan setons permanen sampai penyakit mereda pada pasien Crohn bukan merupakan tindakan biasa untuk menjaga fungsi sfingter dan mengosongkan saluran tersebut. Terapi medis harus ditawarkan dalam hubungannya dengan intervensi bedah untuk membantu dalam menekan penyakit yang mendasari. Angka tertinggi mencapai 85% untuk penutupan fistula kompleks pada penyakit Crohn 17 menggunakan terapi medis bersama dengan intervensi bedah telah dilaporkan. Tingkat
6
kekambuhan setinggi 40%, bagaimanapun, telah dilaporkan ketika tidak ada terapi medis adjuvant dimulai dengan treatment bedah. 18
Fibrin Glue Pendekatan baru ini untuk penanganan fistula ani dipublikasikan pada tahun 1991 oleh Hjortup dan Kjaergard 19 dan merupakan hasil dari serangkaian pengobatan dasar untuk fistula perianal dengan fibrin glue. Ini menggambarkan sebuah metode yang merangsang penyembuhan fistula dengan memelihara mekanisme sfingter karena tidak melibatkan campur tangan bedah dengan tot-otot dari mekanisme sfingter. Hasil awal yang menggembirakan, tetapi ketika prosedur mendapatkan penerimaan luas, laporan menunjukkan data yang bertentangan dengan rentang sukses yang sangat luas dari 14% 20 hingga setinggi 74% . 21
Penggunaan fibrin pertama kali didokumentasikan dalam Perang Dunia I, ketika penggunaan kemasan dan tampon yang diresapi dengan fibrin digunakan untuk menghentikan pendarahan dari organ parenkim. 22 Dalam Perang Dunia II, Cronkite dan Deaver 23 menunjukkan bahwa fibrin dapat digunakan sebagai penutup dalam operasi skin-grafting, tapi ini dikaitkan dengan tingkat kegagalan yang tinggi. Penggunaan fibrin glue ditinggalkan sampai tahun 1972 hanya untuk penggunaan bedah lalu dicabut kembali oleh Badan Federal Obat karena bahayanya dalam transmisi virus dalam darah. Ketika teknologi eliminasi virus dalam plasma darah berkembang pada 1980-an dan 1990-an, Badan Federal Obat kembali menyetujui penggunaan penutup luka berbahan fibrin untuk prosedur bedah yang terbatas. Fibrin glue pertama kali dijelaskan untuk mengisi fistula pada 1982 oleh Hedelin dkk. 24 Penggunaannya tidak eksklusif untuk fistula pada anal saja tetapi semua fistula perineal pasca operasi. Cara kerjanya diperkirakan dengan merangsang pertumbuhan fibroblas dan sel endotel pluripotent ke dalam saluran fistula untuk menutup. Hal ini dicapai dengan menggunakan fibronektin dan kolagen dalam campuran sebagai matriks untuk mengintegrasikan sel-sel. Sel-sel ini kemudian menempatkan kolagen dan ekstraseluler matriks dalam tahap penyembuhan luka. 25 Glue nya disebar setelah kuretase saluran tersebut. Sebelum
7
dilakukan tindakan, celah diperiksa untuk memastikan bahwa fistula tidak tertutup dan bahwa hal itu tidak terletak pada zona tekanan tinggi dari anorectum. Hasil glue ini didorong keluar dari saluran fistula. Swinscoe dkk, 26 mengulas literatur mengenai hasil pengobatan simpel fistula menggunakan fibrin glue. Tingkat penyembuhan yang dilaporkan bervariasi dan berkisar antara 10 % hingga 74 %, dengan rata-rata 50 %. Para peneliti menekankan bahwa evaluasi tindak lanjut jangka panjang sangat penting ketika menggunakan metode pengobatan ini karena nantinya evaluasi tindak lanjut mengungkapkan bahwa tingkat penyembuhan menurun tajam. Sentovich, 27
Cintron dkk, 28 dan Buchanan dkk 20 melaporkan penurunan penyembuhan dari 85 %, 81 %, dan 77 %, ke 60%, 61 %, dan 14 %, masing-masing, dengan evaluasi tindak lanjut jangka panjang 2 tahun. Dalam kajian mereka, Swinscoe dkk 26
menunjukkan bahwa penelitian yang berhubungan dengan simpel fistula melaporkan tingkat penyembuhan yang lebih tinggi, mulai dari 60 % hingga 78 %, sedangkan laporan fistula kompleks mereka secara eksklusif telah dilaporkan memiliki angka keberhasilan yang lebih rendah, 14 % hingga 50 %. Fistula pendek (<3,5 cm) cenderung berulang lebih sering daripada fistula panjang (>3,5 cm), dengan angka 54% dibandingkan dengan 11%, masing-masing, alasannya adalah bahwa fistula yang lebih pendek tidak menahan glue sebaik yang dilakukan fistula yang lebih panjang. 29
Kontinensia tampaknya tidak terpengaruh ketika pasien diobati dengan fibrin glue dan ini logis karena tidak ada trauma pada otot-otot sfingter. Dalam perbandingan matched retrospective study, El-Shobaky dkk 30 menunjukkan bahwa pasien yang diobati dengan fibrin glue memiliki 0% inkontinensia sedangkan 10% dari pasien yang ditangani dengan teknik bedah konvensional terjadi beberapa bentuk inkontinensia. Dalam randomized comparative trial Lindsey dkk 31 melaporkan bahwa pasien yang ditangani dengan fibrin glue tidak menunjukkan bukti inkontinensia sedangkan 15% pasien ditangani dengan teknik bedah tradisional menderita inkontinensia pasca operasi. Beberapa penelitian telah melaporkan tingkat keberhasilan penerapkan fibrin glue untuk penutupan fistula Crohn berkisar antara 31% sampai 57% 32,33 dijelaskan dengan sifat dari
8
penyakit radang. Komplikasi fibrin glue untuk pengobatan kedua jenis fistula meliputi pembentukan abses dan saluran fistula baru. Tiga penelitian 30,27,31 telah melaporkan komplikasi ini dengan kejadian gabungan 3%.
Plug fistula anal Baru-baru ini, sebuah teknologi baru, Surgisis (Cook Surgical Inc., Bloomington, IN), telah tersedia. Ini merupakan kemajuan biomaterial yang berasal dari submucosa usus kecil babi. 34 Ini adalah jaringan yang kuat, lentur diambil dari usus halus babi yang menyediakan sel inang untuk mengganti dan memperbaiki jaringan yang rusak. Submukosa usus kecil terjadi secara alami, matriks kompleks yang mudah untuk ditangani, namun cukup kuat untuk menahan jahitan dan memberikan dukungan untuk jaringan yang melemah. Melalui pengolahan ia dilepaskan dari sel dan ia merupakan biokompatibel serta aman untuk penggunaan manusia selama steril dan bebas patogen. Surgisis telah mendokumentasikan bahwa bahan ini bersifat resisten terhadap infeksi pada luka abdomen yang terkontaminasi dalam dua rangkaian. 35,36 Penggunaan awalnya dimaksudkan untuk menjembatani kerusakan jaringan besar di perut atau dinding dada. Sekelompok ahli bedah 34 menggulungnya menjadi kerucut dan memasukkannya ke dalam fistula ani untuk mencapai penutupan. Idenya adalah menjembatani kerusakan fistula dengan bahan biokompatibel yang akan bertindak sebagai inang pada pasien dengan fibroblast untuk masuk dan mendukung penyembuhan jaringan pada saluran fistula Kemajuan lebih lanjut telah dibuat dengan pembuatan sumbatan fistel anal yang berbentuk kerucut menggunakan material yang sama. Teknik penyebaran plug adalah sebagai berikut: saluran tersebut dieksplorasi, diperiksa, dan diirigasi secara perlahan-lahan dengan hidrogen peroksida. Kemudian puncak plug diikat pada sekitar bukaan internal dan plug ditarik melalui bukaan eksternal. Kemudian dipotong untuk memenuhi dan menjamin bukaan internal menggunakan jahitan delapan menggabungkannya dengan mukosa anorectum untuk menutup bukaan internal. Johnson dkk 34 menerbitkan serangkaian perbandingan 2 calon kelompok kohort dari pasien yang menjalani penutupan plug dibandingkan pasien yang
9
menjalani penutupan fibrin glue. Mereka melaporkan tingkat penutupan 87 % untuk kelompok plug dibandingkan 40 % tingkat penutupan kelompok glue . Tingkat penutupan 65 % menggunakan plug telah ditampilkan oleh Robb dkk. pada 2004 Pertemuan Tahunan American Society of Colon and rectal Surgeons. Tingkat kekambuhan adalah bervariasi antara 12 % dan 59 % dalam literatur terbaru yang diterbitkan oleh Ellis 37 dan van Koperen dkk, 38 bagaimanapun, rangkaian yang lebih besar oleh Champagne dkk 39 melaporkan tingkat keberhasilan yang lebih baik dari 85% pada penanganan fistula cryptoglandular dan 80% pada fistulae Crohn 40 oleh teknik yang telah dijelaskan sebelumnya. Kesimpulan Untuk ahli bedah kolorektal, fistula-in-ano tetaplah sebuah tantangan untuk ditangani meskipun kemajuan teknologi sangat baik. Tujuan pengobatan tetaplah eradikasi sepsis perianal, penyembuhan fistula yang efektif, pengurangan gejala, pencegahan kekambuhan, pemeliharaan sfingter anal, dan pemulihan pasien yang cepat. Bedah fistula konvensional memiliki perannya, dan meskipun teknologi seperti fibrin glue telah menjanjikan untuk meningkatkan hasil, keberhasilan yang dilaporkan dalam literatur telah menurun dengan meningkatnya evaluasi tindak lanjut terhadap pasien. Penting untuk dicatat bahwa hanya ada satu uji klinis acak terkontrol tersedia yang membandingkan glue fibrin dengan teknik klasik. 31 Munculnya plug fistula anal dan evaluasi awal 34 tampaknya unggul terhadap fibrin glue karena ia menghilangkan masalah penyelipan bahan dari saluran fistula. Ada juga manfaat tambahan dari plug bertindak sebagai media penghubung yang baik atau matriks untuk regenerasi jaringan manusia. Bukti definitif keuntungan dari teknologi baru dibandingkan dengan intervensi tradisional bergantung pada studi terkontrol secara acak yang dilakukan di masa depan.