Vous êtes sur la page 1sur 5

TUGAS MAKALAH

ETIKA DAN UU KEFARMASIAN















Disusun oleh :
Nisa Handayani 11811002
Venty Maya Rosanti 11811005
Siti Nurul Aini Latifah 11811014
Vicky Agung K 11811015
Dedy Suherman 11811017
Halisa Zana D 11811020
Ratna Kumalasari 11811021



PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
MARET 2011
KASUS ETIKA DAN UU KEFARMASIAN
Pada sebuah Rumah Sakit di suatu kabupaten X di Indonesia, terdapat
sebuah kejanggalan yang dilakukan oleh seorang Dr. Spesialis Kandungan,
dimana dokter tersebut melakukan dispensing obat secara langsung kepada
pasiennya. Pihak rumah sakit telah menghimbau kepada dokter tersebut untuk
menyerahkan tanggung jawab penyerahan obat (dispensing obat) kepada instalasi
farmasi rumah sakit. Tetapi dokter tersebut berikeras untuk tetap melakukan
dispensing yang dikelola oleh istrinya yang bukan seorang tenaga kesehatan.
Motif yang dilakukan dokter ini adalah untuk mengambil keuntungan pribadi atas
harga jual obat. Sampai saat ini pihak rumah sakit khususnya instalasi farmasi
tidak mampu berbuat banyak karena dokter tersebut merupakan satu-satunya
dokter spesialis kandungan di R.S Kabupaten tersebut.
Pada ilustrasi diatas, jelas sekali terlihat pelanggaran yang dilakukan oleh
dokter tersebut dimana kewenangan terhadap penyerahan obat seharusnya berada
ditangan Apoteker pada instalasi farmasi yang bersangkutan.
Sebagai seorang apoteker, seharusnya kita berusaha untuk meluruskan
tindakan yang menyimpang tersebut sesuai dengan Sumpah Apoteker, Kode Etik
Apoteker dan Undang-undang yang berlaku saat ini.

Berikut pembahasan kasus di atas berdasarkan :
1. SUMPAH APOTEKER
a. Bertentangan dengan poin ke empat yang menyatakan bahwa Saya akan
menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan martabat
dan tradisi luhur jabatan kefarmasian . Sesuai poin tersebut, seharusnya
kita sebagai seorang apoteker tidak membiarkan kewenangan penyerahan
obat (dispensing) dilakukan oleh seorang tenaga kesehatan lain yang tidak
berkompeten dibidang kefarmasian.
b. Bertentang dengan poin ke lima yang menyatakan Dalam menunaikan
kewajiban saya, saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya
tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan,
kepartaian / kedudukan sosial . Berdasarkan poin diatas, seharusnya kita
sebagai apoteker berani menegur dan memberikan peringatan kepada
dokter tersebut untuk melakukan prosedur yang semestinya, tanpa
terpengaruh oleh pertimbangan apapun termasuk kedudukan sosial antara
dokter dan apoteker sebagai rekan sejawat.

2. KODE ETIK APOTEKER
a. Pasal 6
Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi
orang lain.
Pembahasan : Seorang apoteker seharusnya mampu meluruskan
kekeliruan yang terjadi di rumah sakit tersebut.
b. Pasal 7
Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan
profesinya.
Pembahasan : Dalam menjalankan profesinya, hendaknya apoteker yang
menjadi informan yang baik untuk masyarakat mengenai obat bukan
tenaga kesehatan lain seperti yang di ilustrasikan pada kasus diatas.
c. Pasal 8
Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan
perundang-undangan di Bidang Kesehatan pada umumnya dan di Bidang
Farmasi pada khususnya.
Pembahasan: Seorang apoteker harus selalu peka terhadap informasi
terbaru dalam hal ini terkain peraturan perundang-undangan di Bidang
Kesehatan pada umumnya dan di Bidang Farmasi pada khususnya.

3. UNDANG-UNDANG KEFARMASIAN (PP 51 Tahun 2009 BAB 2)
a. Pasal 2
1. Peraturan pemerintah ini mengatur pekerjaan kefarmasian dalam
pengadaan produksi, distribusi, atau penyaluran dan pelayanan
sediaan farmasi.
2. Pekerjaan kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu.
Pembahasan : Sesuai 2 ayat di atas, seharusnya kita sebagai seorang
apoteker tidak membiarkan kewenangan penyerahan obat
(dispensing) dilakukan oleh seorang tenaga kesehatan lain yang tidak
berkompeten dibidang kefarmasian.
b. Pasal 5
Pelaksanaan pekerjaan kefarmasian meliputi :
a. Pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan sediaan farmasi
b. Pekerjaan kefarmasian dalam produksi sediaan farmasi
c. Pekerjaan kefarmasian dalam distribusi sediaan farmasi
d. Pekerjaan kefarmasian dalam pelayanan sediaan farmasi
Pembahasan : Seharusnya pengadaan dan pendistribusian obat dari PBF
diteruskan ke bagian instalasi farmasi rumah sakit yang dikelola oleh
seorang apoteker begitu pula pelayanan kefarmasian, tetapi pada kasus di
atas dokter tidak seharusnya melakukan pengadaan, pendistribusian dan
pelayanan farmasi secara langsung kepada pasien.
c. Pasal 14
Ayat 1 : Setiap fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi berupa
obat harus memiliki seorang apoteker sebagai penanggungjawab.
Pembahasan : Pada kasus diatas, distribusi dan peyaluran sediaan
farmasi berupa obat tidak berada di bawah tanggung jawab seorang
apoteker.

d. Pasal 21
Ayat 2 : Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter
dilaksanakan oleh apoteker.
Pembahasan : Seharusnya penyerahan dan pelayanan obat dikelola oleh
seorang apoteker berdasarkan resep dokter tetapi pada kasus di atas
dokter tidak membuat resep dahulu tetapi langsung melakukan dispensing
obat kepada pasien.
e. Pasal 22
Dalam hal di daerah terpencil yang tidak ada apotek, dokter atau
dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi mempunyai
wewenang meracik dan menyerahkan obat kepada pasien dan dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pembahasan : Dokter diperbolehkan melakukan meracik dan
menyerahkan obat kepada pasien asalkan di daerah tersebut tidak ada
apotek. Dalam kasus ini, rumah sakit tersebut telah memiliki apotek yang
beroperasi sebagaimana mestinya.

Vous aimerez peut-être aussi