Vous êtes sur la page 1sur 84

3 EDISI NO.12/TH.

VII/DESEMBER 2013
EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
58 Sosialisasi
Tuntunan dan Tontonan Untuk Mencintai Budaya Bangsa
22 Nasional
Kunjungan Duma Federasi Rusia ke MPR RI
Daftar Isi
20 Sketsa
Boki Ratu Nita Budhi Susanti
80 Figur
FX Hadi Rudyatmoko
39 SELINGAN
Transmigrasi
Editorial .................................................... 04
Suara Rakyat ................................................... 06
Opini ................................................................. 07
Pojok MPR ......................................................... 47
Mata Pengamat ............................................. 56
Ragam ................................................................ 78
Perlu Penyempurnaan Sistem Ketatanegaraan
10 BERITA UTAMA
Setelah 11 tahun diberlakukannya
UUD hasil amandemen, muncul
aspirasi dan dinamika yang
berkembang di masyarakat terkait
dengan sistem ketatanegaraan. Perlu
penataan sistem ketatanegaraan
secara lebih baik sesuai dengan
dinamika demokrasi dan
perkembangan ketatanegaraan itu
sendiri.
4 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013 4 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
GBHN dan Sidang Tahunan MPR RI
S
UDAH SATU dasawarsa lebih Negara
Kesatuan Republik Indonesia berjalan di
atas landasan konstitusi yang telah
diaman-demen. Sudah hampir dua periode
pemerintahan pula (1994-1999 dan 1999-2014)
Indonesia dipimpin oleh Kepala Negara yang
dipilih langsung oleh rakyat. Ini lompatan besar,
karena sebelumnya selama lebih dari tiga
dasawarsa, bangsa ini dipimpin Presiden yang
dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republ i k Indonesi a (MPR RI), dal am
kedudukannya sebagai lembaga tertinggi
negara dan pemegang kedaulatan rakyat.
Setelah amandemen yang berlangsung 1999
hingga 2002, MPR RI memang bukan lagi lembaga
tertinggi negara dan pemegang kedaulatan
rakyat. MPR RI menjadi lembaga negara yang
setara dengan lembaga negara lainnya, seperti
Presiden, DPR RI, DPD RI, Mahkamah Konstitusi
(MK), Mahkamah Agung (MA), Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK), dan Komisi Yudisial (KY).
Hanya tugas dan fungsi nya saj a yang
membedakan masing-masing lembaga negara.
Setelah MPR RI tidak lagi menjadi lembaga
tertinggi negara, MPR tidak lagi menetapkan
GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara)
sebagai pedoman arah kebijakan pem-bangunan
nasional yang dijalankan Presiden. Sebagai
produk MPR selaku pemegang kedaulat-an
rakyat, waktu itu, GBHN memang mempunyai
kedudukan penting dan mengikat yang wajib
dilaksanakan oleh Presiden sebagai mandataris.
Sekarang selama hampir dua periode
pemerintahan (2004-2009, dan 2009-2014)
Presi den yang berkuasa semata-mata
melaksanakan kebijakan pembangunan sesuai
dengan visi misinya waktu kampanye. Visi misi
Presiden itu kemudian dituangkan dalam
Rancangan Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJPN). Bila seorang Presiden tidak
melaksanakan RPJPN itu maka konsekuensi yang
dihadapi hanya sekedar sanksi politik, dianggap
tidak menepati janjinya, dan akibatnya ia tidak
akan dipilih lagi.
Itul ah sebagi an perubahan mendasar
terhadap sistem ketatanegaraan Indonesia
setelah amandemen UUD Tahun 1945. Masih
banyak perubahan lainnya. Semua perubahan
yang terjadi pada konstitusi Indonesia ini tentunya
harus diketahui, dipahami, dan diimplementasikan
oleh seluruh warga bangsa Indonesia melalui
kegiatan pemasyarakatan (sosialisasi ) secara
masif. Dan, satu-satunya lembaga negara yang
mendapat amanat menyosialisasikan hasil
amandemen UUD Tahun 1945 itu adalah MPR RI.
Sosialisasi itu telah dilakukan oleh pimpinan MPR
RI periode 2004-2009, yang waktu itu dikenal
sebagai sosialisasi UUD NRI Tahun 1945 dan
Ketetapan MPR RI. Dalam perjalanan pelaksanaan
sosialisasi itu muncullah pemikiran untuk
menggugah memori kolektif bangsa atas nilai-nilai
luhur yang menjadi pilar-pilar kehidupan
berbangsa dan bernegara. Apalagi, waktu itu,
Pancasila mulai dilupakan. Jadi,Ada kerinduan
agar nilai-nilai yang masih hidup di tengah
masyarakat dihidupkan kembali, ungkap Wakil
Ketua MPR RI Lukman Hakim Saifuddin dalam dia-
log RRI Pro 3 Senin (16/12).
Maka, pada periode 2009-2014, MPR RI di
bawah kepemi mpi nan Taufi q Ki emas
(Alm)mengembangkan materi sosialisasi menjadi
4 Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara,
yakni: Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan
Bhinneka Tunggal Ika. Untuk melaksanakan
sosialisasi itu, MPR membentuk Tim Kerja
Sosialisasi yang melibatkan semua fraksi dan
kelompok DPD RI di MPR RI. Tim ini diketuai oleh
Agun Gunanjar Sudarsa.
Sosialisasi 4 Pilar ini dilaksanakan dengan
5 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
Sistem Ketatanegaraan
Edisi No.12/TH.VII/Desember 2013
Desain: Jonni Yasrul
Foto: Istimewa
PENASEHAT
Pimpinan MPR-RI
PENANGGUNG JAWAB
Eddie Siregar, Selfi Zaini
PEMIMPIN REDAKSI
Yana Indrawan
DEWAN REDAKSI
M. Rizal, Suwarto, Aip Suherman,
Suryani, Maruf Cahyono, Tugiyana
REDAKTUR PELAKSANA
Agus Subagyo
KOORDINATOR REPORTASE
Rharas Esthining Palupi
REDAKTUR FOTO
Supriyanto, Budi Muliawan
REPORTER
Fatmawati, Prananda Rizky,
Muhamad Kurnia, Y Hendrasto Setiawan,
Susanti, Nur Fitriyani, Assyifa Fadilla
FOTOGRAFER
Ari Soeprapto, Teddy Agusman
Sugeng, Wira, A. Ariyana, Agus Darto
PENANGGUNG JAWAB DISTRIBUSI
Elly Triani
KOORDINATOR DISTRIBUSI
Elin Marlina
STAF DISTRIBUSI
Hadi Anwar Sani, Suparmin,
Asep Ismail, Ramos Siregar, Dony Melano
SEKRETARIS REDAKSI
Wasinton Saragih
TIM AHLI
Syahril Chili, Jonni Yasrul,
Ardi Winangun, Budi Sucahyo,
Derry Irawan, M. Budiono
ALAMAT REDAKSI
Bagian Pemberitaan & Hubungan
Antarlembaga, Biro Hubungan Masyarakat,
Sekretariat Jenderal MPR-RI
Gedung Nusantara III, Lt 7
Jl. Jend. Gatot Subroto No. 6, Jakarta
Telp. (021) 57895050, 57895051
57895237, 57895238
Fax.: (021) 57895051, 57895237
Email: humas@setjen.mpr.go.id
5
berbagai metode dengan sasaran semua
el emen masyarakat, bai k pej abat
pemerintahan maupun seluruh lapisan
masyarakat. Wilayah jangkauannya pun
seluruh Indonesia (33 provinsi), mulai dari
masyarakat kampus hingga masyarakat
daerah terpenci l dan perbatasan.
Berlangsung masif. Lebih masif lagi,
seluruh anggota MPR, saat reses, wajib
melakukan sosialisasi di dapil masing-
masing, ujar Agun Gunanjar dalam dialog
RRI Pro 3, Senin (16/12).
Ternyata sambutan masyarakat ter-
hadap kegiatan sosialisasi ini sangat positif.
Tidak jarang terdengar ucapan, kenapa
tidak dari dulu sosialisasi ini dilaksanakan.
Menariknya, mereka tidak hanya menerima
materi sosialisasi yang diberikan, namun
juga memberi umpan balik. Terutama,
datang dari kalangan kampus, baik melalui
kegiatan diskusi atau pun seminar
nasional. Aspirasi mereka cukup menarik,
salah satu diantaranya, agar GBHN
dihidupkan kembali dengan argumentasi
yang masuk akal.
Lukman Hakim Saifuddin menggunakan
istilah: Ada kerinduan masyarakat
terhadap GBHN. Mengapa itu terjadi?
Kenyataan memang menunjukkan bahwa
arah kebijakan pembangunan yang
mengacu pada RPJN tidak membuat
sebagian besar rakyat menjadi sejahtera.
Yang menjadi kaya, justru para pejabat.
Roda pembangunan dikhawatirkan tidak
akan berkelanjutan manakala terjadi
pergantian Presiden, karena beda visi dan
misi. Apalagi Presiden pengganti beda
partai dengan Presiden sebelumnya.
Masih banyak aspirasi lainnya yang
pada dasarnya ingin adanya penyem-
purnaan sistem ketatanegaraan. Aspirasi
itu ada yang ektrim, ingin agar kita kembali
lagi ke UUD sebelum amandemen. Tapi,
tidak sedikit pula yang menghendaki
perbaikan terhadap sistem yang berlaku
sekarang ini, termasuk juga penguatan
fungsi DPD RI. Tentu aspirasi ini tidak
boleh dibiarkan tercecer begitu saja. MPR
sebagai lembaga wakil rakyat wajib
menampung dan mengkaji aspirasi yang
berkembang di masyarakat itu.
Nah, untuk menampung dan menkaji
aspi rasi i tu, maka mel al ui Surat
Keputusan No. 12 Tahun 2012 pimpinan
MPR membentuk Tim Kerja Kajian Sistem
Ketatanegaraan. Tim ini merupakan alat
kelengkapan untuk membantu tugas-
tugas konstitusional pimpinan MPR RI.
Tugas besar yang diemban tim ini, antara
lain: Melakukan kajian isu pokok aspirasi
masyarakat tentang konsepsi dan materi
konstitusi, dinamika usul perubahan
undang-undang dasar (UUD), dan
penguatan lembaga negara.
Beberapa isu penting kini mulai bergulir
deras, salah satunya adalah upaya
untuk menghidupkan kembali GBHN.
Dukungan terhadap wacana itu sudah
berembus begitu kencang, datang dari
berbagai organisasi politik, organisasi
kemasya-rakatan, dan juga tokoh
perseorangan. Isu lain yang juga
mengkristal adalah wacana untuk
menyelenggarakan Sidang Tahunan
MPR RI. Sidang tahunan MPR RI itu
nantinya memberi kesempatan pimpinan
lembaga negara untuk menyampaikan
laporan kinerjanya.
Apakah wacana itu akan menjadi
kenyataan? Kita tunggu saja.
6 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
Yth. Pemimpin Redaksi Majelis
Kami beritahukan dengan hormat bahwa
kiriman bahan pustaka untuk Perpustakaan
Universitas Negeri Malang (UNM) sudah kami
terima dengan baik. Kiriman tersebut sangat
bermanfaat bagi penambahan koleksi di
perpustakaan kami.
Harapan kami, kerjasama yang selama ini
telah kita lakukan dapat lebih ditingkatkan
untuk masa yang akan datang, sehingga kita
bisa mengisi kekurangan masing-masing.
Atas perhatian dan bantuan yang saudara
berikan, kami menyampaikan banyak terima
kasih.
Drs. Darmono, M.Si.
Kepala Perpustakaan UNM
Malang
Kapan Pengumuman LKTI 2013?
Yth. Panitia LKTI 2013
Kapan pengumuman lomba LKTI-nya? Ini
sudah November, di persyaratan bukannya
bulan Oktober pengumumannya. Tolong
diingat. Trimakasih.
Gerald Julio
Jln. Karang Sari 1 b/2
Denpasar
Moral, Ekonomi, dan Pemimpin
Era reformasi 1998 ada karena protes
atas kinerja Orde Baru yang mulai tidak
sesuai dengan tujuan negara. Sebenarnya
bila kita teliti dengan seksama bahwa
kekurangan Orde Baru itu terletak pada moral,
ekonomi, dan pemimpin. Dimana belakangan
moral kelihatannya mulai merosot, bergeser
menj adi mementi ngkan pri badi dan
kelompoknya, sehingga merugikan rakyat
dan negara. Demikian juga ekonomi, negara
menjadi defisit karena adanya praktik KKN.
Serta juga peran pemimpin menjadi lemah
sehingga tidak sesuai dengan cita-cita dan
tujuan negara.
Jadi sebenarnya di era reformasi ini
kekurangan Orde Baru itulah yang harus
diperbaiki untuk mencari solusi, sehingga
Indonesia normal dan maju kembali, seperti
perbaikan moral, ekonomi, dan penemuan
pemimpin yang tepat dan benar.
Namun faktanya berbeda . Era reformasi
bukannya memperbaiki kondisi itu, tapi malah
mengubah sistem dan bentuk negara, yaitu
konstitusi (UUD 1945) diubah beserta sistem
pemerintahan dan pemilu serta mengadopsi
ideologi negara asing, yaitu liberalisme
(kebebasan) dan kapitalisme. Dengan
demikian solusinya menjadi tidak tepat.
Di sinilah perbedaan dan persimpangan
serta salah terapi itu sehingga permasalahan
Kami dengan senang hati menerima tulisan baik berupa ide, pendapat, saran
maupun kritik serta foto dari siapa saja dengan menyertai fotocopi identitas Anda.
bangsa Indonesia tidak tuntas, malahan
menjadi bertambah serta melenceng
kemana-mana dan berlarut-larut, bahkan
mengulangi kesalahan yang sama (KKN).
Sementara permasalahan Orde Baru tidak
selesai dan muncul permasalahan baru
akibat dari perubahan/perombakan bentuk
dan sistem pemerintahan negara.
Inilah kondisi sekarang yang dialami
bangsa Indonesia terlihat menjadi tidak
menentu seperti berada di awing-awang,
terombang-ambing ibarat kapal di tengah
lautan karena nakhoda tidak paham arah
yang dituju. Limabelas tahun reformasi,
sepertinya Indonesia semakin merosot dan
tidak stabil. Sampai mengurus kebutuhan
sehari-hari saja Indonesia menjadi tidak bisa
dan harus membeli dari luar negeri serta
banyak permasalahan lainnya.
Jadi saya berpandangan, sebelum kondisi
ini diatasi, yaitu kesalahan terapi itu dengan
benar janganlah berharap Indonesia akan
menjadi lebih baik dan hanya berputar di
sekitar situ-situ saja, malah bisa berakibat
fatal bila dibiarkan berlarut-larut tak
tersel esai kan. Apal agi serbuan dan
ketergantungan serta campur tangan
bangsa asing telah menjadikan kondisi Indo-
nesia semakin parah.
Nasib dan masa depan bangsa Indonesia
ada di tangan rakyat Indonesia, bukan di
tangan bangsa asing. Benar apa yang
dikatakan pendiri negara bahwa Indonesia
harus berdikari di segala bidang bila ingin
tetap bertahan hidup. Berdikari bukan dalam
arti sempit, tapi tetap juga bekerjasama
dengan asing, namun punya aturan-aturan
dan batasan-batasan sehingga Indonesia
tidak menjadi ketergantungan ataupun
didominisasi.
Semoga pandangan ini dapat menjadi
inspirasi dan berguna untuk Indonesia yang
lebih baik, karena bagaimanapun juga bila
negara hancur maka rakyat mau tak mau
turut korban juga. Untuk itulah sedia payung
sebelum hujan.
Edi Sihombing
Gerakan Independen Indonesia
Jl. Jatiwaringin 2 Jakarta,
edi_pim@yahoo.co.id
Permohonan Arsip Ketetapan MPR
Bapak/Ibu bagian arsip data MPR.
Mohon informasi untuk mengakses dan
memperoleh data Ketetapan MPR lengkap.
Alamat email saya:
fandyadpen@gmail.com
Fandy Adpen Lazzavietamsi
Jl.Pahlawan VII/21,RT.01 RW.03,
Rejoagung, Tulungagung.
Kami dengan senang hati menerima tulisan baik berupa ide, pendapat, saran
maupun kritik serta foto dari siapa saja dengan menyertai fotocopi identitas Anda.
ILUSTRASI: SUSTHANTO
Karikatur
7 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
Aksi Demo Dokter
Mungkin ini peristiwa yang jarang terjadi,
para dokter turun ke jalan melakukan aksi
demo untuk menentang kriminilasasi profesi
dokter. Aksi demo itu berlangsung Rabu,
27 November 2013, di beberapa lokasi di
Jakarta, seperti di tempat langganan demo
Bundaran Hotel Indonesia, di depan Istana
Negara, dan di Mahkamah Agung. Tak hanya
di Jakarta, aksi demo para dokter juga
berlangsung di beberapa daerah.
Para dokter ini menggelar aksi demo
sebagai bentuk solidaritas menyikapi tiga
rekan mereka yang divonis bersalah atas
kasus malpraktik di Manado, Sulawesi
Utara. Ratusan dokter itu memprotes
keputusan kasasi Mahkamah Agung (MA)
terhadap dokter Dewa Ayu Sasi ary
Prawani, Hendry Simanjuntak, dan Hendy
Siagian. Korban adalah Julia Fransiska
Makatey, 25 tahun, pasien di rumah sakit
umum pusat (RSUP) Prof. Dr. RD Kandow
Malalayang, Manado, Sulawesi Utara.
Peristiwa malpraktik itu terjadi pada 10
April 2010 sekitar pukul 22.00 WITA. Saat
itu, ketiga dokter spesialis kandungan yaitu
dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani, dr. Hendry
Simanjuntak, dan dr. Hendy Siagian
melakukan operasi Cito Secsio Sesario
(persalingan dengan tindakan sesar secara
darurat) terhadap pasien Julia Fransiska
Makatey. Tindakan sesar dilakukan karena
sejak sekitar pukul 18.00 WITA, setelah
di peri ksa pasi en masi h bel um bi sa
melahirkan secara normal. Pasien Julia
akhirnya meninggal dunia saat operasi ini
karena adanya emboli udara atau masuknya
udara ke jantung.
Kel uarga pasi en memperkarakan
tindakan ketiga dokter itu karena dianggap
melakukan malpraktik ke ranah hukum.
Dalam persidangan, Hakim Pengadilan
Negeri Manado mengeluarkan putusan No.
90/PID B/2011/PN MDO yang menyatakan
bahwa dr. Ayu Sasiary Prawani dan dua
rekannya divonis bebas karena dinilai tidak
terbukti bersalah melakukan malpraktik.
Tidak puas dengan putusan PN Manado,
jaksa melakukan banding ke Pengadilan
Tinggi Manado. Namun, PT Manado juga
mengeluarkan putusan yang memperkuat
putusan PN Manado. Ketiga terdakwa
divonis bebas. Jaksa lantas melakukan
upaya terakhir berupa kasasi ke Mahkamah
Agung (MA). Dan, MA mengabulkan kasasi
dan menghukum dr. Ayu Sasiary Prawani
dan dua rekannya dengan vonis 10 bulan
kurungan.
Anggota MPR dari Fraksi Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) Indra memaklumi aksi
demonstrasi yang digelar para dokter
sebagai bentuk solidaritas atas tiga
rekannya yang terjerat hukum. Namun,
anggota Komisi IX DPR RI yang membidangi
masalah kesehatan itu mengingatkan bahwa
aksi demo itu jangan sampai membuat bias
kasus hukum yang terj adi , apal agi
menganggap dokter adalah profesi yang
kebal hukum dan tidak bisa disentuh.
Indra yakin, hakim dalam menangani kasus
dr. Ayu sudah membuat putusan berdasar-
kan fakta persidangan dan keterangan
saksi ahli. Karena itu dia meminta semua
pihak, termasuk rekan-rekan seprofesi dr.
Ayu, untuk mengikuti proses hukum yang
berlangsung karena pengadilan tidak bisa
diintervensi. Kalau dr. Ayu menganggap
mereka sudah bertindak sesuai prosedur
tinggal mengajukan PK (Peninjauan Kembali),
menyampaikan novum dan bantahan
keterangan yuridis dan logis, katanya.
Indra menambahkan, negara harus
menjamin perlindungan kepada semua pihak,
termasuk dokter, karena dokter merupakan
profesi yang mulia. Namun di sisi lain, hak-
hak masyarakat sebagai pengguna jasa
dokter juga harus diberikan jaminan
perlindungan. Dengan demikian, masyarakat
harus menilai secara obyektif kasus yang
menimpa dr. Ayu dan dua rekannya.
BS
ISTIMEWA
8 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
Jilbab Bagi Polwan Muslimah
Pemakaian jilbab di kalangan Polisi Wanita
(Polwan) muslimah masih menjadi polemik.
Pro dan kontra tentang boleh tidaknya polisi
wanita mengenakan jilbab masih terus
bergulir. Di lingkungan internal, Mabes Polri
pun masi h terl i hat gamang untuk
menerapkan aturan boleh tidaknya Polwan
berjilbab, apakah berlaku untuk semua bagian
atau hanya Polwan di bagian tertentu saja?
Kapolri Jenderal Polisi Sutarman memilih
untuk menunda penggunaan jilbab di
kalangan Polwan muslimah. Lewat Telegram
Rahasia (TR) ke Polda-Polda di seluruh In-
donesia tertanggal 28 November 2013 yang
ditandatangani Wakapolri Komjen Pol
Oegroseno dijelaskan tentang penundaan
(moratorium) izin pemakaian jilbab. Para
Polwan pun diminta mematuhi moratorium
penggunaan jilbab menyusul adanya TR itu.
Para Polwan diminta menunggu adanya
kebijakan baru terkait pemakaian jilbab.
Kapolri Sutarman sendiri sebenarnya telah
mengeluarkan izin pemakaian jilbab. Namun,
pemakaian jilbab perlu ditunda karena
pakaian jilbab tidak seragam. Hingga saat ini
masih banyak Polwan yang mengenakan
jilbab berwarna-warni. Sutarman menilai,
masih perlu dilakukan penyeragaman
pakaian jilbab untuk Polwan agar tidak terjadi
perbedaan seragam jilbab antara Polwan
yang berada di Polda-Polda.
Memakai jilbab itu adalah hak asasi
manusia. Seperti di Provinsi Aceh, Polwan
sudah berj i l bab. Namun ki ta perl u
menyesuaikannya terlebih dahulu. Jangan
sampai nanti warnanya nggak karuan, kata
Sutarman. Polri menilai, kebijakan pemakaian
jilbab harus mempertimbangkan sejumlah
aspek, termasuk etika dalam pemakaian jilbab
yang dipadankan dengan pakaian dinas
Polwan yang ketat. Jika tidak diatur dan
dirumuskan terlebih dahulu dikhawatirkan
akan terlihat tidak tertib.
Selain itu, pakaian dinas bagi Polwan
seyogyanya tidak mengganggu aktivitas
pekerjaan. Ketentuan soal seragam polisi
sudah ada dalam Keputusan Kapolri Nomor
Pol. Skep/702/IX/2005 tentang sebutan
penggunaan pakaian dinas seragam Polri dan
PNS polisi.
Anggota MPR dari Fraksi Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) Al Muzzammil Yusuf
menyayangkan telegram rahasia dan
pernyataan Wakapolri Oegroseno yang
melarang sementara pemakaian jilbab pada
Polwan. Karena itu, Muzammil Yusuf
meminta Polri mencabut telegram rahasia itu.
Bagi Muzammil, telegram rahasia itu bisa
menjadi langkah untuk mengawali upaya
penggagalan pemakaian jilbab pada Polwan.
Menurut anggota Komisi III DPR RI itu,
dengan penundaan pemakaian jilbab untuk
Polwan Polri telah mencederai perasaan,
bukan saja bagi Polwan yang ingin berjilbab
tapi juga muslimah yang meyakini jilbab
merupakan kewajiban. Karena itu, Polri
harus mencabut telegram rahasia dan
pernyataan penundaan penggunaan jilbab
hingga adanya aturan. Serta meminta maaf
kepada umat Islam, katanya.
Jika tidak, Muzammil mengatakan, Polri
telah melanggar hak asasi manusia.
Kepolisian juga tidak menghormati konstitusi
yang mengamanatkan warga negara bebas
memeluk agama dan beribadah menurut
agama yang diyakininya. Pada era sekarang
ini tidak ada larangan, berbeda dengan era
Orde Baru. Pasal 28E ayat 1 UUD NRI Tahun
1945 dengan tegas menyebutkan, setiap
orang bebas memeluk agama dan beribadah
menurut agamanya.
Pemakaian jilbab bagi perempuan
muslimah adalah aturan agama yang sakral
dan patut dihormati oleh siapapun. Mabes
Polri tidak boleh menghalangi anggotanya
yang mau melaksanakan kewajiban agama
dengan alasan SK belum keluar. Sampai
kapan para Polwan yang ingin berjilbab harus
menunggu surat keputusan itu keluar,
tanyanya. Muzammil meminta masyarakat
memberi dukungan untuk Kapolri Jenderal
Sutarman agar segera mengeluarkan SK
diperbolehkannya jilbab bagi Polwan.
BS
ISTIMEWA
9 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
Kontroversi Kampanye Bus Kondom
Sebuah bus berukuran besar bercat
merah lalu lalang di jalan. Di badan bus itu
terdapat logo Pekan Kondom Nasional (PKN)
2013. Lalu, gambar bintang iklan kondom,
Julia Perez, dalam busana dan pose
seronok. Tentu saja bus itu mencuri
perhatian banyak orang. Bus ini dibawa
berkeliling (roadshow) ke berbagai titik,
termasuk lokasi umum dan kampus di Jakarta.
Ini adalah bagian dari kampanye besar-
besaran untuk sosialisasi pemakaian
kondom kepada masyarakat.
Roadshow dengan bus besar bercat merah
itu merupakan salah satu agenda dalam Pekan
Kondom Nasional dalam rangka Hari AIDS
pada 1 Desember 2013. Seperti tahun-tahun
sebelumnya, Komisi Penanggulangan AIDS
Nasional (KPAN) bekerjasama dengan DKT
(perusahaan alat kontrasepti) kembali
menggelar PKN. DKT adalah produsen
kondom merek Sutra. Angka penjualan Sutra
mencapai 150 juta pada tahun ini.
Kegiatan PKN yang berlangsung pada 1
hingga 7 Desember 2013 di antaranya
kampanye edukasi di 12 kota besar di
seluruh Indonesia, khususnya di daerah
berisiko tinggi seperti pangkalan truk,
pelabuhan, dan lokalisasi. Kegiatan lainnya
adalah kampanye bus kondom yang akan
mengelilingi Jakarta dan melakukan edukasi
di tempat-tempat publik dan kampus. Selain
melakukan penyuluhan, juga memberi
kesempatan tes HIV/AIDS gratis, juga
direncanakan ada acara pembagian kondom
gratis pada kelompok laki-laki berisiko tinggi.
Kegiatan roadshow dengan bus yang baru
berlangsung beberapa hari langsung
menimbulkan kontroversi. Keberadaan bus
berlogo Pekan Kondom Nasional 2013 itu
kemudi an memanti k komentar dan
perdebatan di sejumlah jejaring sosial. Salah
satu komentar menyebutkan kampanye
dengan bus kondom itu malah seperti
menganjurkan hubungan seks bebas.
Mengapa? Karena akses untuk
mendapatkan kondom dipermudah bahkan
gratis sehingga masyarakat bisa tergoda
mencobanya dalam hubungan seksual yang
tak terikat pernikahan. Kalau tadinya mau
berhubungan seks takut kena HIV/AIDS,
karena diberi kondom, orang malah ingin
mencoba.
Program PKN juga mendapat kritik keras
dari komunitas agama, termasuk dari dua
organisasi utama muslim, yaitu Nahdlatul
Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Derasnya
kritik membuat Panitia Penyelenggara PKN
memutuskan, membatalkan kegiatan
sosialisasi pemakaian kondom melalui PKN.
Bus besar warna merah bergambar Julia
Perez itu pun dikandangkan.
Bagi anggota MPR dari Fraksi Partai
Persatuan Pembangunan (PPP) Okky
Asokawati, PKN merupakan program kerja
yang tidak terarah alias serampangan. Meski
demikian, Okky tak memungkiri bahwa
perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah
sangat mengkhawatirkan. Namun, dia mene-
gaskan, program menanggulangi perkembang-
an HIV/AIDS pun harus terarah bukan dengan
membagikan kondom secara gratis.
Membagi kondom secara serampangan
justru menunjukkan rendahnya kontrol dan
pemahaman para pemegang otoritas
terhadap etika moral dan cara yang tepat
untuk menanggulangi masalah HIV/AIDS,
katanya. Pembagian kondom di kampus
merupakan langkah yang ngawur dan tidak
tepat sasaran. Ini seolah mengonfirmasi seks
bebas boleh asal pakai kondom.
Seharusnya, menurut anggota Komisi IX
DPR RI itu, edukasi kepada generasi muda
terkait bahaya HIV/AIDS adalah dengan cara
diskusi dan menstimulus aspek kognisi,
emosional, sosial, dan spiritual. Ini akan jauh
lebih produktif ketimbang bagi-bagi kondom.
Okky mengharapkan j angan sampai
kepentingan bisnis dari pembagian kondom
justru seolah-olah menjadi sesuatu yang
sudah baik dan benar. Padahal tindakan
(pembagian kondom) itu jauh (missleading)
dari misi dan niat awal menanggulangi HIV/
AIDS.
BS
ISTIMEWA
10 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
BERITA UTAMA
Kajian Sistem Ketatanegaraan
Perlu Penyempurnaan Sistem Ketatanegaraan
Setelah 11 tahun diberlakukannya
UUD hasil amandemen, muncul
aspirasi dan dinamika yang
berkembang di masyarakat
terkait dengan sistem
ketatanegaraan. Perlu penataan
sistem ketatanegaraan secara
lebih baik sesuai dengan
dinamika demokrasi dan
perkembangan ketatanegaraan
itu sendiri.
D
I SEBUAH ruangan Hotel Puri Denpasar, Jl. Rasuna Said,
Jakarta, ramai pengunjung. Kursi-kursi di beberapa meja
bundar di ruangan itu sudah terisi penuh. Pagi itu, Kamis 5
Desember 2013, berlangsung Focus Group Discussion (FGD)
diselenggarakan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
bekerjasama dengan Komisi Yudisial (KY). Tema FGD yang dibuka
Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin ini adalah Urgensi
Penguatan Komisi Yudisal sebagai Penyeimbang Lembaga
Kekuasaan Kehakiman.
Tampak hadir beberapa pakar hukum tata negara sebagai
narasumber seperti Prof. Satya Arinanto (guru besar Fakultas Hukum
Universitas Indonesia), Dr. Shidarta (Binus University), Prof. Dr. Asep
Warlan Yusuf, Dr. Frans Hendra Winarta, Dr. Anthon F. Susanto, Dr.
Widodo Dwi Putro. Dari Komisi Yudisial hadir komisioner Dr. Imam
Anshory Saleh, dan Dr. Jaja Ahmad Jajus.
Sedangkan dari MPR hadir Ketua Tim Kajian Sistem Ketatanegaraan
Jafar Hafsah, Bambang Soeroso (Kelompok Anggota DPD MPR RI),
Soenmanjaya (Fraksi Partai Keadilan Sejahtera), keduanya Wakil Ketua
Tim Kajian. Serta anggota tim lainnya Rully Chairul Azwar (Ketua
Fraksi Partai Golkar MPR RI), Lukman Edy (Ketua Fraksi PKB MPR RI),
Arif Budimanta (Fraksi PDI Perjuangan), Hetifah (Fraksi Partai Golkar),
Mardiana Indraswati (Fraksi PAN), El Nino (Kelompok Anggota DPD).
Selain bekerjasama dengan Komisi Yudisial, MPR juga
menyelenggarakan acara serupa bekerjasama dengan lembaga-
lembaga lain. Rangkaian FGD ini diselenggarakan dengan tujuan untuk
menjaring masukan dan aspirasi dari berbagai kalangan masyarakat
terkait dengan sistem ketatanegaraan. Selain metode FGD, untuk
tujuan yang sama, MPR RI (Tim Kajian Sistem Ketatanegaraan) juga
menggelar seminar nasional sistem ketatanegaraan di sejumlah
perguruan tinggi di 33 provinsi di Indonesia (lihat bagian kedua
Menyerap Aspirasi dari Aceh Hingga Papua).
MPR memandang perlu melakukan kajian terhadap sistem
ketatanegaraan untuk merespon dinamika yang berkembang di tengah
masyarakat. Setelah 11 tahun diberlakukannya UUD hasil amandemen,
pimpinan dan anggota MPR RI menangkap berbagai dinamika dan
aspirasi yang menginginkan penyempurnaan terhadap sistem
ketatanegaraan yang ada sekarang ini. Aspirasi itu datang dari
berbagai daerah di Indonesia, disampaikan langsung kepada pimpinan
dan anggota MPR RI tatkala melakukan sosialisasi Empat Pilar
Kehidupan Berbangsa dan Bernegara.
11 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
FOTO-FOTO: ISTIMEWA
Untuk mengakomodasi aspi rasi
masyarakat bangsa itulah, MPR kemudian
membentuk Ti m Kaj i an Si stem
Ketatanegaraan Indonesia pada akhir 2012
dengan Keputusan Pimpinan MPR RI Nomor
12 Tahun 2012. Menurut Ketua Tim Kerja
Kajian Sistem Ketatanegaraan Indonesia,
Jafar Hafsah, keberadaan tim kerja ini sangat
strategis. Di samping keanggotaannya
meliputi perwakilan proporsional fraksi dan
kelompok anggota DPD di MPR, tugasnya pun
sangat mendasar, yakni mengkaji soal
dimensi strategis sistem ketatanegaraan In-
donesia, ujar Jafar Hafsah kepada Majelis.
Jadi, cakupan tugas Tim Kajian ini, menurut
politisi Partai Demokrat ini, cukup luas karena
melingkupi kehidupan berbangsa dan
bernegara, tidak hanya dalam lingkup
suprastruktur politik tetapi juga infrastruktur
politik. Setidak ada enam tugas besar tim ini,
yakni: Melakukan kajian isu pokok aspirasi
masyarakat tentang konsepsi dan materi
konstitusi; dinamika usul perubahan undang
undang dasar (UUD); penguatan lembaga
negara; implementasi Empat Pilar kehidupan
berbangsa dan bernegara; keberadaan
Ketetapan MPR yang masih berlaku maupun
pasca UU No. 12 Tahun 2011; dan kajian
terhadap produk undang-undang sebagai
implementasi dari amanat pasal-pasal UUD.
Dari masing-masing tema besar itu kemudian
diturunkan menjadi tema-tema khusus yang
kemudian dibahas dan didiskusikan di forum-
forum seminar, FGD, lokakarya, dan beberapa
kegiatan curah pendapat dengan berbagai
kelompok akademisi maupun lembaga
strategis. Salah satunya tema FGD di atas,
yakni: Urgensi Penguatan Komisi Yudisial
sebagai Penyeimbang Lembaga Kekuasaan
Kehakiman. Tema ini semakin pas ketika
Presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait
persoalan yang terjadi di Mahkamah Konstitusi
(MK). Seperti diketahui, Komisi Yudisial tidak
bisa mengawasi hakim-hakim MA dan MK.
Penguatan Komisi Yudisial menjadi salah satu
persoalan dalam sistem ketatanegaraan.
Tentang konsepsi dan materi konstitusi
cukup banyak sub tema yang telah dibahas
dalam forum serap aspirasi melalui seminar,
yakni tentang kedaulatan rakyat, negara
hukum, lembaga perwakilan, pemerintahan
negara, otonomi daerah, perekonomian,
pendidikan, dan lain-lainnya. Begitu pula
tentang implementasi Empat Pilar, bagaimana
strategi pemasyarakatan Empat Pilar.
Apakah diperlukan badan khusus dalam
pemasyarakatan Empat Pi l ar, serta
bagaimana implementasinya dalam berbagai
di mensi kehi dupan berbangsa dan
12 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
BERITA UTAMA
bernegara kita, baik di bidang politik,
ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan
keamanan, serta dimensi strategis lainnya.
Waki l Ketua Ti m Kaj i an Si stem
Ketatanegaraan, Bambang Soeroso, juga
menyebut tema otonomi daerah dan
pemilihan umum. Pemilu sekarang ini sangat
mahal. Nanti kita efisienkan dengan
mengadakan pemilu lokal dan nasional
secara serentak. Juga, perlunya GBHN
(Garis-garis Besar Haluan Negara) dan
kewenangan MPR mendengarkan progres
kinerja lembaga-lembaga negara. Itu isu-
isunya, katanya kepada Majelis.
Sedangkan tentang penguatan Dewan
Perwakilan Daerah (DPD), Bambang
mengatakan, penguatan DPD merupakan
bagian integral dari penataan sistem
ketatanegaraan yang sedang dikaji MPR.
Kita sudah menjaring aspirasi dari seluruh
masyarakat dan elemen bangsa. Berikutnya,
kita merangkum dan menormakan dalam
kerangka strategis. Insya Allah, kalau sudah
jadi, semua fraksi di MPR akan siap untuk
mendukung perubahan konstitusi, kata
anggota DPD dari Provinsi Bengkulu itu.
Amandemen UUD
Selain menyerap aspirasi masyarakat
melalui seminar dan FGD, Tim Kajian Sistem
Ketatanegaraan juga melakukan roadshow
ke beberapa lembaga negara. Pada 23 Sep-
tember 2013, Tim ini menyambangi Komisi
Yudisial. Tiga hari berikutnya, Tim Kajian
mendatangi Lembaga Ketahanan Nasional
(Lemhanas). Sebelumnya Tim Kajian telah
mengadakan pertemuan dengan pimpinan
DPD. Juga mendatangi pimpinan partai politik,
salah satunya mengadakan pertemuan
dengan Partai Golkar.
Menurut Bambang Soeroso, Tim Kajian
Sistem Ketatanegaraan menyambangi
beberapa lembaga negara dengan maksud
untuk memberi pemahaman dan
menyamakan persepsi tentang sistem
ketatanegaraan. Kita harus memberi
pemahaman dulu kepada semua stake-
holder melalui lembaga-lembaga negara
bahwa ada suatu kebutuhan untuk menata
sistem ketatanegaraan kita, katanya.
Bambang menilai, saat inilah momentum
yang tepat untuk mengadakan pertemuan
dengan berbagai lembaga negara itu. Sebab,
pada saat ini sedang terjadi krisis dan
dinamika dalam hubungan antarlembaga
negara. Bila semua lembaga negara sudah
memiliki persepsi yang sama maka penataan
sistem ketatanegaraan menjadi sebuah
kebutuhan. Salah satu upaya untuk menata
sistem ketatanegaraan adalah dengan
melakukan amandemen UUD.
Wakil Ketua MPR Ahmad Farhan Hamid
menegaskan, sebenarya tidak ada yang
salah dengan sistem ketatanegaraan kita
sekarang ini. Namun, Farhan mengakui, ada
beberapa hal dalam sistem ketatanegaraan
yang perl u di sempurnakan. Untuk
menyempurnakan itu, mari kita melakukan
perubahan UUD dengan proses yang nor-
mal tanpa emosional dan sentimental,
katanya kepada Majelis.
Dal am hal penguatan si stem
ketatanegaraan, Ahmad Farhan Hamid
memberi contoh penguatan lembaga MPR.
Penguatan lembaga MPR bukan berarti
penguatan seperti dahulu (kembali menjadi
lembaga tertinggi), melainkan perlu ada
penambahan kewenangan. Contohnya, ada
aspirasi menghendaki MPR menyiapkan
GBHN agar pemerintah tidak melenceng dari
prinsip dasar berbangsa dan bernegara.
Kemudian juga ada aspirasi agar MPR
memfasilitasi sidang tahunan. Dalam sidang
tahunan ini, lembaga-lembaga negara
menyampaikan laporan kinerja (progress
report) kepada rakyat. Jadi, hanya semata-
mata laporan kinerja lembaga negara. Kita
memberikan ruang kepada lembaga-lembaga
negara untuk menyampaikan kinerjanya
masing-masing kepada rakyat, ujar Ahmad
Farhan Hamid.
Waki l Ketua Ti m Kaj i an Si stem
Ketatanegaraan Soenmanjaya sependapat
dengan Farhan Hami d. Si stem
ketatanegaraan, menurut Soenmanjaya,
sudah ada seperti tertuang dalam UUD NRI
Tahun 1945. Setiap lembaga negara
menyelenggarakan kewajiban, tugas, dan
wewenang berdasarkan UUD. Sekarang,
persoalannya, terjadi perubahan yang
semula supremasi institusi (lembaga)
menjadi supremasi konstitusi. Dulu ada
lembaga tertinggi negara dan lembaga tinggi
negara, sekarang menjadi lembaga-lembaga
negara yang kedudukan satu dengan lainya
setara.
Inilah yang dikaji kembali. Misalnya, KY
yang mempunyai wewenang mengawasi
hakim dalam rangka menjaga martabat,
kehormatan, dan keluhuran hakim. Tetapi MK
membatalkan kewenangan KY itu sehingga
KY ti dak mempunyai kewenangan
mengawasi hakim MA dan MK, katanya
memberi contoh kepada Majelis. Singkatnya,
tugas Tim Kajian Sistem Ketatanegaraan ini
salah satunya mengkaji tentang penguatan
lembaga-lembaga negara.
Ketua Tim Sosialisasi Empat Pilar MPR RI,
Agun Gunandjar Sudarsa, punya pendapat
agak berbeda. Menurut Agun, menilai
penguatan sistem ketatanegaraan perlu
dilakukan sepanjang waktu dan terus
Bambang Soeroso FOTO-FOTO: HUMAS MPR RI
13 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
menerus. Tidak hanya pada saat sekarang
ketika mendekati masa Pemilu. Ini penting
karena sistem ketatanegaraan yang baik dan
kuat akan menjamin berlangsungnya
kehidupan bernegara yang aman, katanya
kepada Majelis.
Namun Agun member i cat at an,
penguatan sistem ketatanegaraan tidak
selamanya harus melalui amandemen
terhadap UUD NRI Tahun 1945. Sampai
saat ini juga belum terdengar adanya
kei ngi nan rakyat unt uk mel akukan
amandemen UUD. Hingga kini, Agun
merasakan belum ada kebutuhan yang
mendesak untuk sesegera mungki n
melakukan amandemen UUD, termasuk
yang sering diwacanakan oleh DPD.
Perlu atau tidaknya perubahan UUD
harus mendengarkan keinginan rakyat.
Bukan hanya inisiatif atau keinginan
segelintir kelompok saja, kata Ketua
Komisi II DPR RI itu.
Agun juga menolak jika penguatan sistem
ketatanegaraan terbatas hanya menyoal
keberadaan DPD. Di a menganggap
penguatan terhadap DPD terlalu kecil untuk
dibahas pada saat ini. Sebab, masih banyak
persoalan lain yang lebih penting dan
mendasar. Apalagi DPD sendiri, menurut
politisi Partai Golkar itu, belum melaksanakan
segala kewenangannya dengan benar.
Karena itu kalau DPD terus bersikeras
menuntut penguatan DPD, kembalikan saja
DPD itu menjadi utusan daerah, katanya.
Tim Kajian Sistem Ketatanegaraan akan
mengakhiri tugasnya pada 2014. Wakil Ketua
Tim Kajian Bambang Soeroso memperkirakan
sebelum berakhir periode itu, Tim Kajian
sudah bisa melahirkan naskah penataan
sistem ketatanegaraan. Diharapkan pasca
2014, siapa pun presidennya, dia akan
berlandaskan pada sistem ketatanegaraan
yang sudah ditata. Itu sangat indah sekali,
ujarnya. Sesuai Pasal 37 UUD NRI Tahun
1945, dan mendapat dukungan sepertiga
jumlah anggota MPR, maka usulan perubahan
bisa disampaikan kepada Pimpinan MPR
untuk di ti ndakl anj uti dengan si dang
paripurna.
Namun, Wakil Ketua MPR RI Ahmad Farhan
Hamid mengatakan, Tim Kajian kemungkinan
akan mengumumkan rekomendasi hasil
kajiannya pada akhir Desember 2013. Saat
ini Tim Kajian Sistem Ketatanegaraan MPR
masih terus melakukan kajian atas aspirasi
usulan perbaikan sistem ketatanegaraan,
katanya di sela kegiatan Press Gathering
Wartawan Parlemen di Solo, Sabtu 16 No-
vember 2013.
Setelah ada rekomendasi dari Tim Kajian
Sistem Ketatanegaraan, lanjut Farhan Hamid,
rekomendasi akan didalami lagi oleh tim kecil.
Hasil kajian tersebut akan ditindaklanjuti
setelah Pemilu Legislatif 2014. Melihat Indo-
nesia masih memerlukan perbaikan sistem
ketatanegaraan dengan mempertimbangkan
berbagai kondisi sosial masyarakat, tidak
tertutup kemungkinan MPR akan memproses
usulan amandemen kelima UUD NRI Tahun
1945 dan tetap mempertimbangkan usulan
lain seperti menghidupkan kembali GBHN atau
memfasilitasi sidang tahunan MPR.
Soenmanjaya menambahkan, hasil kerja
Tim Kajian Sistem Ketatanegaraan ini akan
diserahkan kepada Pimpinan MPR. Terserah
kepada pimpinan MPR, apakah akan
menindaklanjuti atau malah men-deponir. Itu
bisa saja. Tapi, sebelum mengambil
keputusan, pimpinan harus musyawarah
mufakat dengan pimpinan fraksi untuk
membahas tindak lanjut rekomendasi Tim
Kaj i an. Kal au mencermati keadaan
masyarakat memang mengarah kepada
amandemen kelima UUD, pungkasnya.
M.Budiono/Derry Irawan/Ardi Winangun/
Budi Sucahyo
Soenmanjaya
Agun Gunandjar Sudarsa
14 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
BERITA UTAMA
Menyerap Aspirasi dari Aceh
hingga Papua
Untuk menyerap aspirasi berkenaan dengan sistem ketatanegaraan,
MPR menggelar seminar ketatanegaraan di 33 provinsi mulai dari
Provinsi Aceh hingga Provinsi Papua Barat bekerjasama dengan
perguruan tinggi terbaik setempat.
Kajian Sistem Ketatanegaraan
M
AJELIS Permusyawaratan Rakyat
(MPR) periode 2009 2014 mem-
punyai program utama, yaitu Sosiali-
sasi 4 Pilar Kehidupan Berbangsa dan
Bernegara (Pancasila, UUD NRI Tahun 1945,
Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
Bhinneka Tunggal Ika). Salah satu alasan
perlunya Sosialiasasi 4 Pilar adalah bahwa
bangsa Indonesia sebagai bangsa besar dan
majemuk perlu diingatkan kembali pada nilai-
nilai yang telah dirumuskan dan menjadi
konsensus para pendiri bangsa untuk
menjaga ke-Indonesiaan. Dengan sosialisasi
itu, nilai-nilai 4 Pilar diharapkan bisa
menumbuhkan kesadaran kolektif pada
masyarakat dalam kehidupan bernegara dan
berbangsa.
Ketika memberi pengantar dalam sebuah
seminar di Semarang, Wakil Ketua MPR
Lukman Hakim Saifuddin mengatakan,
selama sosialisasi 4 Pilar yang sudah
memasuki tahun kelima, banyak hal yang
diserap dari masyarakat. Lukman Hakim
menyebut, sedikitnya ada tiga hal yang bisa
menjadi masukan bagi MPR. Pertama, ada
kehendak, keinginan, ide, dan gagasan
perubahan UUD. Kedua, penguatan lembaga
MPR. Dan, ketiga, evaluasi sosialiasi 4 Pilar.
Dalam hal keinginan amandemen UUD,
Lukman mengatakan, MPR sudah melakukan
perubahan UUD empat tahap pada periode
1999 2002. Namun, banyak yang
memandang UUD belum cukup mengatur
sistem ketatanegaraan sehingga perlu
dilakukan amandemen UUD kembali. UUD
dinilai perlu adjustment atau penyesuaian
seperti penguatan DPD, sentralisasi atau
otonomi daerah, dan isu-isu lain.
Sedangkan kehendak, keingingan, ide dan
gagasan terkai t dengan penguatan
kelembagaan MPR, Lukman menyebutkan,
ada kehendak untuk kembali memiliki Garis-
Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Bangsa
Indonesia yang besar dan majemuk ini perlu
memiliki acuan bersama sebagai pedoman
ke arah mana Indonesia berlayar. Pedoman
seperti itu bisa diwadahi dalam bentuk
Ketetapan (MPR) maupun Undang-Undang.
Selain itu, juga ada kehendak untuk meng-
adakan sidang tahunan MPR. Sidang
tahunan ini akan menjadi forum atau tempat
bagi lembaga-lembaga negara untuk me-
nyampaikan progress report. Lembaga-
lembaga negara menyampaikan per-
tanggungjawaban sesuai amanat konstitusi.
Berkaitan dengan evaluasi Sosialisasi 4
Pilar, perlu penyempurnaan materi dan
metodol ogi sosi al i sasi , termasuk
kelembagaannya. Di dunia ini, tidak ada
parlemen yang melakukan sosialisasi
ideologi. MPR melakukan Sosialiasi 4 Pilar
untuk mengisi kekosongan itu. Tetapi, di masa
datang, perlu badan khusus yang melakukan
sosialiasi.
Berdasarkan masukan-masukan itu, MPR
membentuk Tim Kajian Sistem Ketata-
negaraan. Untuk mendalami tiga hal itu, MPR
membentuk Tim Kajian Sistem Ketata-
negaraan, kata Lukman Hakim Saifuddin.
Tim ini beranggota 45 orang mewakili fraksi-
fraksi di MPR dan Kelompok Anggota DPD di
MPR. Tim ini merupakan alat kelengkapan
pimpinan MPR dalam melaksanakan tugas
konstitusional di tengah dinamika kehidupan
politik, demokrasi dan sistem ketatanegaraan
Indonesia.
Tanggungjawab yang diamanatkan
kepada Tim Kajian Sistem Ketatanegaraan
bukanlah tugas mudah. Untuk itulah
kerjasama dengan berbagai perguruan
tinggi (universitas) menjadi pilihan terbaik.
Wuj ud kerj asama i tu dal am bentuk
penyelenggaraan seminar-seminar dengan
tema seputar tiga masalah yang menjadi
perhatian MPR itu. Melalui seminar ini
diharapkan bisa diketahui atau diidentifikasi
berbagai persoalan terkait dengan sistem
ketatanegaraan di Indonesia dan imple-
mentasinya setelah 11 tahun diberlaku-
kannya konstitusi hasil amandemen. Selama
11 tahun itu terjadi dinamika aspirasi yang
berkembang di masyarakat sehingga Tim
Kajian Sistem Ketatanegaraan berusaha
untuk menyerap, mengkaji dan merekomen-
dasikannya pada pimpinan MPR.
Sejak terbentuknya Tim ini, MPR menye-
lenggarkan seminar nasional sistem ketata-
negaraan di seluruh provinsi di Indonesia.
Mulai dari Universitas Syiah Kuala di Provinsi
Aceh hingga Universitas Cenderawasih di
Papua. Apa yang menjadi kajian dalam sistem
ketatanegaraan bisa dirujuk dari tema-tema
FOTO-FOTO: HUMAS MPR RI
15 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
seminar yang sudah berlangsung di 33
provinsi itu. Dalam seminar sistem ketata-
negaraan ini, anggota MPR hanya nara-
sumber penyelia, sedangkan narasumber
berasal dari kalangan akedemisi.
Sekadar menyebut seminar-seminar
ketatanegaraan itu, seperti seminar tentang
sistem presidensial yang diselenggarakan
MPR bekerjasama dengan Universitas
Diponegoro pada Mei 2013. Ada beberapa
pandangan terkai t dengan si stem
presidensial. Misalnya, apakah mekanisme
pembuatan undang-undang sepenuhnya
menjadi kewenangan DPR, apakah presiden
memiliki hak veto terhadap undang-undang,
apakah pemerintah tidak harus ikut dalam
pembahasan UU sejak awal. Juga mengenai
penyederhanaan partai dan bagaimana
mekanisme penyederhanaan partai serta
bagai mana keberadaan DPD dan
kewenangan DPD untuk membuat undang-
undang.
Pada bulan yang sama, seminar bertajuk
Konsepsi Checks and Balances Hubungan
Antar Lembaga Negara di Gedung Persada
Bung Karno, kerjasama antara MPR dengan
Universitas Bengkulu, pada 7 Mei 2013.
Penyelia seminar ini di antaranya Rully
Chairul Azwar (Ketua Fraksi Partai Golkar),
Bambang Soeroso (Pimpinan Kelompok
Anggota DPD), Adiyaman Amir Saputra
(Alm). Seminar mempertanyakan apakah
konsep checks and bal ances tel ah
memperkokoh hubungan antarlembaga
negara dalam menjalankan tugas dan
kewenangan institusionalnya? Ini menjadi
persoalan mendasar dengan mengkaji
konsep maupun implementasi checks and
balances dalam praktik penyelenggaraan
negara.
Lalu, pada tanggal yang berdekatan,
bekerjasama dengan Universitas Sriwijaya,
MPR menggelar seminar dengan tema
Konsepsi Sistem Hukum dan Politik dalam
Demokrasi Konstitusional di Palembang,
pada 18 Mei 2013. Tak berjauhan, pada 16
Juli 2013, bekerjasama dengan Universitas
Syiah Kuala, Aceh, MPR menyelenggarakan
semi nar yang mengusung tema
Implementasi Nilai-nilai Empat Pilar
Kehidupan Berbangsa dan Bernegara dalam
Pembangunan Hukum .
Kemudian, di Padang, bekerjasama
dengan Universitas Andalas, MPR menggelar
seminar nasional ketatanegaraan bertajuk
Sistem Pemilihan Umum Nasional dan Lokal
yang Jujur dan Adil pada 20 Agustus 2013.
Seminar yang dihadiri Arif Budimanta (Fraksi
PDI Perjuangan), H. Yusyus Kuswandana
(Fraksi Partai Demokrat), Ahmad Muqowam
(Fraksi PPP), Intsiawati Ayus, membahas dan
mencari format ideal pelaksanaan pemilu
yang jujur dan adil.
Tak hanya di daerah-daerah, seminar
ketatanegaraan juga digelar di ibukota
Jakarta. Pada 7 November 2013, misalnya,
digelar seminar ketatanegaraan dengan tema
Penguatan Sistem Ketatanegaraan Indone-
sia dalam Cita Hukum Negara Pancasila di
Museum Nasional, Jakarta. Seminar ini
dihadiri Ketua MPR RI Sidarto Danusubroto.
Dan beberapa seminar ketatanegaraan
lainnya bekerjasama dengan partai politik,
atau lembaga swadaya masyarakat, dan
organisasi lainnya.
Hingga Desember 2013, MPR tak henti-
hentinya menyerap aspirasi dan keinginan
dari berbagai kalangan masyarakat. Setelah
menggelar berbagai seminar, sejak awal
Desember 2013 Tim Kajian Ketatanegaraan
menyelenggarakan Focus Group Discus-
sion (FGD) bekerjasama dengan lembaga-
lembaga, seperti Komisi Yudisial, Dewan
Pertahanan Nasional, dan lainnya.
Output dari semua kegiatan itu adalah
Tim Kajian Sistem Ketatanegaraan di-
harapkan mampu mengidentifikasi sejumlah
per-masalahan ketatanegaraan berikut
sol usi nya sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan perkembangan ketata-
negaraan itu sendiri.
BS
16 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
BERITA UTAMA
Sistem Ketatanegaraan Kita Sudah Clear
Ahmad Farhan Hamid, Wakil Ketua MPR RI
BERITA UTAMA
U
NDANG-UNDANG DASAR 1945
sudah diamandemen dalam empat
tahap pada periode 1999 2002.
Amandemen ini merupakan ikhtiar guna
menata sistem ketatanegaraan. Namun,
satu dasa warsa lebih setelah amandemen,
dirasakan masih ada kelemahan dalam
pelaksanaan sistem ketatanegaraan.
Karena itu, MPR telah membentuk Tim
Kerja Kajian Ketata-negaraan untuk
melakukan pengkajian ketatanegaraan
seiring dengan adaptasi dan dinamika
perubahan sosial politik kenegaraan di
masa datang. Untuk mengetahui lebih jauh
masalah ini, Derry Irawan dari Majelis
mewawancarai Wakil Ketua MPR Ahmad
Farhan Hami d, usai di skusi Press
Gathering di Solo, Jawa Tengah, pada 15
November 2013. Petikannya.
Sejak setahun lalu, Majelis Per-
musyawaratan Rakyat (MPR) mem-
bentuk Tim Kerja Kajian Ketata-
negaraan untuk menangkap aspirasi
masyarakat berkaitan dengan sistem
ketatanegaraan. Bagaimana menurut
bapak, sistem ketatanegaraan
sekarang ini?
Menurut saya, secara umum tidak ada
yang salah dengan sistem ketatanegaraan
kita sekarang ini. Kalau memang ada
beberapa hal yang tidak terlalu prinsip
mengenai sistem ketatanegaraan dalam UUD
yang perlu kita sempurnakan maka mari kita
melakukan perubahan UUD dengan proses
yang normal tanpa emosional dan sentimentil.
Saya berpandangan, kita jangan terpancing
dengan pendapat-pendapat yang membuat
kita berpikir dan beralih terlalu jauh dari apa
yang sudah disepakati oleh para pendiri
bangsa, begitu dengan berbagai perubahan
yang tujuannya sangat mulia, dalam periode
1999-2002.
Saya ingin memberi perumpamaan,
misalnya seperti laju kereta api. Kita sudah
sepakati arah kereta api menuju kota
Surabaya. Lalu di tengah jalan ada orang
yang bilang atau berpendapat bahwa kota
Solo lebih indah, kemudian kereta api
dibelokkan ke arah kota Solo. Dalam konteks
si stem ketatanegaraan, ki ta j angan
terpancing dengan pemikiran-pemikiran
seperti itu sehingga berbelok tidak sesuai
dengan arah tujuan kita mendirikan negara
ini.
Sekali lagi, tidak ada yang salah dengan
sistem ketatanegaraan kita. Namun, kita tidak
menutup kemungkinan penyempurnaan
si stem ketatanegaraan. Sel ai n
penyempurnaan sistem ketatanegaraan,
perl u j uga di perhati kan bagai mana
pelaksanaan amanat konstitusi pada tataran
implementasi di lapangan. Sebagai contoh,
amanat Pasal 34 UUD NRI Tahun 1945,
bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar
dipelihara negara. Apakah amanat konstitusi
itu sudah dijalankan dengan baik?
Apakah aspirasi atau keinginan
untuk memperkuat lembaga DPD atau
memberi kewenangan lebih besar
kepada lembaga Komisi Yudisial, atau
menambah kewenangan MPR,
misalnya, bisa dikatakan sebagai ada
yang salah dalam sistem
ketatanegaraan kita?
Sebagai sebuah sistem, ketatanegaraan
kita sudah berjalan dengan baik. Kalau ada
yang mengatakan sistem ketatanegaraan kita
tidak teratur, apanya yang tidak teratur?
Sistem ketatanegaraan kita sudah berjalan
dengan baik. Dalam suasana demokratis,
negara memang memberi ruang kebebasan
kepada siapa pun untuk berpendapat. Kita
perlu menjaga kebebasan itu agar tidak
digunakan untuk kepentingan tertentu atau
kebablasan. Jangan sampai kebebasan itu
justru digunakan untuk tujuan merusak.
Semua kita bertanggung jawab untuk
terus memelihara dan menjaga kebebasan
itu, kita dorong ke arah yang memberi nilai
positif bagi bangsa kita. Kalau kemudian ada
kekurangan-kekurangan, maka hal itulah
yang perlu diperbaiki. Terhadap pandangan
perlunya penguatan DPD, Komisi Yudisial,
dan kewenangan MPR RI, kita harap kerja
Tim Kajian bisa menemukan karakter dan
substansi yang diinginkan itu.
Memang ada pandangan, terlalu mubazir
jika ada lembaga negara yang di amanat
dal am Konsti tusi , tetapi peran dan
wewenangnya ti dak opti mal sesuai
amanatnya. Sekali lagi, saya mengharapkan
17 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
diperlukan pendalaman pembahasan, dan
kita kerjakan dengan penuh pertimbangan
rasional dengan pendekatan untuk kebaikan
bangsa dan negara.
Perubahan atau amandemen
kembali UUD NRI Tahun 1945 sudah
diwacanakan dengan mengubah
beberapa hal dalam sistem ketata-
negaraan kita. Wacana perubahan atau
amandemen UUD 1945 ini masih me-
nimbulkan kontroversi. Apa pendapat
bapak?
Memang, saat di Indonesia banyak ahli
hukum tatanegara dan tokoh-tokoh nasional
dengan pemikiran-pemikiran yang tajam. UUD
1945 hasil amandemen dikupas secara
mendalam dan dicari kelemahannya serta
ruang konstitusi yang mungkin rancu
dengan sistem yang kita anut. Namun perlu
diingat, amandemen terhadap konstitusi juga
dilakukan negara-negara dengan penga-
laman demokrasi yang mapan, misalnya
Amerika Serikat. Sepanjang 230 tahun, AS
telah melakukan amandemen UUD sebanyak
27 kali, atau rata-rata satu kali setiap 9 tahun.
Ini membuktikan perjalanan konstitusi sebuah
bangsa memang dinamis, mengikuti
perjalanan zaman dan kebutuhan mutakhir
bangsa itu.
Mengapa AS melakukan amandemen
terhadap konstitusinya? Karena untuk
menyesuaikan konstitusi dengan kondisi dan
tantangan serta perkembangan global. Tapi,
meski melakukan amandemen, AS tetap
konsi sten mempertahankan si stem
presidensil. Sampai sekarang, sistem
presidensil tetap dipertahankan meskipun AS
adalah negara federal.
Kalau kita melakukan amandemen atau
perubahan UUD tidak masalah. Memang,
pernah terdengar wacana yang ekstrim,
yaitu kembali ke UUD 1945 ketika belum
diamandemen. Pertanyaannya, mengapa kita
harus memperhatikan wacana seperti itu?
Saya akan memberi penjelasan dengan
kembal i pada keadaan awal pra
kemerdekaan.
Pada saat itu founding fathers telah
memikirkan bentuk pemerintahan Indonesia.
Belum jelas bentuk pemerintahan Indonesia.
Ada yang menginginkan sistem parlementer,
tapi ada juga yang tidak setuju karena dalam
sistem parlementer beririsan antara eksekutif
dan legislatif. Perdana Menteri dan menteri
pasti anggota parlemen.
Si stem presi densi l j uga menj adi
pertimbangan melihat kemajemukan rakyat
dan fenomena multi partai. Tapi, founding
fathers kala itu khawatir pada sistem
pada Desember 1945, ki ta sudah
menyimpang dari kesepakatan sebelumnya
dengan mengangkat Syahrir sebagai
perdana menteri. Jadi ada dua eksekutif,
yaitu Presiden sebagai kepala negara dan
Perdana Menteri sebagai kepal a
pemerintahan.
Kita tahu, dalam konstitusi dinyatakan
kedaul atan di tangan rakyat dan
dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR). Inilah
yang disebut sebagai lembaga tertinggi
negara. Dengan kewenangan sebagai
lembaga tertinggi negara, MPR berhak
memilih dan memberhentikan presiden. Atas
nama rakyat, MPR berhak menentukan arah
kebijakan nasional yang disebut GBHN
(Garis-Garis Besar Haluan Negara). MPR
juga memberi mandate penuh kepada
Presiden untuk menjalankan kedaulatan
rakyat itu.
Sekarang, di era reformasi, Indonesia
memi l i h i ngi n mempertegas si stem
presidensiil. Tetapi, ternyata kekhawatiran
para founding fathers di awal kemerdekaan
tentang kurangnya dukungan parlemen
terhadap presi den terbukti saat i ni .
Dukungan parlemen untuk presiden tidak
kuat. Untuk memperkuat posisi presiden,
dibentuklah koalisi. Saya sebut dengan
koalisi tanpa gembok karena ada anggota
koalisi yang berpeluang tidak sejalan, malah
berseberangan dengan kebijakan presiden,
sehingga kebijakan Presiden bisa tidak
berjalan mulus di Parlemen. Ini tidak baik
untuk masa depan Indonesia. Menurut
saya, koalisi harus solid selama lima tahun
pemerintahan presiden, kalau ada pihak
yang tidak solid harus dikeluarkan dari
koalisi.
Jadi, intinya, kalau ingin melakukan
amandemen tidak masalah. Format sistem
ketatanegaraan kita sudah clear.
Masih terkait dengan sistem
ketatanegaraan, ada aspirasi atau
keinginan memperkuat lembaga MPR
RI, seperti memberi kewenangan
membuat GBHN atau menjadi fasilitator
sidang tahunan sebagai wadah
penyampaian progress report
lembaga negara kepada rakyat, apa
pendapat bapak?
Saya berpandangan, penguatan yang
dimaksud bukanlah penguatan lembaga MPR
secara keseluruhan melainkan hanya
penambahan beberapa kewenangan saja.
Sebab, kalau penguatan lembaga MPR
secara keseluruhan dikhawatirkan banyak
orang berpikir MPR akan kembali menjadi
FOTO-FOTO: HUMAS MPR RI
presidensil. Sebab, presiden terpilih belum
pasti menguasai parlemen sehingga
kepemimpinan presiden menjadi tidak solid.
Maka, kemudian dipilihlah apa yang disebut
sebagai sistem semi presidensil. Ingat sejak
kemerdekaan sampai dengan sebelum 2004,
Presiden dipilih oleh parlemen, yakni MPR RI.
Sejarah mencatat, di awal pemerintahan
18 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
BERITA UTAMA
R
ESPON yang masif dan pro-aktif dari
berbagai kalangan masyarakat terkait
dengan si stem ketatanegaraan
Indonesia menjadi salah satu dasar
pembentukan Tim Kajian Sistem Ketata-
negaraan Indonesia. Tim Kajian Sistem
Ketatanegaraan sebagai alat kelengkapan
Pimpinan MPR dibentuk berdasarkan
Keputusan Pimpinan MPR RI No. 12 Tahun
2012. Kerj a Ti m Si stem Kaj i an
Ketatanegaraan ini sangat strategis dan
keanggotaan tim berasal dari fraksi dan
kel ompok anggota DPD secara
proporsional.
Selama hampir satu tahun ini, apa yang
sudah dan akan dilakukan Tim Kajian
Sistem Ketatanegaraan? Ketua Tim Kajian
Prof. Dr. M. Jafar Hafsah, secara panjang
lebar menguraikan dinamika tim ini. Berikut
wawancara Ardi Winangun dari Majelis
dengan Jafar Hafsah, yang juga Ketua
Fraksi Partai Demokrat. Petikannya:
Sudah hampir setahun Tim Kajian
Sistem Ketatanegaraan bekerja. Bapak
bisa jelaskan bagaimana kinerja tim
ini?
Sebelum saya menjelaskan bagaimana
kinerja Tim Kajian Sistem Ketatanegaraan,
terlebih dahulu saya ingin menjelaskan latar
belakang mengapa Tim Kerja Kajian Sistem
Ketatanegaraan ini dibentuk. Tim kerja ini
dibentuk sebagai salah satu sikap pro-aktif
MPR dalam merespon dinamika kehidupan
berbangsa dan bernegara, khususnya
terkait dengan sistem ketatanegaraan kita
yang masih memerlukan penataan di sana-
sini. Respon pro-aktif MPR tentu dilandasi
oleh berbagai aspirasi masyarakat yang
muncul, tidak hanya di tingkat pusat tetapi
juga dari daerah, termasuk juga dari kampus
dan lembaga strategis lainnya. Kebanyakan
aspirasi itu muncul pada saat MPR RI
melakukan sosialisasi Empat Pilar ke
berbagai elemen masyarakat di tingkat pusat
maupun daerah.
Dengan latar belakang itu maka Pimpinan
MPR pada akhir 2012, dengan Keputusan
Pimpinan MPR RI Nomor 12 Tahun 2012,
membentuk alat kelengkapan yang dinama-
kan Tim Kerja Kajian Sistem Ketatanegaraan
Indonesia. Jadi, tim kerja kajian ini adalah
Kita Identifikasi Permasalahan Sistem
Ketatanegaraan
Prof. Dr. Jafar Hafsah, Ketua Tim Kajian Sistem Ketatanegaraan
lembaga tertinggi negara. Padahal tidak
seperti itu. Tapi, memang ada aspirasi agar
MPR menyiapkan GBHN untuk mengawal
pemerintahan agar tidak melenceng dari
prinsip dasar berbangsa dan bernegara.
Tanpa GBHN, dikhawatirkan perjalanan
bangsa ini ditentukan oleh visi Presiden
semata. Saya pikir gagasan tentang
perlunya GBHN yang dihasilkan oleh MPR RI
khususnya untuk menampung aspirasi itu
tanpa mengubah status lembaga MPR
melainkan hanya menambah kewenangan
saja.
Berkai tan dengan aspi rasi untuk
memfasilitasi sidang tahunan, kita anggap
bagus . Sidang tahunan itu menjadi media
pelaporan lembaga-lembaga negara kepada
rakyat, tetapi ti dak dal am bentuk
pertanggungjawaban. Realisasinya setahun
sekali, presiden melaporkan secara terbuka
apa yang telah dilakukan. Selain presiden,
lembaga-lembaga negara lainnya, DPR, MPR,
BPK, MA, MK, KY juga menyampaikan
laporan. Dalam penyampaian laporan itu tidak
ada tanggapan atau pendapat dari fraksi-
fraksi. Hanya semata-mata laporan lembaga
negara. Kita memberikan ruang kepada
l embaga-l embaga negara untuk
menyampaikan kinerjanya masing-masing
kepada rakyat. Kinerja lembaga negara
menjadi transparan dan akuntabel. Sebuah
ide yang bagus.
Biarlah rakyat yang menilai laporan kinerja
lembaga negara itu. Kalau sekarang, rakyat
tidak mengetahui kinerja lembaga negara.
Rakyat tidak mengetahui persis apa yang
dilakukan lembaga negara seperti BPK, MK,
dan lainnya. Informasi yang diterima rakyat
sangat terbatas. Sidang Tahunan ini
dimaksudkan agar rakyat mengetahui persis
apa yang dilakukan lembaga-lembaga
negara.
19 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
alat kelengkapan Pimpinan MPR yang
membantu tugas konstitusional Pimpinan
MPR.
Tim Kerja Kajian Sistem Ketatanegaraan
Indonesia ini sangat strategis. Di samping
keanggotaannya meliputi perwakilan
proporsional fraksi dan kelompok anggota
DPD di MPR, tugasnya pun sangat mendasar,
yakni mengkaji soal dimensi strategis sistem
ketatanegaraan Indonesia. Tentu saja
cakupannya cukup luas karena melingkupi
kehidupan berbangsa dan bernegara kita,
tidak hanya dalam lingkup suprastruktur
politik tetapi juga infrastruktur politik. Jadi
dimensi strategis kenegaraan ataupun
kemasyarakatan menjadi obyek pelaksanaan
tugas tim kerja ini.
Tim kerja kajian ini bekerja berdasarkan
mekanisme kerja yang telah ditentukan dan
berdasarkan kerangka tata laksana yang
terstruktur dan sistematis sehingga akan
mencapai target kinerja yang maksimal
dengan output dan outcome yang terukur.
Mekanisme kerja tim kerja kajian meliputi
penyerapan aspirasi dan materi, diskusi dan
pembahasan, perumusan dan kristalisasi, uji
publik hasil perumusan dan kristalisasi, serta
perumusan laporan dan rekomendasi. Tentu
saja pasca pengumuman hasil kajian ini akan
terus disosialisasikan.
Apa saja tema yang menjadi kajian
dari tim ini?
Tema yang menjadi fokus kajian tentu saja
sesuai dengan arah kebijakan kajian yang
berdasarkan pada mandat tugas yang
diberikan oleh Pimpinan MPR. Setidaknya
ada enam tugas besar yang diamanatkan
oleh Pimpinan MPR, yakni: Melakukan kajian
isu pokok aspirasi masyarakat tentang
konsepsi dan materi konstitusi, dinamika usul
perubahan undang-undang dasar (UUD),
penguatan lembaga negara, implementasi
Empat Pilar kehidupan berbangsa dan
bernegara, keberadaan Ketetapan MPR yang
masih berlaku maupun pasca UU No. 12
Tahun 2011, dan kajian terhadap produk
undang-undang sebagai implementasi dari
amanat pasal-pasal UUD.
Dari masing-masing tema besar itu
kemudian diturunkan menjadi tema-tema
khusus yang kemudian dibahas dan
didiskusikan di forum-forum seminar, FGD,
lokakarya, dan beberapa kegiatan curah
pendapat dengan berbagai kelompok
akademisi maupun lembaga strategis.
Tentang konsepsi dan materi konstitusi
misalnya, cukup banyak sub tema yang telah
dibahas dalam forum serap aspirasi melalui
seminar, yakni tentang kedaulatan rakyat,
negara hukum, lembaga perwakilan,
pemerintahan negara, otonomi daerah,
perekonomian, pendidikan, dan lain-lainnya.
Tentang implementasi Empat Pilar,
bagaimana strategi pemasyarakatan Empat
Pilar. Apakah diperlukan badan khusus dalam
pemasyarakatan Empat Pi l ar serta
bagaimana implementasinya dalam berbagai
di mensi kehi dupan berbangsa dan
bernegara kita, baik di bidang politik,
ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan dan
keamanan, serta dimensi strategis lainnya.
Apa yang menjadi dasar dalam
penyusunan tema kajian itu?
Di samping harus tetap dalam kerangka
tugas yang menjadi domain kerja tim kerja
kajian, juga mengangkat tema yang krusial
menjadi isu pokok aspirasi masyarakat dan
daerah tentang permasalahan sistem
ketatanegaraan Indonesia. Jadi, penentuan
tema dilakukan dengan terlebih dahulu
mel akukan i denti fi kasi sej uml ah
permasalahan sistem ketatanegaraan kita
dan kemudian kita tentukan prioritas aspirasi
masyarakat dan daerah yang menjadi isu
pokok yang harus ditelaah dan dikaji, serta
dimintakan aspirasi dan pandangannya ke
berbagai komponen masyarakat.
Melalui identifikasi permasalahan secara
tepat diharapkan tim kerja kajian akan
mendapatkan sejumlah alternatif solusi
berbagai permasalahan ketatanegaraan kita,
yang pada gilirannya adalah sebagai
rekomendasi untuk melakukan penataan
sistem ketatanegaraan ke depan secara
lebih baik sesuai dengan dinamika demokrasi
dan perkembangan ketatanegaraan itu
sendiri.
Apakah tema-tema tersebut harus
berada dalam bingkai Empat Pilar
Kehidupan Berbangsa dan Bernegara?
Tentu saja masih dalam kerangka Empat
Pilar. Jika kita memahami secara utuh tentang
Empat Pilar, maka sungguh sangat luas
cakupannya bahkan ketatanegaraan sendiri
adalah bagian dari Empat Pilar. Sebab, dalam
Empat Pilar itu sesungguhnya kita dapat
memotret secara utuh kehidupan berbangsa
dan bernegara kita.
Bagaimana tindak lanjut dari hasil
kajian itu?
Sosialisasi secara langsung terkait
dengan hasil kajian tentu akan dilakukan pada
tahapan terakhir dari mekanisme kerja tim
kerja kajian. Sosialisasi akan dilakukan
kepada publik melalui berbagai media cetak
ataupun elektronik. Juga dalam bentuk buku-
buku hasil kajian dan jurnal, serta dapat
diakses melalui website tim kerja kajian.
Sosialisasi juga akan dilakukan kepada
lembaga negara ataupun pemerintah daerah
melalui rekomendasi yang akan diberikan.
Secara implisit sosialisasi terhadap
hasi l kaj i an sebenarnya j uga t el ah
dilakukan bersamaan dengan kegiatan
yang dilakukan dalam tahapan mekanisme
kerja yang dilakukan oleh tim kerja melalui
diskusi ataupun pendalaman terhadap
suatu permasalahan ketatanegaraan,
sehingga hasil kajian itu merupakan
kesimpulan bersama dalam berbagai forum
diskusi.
FOTO-FOTO: HUMAS MPR RI
20 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
Boki Ratu Nita Budhi Susanti, SE, MM
Anggota MPR RI Fraksi Partai Demokrat
Kiprah
Sang Ratu Untuk Rakyat
Kedekatan kepada rakyat adalah kunci
utama menjalankan amanah sebagai
wakil rakyat. Perjuangkan rakyat di
desa-desa menjadi concern utamanya.
Pembangunan yang merata dan
berkeadilan di seluruh wilayah Indonesia
seharusnya menjadi cita-cita bersama
D
IA masih terlihat cantik, bersahaja, dan luwes. Senyuman
selalu menghiasi wajahnya. Itulah kesan awal ketika pertama
kali bertemu anggota MPR RI Fraksi Partai Demokrat Boki Ratu
Nita Budhi Susanti atau akrab disapa Boki Ratu. Boki adalah seorang
Ratu Ternate, istri Sultan Mudaffar Sjah ke-48. Sebagai seorang
Ratu, Boki memiliki pandangan yang luas tentang kenegaraan, sejarah
kerajaan, dan juga pemahaman ekonomi yang mendalam terhadap
Bangsa Indonesia.
Dalam tugasnya sebagai wakil rakyat dari Fraksi Partai Demokrat
dan di tempatkan di Komisi II DPR RI, Boki Ratu sangat total
menjalankan amanah yang diembannya. Dia mampu berkomunikasi
dan dekat sekali dengan rakyat. Boki Ratu tak segan terjun langsung
ke daerah-daerah dan berkomunikasi langsung dengan masyarakat.
Sesuai dengan kapasitasnya sebagai anggota Komisi II, Boki snagat
concern masalah pemerintahan terutama di daerah.
Pada kesempatan reses beberapa waktu lalu, Boki mengunjungi
daerah pemilihannya di Provinsi Maluku Utara. Di sana, Boki
menyoroti kinerja pejabat daerah. Selain menyoroti soal kinerja
pemerintah daerah, Boki juga mengunjungi KPUD dan Bawaslu Maluku
Utara untuk mengetahui persiapan dan kendala persiapan pemilu
2014. Boki berharap agar penyelenggaraan pemilu berlangsung
lancar sehingga pesta demokrasi akan membawa kesejahteraan
untuk rakyat.
Boki Ratu juga terkenal sangat mendorong pemberdayaan desa.
Dalam berbagai kesempatan seperti diskusi, seminar dan talkshow,
Boki selalu mendorong soal pemerataan pembangunan.
Pembangunan nasional harus merata sampai ke desa-desa tidak
hanya di kota saja. Hal ini berkaitan dengan konsentrasi penduduk
yang banyak berkumpul di kota. Boki prihatin dengan mind set
bahwa orang yang tinggal di desa adalah orang yang terbelakang
tidak ada kemajuan.
Imejnya kan begitu, orang menjadi malu tinggal di desa dan menjadi
orang desa. Inilah permasalahannya ada di pemerataan
21 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
Kilas Balik
pembangunan. Pembangunan harus merata dan berkeadilan sampai ke desa-
desa. Pembangunan perekonomian, pendidikan, infrastruktur harus masuk ke
desa. Efek dominonya akan sangat positif. Penyebaran penduduk akan merata
dan tidak terkonsentrasi di kota, ujarnya, di Jakarta, akhir November 2013.
Penerapan Otonomi Daerah (Otda), menurut Boki Ratu, seharusnya sangat
tepat dan membantu kesejahteraan masyarakat. Konsep Otda sangat bagus,
intinya merealisasikan pemerataan pembangunan sampai ke daerah.
Itulah sekelumit kiprah Boki Ratu sebagai wakil rakyat. Sebagai anggota MPR
RI, Boki juga ikut urun rembug dalam melakukan Sosialisasi 4 Pilar Berbangsa
dan Bernegara. Dalam melakukan sosialisasi, banyak sekali elemen masyarajat
yang menjadi sasaran strategisnya, seperti birokrasi, LSM, Ormas, sampai pelajar
dan mahasiwa.
Dalam melakukan sosialisasi di daerah, terutama saat reses di berbagai daerah,
Boki Ratu sering berbagi pengalaman dan memberikan motivasi warga masyarakat
yang disambanginya. Empat Pilar adalah nilai luhur bangsa yang harus dipahami
dan di implementasikan oleh setiap warga masyarakat Indonesia dalam kehidupan
sehari-hari, tandasnya.
Deri Irawan
L
AHIR di Semarang, Jawa Tengah, 07 Juli 1968, Boki
Ratu Nita Budhi Susanti tidak menyangka menjadi
seorang politisi, apalagi menjadi wakil rakyat di
parlemen. Namun, sejak kecil hingga remaja dia punya
kepedulian yang sangat tinggi terhadap lingkungan
sosial. Dan, jiwa kepeduliannya itu terbawa hingga kini.
Boki Ratu kecil menghabiskan masa pendidikan dasar
sampai menengahnya di Weleri, Kendal, Jawa Tengah.
Ia mengikuti pendidikan di SD Kanisius Brana Weleri
(1981), SMP Negeri 1 Weleri Kendal (1984), dan SMA
Negeri 1 Kendal (1987). Tamat SMA, Boki melanjutkan
pendidikan tingginya di STIE Semarang, di Semarang,
Jawa Tengah, lulus 1992. Meski mengantongi ijasah
sarjana ekonomi, Boki mengikuti kulai tambahan di
Fakultas FISIP Universitas Moestopo; Jakarta, lulus 2007.
Setelah itu, ia mengambil Program Pasca Sarjana Fakultas
Ekonomi Universitas Diponegoro, Semarang, TA 2009/
2010.
Sebelum melangkah ke dunia politik, Boki meniti karir di
berbagai perusahaan, seperti, menjabat Manajer
Pemasaran di PT. Dewasa Unggul Jati, Tangerang, 1992-
2000. Lalu menjadi Komisaris PT. Fujita Iron Work
Tangerang, 1992-2000; menjabat Direktur CV Ake Guraci
Ternate, 2004; dan menjadi Komisaris PT. Royal Ternate
Multidaya, 2004.
Ibu lima orang anak: Nesya Fitri Hanindya (19 tahun),
Nadia Tsabitah (17), Hafis Ayyashi (15), Nabila
Purboningsih Mudaffar Sjah (10) dan Azka Nukila
Purboningrum Mudaffar (9) ini juga sangat aktif
melakukan kegiatan organisasi. Antara lain, ia menjadi
Penasihat Muslimat NU Provinsi Maluku Utara, dari 2004
sampai sekarang, Lalu, sejak 2004 hingga sekarang, ia
menjadi Pembina Sanggar Kesultanan Ternate.
Selain itu, ia juga Penasihat Sanggar Kreativitas Anak
Maluku Utara, Penasihat Gerakan Sadar Membaca
Maluku Utara, Pembina Pemuda Pancasila Provinsi Maluku
Utara, Pembina Organisasi Perempuan Maluku Utara,
Pembina PARFI (Persatuan Artis Film Indonesia),
Penasihat Forum FKIKN (Forum Komunasi dan Inforsmasi
Keraton Nusantara (2006), Dewan Pembina UKM dan
Koperasi Provinsi Maluku Utara, Penasihat DPP APDESI
(Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia), dan
Ketua DEWAKARA (Dewan Keraton Nusantara).
Pintu memasuki dunia politik terbuka lebar untuk Boki
Ratu. Melalui Partai Demokrat, Boki Ratu maju menjadi
caleg DPR RI untuk daerah pemilihan Provinsi Maluku
periode 2009-2014, dan melenggang ke Senayan,
menjadi wakil rakyat periode 2009-2014 dan ditempatkan
di Komisi II. Dalam kiprahnya sebagai anggota MPR RI,
Boki turut aktif melakukan Sosialisasi 4 Pilar Berbangsa
dan Bernegara.
Dengan berbagai metode penyampaian, seperti semi-
nar di dearah-daerah, menjadi narasumber acara diskusi
di beberapa media massa nasional, Boki menyampaikan
berbagai materi seputar 4 Pilar Berbangsa (Pancasila,
UUD NRI Tahun 1945, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika),
terutama ditargetkan untuk generasi muda bangsa.
Deri Irawan
FOTO-FOTO: HUMAS MPR RI
22 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
NASIONAL
Hubungan antara Indonesia dan Rusia sudah berjalan lebih dari satu abad. Kerena itu layak
bila pemimpin kedua negara sepakat meningkatkan kerjasama.
H
UBUNGAN antara Indonesia dan Rusia sudah berjalan dengan
baik, bahkan sejak mula pertama kedua negara membangun
kerjasama diplomatik sekitar 1950. Semenjak itu pemimpin
kedua negara bergantian saling berkunjung, baik untuk menjajagi
peluang kerjasama kedua negara, maupun untuk mempererat
persatuan diantara keduanya.
Melihat kondisi tersebut, tidak berlebihan jika hubungan antara
Indonesia dan Rusia terus ditingkatkan. Tidak sebatas hubungan
antarparlemen saja, juga hubungan antar komisi-komisi di
parlemen masing-masing negara. Termasuk hubungan berbagai
sektor yang selama ini telah terjalin. Seperti, pendidikan, ekonomi
dan militer.
Pernyataan itu disampaikan Wakil Ketua Duma Federasi Rusia Mr.
Levichev di hadapan Pimpinan MPR pada Kamis (21/11). Pada
kesempatan itu Levichev memimpin rombongan delegasi Duma
Negara Majelis Federal Federasi Rusia bertemu dengan Pimpinan
MPR RI. Pertemuan tersebut berlangsung di Ruang Delegasi, Gedung
Nusantara V, lantai 2 Kompleks MPR/DPR/DPD RI. Ikut serta dalam
rombongan tersebut antara lain, anggota Duma Negara dari fraksi
Rusia Bersatu Mr. Kononov. Juga anggota Duma Negara dari fraksi
Partai Komunis Federasi Rusia Mr. Kornienko. Serta Duta besar
Rusia untuk Indonesia Mr. Galuzin.
Ke depan, Levichev berharap, kerjasama Indonesia dengan
Federasi Rusia bisa terus ditingkatkan. Termasuk memperkenalkan
hubungan kedua negara kepada generasi muda, di masing-masing
negara. Ini penting, agar hubungan Indonesia dengan Rusia di masa
yang akan datang bisa terus ditingkatkan. Termasuk meningkatkan
hubungan yang selama ini berlum terjalin dengan baik, yaitu di sektor
perubahan iklim dan cuaca.
Pada kesempatan itu, Levichev terlihat sangat antusias melakukan
peningkatan hubungan dan kerjasama antara Indonesia dengan
Rusia. Terbukti, pada kesempatan itu Levichev juga menyampaikan
harapan yang sangat besar agar bahasa Rusia bisa diajarkan di
sekolah-sekolah Indonesia. Dan masuk ke dalam kurikulum
pendidikan, mulai dari sekolah dasar sampai SLTA. Ini penting, kata
Levichev, karena di Rusia makin banyak tumbuh kelompok-kelompok
studi budaya dan bahasa Indonesia, yang makin lama semakin
berkembang dengan baik.
Menanggapi harapan tamunya, Wakil Ketua MPR RI Ahmad Farhan
Hamid didampingi Hj. Melani Leimena Suharli dan beberapa Pimpinan
Fraksi MPR RI menyatakan, hubungan kedua negara memang patut
ditingkatkan. Apalagi buat Indonesia Rusia merupakan salah satu
negara sahabat yang menyenangkan. Terbukti, dari sikap-sikap Rusia
yang selama ini telah berlaku baik dengan Indonesia. Salah satu
Kunjungan Duma Rusia di MPR RI
FOTO-FOTO: HUMAS MPR RI
23 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
contohnya adalah tumbuhnya komunitas
masyarakat di Moskow yang mempelajari
bahasa dan budaya Indonesia, serta membuat
kamus bahasa Indonesia Rusia.
Banyak juga pelajar Indonesia yang
belajar di Moskow, dan masih banyak lagi
yang akan segera berangkat ke sana.
Mungki n beasi swa bagi pel aj ar dan
mahasiswa di Rusia perlu ditingkatkan lagi,
kata farhan menambahkan.
Farhan juga setuju pembicaraan masalah
perubahan iklim dengan Rusia ditingkatkan
seperti yang selama ini sudah dilakukan
dengan negara-negara lain. Apalagi, Indo-
nesia memiliki banyak hutan tropis yang
masih asli dan belum tersentuh. Dengan
begitu diharapkan keberadaan hutan-hutan
tersebut bisa lebih bermanfaat, bukan hanya
bagi Indonesia. Tapi juga bagi seluruh umat
manusia di muka bumi.
Diakhir pertemuan tersebut, Farhan
menitip pesan agar pertemuan kedua negara
tidak hanya dilakukan oleh pejabat parlemen
dan pemerintah saja. Ke depan perlu
diadakan pertemuan-pertemuan yang lebih
sering antara pebisnis dan pengusaha dari
kedua negara.
MBO
FOTO-FOTO: HUMAS MPR RI
24 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
NASIONAL
Dialog Pilar Negara
Membaca Peta Konflik Pemilu 2014
W
AKIL Ketua MPR Ahmad Farhan
Hamid mengatakan, pemilu merupa-
kan rangkaian menuju ke-kuasaanya
yang secara teknis paling sehat di antara
teknis-teknis lainnya. Cara yang sehat ini
sudah masuk dalam konstitusi kita, ujarnya
saat menjadi narasumber Dialog Pilar
Negara di Ruang Presentasi Per-pustakaan
MPR, Jakarta, 25 November 2013. Lebih lanjut
diungkapkan, dalam Pemilu 2014 seluruh
partai politik harus meng-amankan ideologi
kebangsaan sehingga dari sini tak akan
muncul konflik ideologi sebelum, saat, dan
sesudah pemilu. Kalau dulu masih ada
konflik ideologi antara nasionalisme, Islam,
dan komunisme, ungkapnya. Saat ini
masal ah i deol ogi sudah sel esai ,
tambahnya.
Pria asal Aceh itu mengakui bahwa
pelaksanaan Pemilu 1999 merupakan
pelaksanaan pemilu terbaik selain Pemilu
1955. Untuk Pemilu 2004 dan 2009 dirinya
juga mengakui baik meski ada beberapa hal
yang menyebabkan pemilu itu tak sebaik
pemilu sebelumnya. Pada Pemilu 2014,
Ahmad Farhan mengatakan bahwa potensi
konflik itu tetap ada. Potensi itu muncul dari
penyelenggara, KPU. Bukan hanya KPU
namun juga pada KPUD hingga tempat
pemungutan suara. Kalau KPU tidak netral,
tidak tegas, dan tak profesional akan
melahirkan konflik, tegasnya. Demikian
sebaliknya, bila KPU netral, tegas, dan
profesional maka masalah pemilu selesai,
tambahnya.
Faktor penyelenggara pemilu yang tak
adil bukan satu-satunya biang konflik pada
Pemilu 2014. Di tingkat kabupaten, faktor
ego etnis bisa menjadi penyulut konflik.
Wakil rakyat yang bersikap ego etnis bisa
menjadi pemicu konflik bila mereka tidak
terpilih. Dicontohkan pemilukada sering
terjadi konflik sebab faktor ego etnis
sebagai pemicu. Untuk itu, Ahmad Farhan
mengharap agar penyelenggara pemilu
mengindentifikasi sumber konflik.
Dalam kesempatan yang sama, pengamat
politik Herry Budiyanto mengungkapkan
bahwa sumber potensi konflik dalam Pemilu
2014 itu sudah menganga ketika DPT menjadi
perdebatan. Ini merupakan warning, Herry
mengingatkan. Menurutnya, KPU harus hati-
hati. Dirinya mendorong agar KPU, Bawaslu,
dan Kementerian Dalam Negeri bersinergi
untuk menyelesaikan masalah DPT. Bila tidak
itu akan menjadi bumerang, sebab partai
Pengamat politik Herry Budiyanto menilai, potensi konflik dalam Pemilu 2014 sudah menganga
ketika DPT menjadi perdebatan. Ini merupakan warning, katanya.
politik tak rela bila DPT bermasalah. Potensi
konflik bisa mulai dari awal hingga akhir
penetapan wakil rakyat, ujarnya.
Dengan tegas Herry menyebut, ada 3
institusi sebagai tempat munculnya potensi
konflik. Ketiga institusi itu adalah KPU, partai
politik, dan MK. Ketiga institusi itu harus kita
identifikasi dan waspadai sebagai sumber
konflik, terangnya. Dalam soal partai politik,
dosen Uni versi tas Mercu Buana i tu
menuturkan, kedewasaan partai politik harus
dikedepankan. Seluruh partai politik,
menurutnya, harus siap kalah. Biasanya kita
siap menang saja, katanya.
Dalam masalah MK, ia mengakui kalau
kepercayaan lembaga itu masih seperti saat
ini, di mana aura korupsi Akil Mochtar masih
ada, maka orang juga tak akan percaya pada
lembaga yang beralamat di Jl. Medan
Merdeka Barat, Jakarta, itu. Untuk itu, dirinya
mengajak semuanya untuk membangun
kepercayaan kepada para penyelenggara
pemilu meski lembaga-lembaga itu harus
tetap diawasi.
Anggota MPR dari Fraksi PAN, Teguh
Juwarno, yang dalam kesempatan itu juga
menjadi narasumber mengatakan, DPT
merupakan sumber konflik dalam Pemilu
2014. Apabila masalah ini tak tuntas maka
bisa menjadi sumber konflik, ujarnya. Tak
hanya itu, kerja sama antara KPU dan
Lembaga Sandi Negara juga bisa menjadi
akar konflik. Dirinya meminta agar KPU bisa
menjelaskan mengapa dirinya bekerja sama
dengan lembaga telik sandi itu. Apabila KPU
tak bisa menjelaskan maka pemilu yang
terselenggara akan jauh dari rasa luber
jurdil, paparnya.
Sama seperti Herry, Teguh juga menyebut
MK bisa menjadi sumber konflik bila tak bisa
bertindak transparan. Adanya sekelompok
orang yang ngamuk di MK, menurut mantan
presenter RCTI itu, sebagai bentuk turunnya
kredibilitas MK. Penting juga semua caleg
dan partai politik harus siap kalah dan
menang, tegasnya.
AW
25 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
Satu Abad Melanchton Siregar
E
NAM orang Panitia Peringatan 100
Tahun Melanchton Siregar pada Jumat
22 November 2013 menemui Wakil
Ketua MPR Melani Leimena Suharli.
Kedatangan delegasi yang dipimpin oleh
Sekretaris Panitia Ronald M. Sihombing itu
diterima di Ruang Rapat Pimpinan MPR, Lt. 9,
Gedung Nusantara III, Komplek Gedung
MPR/DPR/DPD.
Kedatangan mereka menemui putri
pahlawan Johannes Leimena itu untuk
meminta dukungan MPR agar Melanchton
Siregar dijadikan pahlawan nasional.
Melanchton Siregar adalah pria batak kelahiran
7 Agustus 1921, Desa Pearung, Kecamatan
Paranginan, Kabupaten Humbang
Hasundutan, Sumatera Utara. Dalam masa
hidupnya, ia pernah memimpin perang gerilya
di Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Selepas
Indonesia merdeka, ia mendirikan Partai Kristen
Indonesia. Partai itu saat melakukan Kongres
di Solo, Jawa Tengah, tahun 1945 berfusi
dengan Partai Kristen Nasional dan selanjutnya
berganti nama menjadi Partai Kristen Indone-
MPR Dukung Melanchton
Siregar Jadi Pahlawan
Satu lagi putra bangsa Indonesia diusulkan menjadi Pahlawan
Nasional. Dia adalah Melanchton Siregar, asal Sumatra Utara.
sia. Saat Orde Baru menerapkan aturan fusi,
maka partai itu menjadi bagian dari Partai
Demokrasi Indonesia.
Menurut Ronal d kepani ti an sudah
melakukan berbagai hal, sesuai dengan
undang-undang, untuk memberi bukti
sebagai syarat-syarat seseorang mendapat
gelar pahlawan nasional. Berbagai seminar
tentang Melanchton sudah diselenggarakan,
mulai di kampung halamannya, Medan
Sumatera Utara, hingga di Jakarta. Syarat
dan ketentuan sudah lengkap, ujarnya.
Ronald bisa jadi sudah merasa nyaman
dengan usaha yang dilakukan sebab semua
arsip, syarat, dan ketentuan sudah berada
di tangan Dewan Gelar Kehormatan dan
Pahlawan. Meski semua hal sudah berada
di tangan dewan gelar namun kepanitian
dikatakan akan terus berjalan. Apapun
hasilnya akan kita syukuri, ujarnya.
Sekarang kita tinggal berkomunikasi terus
dengan dewan gelar, tambahnya.
Mendapat paparan yang demikian Melani
Leimena merasa senang. Dikatakan bahwa
Melanchton adalah kawan seperjuangan
ayahnya, Johannes Leimena. Ayah saya
sering bertemu dengan beliau tetapi kalau
saya belum pernah, tuturnya. Disebut
bahwa MPR juga mendukung Melanchton
menjadi pahlawan nasional.
Diakui tahun ini cita-cita panitia untuk
menjadikan ia menjadi pahlawan nasional
belum tercapai bisa jadi karena dari Sumatera
Utara sudah ada yang dinobatkan menjadi
pahlawan, yakni Tahi Bonar Simatupang.
Simatupang adalah Wakil Kepala Staf
Angkatan Perang 1948-1949, Kepala Staf
Angkatan Perang 1950-154, dan pada tahun
1954 -1959 diangkat sebagai penasihat
militer di Departemen Pertahanan.
Mungkin satu provinsi tidak bisa langsung
mengusulkan dua orang langsung jadi
pahlawan, ujar Melani Leimena memberi alasan
belum dijadikannya Melanchton sebagai
pahlawan. Mudah-mudahan tahun depan
beliau bisa menjadi pahlawan, harapnya. Diakui
untuk bisa diangkat menjadi pahlawan nasional
memang memerlukan proses. Ia menceritakan
ketika ayahnya diangkat menjadi pahlawan
pada 10 November 2010, prosesnya cukup
lumayan lama, diusulkan oleh Pemerintah
Daerah Maluku sejak tahun 2005. Kita berdoa
mudah-mudahan perjuangan kita pada tahun
depan bisa terlaksana, ujarnya. Mudah-
mudahan istri Bapak Melanchton juga bisa
menyaksikan suaminya dinobatkan menjadi
pahlawan, tambahnya. Janda Melanchton saat
ini ada.
AW
26 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
NASIONAL
Pengganti Antar Waktu
Ahmad Farhan Hamid Melantik
Dua Anggota Baru MPR
W
AKIL Ketua MPR Ahmad Farhan
Hamid melantik dan mengambil
sumpah dua anggota MPR pengganti
antar waktu (PAW), yaitu Ahmad Rifai
Sufyadi sebagai anggota MPR dari Fraksi
Partai Demokrat menggantikan Adiyaman
Amir Saputra, dan Drs Andi Kaharuddin dari
Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN)
menggantikan Wa Ode Nurhayati, dalam
upacara pengambilan sumpah di Ruang
Delegasi Gedung Nusantara IV, Kompleks
MPR/DPR/DPD Senayan, Selasa, 19 Novem-
ber 2013.
Dalam acara yang berlangsung singkat
itu diawali dengan pembacaan Keputusan
Presiden mengenai pengangkatan kedua
anggota MPR tersebut, dilanjutkan dengan
pembacaan sumpah/janji yang dipandu Wakil
Ketua MPR Ahmad Farhan Hamid. Acara
pelantikan dan pengambilan sumpah dua
anggota MPR PAW diakhiri dengan pemberian
ucapan selamat dari Ahmad Farhan Hamid
didampingi Soenmanjaya (Ketua Fraksi PKS
MPR RI), serta sejumlah pejabat Setjen MPR.
Dalam sambutannya, Ahmad Farhan
Hamid menyampaikan beberapa hal yang
perlu mendapat perhatian seluruh anggota
MPR, yaitu tentang penguatan lembaga
majelis, perencanaan pembangunan
nasional, institusionalisasi pemasyarakatan
4 Pilar kehidupan berbangsa dan bernegara,
serta dinamika aspirasi masyarakat dan
Dua anggota MPR PAW dilantik sebagai pengganti (alm) Adiyaman
Amir Saputra (Partai Demokrat) dan Wa Ode Nurhayati (Partai
Amanat Nasional).
daerah tentang perlunya terus menerus
menyempurnakan konstitusi.
Dalam hal penguatan lembaga majelis,
Farhan Hamid mengatakan, perlu ikhtiar
bersama bahwa sebagai lembaga negara,
lembaga demokrasi yang representatif
mewakili kepentingan politik rakyat dan
daerah, MPR perlu memaksimalkan perannya
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Karena itu, tugas kita untuk memikirkan
penguatan kewenangan, tugas dan fungsi
lembaga majelis. Antara lain, melalui
penyempurnaan UU Nomor 27 Tahun 2009
tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, katanya.
Terkait dengan akuntabilitas publik, kinerja
lembaga negara, lanjut Farhan Hamid,
27 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
kepercayaan publik terhadap lembaga
negara perlu terus ditingkatkan dengan cara
memberikan akses informasi kepada seluruh
elemen masyarakat tentang kinerja lembaga-
lembaga negara. Ke depan kita perlu
memikirkan tentang pentingnya laporan
kinerja dari masing-masing lembaga negara
kepada publik di hadapan forum sidang MPR,
jelasnya.
Sementara itu, dalam rangka mewujudkan
demokrasi, kata Farhan Hamid, perlu juga
di pi ki rkan kembal i tentang si stem
perencanaan pembangunan nasional di
pusat dan daerah, apakah telah sesuai
dengan prinsip-prinsip kedaulatan rakyat.
Karena itu, meninjau kembali sistem
perencanaan pembangunan nasional saat
ini dan merumuskan kembali sistem
perencanaan pembangunan nasional model
Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN)
adalah aspirasi publik yang perlu kita dalami
bersama-sama, paparnya.
Mengenai institusionalisasi pemasyarakat
4 Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara,
Farhan Hamid mengungkapkan perlunya
sebuah badan khusus yang memiliki
kewenangan untuk melaksanakan tugas-
tugas pengkajian dan pemasyarakatan 4 Pi-
lar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara.
Sejak dibubarkannya lembaga BP-7, tidak
ada satu lembaga pun yang secara khusus
memiliki kewenangan untuk memasyarakat-
kan Pancasila dan pilar-pilar kebangsaan
lainnya, ujarnya.
Hal terakhir yang disampaikan Farhan Hamid
adalah soal dinamika aspirasi masyarakat dan
daerah yang menginginkan untuk melakukan
perubahan UUD NRI Tahun 1945.
Menyempurnakan konstitusi adalah sebuah
keniscayaan sepanjang ada kepentingan dan
ada kebutuhan untuk itu. Dalam ketentuan Pasal
37 UUD NRI Tahun 1945, dibuka ruang seluas-
luasnya untuk melakukan perubahan UUD
sepanjang memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan, pungkasnya.
BS
28 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
NASIONAL
B
ENTROK antara kelompok Suni dan
Syiah yang terjadi di Sampang Madura
pada Desember 2011 menyisakan
kesengsaraan bagi kedua belah pihak.
Terbukti para korban dari kelompok syiah
yang selama ini tinggal di pengungsian
Rusunawa Puspa Agro Jemundo Sidoarjo,
Jawa Timur, belum bisa kembali ke tempat
asal mereka. Malah, tersiar kabar mereka
akan dipindahkan ke asrama haji Sukolilo,
Surabaya.
Kedua kelompok masyarakat yang dulu
berseteru itu sebenarnya sudah melakukan
islah. Kedua belah pihak sudah sepakat
menghentikan kebencian dan menghapus
dendam diantara mereka. Perwakilan dari
masing-masing kelompok juga sudah saling
mengunjungi untuk menyambung tali
silaturrahim. Mereka sudah bisa menengok
saudara-saudara mereka yang sakit atau
meninggal dunia.
Pernyataan itu disampaikan KH. Moh.
Nuruftamam, salah satu tokoh masyarakat
di Sampang Madura, saat bert emu
pimpinan MPR di Gedung Nusantara III,
lantai 9, kompleks MPR/DPR/DPD RI, pada
Senin (18/11).
Nuruftamam menemui pimpinan MPR
bersama para penggiat islah dari kedua
kelompok dan tim dari Lembaga Bantuan
Hukum yang selama ini sudah mendampingi
para korban kerusuhan. Turut hadir dalam
Bentrok Suni dan Syiah
Korban Kerusuhan Madura Sowan ke MPR
Seluruh bangsa Indonesia harus mengakui dan menerima keberagaman. Bukan mau menang
sendiri, dan merasa benar sendiri.
pertemuan tersebut anggota Komisi VIII DPR
RI Adang Ruchyana, dan anggota Komisi III
DPR RI Eva Sundari.
Namun, kata Nuruftamam, hingga kini
pemerintah daerah belum mengizinkan para
pengungsi untuk kembali ke wilayah asal
mereka. Bahkan, saat hendak pergi ke
29 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
Jakarta untuk bertemu pemerintah pusat,
pihaknya mendapat intimidasi dan ancaman
dari aparat di Madura.
Jadi , apa yang di kat akan ol eh
pemeri nt ah pusat ada pemul angan
pengungsi itu semuanya bohong. Belum
ada satupun pengungsi yang kembali ke
kampung halaman. Mereka tertahan di
tempat pengungsian karena pemerintah
daerah belum membolehkan mereka untuk
kembal i , kat a Nur uf t amam
menambahkan.
Menurut Nuruftamam, semakin lama para
pengungsi kembali ke daerah asalnya
semakin besar simpang siur yang terus
beredar di masyarakat. Mulai dari masalah
tanah yang diisukan bakal dibeli dengan
harga murah. Hingga masalah-masalah
politik yang menjadi kian memanas menuju
pemilu 2014.
Karena itu, Nuruftamam berharap,
pimpinan MPR bisa mendesak pemerintah
pusat agar segera merealisasikan rencana
pemulangan pengungsi. Jangan sampai
keterlembatan tersebut malah menimbulkan
masalah yang lain.
Mendengar permohonan tamunya, Ketua
MPR RI Sidarto Danusubroto didampingi
Wakil Ketua MPR Hj. Melani Leimena Suharli
menyanggupi untuk meni ndakl anj uti
permohonan tersebut. Setelah mendapat
persetujuan Pimpinan MPR yang lain, Sidarto
berjanji bakal menemui pihak-pihak yang
berwenang menangani persoalan tersebut.
Menurut Sidarto, kerusuhan kelompok Syiah
dan Suni di Madura sudah terlalu lama dan
berlarut-larut, karena itu harus segera
dihentikan.
Indonesia, jelas Ketua MPR, didirikan
sebagai negara kebangsaan. Yaitu negara
yang menghormati seluruh agama dan
aliran kepercayaan. Karena itu, perbedaan
agama merupakan sesuatu yang niscaya
terjadi di Indonesia. Hanya saja perbedaan
itu tidak untuk berpecah belah, sebaliknya
untuk dikelola dengan baik agar persatuan
dan kesatruan Indonesia tetap terjaga
dengan utuh.
Kalau masih ada kelompok yang merasa
paling benar dan mau menang sendiri itu
artinya dia sudah ketinggalan zaman. Kalau
perlu dia tidak usah hidup di Indonesia saja,
tandas Sidarto.
MBO
30 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
NASIONAL
W
AKIL Ketua MPR Hj Melani Leimena
Suharli dan Direktur Perpustakaan
Kongres Kedutaan Besar Amerika
Serikat di Jakarta, William P. Tuchrello,
membubuhkan tanda tangan pada naskah
Memorandum of Understanding (MoU)
sebagai pengi kat kerj asama antara
Perpustakaan MPR RI dengan Perpustakaan
Kongres Amerika Serikat, di Ruang
Presentasi Perpustakaan MPR RI, Gedung
Nusantara IV, Kompleks MPR/DPR/DPD,
Jakarta, Selasa 26 November 2013.
Penandatanganan kerjasama kedua
perpustakaan itu disaksikan Sekretaris
Jenderal MPR Eddie Siregar dan perwakilan
dari Perpustakaan Nasional, serta jajaran
Sekretariat Jenderal MPR RI. Dengan
kerjasama itu, Perpustakaan MPR RI
mendapat bahan informasi dan publikasi dari
Perpustakaan Kongres AS, dan sebaliknya
perpustakaan MPR RI mengirim publikasi ke
Perpustakaan Kongres AS.
Menurut Sekjen MPR Eddie Siregar,
Perpustakaan MPR telah membangun
jaringan, khususnya dengan Perpustakaan
Kongres Amerika Serikat. Perpustakaan
Kongres Ameri ka Seri kat adal ah
perpustakaan yang terbesar di dunia,
Kerjasama Perpustakaan
Langkah Penting di Era Globalisasi
Perpustakaan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menjalin kerjasama pertukaran publikasi
dengan Library of Congress (LOC) Overseas Office American Embassy.
katanya. Di Perpustakaan Kongres AS
tersimpan buku-buku sejarah, di antaranya
mengenai Perang Saudara di AS.
Dengan kerjasama ini, Perpustakaan MPR
akan mendapat bahan informasi dan
31 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
publikasi dari Perpustakaan Kongres dan
MPR pun bisa dikenal di negara-negara lain,
terutama di Amerika Serikat, ujar Eddie
Siregar.
Sementara Direktur Library of Congress
(LOC) Overseas Office American Embassy,
William P. Tuchrello, mengatakan, kerjasama
ini merupakan kerjasama antara Indonesia
sebagai negara demokrasi terbesar keempat
dunia dengan Amerika Serikat sebagai
negara demokrasi terbesar kedua. Dengan
kerjasama ini kita bisa mengetahui tugas-
tugas konstitusional dan meningkatkan
kreativitas, ujarnya.
William P. Tuchrello menambahkan, dengan
kerjasama ini, Perpustakaan Kongres AS
bi sa memberi kan i nformasi (i l mu
pengetahuan) terkini dan mutakhir yang bisa
bermanfaat.
Wakil Ketua MPR Hj. Melani Leimena
Suharli dalam sambutannya mengatakan,
kerjasama ini merupakan sebuah langkah
penting, karena di era globalisasi, informasi
menjadi syarat utama dalam berbagai bidang.
Informasi menjadi hak masyarakat dan
pemerintah harus menyediakan informasi.
Namun, penyebarluasan informasi seringkali
terkendala dengan masalah dana dan biaya.
Kerjasama ini untuk mengatasi kendala biaya
dalam menghimpun dan menyebarluaskan
informasi, katanya.
Melani Leimena Suharli mengungkapkan
pentingnya perpustakaan sebagai bagian
dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Perpustakaan menjadi wahana belajar
sepanjang hayat, katanya.
Dalam kesempatan itu, secara simbolis
dilakukan tukar menukar publikasi antara
Perpustakaan MPR RI dengan Perpustakaan
Kongres Amerika Serikat.
Seperti di kuti p dari Wi ki pedi a,
perpustakaan kongres AS (Library of Con-
gress) secara de facto adalah perpustakaan
nasional Amerika Serikat dan pusat riset
kongres AS. Perpustakaan ini menempati tiga
buah gedung di Washington DC. Merupakan
perpustakaan terbesar di dunia dari segi luas
rak buku dan total buku. Di katalognya
tercatat lebih dari 32 juta judul bahan pustaka
yang ditulis dalam 470 bahasa.
Perpustakaan itu juga menyimpan koleksi
61 juta manuskrip dan buku langka terbesar
di Amerika Utara, termasuk naskah Deklarasi
Kemerdekaan Amerika Serikat dan Kitab
Gutenberg. Selain itu, perpustakaan ini juga
menyimpan lebih dari 1 juta judul terbitan
pemerintah AS, 1 juta terbitan suratkabar
dari sel uruh duni a, 330.000 vol ume
suratkabar yang dijilid, 500.000 gulung mi-
crofilm, lebih dari 6000 judul buku komik, dan
koleksi literatur hukum terbesar di dunia.
Kepala perpustakaan disebut Librarian of
Congress (Pustakawan Kongres).
BS
32 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
NASIONAL
D
ALAM Pasal 4 ayat (1) UUD NRI Tahun
1945 menyebutkan bahwa Presiden
Republ i k Indonesi a memegang
kekuasaan pemerintahan menurut Undang-
Undang Dasar. Sesuai dengan pasal
tersebut, Indonesia menganut sistem
pemerintahan Presidensiil. Sistem presiden-
siil sebagai pilihan sistem pemerintahan di
Indonesia telah melalui proses perdebatan
panjang oleh para founding fathers dengan
memahami konteks Indonesia pada masa itu.
Namun perdebatan tentang kemurnian
sistem Presidensiil dimunculkan dalam
konteks kekinian, apalagi pasca reformasi
bergulir. Era keterbukaan membuat
pluralisme wacana utama yang terus
diagungkan dari semua bidang kehidupan,
termasuk bidang politik, dan lebih mengerucut
lagi pada sistem multipartai. Pertanyaan
besarnya adalah, melihat konteks Indonesia
yang sangat plural dan dengan sistem
multipartai, apakah pilihan Predensiil ini
sudah tepat, atau justru menimbulkan banyak
dilema dan permasalahan dalam praktiknya?
Pada sebuah diskusi dalam acara Forum
Group Discussion ( FGD ) antara MPR RI
dengan DPP Partai Golkar dengan tema:
Penguatan Sistem Presidensiil di Indonesia,
Rabu (4/11), masalah sistem Presidensiil ini
dibahas sangat serius. Ketua Umum
sekaligus Capres Partai Golkar Aburizal
Bakrie (ARB) mengungkapkan bahwa terkait
dengan sistem ketatanegaraan, terutama
sekal i soal amandemen UUD 1945
merupakan langkah maju, demokratis, dan
modern.
Dalam perubahan tersebut, telah terjadi
penguatan sistem Presidensiil dalam
konsti tusi Indonesi a sebagai wuj ud
kesepakatan dasar MPR ketika membahas
perubahan UUD 1945. Namun, setelah
berjalannya waktu sekitar 11 tahun setelah
amendemen UUD, sistem Presidensiil dalam
praktik ketatanegaraan masih belum
menunjukkan kemurnian dan idealismenya,
masih sangat terasa rasa Parlementernya,
Sistem multipartai melibatkan terlalu
banyaknya partai politik (parpol) pada
prakti knya ti dak dapat sepenuhnya
mendukung penguatan sistem Presidensiil.
Menurut pandangan saya, penguatan
sistem Presidensiil dalam kerangka penataan
sistem politik dan ketatanegaraan kita
mempersyaratkan penataan kembali sistem
kepartaian nasional melalui penyederhanaan
sistem kepartaian, tandasnya.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar Theo
L.Sambuaga mel i hat bahwa si stem
Presidensiil memang dalam praktiknya belum
secara murni diterapkan. Masih ada campur
tangan parlemen dalam pelaksanaannya.
Contohnya, dalam pengangkatan Panglima
TNI dan pengangkatan Kapolri masih ketara
peran parlemen. Theo mengungkapkan,
empat poin utama dalam pelaksanaan
penguatan sistem Presidensiil yakni:
Pemunculan kembali format semacam GBHN,
penyederhanaan sistem kepartaian, dan
pelaksanaan pemilu serentak.
Focus Group Discussion DPP Golkar
Pemunculan Format GBHN Wacana Penting
Sistem Presidensiil yang dianut Indonesia ternyata dalam praktiknya selama ini masih belum
menunjukkan kemurniannya. Kenapa itu bisa terjadi?
33 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
Pemunculan format GBHN. Ini adalah
wacana penting. Munculnya semacam
GBHN yakni strategi pembangunan jangka
panj ang yang mendasari program
pembangunan yang dilakukan pemerintah,
berisi visi misi rencana pembangunan yang
berkelanjutan. Rencana pembangunan
seperti GBHN tersebut harus ditetapkan oleh
lembaga MPR RI, namun sayangnya pasca
amandemen UUD 1945, MPR RI tidak
berwenang lagi menetapkan GBHN.
Ji ka sel uruh rakyat Indonesi a
menginginkan sebuah tatanan rencana dan
panduan jangka panjang pembangunan
nasional, maka kewenangan MPR RI harus
dikembalikan, dan ini berarti harus melalui
perubahan UUD 1945. Pertanyaannya,
seandainya MPR kembali berwenang
membuat GBHN, apakah MPR RI juga
melaksanakan fungsi pengawasan terhadap
jalannya pemerintahan. Theo menegaskan
bahwa MPR RI tidak melaksanakan fungsi
pengawasan terhadap j al annya
pemerintahan, sebab fungsi pengawasan
ada di DPR.
Berkaitan dengan penyederhanaan
sistem kepartaian. Saat ini Indonesia
menganut sistem multipartai. Untuk
mengarah kepada penyederhanaan,
mekanismenya harus dengan seleksi yang
demokratis dan natural, yakni dengan
penetapan Parliementary Threshold (PT)
yang akan diterapkan saat ini sebesar 3,5%.
Diharapkan angka PT ini akan meningkat
terus, bisa sampai 5% atau 7%. Sampai
batas tertentu yang benar-benar secara
alamiah dan demokratis terseleksi sejumlah
partai berdasarkan kekuatan riil aspirasi
masyarakat. Sehingga ke depan, bukan tidak
mungkin kepartaian di parlemen hanya
diwakili tiga atau empat partai saja. Dengan
begini, maka sistem Presidensiil akan terasa
kuat.
Lalu, pelaksanaan pemilu secara serentak.
Saat ini, terutama saat diterapkannya
Otonomi Daerah (Otda) banyak gap birokrasi
antara pusat dan daerah. Ke depan untuk
penguatan sistem Presidensiil perlu
dicermati dan dipikirkan, Pemilukada hanya
berlaku untuk Gubernur, bukan untuk Bupati
atau Walikota.
Hal i ni mel i hat dari si si efi si ensi
pelaksanaan dan kontrol pemerintahan dari
pusat sampai ke bawah. Dengan melihat
berbagai isu tentang penguatan sistem
Presidensiil ini perlu dipertimbangkan untuk
dilakukan amandemen atau perubahan UUD
1945 setelah Pemilu 2014. Bukan hanya
soal ketetanegaraan, tapi juga berbagai
dinamika sosial masyarakat yang menjadi
pertimbangan utama dilakukan amandemen
UUD 1945 dengan semangat memperbaiki.
Mantan Mekumham Andi Matalatta melihat
bahwa amandemen UUD 1945 yang telah
dilakukan adalah sebuah proses relaksasi,
sebab sebelum ada amandemen UUD 1945
imejnya kaku sekali. Setelah dilakukan
amandemen, ada suasana lepas di dalam
melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan,
termasuk fungsi-fungsi Presiden. Wacana
penguatan sistem Presidensiil yang sedang
marak, sebenarnya meni mbul kan
pertanyaan, apakah sistem Presidensiil In-
donesia tidak kuat sehingga perlu dikuatkan.
Seluruh elemen masyarakat harus
menyadari bahwa wacana penguatan
sistem Presidensiil bukan rencana untuk
menghadapkan sistem Presidensiil dengan
sistem Parlementer dalam konotasi negatif.
Harus ada penyadaran bahwa penguatan
sistem Presidensiil bukan sebagai rencana
pelemahan parlemen. Sebab, negara akan
kuat jika Presiden dan Parlemennya kuat,
dua-duanya sama penting. Intinya,semua
harus memahami kembali konstitusi.
Dalam konstitusi, Presiden ditetapkan
sebagai Kepal a Negara dan Kepal a
Pemerintahan. Masa jabatan Presiden
adalah fix atau tetap. Presiden tidak boleh
dijatuhkan di tengah jalan atas dasar subjektif
ketidaksukaan. Jangan sampai, begitu
Presiden naik menjabat, lalu kemudian
membangun komitmen dengan partai-partai,
kemudian di tengah jalan karena alasan
keti daksukaan, Presi den l angsung
dijatuhkan. Presiden juga tidak boleh jatuh
karena pertimbangan politik. Presiden hanya
bisa jatuh karena kesalahan-kesalahan yang
diatur dalam konstitusi.
Deri Irawan
34 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
NASIONAL
Melani Leimena Suharli
Menjadi Presiden 2014 Sudah Suratan Takdir
W
AKIL Ketua MPR Melani Leimena
Suharli berharap Pemilihan Umum
(Pemilu) tahun 2014 bisa ber-
langsung lancar, aman, dan tertib. Tahun
2014 adalah tahun pertarungan politik. Siapa
pun yang menang atau kalah dalam Pemilu
Legislatif dan Pemilu Presiden sudah menjadi
suratan takdir (kehendak Ilahi).
Kalau memang sudah menjadi suratan
(takdir), biarpun dipaksakan menang, tidak
akan jadi (presiden), kata Melani Leimena
Suharli ketika berbicara pada diskusi Press
Gathering wartawan parlemen dengan
tema Dinamika Politik Jelang 2014 yang
diselenggarakan MPR di Hotel Royal, Solo,
Jawa Tengah, Jumat 15 November 2013.
Press gathering yang diikuti sekitar 80
wartawan parlemen itu dibuka Ketua MPR
Sidarto Danusubroto dan dihadiri Wakil
Ketua MPR Ahmad Farhan Hamid serta
Walikota Solo FX Rudyiatmo. Acara ini
berlangsung dua hari, 15 hingga 16 No-
vember 2013.
Dalam pemaparannya, Melani Leimena
Suharli mengatakann pertarungan politik
pada 2014 jangan sampai memecah belah
bangsa. Boleh bertarung tetapi kita harus
tetap bersatu, ujarnya. Ia memberi contoh
ayahandanya, Dr. Leimena, yang tetap rukun
dengan tokoh politik lainnya yang berbeda
aliran dan ideologi.
Mereka masih tetap akrab. Meskipun
Siapa pun yang menjadi presiden pada 2014 sudah menjadi suratan takdir.
ayah saya sudah tidak di pemerintahan,
tetapi silaturahim tetap berjalan, ujar putri
Pahlawan Nasional Dr. Leimena ini. Ia
berharap, pergantian pemimpin nasional
pada 2014 juga tetap menjaga sIlaturahim,
persaudaraan, dan persatuan di kalangan
elit bangsa. Semoga Pemilu 2014 berjalan
FOTO-FOTO: HUMAS MPR RI
35 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
lancar, aman, tertib. KPU perlu memperbaiki
DPT (daftar pemilih tetap), ujarnya.
Menanggapi pertanyaan dari peserta
mengenai evaluasi terhadap tatanan dan tata
kelola negara, Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi
Partai Demokrat (FPD) ini mendukung
dilakukannya evaluasi UU Otonomi Daerah
(Otda), ataupun kemungkinan amandemen
UUD NRI Tahun 1945. Namun, Melani
mensyaratkan agar eval uasi dan
amandemen UUD NRI Tahun 1945 itu
dilakukan setelah pemilu 2014.
Banyak yang mesti dibenahi, tapi sebaiknya
setelah pemilu 2014. Sebab, kalau sekarang,
selain waktunya mepet di tahun politik ini juga
pasti akan terjadi tarik-menarik dengan
kepentingan politik masing-masing, katanya.
Evaluasi itu termasuk meninjau kembali UU
Otonomi Daerah. Suatu waktu Melani pernah
bertanya kepada Prof. Ryaas Rasyid,
penggagas otonomi daerah, ternyata
mendapat j awaban yang cukup
mengejutkan. Ryaas Rasyid pun tak
menduga otonomi daerah sekarang di luar
perkiraan. Saya pernah tanya Pak Ryaas
Rasyid soal otonomi daerah, termasuk soal
Pemilukada, dia mengatakan apa yang terjadi
sekarang di luar dugaan ketika gagasan
otonomi daerah itu diluncurkan, jelas putri
Pahlawan Nasional, Dr. J. Leimena.
Dia menambahkan, kepala daerah di
tingkat kabupaten ternyata tidak patuh
kepada gubernur. Itu terjadi karena bupati di
daerah merasa dipilih langsung oleh rakyat
dan dari partai yang berbeda dengan partai
gubernur. Kalau diundang rapat tidak
datang, tetapi kalau diundang makan hadir,
ucap Melani heran.
Melani juga menegaskan, bukan berarti
politik itu kotor. Semua itu tergantung pada
i ndi vi du masi ng-masi ng pol i ti si . Di a
mencontohkan, politik di Amerika Serikat.
Selain pemerintahan berjalan normal selama
empat tahunan, presiden dan mantan
presiden serta pejabat tinggi di AS saling
sinergi dan tetap berkomunikasi untuk
memikirkan bangsanya. Contohnya, Presiden
Obama mengangkat saingannya Hillary
Clinton sebagai menteri luar negeri. Itu
bagus untuk menyelesaikan persoalan yang
dihadapi bangsa, ujarnya.
BS
36 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
NASIONAL
HUT-22 PDSM Makang Patita
Kesehatan Masyarakat Maluku Memprihatinkan
G
EMULAI gerak para penari yang
membawakan tarian penyambutan
tamu agung dari daerah Maluku turut
mewarnai prosesi kedatangan Wakil Ketua
MPR RI Hj. Melani Leimena Suharli, pada
perayaan HUT ke-22 Persatuan Dokter
Serumpun Maluku (PDSM) Makang Patita.
Mereka terus berjalan pelan, meski terik di
Minggu (24/11) siang itu terasa semakin
panas. Padahal, para penari tak mengenakan
alas kaki. Namun dengan penuh kesabaran
mereka tetap menghantarkan Wakil Ketua
MPR memasuki ruang utama Anjungan
Maluku, Taman Mini Indonesia Indah, tempat
digelarnya acara tersebut.
Sesaat sebel um Mel ani Lei mena
memasuki ruangan, para peserta yang terdiri
dari para dokter dan mahasiswa kedokteran
asal Maluku pun bangkit dari tempat
duduknya. Mereka menyambut dan memberi
hormat atas kedatangan Wakil Ketua MPR
itu. Tak berselang lama, Melani pun mendapat
kesempatan menyampaikan makalahnya
berjudul Peran Serta Dokter Maluku bagi
Pembangunan Kesehatan di Maluku.
Dalam makalahnya, Melani Leimena memuji
kekayaan alam yang terkandung di dalam
perut bumi Provinsi Maluku. Menurut Melani,
Maluku merupakan salah satu provinsi di In-
donesia yang memiliki sumber daya alam
sangat besar. Laut di wilayah Maluku
merupakan lumbung ikan yang sangat
Kekayaan alam Provinsi Maluku sangat melimpah. Namun, sayang kondisi kesejahteraannya
masih memprihatinkan. Apa yang harus dilakukan?
banyak. Pohon sagu yang menjadi makanan
pokok masyarakat Maluku tumbuh dengan
subur. Karena itu, menurut Melani, meski
Maluku merupakan provinsi termiskin ketiga
di Indonesia, namun di sana tidak dijumpai
kasus kelaparan, seperti yang kerap
terdapat di provinsi lain. Setiap orang di
37 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
Mal uku bi sa menangkap i kan dan
mendapatkan sagu dengan sangat mudah.
Sayangnya, lanjut Melani, sumber daya
alam yang melimpah ruah yang dimiliki rakyat
Maluku belum bisa dimanfaatkan bagi
peningkatan kesejahteraan masyarakatnya.
Dari sisi kesehatan misalnya, fasilitas yang
tersedia di sana masih memprihatinkan.
Terbukti ketersediaan dokter, tenaga medis,
peralatan dan obat-obatan masih jauh dari
cukup.
Kondisi tersebut, menurut Melani, sangat
jauh dari harapan, dan amanat yang
diberikan oleh Pasal 28 dan Pasal 34 UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sesuai dengan bunyi dari kedua pasal
tersebut seharusnya negara bi sa
memberikan pelayanan kesehatan yang
layak bagi seluruh warga negara.
Karena itu ke depan, Melani berharap,
PDSM bisa berkontribusi lebih besar lagi
terhadap ketersedian layanan kesehatan
yang lebih memadai bagi masyarakat Maluku.
Termasuk membantu mengembangkan
kemampuan para dokter di Maluku. Serta
menfasilitasi Fakultas Kedokteran Universi-
tas Pattimura agar bisa bangkit dan menjadi
salah satu fakultas kedokteran terbaik di In-
donesia.
Ini penting, tegas Melani, karena kesehatan
merupakan salah satu indikator penentu tinggi
rendahnya indeks pembangunan manusia
Provinsi Maluku. Dan karena itu pula PDSM
diharapkan mampu meningkatkan kualitas
kesehatan bagi masyarakat.
Tahun 2009 sesaat sebelum menyusun
daftar nama para menterinya, saya diminta
presiden mengusulkan satu nama dokter
wanita asal Maluku untuk mengisi pos
Kemenkes. Sayangnya saya tidak tahu,
sehingga kesempatan menteri kesehatan
untuk Provinsi Maluku pun akhirnya lewat
begitu saja, kata Melani menambahkan.
PDSM Makang Patita merupakan
organisasi para dokter dan mahasiswa
kedokteran Maluku. Organisasi ini berdiri sejak
27 Oktober 1991 sebagai respon terhadap
keinginan saling membantu di kalangan dokter
dan mahasiswa kedokteran. Organisasi ini
sudah banyak melakukan aktifitas pelayanan
medis dan bakti sosial. Serta peningkatan
kemampuan bagi para dokter dan tenaga
medis di Maluku.
MBO
38 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
NASIONAL
Dialog Pilar Negara
Hajriyanto Y. Thohari: Pemimpin
2014 Harus Clean dan Clear
K
EPEMIMPINAN nasional pada 2014,
menurut saya, harus clean dan clear
dalam dua hal. Pertama, clean dan clear
secara ideologi. Kedua, clean dan clear
secara korupsi, kata Wakil Ketua MPR
Hajriyanto Y Thohari dalam Dialog Pilar
Negara di Ruang Perpustakaan, Gedung
Nusantara IV, Kompleks MPR/DPR/DPD
Senayan, Senin (18/11). Dialog yang diikuti
wartawan parlemen bertema Rekrutmen
Kepemimpinan Nasional juga menghadirkan
pembicara Salahuddin Wahid (Ketua Komite
Konvensi Rakyat) dan Tubagus Hasanuddin
(Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PDI
Perjuangan).
Menurut Hajriyanto, korupsi menjadi
perhatian utama publik dan masyarakat.
Korupsi telah membuat frustasi masyarakat.
Bahkan korupsi telah melintasi trias politika,
yaitu terjadi di eksekutif, legislatif, dan
sekarang di yudikatif.
Publik menyimpulkan prima causa dari
masalah di negeri ini adalah korupsi.
Kemiskinan, keterbelakangan pendidikan dan
kesehatan, tidak adanya pembangunan
infrastruktur, semuanya disebabkan oleh
korupsi, kata politisi Partai Golkar itu.
Karena itu, kepemimpinan nasional harus
clear dan clean dari sisi korupsi. Jangan
figur-figur yang terseret kasus korupsi.
Hanya pemimpin yang clear dan clean yang
mampu melakukan pencegahan korupsi ,
tambahnya. Kalau figur kepemimpinan
nasional tidak clean dan clear dari korupsi
maka akan sulit memberantas korupsi dan
ti dak bi sa menj aga kewi bawaan
pemerintahan yang bersih.
Sementara itu, pembicara TB Hasanuddin
mengatakan, rekrutmen kepemimpinan
nasional yang baik harus dilakukan secara
berjenjang dan bertingkat seperti di militer.
Kita akui rekrutmen kepemimpinan di partai
politik masih amburadul. Ada yang langsung
menjadi sekretaris jenderal partai, bahkan
menjadi ketua umum tanpa melalui jenjang
PAC, DPC, DPD, maupun DPD, ujarnya.
Hasanuddi n menyebut ti ga syarat
kepemimpinan nasional. Pertama, kredibilitas.
Kredibilitas ini tidak bisa dibangun dalam
waktu sekejap dan rakyat yang akan menilai.
Paling tidak ada enam nilai kredibilitas, yaitu
jujur, memiliki visi dan misi ke depan, cerdas,
tegas, ikhlas, dan tekun. Kedua, kemampuan
mengendalikan emosional. Ketiga, memiliki
kompetensi, di antaranya kemampuan
menganalisis.
Tantangan yang dihadapi pemimpin
nasional, lanjut Hasanuddin, antara lain
kemampuannya dalam menyelesaikan
intoleransi anak bangsa, penegakan hukum,
pemberantasan korupsi, konflik pertanahan,
masalah ketenagakerjaan/TKI, pemerataan
atau keadilan ekonomi dan sosial, serta
mewujudkan pemerintahan yang bersih dan
baik (clean and good governance).
Pembicara ketiga Dialog Pilar Negara,
Salahuddin Wahid menguraikan kriteria
pemimpin yang baik dari sudut pandang
budaya Jawa yang disebut Astabrata
(del apan si fat kepemi mpi nan dal am
kebudayaan Jawa). Kedelapan sifat itu
adalah: bumi (memberi kepada sesame), geni
atau api (sanggup membakar apa saja
terutama yang negatif tetapi juga bisa
mematangkan (konstruktif).
Selanjutnya, banyu (mengalir dalam arti
rendah hati, andap ansor, tidak sombong),
angin (memberi hak hidup kepada semua
masyarakat), surya (menjadi penerang
dalam kehidupan dan pemberi energi bagi
masyarakat), candra/bulan (memiliki
kelembutan yang menenteramkan dan sinar
dalam kegelapan), kartika (menjadi orientasi
atau panutan), langit (keluasan hati,
perasaan dan pikiran dalam menghadapi
berbagai persoalan).
Merujuk hasil Pemilukada, kata Salahuddin
Wahid yang akrab disapa Gus Sholah, figur
itu sangat menentukan. Rakyat sudah mulai
mengurangi kepercayaan terhadap partai
politik dengan banyaknya kader-kader yang
lompat pagar. Selama ini banyak tokoh dan
figur yang pintar, tetapi kejujurannya masih
dipertanyakan di tengah maraknya korupsi,
ujar adik kandung Gus Dur ini.
Menurut Gus Sholah, seorang pemimpin
harus mengedepankan kejujuran dan
berintegritas karena figur seperti ini pastilah
memperjuangkan kepentingan rakyat
dibandingkan kepentingan pribadi dan
kelompoknya.
BS
Kepemimpinan nasional pada 2014 haruslah figur yang clean
dan clear secara ideologis dan secara korupsi.
39 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
FOTO-FOTO: ISTIMEWA
Masing-masing masa pemerintahan mempunyai
tujuan sendiri-sendiri dalam menerjemahkan program
transmigrasi. Di masa pemerintahan kolonial Belanda
untuk mendukung program perkebunan, di masa Jepang
dijadikan tenaga kerja untuk kebutuhan perang. Di masa Orde
Baru transmigrasi mengalami modernisasi tujuan, tak hanya untuk
menyebarkan kemakmuran namun juga untuk membuat daerah
pertumbuhan ekonomi. Banyak daerah pemekaran, provinsi dan kabupaten
serta kota, adalah kantong-kantong daerah transmigrasi.
39 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
40 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
SELINGAN
S
ALAH SATU sukses yang disebut
dalam masa Orde Baru adalah program
transmigrasi. Dalam masa itu tiap tahun
ada sekitar 50.000 hingga 125.000 orang
menjadi transmigran. Meski program itu
sangat popular di masa pemerintahan
Soeharto namun ide memindahkan penduduk
dari Pulau Jawa, Madura, dan Bali ke Pulau
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua,
dan pulau besar lainnya sudah terjadi pada
tahun 1905, masa Soekarno, dan juga
gagasan Mohammad Hatta.
Transmigrasi yang pada masa penjajahan
Belanda disebut dengan kolonisasi itu
merupakan buah dari Politik Etis yang
dikeluarkan pemerintah Belanda sebagai
utang budi dari tanam paksa yang memberi
keuntungan jutaan gulden kepada bangsa
dan rakyat orange itu.
Tanam paksa merupakan kebijakan yang
ditelurkan oleh Gubernur Jenderal J. Van De
Bosch pada tahun 1830. Tanam paksa itu
merupakan upaya untuk memulihkan kas
keuangan pemerintah akibat terkuras untuk
membiayai Perang Diponegoro. Dqalam
tanam paksa mengharuskan setiap desa
untuk menyediakan tanahnya sebesar 20
persen untuk ditanami komoditas yang
dibutuhkan oleh masyarakat Eropa yakni kopi,
tebu, dan nila. Komoditas itu harus dijual
kepada pemerintah dengan hasil yang sudah
dipatok. Bagi yang tidak memiliki tanah,
penduduk diwajibkan untuk bekerja sebagai
kuli selama 75 hari dalam setahun pada
kebun-kebun milik pemerintah.
Tanam paksa itu berlangsung selama 70
tahun dan memberi keuntungan jutaan
gulden. Sebagai balas budi, saat Ratu
Wilhelmina naik tahta sebagai Ratu Kerajaan
Belanda, 1901, ia menyatakan pemerintah
Belanda mempunyai hutang budi kepada
kaum pribumi di Hindia Belanda. Maka utang
budi itu harus dibayar. Bentuk pembayaran
utang budi itu berupa tiga program kerja
yang mesti dilakukan yakni, irigasi, emigrasi,
dan edukasi.
Meski sang ratu meluncurkan program itu
pada tahun 1901 namun program utang budi,
dalam bidang emigrasi, baru terbayarkan
tahun 1905. Sebanyak 43 orang dari
Bagel en, Purworej o, Jawa Tengah,
diberangkatkan oleh pemerintah menuju ke
Gedong Tataan, Lampung. Mereka itu
diangkut dari Pulau Jawa dengan naik kapal
laut menuju Pelabuhan Teluk Betung,
Lampung. Sesampai di pelabuhan yang
terletak di Teluk Lampung itu mereka harus
menempuh perjalanan kaki ke Gedong
Tataan. Sebab jalan dan transportasi belum
seperti saat ini maka perjalanan itu ditempuh
selama dua malam, tiga hari. Barang yang
dibawa pun dipikulnya. Sesampai di tempat
itu, para kolonisasi bukan menemukan
sebuah hamparan sawah namun hutan
belukar.
Pengiriman para kolonisasi itu terus
berlanjut pada tahun-tahun selanjutnya
seperti tahun 1906 dengan peserta 100
kepala keluarga, 1907 sebanyak 50 kepala
keluarga, 1908 250 kepala keluarga, dan
1909 tidak tercatat jumlahnya. Pengiriman
secara bergelombang itu karena pemerintah
Belanda harus mempersiapkan lahan yang
ada buat mereka. Pada tahun 1910,
pemerintah kolonial menyerahkan tanah
kepada para kolonisasi seluas 537 bauw
atau 424 ha. Di mana masing-masing kepala
keluarga memperoleh tanah seluas 1 bauw,
dengan rincian 0,25 bauw untuk pekarangan
dan 0,75 bauw untuk persawahan.
Nugraha Setiawan dalam tulisan yang
berj udul Satu Abad Transmi grasi di
Indonesia, Perjalanan Sejarah Pelaksanaan,
1905-2005, itu menyebut periode itu sebagai
Periode Lampongsche Volksbanks. Dalam
tulisan itu diuraikan antara tahun 1912-1922
ada kolonisasi sebanyak 16.838 orang.
Dirasa Gedong Tataan sudah penuh maka
wilayah kolonisasi dikembangkan ke
Wonosobo, Kota Agung, Lampung Selatan;
dan Sukadana, Lampung Tengah. Sebab
wilayah Lampung secara keseluruhan
dirasa sudah tak mampu menampung maka
wilayah kolonisasi diluaskan hingga
Sumatera Selatan, Bengkulu, Kalimantan,
dan Sulawesi. Dari data yang ada antara
tahun 1905-1929 jumlah wong jowo yang
ditransmigrasikan mencapai angka 24.300
orang. Pemerintah Belanda melakukan
program kol oni sasi seumur mereka
bercongkol di Indonesia, yakni hingga 1942.
Ketika masa peralihan pendudukan
Jepang, Jepang pun melakukan program
yang sama namun apa yang dilakukan itu
untuk kepentingan peperangan Jepang.
Ribuan pemuda dari Jawa baik secara
sukarel a atau di paksa di rekrut ol eh
pemerintah Jepang untuk dikirim menjadi
pekerja di perkebunan Sumatera dan atau di
tempat strategi s untuk membangun
infrastruktur yang dirasa bisa menjadi basis
pertahanan seperti pelabuhan, lapangan
terbang, dan benteng.
Kondisi para transmigran itu sangat
mengenaskan sebab sel ai n mereka
diwajibkan kerja tanpa henti juga tak diberi
imbalan yang memadai. Akibatnya kondisi
badan mereka menjadi kurus dan berujung
41 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
pada kematian. Ada sumber yang menyebut
transmigran yang menjadi romusha sekitar
2.000 orang.
Dalam era Soekarno, program ini pun
masih dijalankan, meski menjadi Presiden
baru pada 18 Agustus 1945 namun pria
kelahiran Surabaya itu sudah berkoar-koar
soal transmigrasi pada tahun 1927 seperti
yang termuat di Harian Soeloeh Indonesia.
Sebagai Wakil Presiden pada masa itu,
Mohammad Hatta pun juga membahas
masalah itu. Soal transmigrasi dikupas Hatta
saat Konferensi Ekonomi, 3 Februari 1946,
Jogjakarta.
Gagasan Soekarno tahun 1927 dan Hatta
tahun 1946 itu baru dikonkretkan pada tahun
1948. Pada tahun itu dibentuklah kepanitian
yang mengurusi memindahkan orang itu di
bawah pimpinan A. H. D. Tambunan. Meski
sudah ada panitia namun payung hukum
mengenai transmigrasi baru muncul dua
tahun kemudian 1950. Payung hukum itu
mengamanatkan Jawatan Transmigrasi,
badan yang berada di bahwa Kementerian
Sosial, untuk mengurusi masalah itu.
Jawatan i tu pada akhi r 1950 mul ai
memindahkan orang dari satu pulau ke pulau
yang lain dalam satu wilayah negara. Pada
kesempatan itu merupakan transmigrasi
pertama kalinya di masa Indonesia merdeka.
Karena masalah kependudukan dan
transmigrasi merupakan masalah yang rumit
dan perlu ditangani secara serius, maka
pada tahun 1960, jawatan itu dikembangkan
menjadi Departemen Transmigrasi dan
Koperasi. Jadi masalah transmigrasi
dianggap sama pentingnya dengan koperasi.
DPR pun juga urun rembug dalam masalah
ini, buktinya lahir UU. NO. 20 Tahun 1960.
Dalam undang-undang itu menyebut tujuan
transmigrasi adalah untuk meningkatkan
keamanan, kemakmuran, dan kesejahteraan
rakyat, serta mempererat rasa persatuan
dan kesatuan bangsa.
Mereka yang ikut dalam program itu dibagi
dalam berbagai pola, seperti transmigrasi
umum, transmigrasi keluarga, transmigrasi
biaya sendiri, dan transmigrasi spontan.
Transmi grasi umum adal ah semua
kebutuhan transmi gran mul ai dari
pendaftaran sampai di tiba di lokasi semua
ditanggung pemerintah. Tak hanya itu,
pemerintah menanggung biaya mereka
selama 8 bulan. Mereka juga diberi bibit
tanaman dan alat pertanian.
Sedang transmigrasi keluarga adalah
bentuk transmigrasi atas inisiatif dari
transmigran yang sudah menetap di wilayah
transmigrasi kepada keluarganya yang
masih berada di Jawa, Bali, dan Madura,
untuk tinggal di daerah transmgirasi. Model
ini pemerintah tidak menanggung biaya hidup
namun pihak keluarga yang mengajak yang
membiayainya.
Untuk transmigrasi swadaya alias biaya
sendiri, merupakan model transmigrasi yang
menuntut cal on transmi gran untuk
mendaftrakan diri, berangkat ke lokasi biaya
sendiri, namun sesampai di tempat ia
memperoleh fasilitas yang sama dengan
transmigrasi umum. hal ini mirip dengan
transmigrasi spontan. Sesampai di tempat
baru mereka melaporkan diri untuk mendapat
lahan.
Pada masa Orde Lama jumlah kelahiran
sangat tinggi dan kondisi demikian meledak
di masa Orde Baru, sebuah masa di bawah
Presiden Soeharto. Akibat ledakan penduduk
itulah maka dalam masa Orde Baru,
pemerintah sangat gencar dan massif
mel akukan transmi grasi . Sehi ngga
transmigrasi sangat popular di masa itu.
Wi l ayah transmi grasi di perl uas ke
Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Pada
masa-masa awal Orde Baru tercatat ada
182.414 jiwa atau sekitar 52.421 keluarga
berhasil dipindahkan.
Transmigrasi disebabkan tak hanya faktor
kepadatan penduduk namun juga bisa
dikarenakan pengaruh lain, misalnya wilayah
yang tak aman bagi masyarakat karena
sering terjadi bencana alam. Pada tahun
1974 Gunung Merapi yang berada di
Jogjakarta meletus hebat, pada masa
sebelumnya Gunung Agung di Bali juga
meletus hebat, hal demikian membuat
pemerintah ingin merelokasi penduduk yang
ada di sekitarnya, program yang tepat untuk
itu ya transmigrasi.
Wilayah letusan gunung berapi biasanya
pada cluster-cluster penduduk sehingga
muncul sebutan transmigrasi bedol desa,
satu wilayah desa dipindahkan semuanya
untuk menyelamatkan dari amukan bencana
alam. Sebagai hal yang mengurusi masalah
kependudukan dan wilayah membuat
program ini oleh Orde Baru masuk dalam
rencana pembangunan lima tahun (Repelita).
Pada Repelita II, Repelita II tahun 1974-
1979 bertujuan meningkatkan pembangunan
di pulau-pulau selain Jawa, Bali dan Madura,
di antaranya mel al ui transmi grasi ,
menargetkan 50 ribu kepala keluarga
transmigran atau 250 ribu jiwa per tahun.
FOTO-FOTO: ISTIMEWA
42 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
SELINGAN
Cerita Sukses dari Sang Trans
Kemiskinan mendorong
mereka menjadi
transmigran. Tiba di lokasi
tak langsung membuat
mereka enak. Tetap
berjuang dan sabar harus
mereka miliki ketika
bergelut di sawah.
Kesabaran menjadi
transmigran melahirkan
rantai keluarga yang
sejahtera.
Suparnen dan Katmi merasa hidup di Desa
Pager Lor, Kecamatan Sudimoro, Kabupaten
Pacitan, Jawa Timur, tidak memberi harapan.
Pulau Jawa yang dirasa sudah padat
penduduk dianggap sudah tidak mampu
memberi penghidupan yang layak. Untuk
menyiasati yang demikian, pada tahun 1982,
mereka memutuskan untuk ikut program
transmigrasi.
Mereka ikut program pemerintah itu
dengan alasan mendukung program
penyebaran penduduk, penghasilan di
tempat asal tidak mencukupi, serta di daerah
tujuan transmigrasi masih banyak tanah-
tanah yang luas dan belum digarap, ini
merupakan sebuah peluang. Akhirnya ia
bersama dengan 50 kepala keluarga lainnya,
ikut program transmigrasi yang diadakan oleh
pemerintah dengan penempatan di Desa
Jonggon Jaya, Kecamatan Loa Kulu,
Kabupaten Kutai (belum pemekaran),
Kalimantan Timur.
Ketika tiba di Jonggon Jaya, keadaan desa
itu masih dalam proses pembukaan lahan,
pohon-pohon hutan masih ditebangi.
Selepas penebangan hutan, lahan-lahan
yang akan dicetak menjadi sawah itu masih
Target ini baru tercapai pada Repelita III,
tahun 1979-1983. Tak hanya tercapai namun
meningkat dua kali lipat hingga 500 ribu jiwa.
Kesuksesan i tul ah yang membuat
pemerintah pada Repelita IV, 1983-1989,
meningkatkan target menjadi 750 ribu kepala
keluarga transmigran atau 3,75 juta jiwa.
Menurut catatan pada Oktober 1985 se-
banyak 350.606 kepala keluarga transmigran
atau 1.163.771 jiwa berhasil ditrans-
migrasikan.
Pada masa Orde Baru, program trans-
migrasi yang dilakukan sudah mengalami
modernisasi tujuan. Tak hanya sekadar
untuk memenuhi kebutuhan sandang,
pangan, dan papan namun untuk ke-
pentingan pendukung lainnya. Transmigrasi
memasuki tahun 1980-an diharapkan dapat
meningkatkan ketahanan nasional di bidang
ekonomi, sosial, budaya, dan menaikan
produktivitas tanaman pangan serta bisa
meningkatkan komoditas ekspor.
Setelah itu tercapai maka wilayah itu
diharapkan bisa menjadi daerah yang tumbuh
ekonominya sehingga bisa menarik orang
lain datang ke daerah itu tanpa difasilitasi
oleh pemerintah. Tujuan itu bisa jadi mengacu
pada Undang-Undang No. XV Tahun 1997
Tentang Ketransmigrasian.
Dalam sebuah diskusi pada Agustus
2013, Di rektur Perencanaan Tekni s
Pengembangan Masyarakat dan Kawasan
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi,
M Muljadi Moehsin, mengakui masa Orde
Baru merupakan puncak kejayaan program
transmigrasi. Pada masa itu tiap tahun ada
sekitar 50 hingga 125 kepala keluarga
transmigran yang ditransmigrasikan.
Sekarang hanya sekitar 7 sampai 10 ribu
kepala keluarga transmigran tiap tahunnya,
ujarnya pada Agustus 2013. Diakui, sampai
tahun 2011, wilayah transmigrasi telah
berubah pesat menjadi pusat pertumbuhan
baru. Terbukti wilayah itu tumbuh menjadi 1
ibu kota provinsi, 103 ibukota kabupaten, 382
ibukota kecamatan, dan 1183 desa.
AW/dari berbagai sumber
FOTO-FOTO: ISTIMEWA
43 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
berupa tanah lapang dengan timbunan
potongan batang dan ranting yang masih
berserakan. Di lahan bekas hutan itulah para
transmigran dijatah 1 ha untuk sawah dan
0,5 ha untuk bangunan rumah dan
pekarangan. Lahan hasil pembagian itu oleh
para transmigran dicetak menjadi sawah
sendiri.
Meski mencetak sawah sendiri hal
demikian tidak menjadi masalah bagi para
transmigran, dengan suka rela mereka
mengerjakan demi masa depannya. Begitu
l ahan sudah menj adi sawah, para
transmigran menanami dengan padi jenis
IR64 dan jenis lain. Panen padi di Jonggon
Jaya hasilnya bervariasi, sebab sawah di
desa itu bukan sawah dengan sistem
pengairan irigasi, seperti di Jawa atau Bali,
namun sawah dengan pengairan tergantung
pada curah hujan atau dikenal dengan
sebutan sawah tadah hujan. Jadi tergantung
pada iklim yang ada. Bila dalam keadaan
normal, luas sawah 1 ha menghasilkan
panen 4 ton. Pada saat itu hasil panen tidak
dijual perkilo namun perkuintal. Satu kuintal
harganya Rp450.000, jadi sekali panen
menghasilkan Rp4,5 juta. Itu bila panen dalam
keadaan normal. Namun bila dalam keadaan
tidak normal, dengan kendala seperti banjir,
curah hujan rendah, diserang hama tikus
atau wereng, hasilnya hanya 2 ton, 1 ton,
bahkan kurang dari 1 ton.
Untuk mengatasi yang demikian, Suparnen
melakukan kegiatan beternak. Ternak yang
diusahakan itu seperti ternak sapi, itik, dan
ayam. Dalam beternak sapi, ia menggunakan
sistem gaduh, yakni memelihara ternak orang
kemudian bila ternak itu beranak maka
anaknya dibagi. Dari sistem gaduh ini
sungguh sangat luar biasa, ia bisa memiliki
sapi hingga 5 ekor. Harga jual per ekor Rp5
juta hingga Rp10 juta. Dari penjualan sapi
inilah Suparnen bisa membangun atau
memperbaiki rumah pemberian pemerintah.
Bila dari hasil sawah cukup untuk makan
sehari-hari, maka dari beternak sapi, rumah
Suparnen bisa lebih mentereng. Tak hanya
i tu Suparnen pun j uga mempunyai
peternakan ayam, j uml ah ayamnya
mencapai 30 ekor dan itiknya juga 30 ekor.
Ia pun juga berkebun dari sisa lahan yang
ada dengan menanami sayur-sayuran.
Saat berangkat dari Pacitan, Suparnen dan
Katmi hanya memiliki satu anak, namanya
Suroso, setiba di Jonggon Jaya, anaknya
bertambah 2, yakni Samsul Arifin dan Rudi
Santoso. Dari penghasilan pertanian dan
peternakan yang digeluti, Suparnen mampu
menyekolahkan anaknya hingga perguruan
tinggi. Suroso sekolah di SD 028 Loa Kulu,
SMP 03 Loa Kulu, SMKN 6 Samarinda, dan
kuliah di Universitas Kutai Kartanegara
Jurusan Geologi dan Pertambangan. Di
kalangan mahasiswa di Tenggarong, Suroso
merupakan sosok yang popular, sebab ia
pernah menjadi Ketua Umum HMI Cabang
Tenggarong. Sedang Samsul Arifin sekolah
di SD 028 Loa Kulu, SMP 03 Loa Kulu, dan
SMK 2 Tenggarong. Saat ini Samsul Arifin
sudah menikah dan bekerja di perusahaan
pembiayaan. Sedang Rudi Santoso sekolah
di SD 02 Loa Kulu, SMP 03 Loa Kulu, dan
saat ini masih sekolah di SMK Geologi dan
Pertambangan Tenggarong.
Setahun yang lalu Suparnen meninggal
dunia, sekarang istrinya, Katmi tinggal
bersama Suroso dan Rudi Santoso. Suroso-
l ah yang saat i ni meneruskan dan
mengembangkan usaha orangtuanya.
Menurut Suroso saat ini penduduk di
Jonggon Jaya mulai beralih dari menanam
padi di sawah ke perkebunan sawit dan
karet. Perkebunan karet dan sawit dibuka
dengan tidak mengganti sawah menjadi
kebun sawit dan karet, namun dengan
memperluas lahan atau membeli lahan baru.
Dikatakan oleh Suroso bahwa keluarganya
sekarang memiliki 1 ha kebun sawit. Dari
perkebunan ini ia bisa memanen 2 minggu
sekali dengan sekali panen memperoleh 4
kuintal. Perkilonya Rp600. Jadi sekali panen
mendapat Rp240.000.
Suroso sendiri saat kuliah sudah mulai
berwiraswata seperti mendirikan usaha
pengetikan dan internet di Kota Tenggarong
bahkan pernah berjualan minuman es
campur di taman di samping Sungai
Mahakam. Sekarang mulai mengembangkan
usaha menjadi kontraktor kontruksi, walau
disebutkan masih kecil-kecilan, ujarnya.
Sebagai anak seorang transmigran,
Suroso menyebut ada 2 hal penting dalam
transmigrasi. Pertama, secara umum
transmigrasi memberi dan mempunyai
peluang untuk mengubah perekonomian
masyarakat. Pemerintah telah menyediakan
lahan kepada para transmigran sebagai
peluang untuk mengubah kehidupan yang
ada. Kedua, sukses atau ti daknya
transmigran, semuanya juga tergantung
kepada i ndi vi du mereka. Program
FOTO-FOTO: ISTIMEWA
44 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
SELINGAN
transmigrasi bukan program sim salabim atau
mengubah sesuatu dengan cepat. Mereka,
para transmigran, harus bekerja keras dan
inovatif. Orangtua saya dulu sebagai petani
dan karena berada di sawah maka harus
bekerja keras, ujarnya. Diakui bila tidak mau
bekerja keras maka transmigran itu akan
gagal bertahan dan selanjutnya kembali ke
Jawa. Dari 100 kepal a kel uarga
transmigran, biasanya ada 10 kepala
keluarga yang balik ke Jawa, ungkapnya.
Lebih lanjut diungkapkan dari penempatan
transmigran di sebuah daerah membuat
daerah itu bisa berkembang. Diakui ketika
pertama kali tiba di Jonggon Jaya, listrik belum
ada. Sekarang listrik sudah ada dan jalan-
jalan dari rumahnya ke Kota Tenggarong
sudah diaspal sehingga tidak susah lagi
kalau mau belanja atau jalan-jalan ke Kota
Tenggarong, Samarinda bahkan Balikpapan.
Dari semua itu program transmigrasi mampu
menciptakan peluang lapangan kerja dan
ekonomi baru, ujarnya.
Tak hanya keluarga Suparnen yang
sukses menjadi transmigran. Keluarga
Mangun Wiyono pun demikian. Awal hidup
pria asal Desa Keboan, Kecamatan Lendah,
Kabupaten Kulon Progo, Jogjakarta, penuh
dengan kesulitan dan kesusahan. Di
keluarganya, Mangun bukan anak satu-
satunya namun banyak saudara yang lain.
Tak heran bila rumah yang sempit bertambah
sesak sebab harus menampung banyak
orang. Suasana yang demikian tambah
mengenaskan ketika orangtuanya tidak bisa
memberi hidup yang sejahtera, cukup
pangan dan sandang.
Sebagai manusia yang ingin terentas dari
kemiskinan, pemuda Mangun mencari siasat
untuk itu. Ketika pemerintah membuka ada
program transmigrasi, dirinya serta merta
mengajukan diri agar tercatat sebagai
seorang transmigrans. Program yang
dilakukan pada tahun 1971 itu akhirnya
memberangkatkan di ri nya, bersama
transmigran lainnya, ke Desa Kolam Kiri
Dalam, Kecamatan Barambai, Kabupatena
Barito Kuala, Kalimantan Selatan.
Di tempat itu ia diberi tanah seluas 1 ha.
Lahan seluas itu digunakan untuk tempat
tinggal dan pekarangan. Meski lahan sudah
tersedia namun lahan itu belum siap untuk
bercocok tanam karena masih berbentuk
hutan, rawa, dan lahan gambut, dengan
tingkat kemasaman yang tinggi sehingga
kalau ditanami, tanamannya akan mati.
Pemerintah dalam program itu tidak lepas
tangan meski mereka sudah diberi lahan.
Pemerintah masih turun tangan agar para
transmigran bisa mandiri. Buktinya, untuk
memberdayakan mereka menjadi petani
handal dan mandiri diturunkan penyuluh
pertanian. Lewat penyuluh itulah para
transmigran diberi pelajaran bagaimana cara
bercocok tanam yang baik dan benar. Lahan
yang ada tak sekadar ditanami padi namun
juga sayur-sayuran.
Usaha di sektor pertanian berkembang
ketika dirinya mengembangkan kegiatan
seperti menanam pohon jeruk dan usaha
ternak lele. Dari usaha itu Mangun mampu
panen jeruk 4 kali dalam setahun dan setiap
panen mampu meraup Rp2 jura.
Setelah mampu menyerap ilmu yang diberi
penyuluh dan berhasil menerapkan maka
hidup Mangun mulai berubah menuju ke taraf
yang lebih sejahtera dan mapan, cukup
pangan. Meski sudah mampu bertani namun
seluruh hidupnya tidak digantungkan pada
sektor itu. Untuk menambah asap dapur
mengepul maka ia bersama transmigran
lainnya, bila tak ada kegiatan di sawah,
adalah menjadi kuli bangunan di Banjarmasin
dan Banjarbaru. Semua usaha yang
dilakukan itu membuat dirinya mampu
menyekolahkan anaknya hingga perguruan
tinggi.
Nasib yang sama juga dialami oleh
Rasimin. Pria kelahiran, Kedunggalar, Ngawi,
Jawa Timur, 27 Agustus 1961, sebelumnya
adalah seorang yang hidupnya pas-pasan
saja namun begitu dirinya terangkut program
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
ke Kecamatan Wonosari, Kabupaten
Gorontalo, Provinsi Gorontalo, pada tahun
2010, hidupnya menjadi lebih baik.
Dengan tanah yang diberi oleh pemerintah
seluas 2 hektar, tanah itu ditanami cabe,
coklat, dan jagung. Suami Warsinem itu
merasa tidak mengalami kesulitan saat
menanam tanaman pangan dan hortikultural
sebab pendukung kebutuhan usahanya,
seperti pupuk, mudah didapat.
Sebagai petani yang sudah berpeng-
alaman, dirinya bisa mengunduh cabe
sekali panen mencapai 300 kg. Harga
perkilo berada kisaran antara Rp30.000
hingga Rp35.000. Sekali panen uang ki-
saran Rp9.000.000 hingga Rp12.500.000
diraup. Dikatakan sayuran yang rasanya
pedas itu dipasarkan sendiri. Rumahnya
yang dekat dengan pasar membuat usaha
dagangannya itu tidak terbebani dengan
biaya transportasi. Hasil tanamannya itu
menurut nya bi sa t erj ual sampai ke
Manado, Sulawesi Utara, namun bukan
dirinya yang menjual tetapi pengepul.
Usaha dari tanam cabe dan komoditas
l ai nnya membuat Rasi mi n mampu
menyekol ahkan, Luki s Puj i ani ngsi h,
45 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
Transmigran Harus Menjadi Pioneer
M
ENURUT Penel i ti Demografi
Fakul tas Ekonomi Uni versi tas
Indonesia, Elda Luciana Pardede,
transmigran harus bisa menjadi pioneer.
Gigih mengolah lahan dan mempunyai jiwa
wirausaha menjadi modal sukses. Bila hal
demikian tak dimiliki sang trans maka ia
akan kembali ke daerah asal. Alumni
Universitas Groningen, Belanda, itu secara
panjang lebar menguraikan masalah
rekayasa migrasi itu kepada wartawan
Majalah Majelis Ardi Winangun yang
menemui di ruang kerjanya, Lt 3 Gedung
Nathanael Iskandar, Fakultas Ekonomi,
Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat,
beberapa waktu yang lalu. Berikut petikan
wawancaranya:
Apa yang menyebabkan pemerintah
jaman kolonial hingga pemerintah
sekarang melakukan rekayasa
migrasi?
Kalau kita melihat penyebab secara
alamiah, landasan migrasi itu motivasi
umumnya adalah masalah ekonomi. Orang
mencari penghidupan yang layak, mereka
mendapatkan informasi lokasi tujuan
kemudian pindah menuju ke tempat itu. Kalau
suatu pemerintah atau pihak yang berkuasa
ingin mengendalikan distribusi penduduk
alasan utamanya bisa karena di daerah
tujuan butuh tenaga kerja, butuh penduduk,
dan atau di daerah asalnya terlalu padat
sehingga mereka membuat rekayasa
migrasi. Jadi migrasi tidak dibiarkan bergerak
secara alamiah sehingga penyebaran
penduduk merata.
Dari jaman kolonial Belanda, penduduk
Pul au Jawa sudah j auh l ebi h
banyak.dibanding pulau lainnya sehingga hal
ini menjadi pertimbangan pemerintah kolonial
untuk mengirimkan tenaga kerja keluar Pulau
Jawa. Selain itu pemerintah kolonial ingin
membuka wilayah-wilayah perkebunan di
luar Jawa. Migrasi tenaga kerja juga bagian
dari dorongan gerakan politik kaum liberal
dan oposisi di negeri Belanda. Kaum liberal
dan oposisi mendorong gerakan politik etis.
Politik itu meminta pemerintah untuk mendidik
penduduk di negeri jajahan dan selanjutnya
dijadikan tenaga kerja.
Ketika di masa Bung Karno dan Bung
Hatta, mereka melihat migrasi (transmigrasi)
sebagai strategi yang sama sifatnya dengan
apa yang dilakukan pemerintah Belanda,
intinya ingin menyebarkan penduduk keluar
Pulau Jawa. Bedanya pemerintah Indonesia
berpikir strategi penyebaran penduduk untuk
menjaga persatuan dan kesatuan. Jadi
dengan semakin bercampurnya masyarakat
di berbagai daerah, maka mereka bisa
menjadi alat pertahanan dan keamanan.
Bung Hatta mempunyai konsep ideal bahwa
ia menginginkan industrialisasi di wilayah
transmigrasi. Dengan adanya industralisasi
di wilayah itu, ekonomi bisa tumbuh di luar
Jawa dan bisa berkembang menjadi
pembangunan seluruh Indonesia. Demikian
pula pada masa Orde Baru, Soeharto, idenya
sama, menyebarkan penduduk keluar Jawa.
Apa benar pada tahun 1900-an
penduduk Pulau Jawa sudah demikian
padatnya sehingga perlu
dimigrasikan?
Untuk ukuran saat itu dibandingkan
dengan sekarang, ki ta ti dak bi sa
membandi ngkan. Sekarang pasti
kepadatannya lebih tinggi. Dari kaca mata
anaknya hingga ke sekolah bidan.
Agar pendapatan yang masuk ke
kantongnya semakin banyak, dirinya
memutar otak agar bagaimana lahan yang
masih tersisa di lahannya bisa dimanfaatkan.
Putaran otak itu akhirnya berhenti pada
usaha memelihara beragam ikan lele, mas,
dan nila. Setelah bergelut dengan lumpur dan
ai r, usahanya mampu menambah
gemerincing pundi-pundinya. Setahun sekali,
dari 6 kolam yang ada, dirinya mampu menjual
ikan 700 kg. Bila harga perkilo Rp20.000 maka
sekali panen dirinya mampu mendapat uang
Rp14.000.000.
Dengan hidup yang sekarang dinikmati,
Rasimin merasa bangga dan bahagia
menj adi t ransmi gran. Kesuksesan
hidupnya tidak membahagiakan dirinya
Elda Luciana Pardede
namun bisa dijadikan contoh bagi yang lain.
Dirinya menjadi petani teladan di Provinsi
Gorontalo. Sebagai petani teladan maka
saat Pidato Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono di Gedung Nusantara, Komplek
Gedung MPR/DPR/DPD, 16 Agustus 2013,
dirinya bersama petani teladan seluruh
Indonesia diundang ke Jakarta.
AW/dari berbagai sumber
FOTO-FOTO: ISTIMEWA
46 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
SELINGAN
46 EDISI NO.03/TH.VII/MARET 2013
pemerintah saat itu di Jawa sangat padat.
Pada waktu itu juga sempat ada krisis,
beberapa perusahaan Belanda sempat
mengalami kebangkrutan sehingga banyak
pekerja yang dipecat. Untuk menghindari ada
konflik sosial, salah satu kiat penduduk Jawa
dimigrasikan keluar Jawa.
Faktor apa yang menyebabkan
penduduk Jawa lebih padat dibanding
dengan wilayah lainnya?
Banyak faktor, pertama, Pulau Jawa
paling subur. Ada faktor geografi, subur
dilalui gunung berapi. Lahan yang subur
membuat orang tinggal di situ. Di jaman itu
kalau kita lihat Indonesia memang penduduk
lebih banyak terkonsentrasi di Jawa.
Menarik, Siswono Yudho Husodo, mantan
Menteri Transmigrasi, menyebut budaya
orang Jawa yang tidak senang pindah.
Bagaimanapun orang Jawa akan senang
tinggal di tempat asalnya. Kita bisa lihat dari
perilaku mudik. Kalau ada pergi pasti pulang.
Kedua, Kalau dilihat dari unsur fertilitas atau
kelahiran, Jawa tinggi.
Apa masih tepat transmigrasi
dilakukan saat ini?
Menurut opini saya, sepertinya dulu ketika
kebi j akan kependudukan Indonesi a
dirumuskan, perhatian penuh pada kelahiran
berencana tetapi kurang melihat unsur
pengendal i an mobi l i tas penduduk,
migrasinya kurang dilihat. Salah satu program
yang dianggap berhasil, yang juga didukung
dari segi dana adalah transmigrasi. Menurut
saya transmigrasi butuh pioneer. Jadi orang-
orangnya harus berani, mengembangkan
wilayah yang masih kosong. Kalau kita lihat
teori migrasi secara alamiah, orang pasti
pindah ke tempat yang ada keuntungan
ekonomi, ada gula ada semut. Kalau saya
lihat, dua-duanya harus berjalan. Program
transmigrasi harus bisa dikembangkan tetapi
dengan belajar pada kekurangan masa lalu,
misalnya konflik sosial yang ada tidak terjadi
lagi, kemudian bagaimana penduduk lokal dan
transmigran bisa berbaur, berbagi ilmu.
Kalau di Jawa yang menarik karena ada
industrialisasi. Nah strateginya bagaimana
industrialisasi seperti itu bisa dikembangkan
ke daerah lain. Faktor lain orang yang
membuat pindah adanya sumber daya alam,
pertambangan dan perkebunan. Jadi
bagaimana semua itu menjadi titik-titik
pertumbuhan, tidak melulu melihat lahan
kosong, kita datangi, tetapi semua faktor
harus bekerja sama sehingga mobilitas
penduduk lebih seimbang.
Sukses transmigrasi di masa Orde
Baru karena ada stabilitas politik?
Kalau menurut saya tidak selalu itu kalau
ada konflik belakangan, akhir tahun 1990-
an, itu bisa dibilang akibat pemerintahan yang
otoriter runtuh. Kalau kita bicara konflik etnis
yang bisa diredam dari luar tetapi belum tentu
akarnya bisa diatasi. Jadi masalah ini
sesuatu yang peka buat bangsa kita karena
beragam suku dan agama.
Menurut saya harus ada ahli atau orang
yang memang paham bagaimana caranya
budaya yang berbeda tidak menjadi sumber
konflik dan strategis transmigrasi harus ke
sana. Tidak bisa lagi mengabaikan hal
demikian. Dulu ada konflik tetapi ditekan.
Sekarang orang bebas mengekspresikan
pikiran, baru kelihatan dan tahu ada konflik.
Saat ini transmigrasi tidak segencar
pada masa Orde Baru karena peme-
rintah lebih memilih menggunakan
lahan untuk perkebunan dan per-
tambangan?
Kalau soal itu saya belum tahu tetapi sejauh
ini transmigrasi masih ada kementeriannya.
Jadi perhatian ke situ masih ada. Harus kita
akui pada masa Orde Baru, transmigrasi
merupakan primadona, kalau ada dana
dikasih. Dulu juga didukung oleh Bank Dunia.
Bank Dunia memberi pinjaman yang cukup
besar untuk transmigrasi. Mungkin sekarang
banyak yang mengkri ti k, sehi ngga
konsepnya diubah menjadi kawasan
terpadu. Sekarang banyak pertimbangan
sehingga tidak jor-joran seperti dahulu.
Ada transmigran yang sukses ada
pula yang gagal, apa faktor
kegagalan?
Transmigran harus pioneer. Jaman dulu
lahan kosong terus dibabat. Kalau yang
dikirim bukan petani, dia tidak memahami
bagaimana mengelola lahan. Petani pun akan
menghadapi masalah apakah lahannya
cocok atau tidak dengan yang dipikirkan.
Sukses bisa tergapai karena lahannya subur
dan mempunyai ketrampilan yang cocok.
Bayangkan kalau yang dikirim pengangguran
di perkotaan yang tidak pernah mengolah
lahan, itukan tidak menghasilkan.
Orang lebih suka menjadi TKI
daripada transmigran, apa faktornya?
Itu sederhana, orang akan pergi ke tempat
yang bisa memberikan kemakmuran. Kalau
transmigran kan harus berusaha ekstra,
baru dia mendapat hasil. Sementara kalau
ke tempat-tempat yang sudah makmur kan
tinggal memetik hasil, kerja langsung dapat
duit. Sementara transmigran berangkat dari
nol. Yang bisa menjadi transmigran adalah
mereka yang gigih, mau berjuang, mau
mengolah lahan, dan berjiwa wirausaha.
Sedang TKI hanya bisa nyapu saja sudah
bisa berangkat.
47 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
I
BARAT bermain bola, posisi yang kini dihuni Winarso (44),
penghubung bagian Humas MPR dengan para wartawan,
adalah laiknya seorang gelandang. Ia mampu mengarahkan
dan mengatur kerja wartawan koordinatoriat parlemen untuk
meliput kegiatan sosialisasi. Meski tak jarang pada saat
bersamaan ada momen berita lain yang lebih menarik.
Pekerjaan dan tanggungjawab yang diembannya pasti
tidaklah sederhana. Karena setiap pewarta, tentu saja, lebih
tunduk kepada aturan kantor beritanya masing-masing ketimbang
mengikuti arahan dari Winarso. Namun, dengan tutur kata dan
tata krama yang baik, Winarso sanggup menggerakkan wartawan.
Koreograferdi Kampung Para Wartawan
Laiknya, seorang sahabat mengajak sahabat yang lain melakukan
pekerjaan yang tidak selalu menyenangkan.
Tutur kata dan tata karma itulah kunci keberhasilan Winarso
melaksanakan tugasnya. Dengan penuh rasa rendah hati,
Winarso pun berusaha mendalami serta menyelami pekerjaan
wartawan. Karena itu, dalam menjalankan pekerjaannya, nyaris
tak pernah terjadi ketersinggungan, apalagi sampai sakit hati.
Selama ini saya hanya merasakan pekerjaan ini sangat
menyenangkan. Hampir tidak pernah ada rasa sakit hati, karena
kami berbaur laiknya kawan yang sudah saling memahami, kata
pria kelahiran Salatiga, Jawa Tengah, 27 Desember 1969, ini
menambahkan.
Rasa saling memahami antara Winarso dengan para
wartawan memang sudah semestinya terjalin. Apalagi, kegiatan
itu sudah dilalui Winarso dalam rentang waktu yang cukup lama,
sejak 1992. Saat itu, Winarso masih menjadi tenaga kebersihan
di ruangan wartawan.
Setelah enam tahun menjadi tenaga kebersihan, tepatnya
pada 1998, ia ditawari pengurus Press Room agar lebih
berkonsentrasi membantu pekerjaan-pekerjaan kewartawan.
Permintaan tersebut disambutnya antusias, meski terpaksa
meninggalkan pekerjaan sebagai tenaga kebersihan.
Dalam rentang 22 tahun mengabdi di Press Room, Winarso
banyak berkenalan dengan ratusan wartawan dari berbagai
media, baik nasional maupun daerah. Ia sudah sangat hafal,
wartawan-wartawan senior yang dari dulu bertugas mencari
berita di sana. Selama itu, pasang surut dan rotasi para pencari
berita di lingkungan parlemen juga selalu diikutinya.
Tak jarang, para wartawan yang baru pertama kali bertugas
di sini pemperkenalkan dirinya kepada saya. Ya, pokoknya kalau
dia baik, saya layani dan saya baikin juga, begitulah kiat Winarso
menghadapi wartawan.
Entah sampai kapan, pekerjaan sebagai penghubung humas
MPR dengan para wartawan ia jalani. Yang jelas, jawaban atas
pertanyaan itu tak kunjung terpikirkan oleh Winarso. Suami dari
Wiwit S, perempuan yang dia nikahi pada 1997 itu hanya bertekad
akan terus mejalankan pekerjaannya, selama masih dipercaya.
Ibaratnya air, saya menjalani hidup ini mengalir saja. Tidak
banyak berencana, yang penting saya bekerja dengan baik,
kata Winarso.
M. Budiono
P
ojok MPR
Winarso
ISTIMEWA
48 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
NASIONAL
Laporan Perjalanan
Melihat dari Dekat Bumi Laut Sakti Rantau Bertuah
P
ESAWAT Sukhoi Superjet (SSJ) 100
mendarat mulus di landasan pacu
bandara milik TNI Angkatan Udara di
Ranai, ibukota Kabupaten Natuna, Provinsi
Kepulauan Riau (Kepri), Rabu tengah hari,
27 November 2013. Pesawat yang satu tipe
dengan Sukhoi yang mengalami kecelakaan
dalam demonstrasi terbang di wilayah
Gunung Salak, Bogor, Mei 2012 itu,
membawa rombongan Ketua MPR RI Sidarto
Danusubroto yang hari itu melakukan
kunjungan kerja di wilayah perbatasan,
dalam hal ini Kabupaten Natuna.
Begi tu pesawat mi l i k perusahaan
penerbangan Sky Avi ati on yang
berangkat dari bandara Hang Nadim Batam
berhenti sempurna, satu-persatu
penumpang keluar dari pesawat. Mereka itu
Ketua MPR RI Sidarto Danubroto, lalu
menyusul di belakangnya Wakil Ketua MPR
RI Ahmad Farhan Hamid, Wakil Gubernur
Kepri Dr. Soerya Respationo, SH,MH., para
anggota MPR RI dari beberapa fraksi dan
kelompok anggota DPD, Sesjen MPR RI Eddie
Siregar, serta para pejabat dari beberapa
kementerian.
Di bawah tangga pesawat Ketua MPR RI
dan rombongan disambut oleh Bupati Natuna
Ilyas Sabli beserta anggota SKPD (Satuan
Mendekati penghujung 2013, Ketua MPR RI Sidarto bersama Wakil Ketua MPR RI Ahmad Farhan
Hamid dan sejumlah anggota MPR RI meninjau dari dekat kondisi masyarakat di perbatasan,
khususnya di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Kunjungan kerja itu berlangsung 27
November 2013. Inilah laporannya.
Kerja Perangkat Daerah) Kabupaten Natuna.
Selanjutnya, sang Bupati mengantar tamu
kehormatannya ini menuju ruang VIP bandara
untuk istirahat sejenak. Baru berjalan
beberapa langkah, langsung disambut Tari
Persembahan. Tarian selamat datang di
Tanah Melayu. Tari ini dibawakan oleh
sembilan orang penari dari sanggar
Senandung Nada Indah (Senandi) dari
Kelurahan Bandarsah.
Begitu mendekati ruang tunggu VIP, Ketua
MPR Sidarto dan rombongan harus mengikuti
upacara adat Tepung Tawar yang dipimpin
Ketua Lembaga Adat Mel ayu (LAM)
Kabupaten Natuna, H. Wan Zawali. Bagi
masyarakat Melayu, upacara tradisi ini
dimaknai sebagai doa minta selamat.
Ramuan tepung tawar ini terdiri dari sembilan
jenis dedaunan, diantaranya daun sedingin,
daun durian, daun sirsak atau durian
belanda, daun ketupat, dan beras kuning.
Ketujuh jenis ramuan ini direndam dalam air,
dan airnya dipakai untuk membasuh tangan
tamu yang datang. Bersamaan dengan itu
seorang pemuka agama membacakan doa,
biasanya yang dibacakan doa qunut.
Selesai mengikuti semua acara itu, berarti
para tetamu yang datang telah diterima
secara resmi di Tanah Melayu. Setelah
istirahat sejenak di ruang VIP Bandara TNI
AU Ranai, Ketua MPR RI Sidarto Danusubroto
bersama Wakil Ketua MPR RI Ahmad Farhan
Hamid dan rombongan langsung meninjau
proyek pembangunan Bandara Ranai yang
baru. Bandara ini khusus untuk penerbangan
sipil, terpisah dari Bandara TNI AU yang
selama ini juga digunakan penerbangan sipil.
Hanya saja, meski terminal bandara baru itu
terpisah, tapi landasan pacunya masih tetap
menggunakan milik bandara TNI AU.
Di lokasi proyek pembangunan bandara
baru ini, Sidarto dan Farhan Hamid turun
sejenak dari mobil. Dari jarak beberapa meter
pimpinan MPR RI ini bisa menyaksikan
konstruksi bangunan berdiri telanjang tanpa
atap. Seorang pimpinan proyek menjelaskan
bahwa tahap pertama pembangunan
bandara baru ini selesai akhir 2013, dan
di harapkan Desember 2015 kel ak
pembangunannya memasuki tahap finishing.
Pembangunan bandara baru ini adalah
salah satu solusi untuk membuka akses
seluas-luasnya ke wilayah kabupaten
kepulauan ini. Selama ini, memang, akses itu
sudah ada. Akses penerbangannya bisa
melalui bandara Supadio di Pontianak, yang
frekuensinya dua kali dalam seminggu, yaitu
Selasa dan Kamis. Kemudian dari Bandara
49 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
Hang Nadim Batam, setiap hari kecuali hari
Minggu. Namun, persoalannya, di Ranai masih
menggunakan fasilitasTNI AU yang sudah
tentu prosedurnya cukup berbelit-belit.
Nah, itulah yang mendorong perlunya
pembangunan bandara baru khusus untuk
penerbangan sipil di Ranai tersebut.
Pembangunan bandara ini mengunakan
dana APBN dan APBD dilaksanakan secara
multiyears. Agar bandara ini bisa selesai
sesuai rencana, pimpinan proyek minta agar
pimpinan MPR membantu melobi para pejabat
di Jakarta agar dana dari pusat lancar. Ya,
kalau dalam suatu acara saya ketemu
presi den atau menteri akan saya
sampaikan, begitu janji Sidarto.
Perjalan kemudian dilanjutkan menuju
Masjid Agung Ranai. Untuk menuju ke sana,
bengan menggunakan empat buah bus,
rombongan menyusuri jalan beraspal cukup
mulus membentang di tepi pantai Kencana.
Di sisi kiri tampak deretan toko dan rumah-
rumah penduduk, sementara di sisi kanan
dari sela-sela pohon kelapa yang berderet
di tepi pantai, kita bisa memandang laut lepas.
Laut Cina Selatan, tampak begitu tenang, dan
di kejauhan tampak kapal-kapal nelayan yang
terombang-ambing di laut lepas. Nelayan
memang sal ah satu sumber mata
pencaharian masyarakat Natuna, selain
petani kelapa.
Tak lama, hanya sekitar 15 menit perjalanan,
rombongan sudah memasuki kompleks Masjid
Agung Ranai. Jalan masuk dua jalur sepanjang
dua kilo meter dibelah oleh sebuah selokan
cukup besar menuju jantung masjid. Tempat
ibadah yang dibangun tahun 2006 dan selesai
2008 yang menghabiskan anggaran Rp 400
miliar itu tampak anggun. Di puncaknya berdiri
kubah besar berwarna hijau tua dan kuning.
Di belakangnya tampak gunung Ranai
menjulang tinggi, di bagian puncaknya tertutup
awan pekat.
Begitu sampai di pelataran masjid, Ketua
MPR RI Sidarto Danusubrto dan rombongan
langsung menaiki anak tangga menuju
bangunan utama masjid yang berkapasitas
5000 jemaah itu. Begitu tiba di sana, bagi
yang menjalan solat lohor langsung
mengambil wudu, kemudian melakukan solat
sunnah dua rakaat. Tak lama kemudian, azan
pun berkumandang, sebagai tanda waktu
solat lohor telah tiba. Itulah sedikit gambaran
perj al anan Ketua MPR RI Si darto
Danusubroto dan rombongan hari itu,
sebelum memasuki acara utama, yaitu
pertemuan dengan masyarakat daerah
perbatasan. Pertemuan itu berlangsung di
kompleks masjid itu juga, yaitu di gedung
serba guna yang cukup luas dan megah
untuk ukuran daerah perbatasan.
Bukan dengan tembok besar
Jarum jam sudah menunjukkan angka
13.05 WIB, sesuai urutan acara, pertemuan
segera dimulai. Di awali dengan sambutan
berturut-turut oleh Bupati Natuna Ilyas Sabli,
Wakil Gubernur Kepri Soerya Respationo,
dan Ketua MPR RI. Bupati dan Wakil
Gubernur menyampaikan berbagai hal
mengenai pembangunan di wi l ayah
perbatasan, dan tantangan serta kendala
yang dihadapi Kepri, khususnya Kabupaten
Natuna.
Salah satu yang menjadi tuntutan Bupati
Natuna adalah kekurangan dana sebesar
Rp 70 miliar dari Rp 617 miliar dana bagi
hasil minyak dan gas (Migas) untuk tahun
2013 yang belum dibayar oleh pemerintah
pusat. Ia minta bantuan Ketua MPR RI untuk
membicarakan hal itu kepada Menteri
Keuangan. Bupati juga mengeluh soal listrik
yang selalu biyarpet. Beberapa bulan terakhir
ini, dua hari sekali terjadi pemadaman listrik
FOTO-FOTO: HUMAS MPR RI
50 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
NASIONAL
di seluruh wilayah Natuna. Padahal Natuna
dikenal sebagai penghasil Migas di Indone-
sia.
Ketua MPR RI Sidarto dalam kesempatan
itu menyerahkan persoalan ini kepada
anggota MPR yang berasal dari daerah
pemilihan Kepri untuk membicarakan
masal ah i tu kepada menteri yang
bersangkutan. Memang, beberapa anggota
MPR dari berbagai fraksi dan kelompok
anggota DPD RI dari daerah pemilihan Kepri
hadir pertemuan itu. Selain menjelaskan
maksud kunjungannya, Sidarto punya kesan
tersendiri mengenai kabupaten yang memiliki
semboyan: Laut Sakti, Rantau Bertuah ini.
Makna semboyan ini, jangan sembarang
memperlakukan laut dan tanah karena
memberi kemakmuran.
Sidarto lalu bercerita, ketika pertama kali
mengunjungi Natuna pada 2004. Sebagai
anggota DPR RI waktu itu, ia mengunjungi
Natuna di saat daerah ini sedang mengalami
badai laut yang dahsyat. Waktu itu, saya
datang pakai weng weng ke sini, meski tak
ada orangnya, cerita Sidarto. Kala itu, cerita
Sidarto, yang masih bertahan tinggal di
Natuna hanya kaum lelakinya dan binatang
ternak, sedangkan ibu-ibunya mengungsi ke
Batam. Bayangkan, badai laut itu berlangsung
selama enam bulan .
Kondisi Natuna, waktu itu, sangat
memprihatinkan. Rumah-rumah penduduk
masih sangat jarang. Ketika berkeliling di
Kota Ranai, yang dijumpai hanya tanah-
tanah kosong dan ternak yang ditinggal
pemiliknya. Sedangkan gedung satu-
satunya yang terdapat di sana hanyalah
kantor Bupati Natuna. Tapi hari ini, sembilan
tahun kemudian, Sidarto menyaksikan
Natuna yang berbeda. Natuna yang jauh
lebih maju. Meski masih ada rumah-rumah
penduduk yang reyot tak layak huni, tapi
secara umum sudah lebih baik. Apalagi
Natuna yang dia saksikan hari ini sudah bisa
membangun bandara baru, sebuah bandara
yang terpisah dari bandara milik TNI AU.
Jadi , kata Si darto l ebi h l anj ut,
pembangunan pulau-pulau terdepan ini
harus diutamakan. Karena pulau-pulau
terdepan adalah benteng kita terhadap dunia
luar. Untuk membentengi NKRI (Negara
Kesatuan Republik Indonesia) tidak perlu
membangun tembok besar seperti dalam
sejarah Cina, atau membuat kawat berduri,
tapi dengan membangun sumber daya
manusia (SDM) di perbatasan. Kita harus
memberdayakan SDM kita di perbatasan,
bagaimana pendidikannya, bagaimana
kesehatannya, dan bagaimana sarana
prasananya, ungkap Sidarto.
Tak kalah pentingnya, jelas Sidarto,
apakah yang diperoleh masyarakat Natuna
seimbang dengan sumberdaya alam yang
dihasilkannya. Seperti diketahui, potensi
migas Natuna sangat besar. Tadi kita lihat
bandara yang sedang di bangun.
Pembangunannya menggunakan APBN dan
ada pula APBD-nya. Saya akan sampaikan
kepada Menteri Perhubungan agar
pembangunan bandara baru ini diprioritaskan.
Supaya daerah ini lebih terbuka dari dunia
luar, ujar Sidarto. Bukan hanya bandara yang
perlu diprioritaskan, tapi juga sarana dan
prasarana jalan, sekolah, dan kesehatan.
Pertemuan hari itu juga mendengarkan
pemaparan dari Bupati Natuna, melainkan
j uga dari berbagai i nstansi l ai nnya.
Pemaparan dari Pemerintah Provinsi Kepri
disampaikan oleh Wakil Gubernur Kepri.
FOTO-FOTO: HUMAS MPR RI
51 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
N
ATUNA bukanlah nama pulau. Tapi, sebuah wilayah kepulauan, yang kini berstatus
daerah kabupaten di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Awalnya, Natuna ini termasuk
wilayah Kawedanaan Pulau Tujuh di Provinsi Sumatra Tengah. Sesuai namanya,
wilayah kekuasaannya meliputi tujuh kecamatan, yakni: Jemaja, Siantan, Midai, Serasan,
Tembelan, Bunguran Barat, dan Bunguran Timur. Dan, Kawedanan Natuna bernaung di
bawah Kabupaten Kepulauan Riau (Kepri).
Tapi, setelah terjadi pemekaran Kabupaten Kepri pada Oktober 1999, Natuna berubah
menjadi sebuah kabupaten baru. Wilayah kekuasaannya meliputi sebagian besar bekas
wilayah Kawedanan Tujuh Pulau. Hanya beberapa kecamatan bergabung dengan
kabupaten lain. Seperti Kecamatan Tembelan bergabung dengan Kabupaten Kepri. Lalu,
Kecamatan Jemaja dan Siantan menjadi bagian dari Kabupaten Anambas.
Jadi sekarang, Kabupaten Natuna terdiri dari 12 kecamatan meliputi: Midai, Serasan
Timur, Serasan Barat ( hasil pemekaran dari Kecamatan Serasan). Lalu, Pulau Bunguran
yang sebelumnya terdiri dari dua kecamatan, kini menjadi enam kecamatan. Selain
Bunguran Barat dan Bunguran Timur yang sudah ada sebelumnya, ditambah Bunguran
Timur Laut, Bunguran Utara, Bunguran Selatan, dan Bunguran Tengah. Dan, kecamatan
lain juga termasuk Kabupaten Natuna adalah Pulau Laut, Pulau Tija, dan Pulau Subi.
Pulau Bunguran tercatat pulau yang paling besar di antara pulau-pulau yang terdapat
di Kabupaten Natuna. Ibukota Kabupaten, Ranai, terdapat di pulau Bunguran ini. Kabupaten
yang bermoto: Laut Sakti Rantau Bertuah tersebut merupakan kepulauan yang paling
utara di selat Karimata. Di sebelah utara berbatasan dengan Vietnam dan Kamboja; di
selatan dengan Sumatra Selatan dan Jambi; di barat dengan Singapura dan Malaysia;
dan timur dengan Malaysia Timur dan Kalimantan Barat.
Kabupaten dengan luas wilayah 3.420 km2 yang sebagai besar lautan ini, berpenduduk
sekitar 80 ribu jiwa. Sebagian besar penduduknya adalah etnis Melayu, yang
menggantungkan hidupnya dari hasil pertanian dan perkebunan, yaitu kelapa, cengkih,
karet, palawija, padi, dan sebagian lagi menggantungkan hidupnya dari laut (nelayan).
Dulu, ketika base camp beberapa perusahaan Migas, termasuk Conoco Philips Indo-
nesia, masih di Ranai (Natuna), banyak penduduk di sana menggantungkan hidupnya di
perusahaan tersebut. Tapi, pada 1986, perusahaan itu memindahkan base camp-nya ke
Anambas, sebuah pulau yang jarak tempuhnya 1,45 jam dari Ranai menggunakan kapal.
Sejak itu, para pekerja di perusahaan asing itu menjadi kehilangan pekerjaan. Jumlahnya
ratusan orang, kata Muhammad Safirin, 55 tahun, salah seorang dari pekerja itu.
Muhammad Safirin, ayah seorang anak, sempat dua tahun bekerja di pengeboran
minyak milik perusahaan asing di perbatasan Vietnam. Tapi, setelah base camp-nya
pindah ke Anambas, kini Safirin menekuni pekerjaannya sebagai tukang ojek di Ranai. Ia
mangkal di sebuah pangkalan ojek di bibir pantai Kencana. Safirin dan beberapa temanya
yang dulu pernah bekerja di pengeboran minyak masih berharap, agar base camp
perusahaan asing itu dipindahkan ke Natuna. Ada alasan untuk itu, sebab dari 14 titik
pengemboran migas yang ada di Ranah Hang Tuah itu, delapan di antaranya berada di
wilayah Natuna.
SCH
Juga ada pemaparan dari Pangdam I Bukit
Barisan, selanjut Kapolda Riau, Kepala BNPP
(Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan),
Dirjen Perindustrian, Dirjen Bea Cukai, dan
Dirjen Imigrasi. Usai pemaparan dilanjutkan
dengan tanya jawab. Pertemuan yang cukup
menarik. Usulan, kritikan dan uneg-uneg
disampaikan secara lembut, dan tak jarang
pula dengan nada sedikit keras.
Selain masalah bagi hasil migas Natuna,
masalah lain yang mengemukan saat itu
adalah mengenai penerangan listrik. Keluhan
dari masyarakat Natuna, akhir-akhir ini
adal ah penerangan l i stri k sangat
memprihatinkan. Hampir setiap hari terjadi
pemadaman listrik. Masa daerah penghasil
migas, listriknya byarpet., ungkap Bupati.
Agaknya Natuna sebagai penghasil migas
yang hasilnya disuplai ke Singapura belum
mampu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Natuna. Apalagi, ada Rp 70 miliar
dari Rp 617 miliar dana bagi hasil untuk 2013
tidak dibayar pemerintah pusat.
Tapi, Wakil Ketua MPR Ahmad Farhan
Hamid berpendapat lain. Ia menyarankan
agar Natuna menarik pelajaran dari Aceh.
LNG pertama yang dibangun di Indonesia ini
adalah di Arun Aceh. Apa yang terjadi
sekarang, jelas Farhan, begitu gas di Arun
habis, Arum begitu saja dilupakan. Karena
itu, Farhan menyarankan, agar Natuna
berfikir ulang mengenai migas ini. Yang
penting, mulai sekarang Natuna harus
memprioritaskan pendidikan anak-anak. Beri
beasiswa kepada anak-anak Natuna di
setiap jenjang, kalau perlu sampai S-2 dan
S-3. Kalau saja diberikan setiap tahun untuk
lima anak, maka beberapa tahun kemudian
Natuna akan mencapai kemajuan, katanya.
Tanpa terasa hari telah berada diambang
senj a. Itu arti nya, pertemuan tel ah
berlangsung lebih dari lima jam. Pertemuan
yang mengesankan itu pun berakhir, Ketua
MPR RI rombongan menuju ke hotel, eh,
penginapan kelas melati untuk istirahat.
Esoknya, sebelum kembali ke Jakarta lewat
Batam, sebagian rombongan meninjau
daerah wisata Natuna, yaitu Alif Stone, dan
istirahat sejenak sambil menikmati kelapa
muda. Di kejauhan sana, di tengah laut Cina
Selatan, tampak Pulau Senua salah satu
pulau terluar yang berbatasan dengan
Filipina. Pulau ini tidak berpenghuni.
SCH
Sekilas Kabupaten Natuna
52 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
NASIONAL
A
WAL Desember lalu, Ketua MPR RI
Si darto Danusubroto meneri ma
kunjungan Koalisi Keadilan dan
Pengungkapan Kebenaran (KKPK), sebuah
koalisasi masyarakat sipil yang yang berdiri
2008 dengan tujuan mengadvokasi berbagai
pelanggaran HAM berat masa lalu.
Aliansi dari berbagai lembaga dan para
korban pelanggaran HAM berat ini diterima
pimpinan MPR di Ruang Rapat Pimpinan MPR
RI, lantai 9 Gedung Nusantara III, Kompleks
MPR/DPR/DPD Senayan, Jakarta. Turut hadir
dalam pertemuan itu, anggota Komisi III DPR
RI Rieke Diyah Pitaloka.
Zainal A selaku pimpinan delegasi KKPK
menjelaskan bahwa kedatangannya ke MPR
untuk melaporkan hasil dari acara Dengar
Kesaksian yang digelar November silam.
Dengar Kesaksian adalah acara yang
memberikan kesempatan dan kebebasan
berbicara bagi 32 perwakilan korban
pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia
dari berbagai latar belakang. Acara ini, selain
dilaksanakan di Jakarta, juga di Jawa Barat,
Jawa Tengah, dan Papua.
Dari serangkai an acara Dengar
Kesaksian itu, menurut Zainal, KKPK dapat
merumuskan ada lima kesimpulam warisan
kekerasan yang terjadi di Indonesia. Yaitu,
warisan militerisme yang terus dipraktikkan
Delegasi KKPK
Harapan Korban Pelanggaran HAM
Ada kekhawatiran penanganan pelanggaran HAM berat di Indo-
nesia tak pernah diselesaikan hingga tuntas. Kenapa?
hi ngga ki ni . Lal u, suburnya upaya
penyeragaman, impulnitas hukum, serta
kebijakan penguasa yang menempatkan
SDM dan SDA sebagai obyek. Serta, pola-
pola mengontrol informasi dan pencekalan.
Melihat kenyataan ini, kami khawatir
penanganan pelanggaran HAM berat tak
pernah dilakukan hingga tuntas. Imbasnya,
pelanggaran HAM yang saat ini terjadi tak
akan diselesaikan secara baik. Ke depan
kita juga menghadapi ancaman yang sama,
kata salah satu peserta pertemuan tersebut.
Menanggapi laporan tamunya itu, Ketua
MPR RI Sidarto Danusubroto mengatakan,
secara kuantitas pelanggaran HAM yang
terjadi saat ini jauh lebih sedikit dibanding
masa lalu. Namun, itu bukan berarti bahwa
pelanggaran HAM bisa dibiarkan begitu saja.
Pelaku pelanggaran HAM harus ditindak
sesuai hukum yang berlaku, katanya.
Lebih lanjut Sidarto mengatakan, ia
merasa malu dan iri terhadap penanganan
korban HAM di negara-negara Amerika latin.
Di Brazil, Argentina serta Chili misalnya, para
korban pelanggaran HAM dihormati dan
dibuatkan museum tersendiri. Kondisi ini
sangat berbeda dengan Indonesia, dimana
para korban pelanggaran HAM mengalami
perlakuan tidak semestinya.
Pada saat yang sama, kata Sidarto
menambahkan, pemerintah di negara-
negara Amerika Latin juga berani mengakui
kesalahan yang mereka lakukan. Seperti juga
dilakukan para penguasa di Jepang dan
Eropa. Sementara di Indonesia kenyataan
seperti itu sulit ditemukan. Itu artinya, Indo-
nesia belum siap menjadi negara yang berani
berbicara tentang kebenaran.
MBO
FOTO-FOTO: HUMAS MPR RI
53 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
Penyerahan DIPA
DIPA 2014 untuk Kesejahteraan Rakyat
K
ESIBUKAN Istana Bogor, salah satu
Istana Kepresidenan RI, hari itu, Selasa
(10/12), berbeda dari biasanya. Mobil-
mobil pejabat negara, dari Presiden RI, para
ketua lembaga tinggi negara, seluruh
menteri, para pejabat daerah/gubernur
seluruh Indonesia terlihat masuk dan
memadati areal istana yang dibangun oleh
Gubernur Jenderal Belanda G.W. Baron Van
Imhoff, 1744 itu.
Ratusan pasang mata, mul ai dari
pedagang kaki lima, supir omprengan,
pemobil, pemotor sampai pejalan kaki yang
lalu lalang di sekitar istana itu hanya bisa
menatap dari kejauhan. Tidak banyak yang
mengetahui bahwa di Istana Bogor hari itu
sedang berlangsung peristiwa penting, demi
untuk kepentingan rakyat dan negara.
Kementeri an Keuangan memang
menjadualkan acara seremonial Penyerahan
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)
Tahun Anggaran 2014 yang difasilitasi oleh
Presiden RI di Istana Bogor. Seluruh menteri,
pada ketua lembaga negara, dan para
gubernur seluruh Indonesia hari itu menerima
dokumen anggaran yang diserahkan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY).
Ketua MPR RI Sidarto Danusubroto dan
Wakil Ketua MPR RI Melani Leimena Suharli
mewakili lembaga tinggi negara Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) hadir untuk
menyaksikan penyerahan DIPA TA 2014
tersebut.
Dalam kesempatan itu, Menteri Keuangan
Muhammad Chatib Basri menjelaskan
tentang kedudukan pendapatan negara dan
Dari total pagu belanja sebesar Rp 1.842,5
triliun tersebut, anggaran yang dialokasikan
untuk mendanai kebutuhan bel anj a
pemerintah pusat direncanakan sebesar Rp
1.249,9 triliun atau naik naik sebesar Rp 53,1
triliun atau 4,4 % dari rencana dalam APBN-
P tahun 2013. Dari jumlah belanja pemerintah
tersebut, sebesar Rp 637,8 triliun merupakan
alokasi belanja untuk kementerian dan
lembaga. Sementara alokasi anggaran untuk
transfer ke daerah ditetapkan sebesar Rp
592,6 triliun atau naik sebesar Rp 63,2 triliun
atau 11,9 % dari rencananya dalam APBN-P
tahun 2013.
Karena total pendapatan negara sebesar
Rp 1.667,1 triliun sedangkan alokasi belanja
negara sebesar Rp 1.842,5 triliun, maka
terjadi defisit anggaran dalam APBN TA 2014
sebesar Rp 175,4 triliun atau 1,69% dari PDB.
Defisit anggaran tersebut akan ditutup
melalui pembiayaan dalam negeri sebesar
Rp 196,3 triliun dan pembiayaan luar negeri
sebesar Rp 20,9 trilyun. Saat ini APBN TA
2014 yang telah disepakati tersebut sudah
ditetapkan dalam UU No. 23 Tahun 2013
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara TA 2014 pada 14 November 2013.
Usai memberikan dokumen anggaran
tahun 2014, Presiden SBY mengajak seluruh
keuangan negara kepada seluruh tamu
undangan dan masyarakat. Menurut Menkeu,
posisi APBN yang disusun berdasarkan pa-
rameter indikator ekonomi makro tahun 2014
adalah sebagai berikut:
Pertumbuhan ekonomi sebesar 6%, inflasi
sebesar 5,5%, nilai tukar rupiah rata-rata
Rp 10.500 terhadap dolar Amerika Serikat.
Tingkat bunga Surat Perbendaharaan
Negara (SPN) 3 bulan sebesar 5,5%, harga
minyak mentah Indonesia rata-rata U$ 105/
barel, serta lifting minyak sebesar 870.00
barel perhari dan lifting gas 1.240.000 barel
setara minyak perhari.
Dengan mengacu kepada indikator pa-
rameter ekonomi makro tersebut, maka
dalam APBN 2014 pendapatan negara
direncanakan mencapai Rp 1.667,1 trilyun
atau naik Rp 165,1 trilyun atau 11% dari tar-
get dalam APBN-P 2013.
Jumlah ini terdiri dari atas penerimaan
perpajakan sebesar Rp 1.280,4 trilyun,
penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp
385,4 trilyun, dan penerimaan hibah sebesar
Rp 1,4 trilyun. Sementara itu, anggaran
belanja negara ditetapkan sebesar Rp
1.842,5 triliun atau naik sebesar Rp 116,3
triliun atau 6,7% bila dibandingkan dengan
pagunya dalam APBN-P tahun 2013.
Dokumen anggaran sudah diserahkan Presiden kepada seluruh kementerian, lembaga-lembaga
negara sampai ke pemerintahan provinsi. Rakyat menunggu realisasi penggunaan anggaran yang
tepat sasaran untuk kepentingan bersama.
FOTO-FOTO: HUMAS MPR RI
54 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
NASIONAL
K
ETIKA KPU menetapkan Daftar Pemilih
Tetap (DPT) untuk Pemilu 2014
sebanyak 186.612.255 orang, timbullah
kegaduhan dari banyak pihak terutama dari
partai politik di luar kekuasaan. Kegaduhan
timbul sebab ada sekitar 10,4 juta dari DPT
i tu ti dak memi l i ki Nomer Identi tas
Kependudukan (NIK). Penggelembungan
jumlah DPT itu disebut akan mengancam
ketransparanan pemilu.
Setelah diprotes kanan dan kiri dari semua
pihak yang mengingingkan agar pemilu bisa
berlangsung secara adil dan tidak menimbul-
kan ekses pasca pemilihan maka jumlah
angka yang bermasalah itu turun menjadi 7
jutaan.
Tuduhan adanya upaya untuk melakukan
manipulasi DPT, entah itu isu, fitnah, atau
fakta, merupakan sebuah kegiatan dari
sekelompok orang untuk mengapai cita-
citanya yakni menang dalam pemilu dan
menjadi wakil rakyat. Manipulasi DPT tentu
saja sebuah kejahatan yang perlu diberi
sanksi sebab hal ini tentu akan merugikan
banyak orang.
Heboh dalam penetapan DPT merupakan
sebuah dinamika dunia politik menjelang
pemilu yang hendak diselenggarakan
beberapa bulan lagi. Dinamika politik adalah
sebuah hal yang wajar bila itu masih dalam
koridor yang sehat. Menjadi masalah ketika
dinamika yang ada adalah menggunakan
cara-cara yang tidak sehat dan melanggar
aturan yang sudah disepakati bersama.
Adanya dinamika politik yang demikian,
jauh-jauh hari Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono mengingatkan kepada para
politisi dan elit politik untuk menjaga stabilitas
politik di tahun 2014. Bicara stabilitas politik,
peran politisi dan elite politik sangat penting,
ujar pria asal Pacitan itu seperti dikutip oleh
press pada juni 2013.
Lebih lanjut dikatakan agar politisi dan elit
mampu mengukur kepatutan dal am
menghadapi Pemilu 2014. Dalam situasi politik
yang panas dikatakan benturan sosial bisa
terjadi. Dirinya berharap Pemilu 2014 bisa
seperti Pemilu 2004 dan 2009 yang
berlangsung dengan baik.
Menyikapi kemungkinan panasnya tahun
politik 2014 sampai-sampai membuat Aliansi
Jurnalis Independent Jember, Jawa Timur,
mempersi apkan posko pengaduan
kekerasan jurnalis. Posko itu dibuat guna
untuk menampung dan mengadvokasi para
jurnalis dan kelompok perusahaan media
yang menjadi korban tindak kekerasan.
Menurut Ketua Aliansi Jurnalis Independent
Jember, Ika Ningtyas, pada tahun 2014
diprediksi akan terjadi gesekan antara para
pekerja media dan masyarakat. Dengan
prediksi itu maka angka kekerasan kepada
para jurnalis akan bertambah.
Dinamika politik menjelang Pemilu 2014,
disulut tidak hanya oleh soal DPT namun juga
soal maraknya kampanye calon wakil rakyat
dan calon presiden. Sebagaimana kita
ketahui saat ini di sudut-sudut kota dan desa,
marak spanduk dan baliho calon wakil rakyat
Politik
Ancaman Golput Di Tahun 2014
Dinamika politik pada tahun 2014 akan diancam dengan
tingginya angka golput. Angka golput tinggi karena sikap apatis
masyarakat kepada partai politik. Meski tahun 2014 situasi panas
namun hal demikian ada yang memberi keuntungan bagi
sebagian orang.
lembaga tinggi negara, lembaga-lembaga
negara, para pemerintah daerah, serta
memerintahkan kepada seluruh kementerian,
agar DIPA ditindaklanjuti untuk kemudian bisa
diimplementasikan tepat waktu dan tepat
sasaran. Jangan sampai ada kemandekan.
Sebab, jika mandek akan menyebabkan
pembangunan terhambat.
Al okasi anggaran untuk seti ap
kementerian/lembaga dan juga daerah,
menurut SBY, akan sangat bermanfaat bagi
pencapaian sasaran pembangunan nasional
2014 yakni, memacu pertumbuhan ekonomi,
mengurangi pengangguran dan kemiskinan
serta untuk kelestarian lingkungan hidup.
Presiden SBY juga meminta kepada seluruh
instansi pemerintahan untuk meningkatkan
kapasitas fiskal daerah dan mengurangi
kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah
juga antardaerah.
Presiden SBY juga berpesan agar semua
instansi, baik di pusat maupun daerah, agar
meningkatkan kualitas pelayanan publik dan
mengurangi kesenjangan pelayanan serta
meningkatkan pembangunan di daerah
tertinggal, terluar dan terdepan.
Saya juga berharap dan mengajak agar
anggaran digunakan secara tepat, transparan
dan akuntabel serta pengawasan secara
disiplin. Cegah terjadinya penyimpangan agar
rakyat bisa merasakan dampak dari anggaran
tersebut, pinta Presiden SBY.
Deri Irawan
FOTO-FOTO: ISTIMEWA
55 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
yang hendak bertarung untuk menjadi wakil
rakyat di DPRD dan DPR serta DPD. Untuk
mensosialisasikan diri mereka memasang
spanduk dan baliho yang banyak dan besar-
besar yang berisi janji.
Pemasangan baliho dan spanduk itu selain
menimbulkan kekumuhan di sudut kota dan
desa namun juga sebuah pendidikan politik
yang kurang sehat sebab selain mengumbar
janji terkadang gambar spanduk itu tidak
mencerminkan budaya intelektual calon wakil
rakyat. Spanduk itu ada yang mendompleng
nama besar seseorang juga ada yang
berpakaian dan bertuliskan aneh-aneh. Masa
ada spanduk yang bergambar seekor
binatang.
Pemasangan spanduk dan baliho itu
dilakukan oleh calon wakil rakyat, bila
seseorang hendak menjadi calon presiden,
caranya lebih dahsyat lagi yakni secara ru-
tin mengiklankan diri lewat televisi dan me-
dia massa lainnya. Paling menguntungkan
dari calon presiden itu adalah bila ia memiliki
stasiun televisi sendiri sehingga dengan
suka-suka ia bisa mengkampanyekan diri.
Tentu berkampanye melalui televisi berbiaya
tinggi tak heran bila calon presiden yang
muncul selama ini adalah orang-orang yang
duitnya tidak sedikit.
Meski seseorang saat ini bebas lepas
mengkampanyekan diri dalam berbagai
bentuk namun bila seseorang itu sudah
kesohor maka ia akan diserang oleh lawan-
lawan politiknya dengan mendiskreditkan dia
dengan masa lalunya atau kemungkinan
ketidakmampuan dirinya bila menang dalam
pemilihan presiden. Kasus lamanya seperti
pelanggaran HAM, hanya mengandalkan
pencitraan blusukan merupakan isu-isu yang
berkembang saat ini dihembus-hembuskan.
Meski kampanye dengan ragam atributnya
marak namun mereka harus waspada dengan
apa yang diprediksikan oleh Peneliti Lembaga
Survei Indonesia Burhanuddin Muhtadi.
Muhtadi mencatat 3 kali pelaksanaan Pilpres,
angka golput masyarakat mencapai 23
persen. Angka itu menurutnya terus
bertambah pada Pilpres 2014. Jumlahnya?
Sebesar 50 persen, ujarnya kepada
wartawan beberapa waktu yang lalu.
Ti nggi nya j uml ah gol ongan yang
dipopularkan oleh Arif Budiman pada tahun
1970-an itu disebabkan gelagat partai politik
yang sebatas melahirkan politisi, bukan
negarawan. Lebih lanjut diungkapkan,
pol i ti kus hanya berori entasi pada
memenangkan pemilu. Kita mencetak bukan
l eader tetapi deal er. Karena proses
transaksi politik yang mahal. Politisi jadi
berpikir pendek, tuturnya.
Apa yang dikatakan oleh Muhtadi itu bisa
jadi dibenarkan oleh anggota MPR dari Fraksi
Partai Golkar. Diungkapkan untuk mengatasi
berbagai problem seperti transaksi politik
adalah mulai dari memperbaiki diri kita sendiri.
Dan menggunakan hak politik di tahun 2014,
ujarnya.
Dalam dinamika politik yang ada masalah
keterwakilan perempuan dalam parlemen
juga menjadi isu. Meski jumlah perempuan
yang terpilih menjadi anggota DPR dalam
Pemilu meingkat. Pemilu 1999 sebanyak 9
persen. Pada Pemilu 2004, naik menjadi 11
persen dan pada Pemilu 2009 naik lagi
mencapai 18 persen namun hal itu dirasa
masih jauh dari kuota 30 persen yang
diinginkan. Masih minimnya perempuan
berpartisipasi dalam dunia politik disebabkan
oleh banyak faktor seperti budaya dan
agama, selain ada anggapan bahwa dunia
politik adalah dunia kaum laki-laki sehingga
dari pihak suami dan anak-anaknya melarang
kaum perempuan terjun dalam dunia politik.
Pentingnya kaum perempuan terjun dalam
dunia politik didorong oleh banyak pihak, satu
diantaranya oleh Ketua Komisi Pemilihan
Umum Husni Kamil Manik. Dalam sebuah
kesempatan dirinya secara tegas mengajak
kepada semuanya untuk bersama
meningkatkan peran perempuan dalam
penguatan demokrasi. Demokrasi sehat,
kuat, dan produktif harus memperhatikan
kesetaraan dan keadilan gender, ujarnya
kepada press. Dirinya mengharap agar kaum
perempuan berani berpartisipasi dalam
proses politik dan berkompetisi dalam pemilu.
Soal peluang perempuan duduk di lembaga
legislatif, pria berdarah minang itu menyebut
peluang itu sangat besar. Datanya, secara
demografi, penduduk Indonesia lebih banyak
perempuan dibanding laki-laki. Meski peluang
itu ada namun Husni mengakui kekuatan
politik perempuan belum terkonsolidasi
dengan baik sehingga afirmatif action tidak
dimanfaatkan secara maksimal.
Hambatan perempuan terjun dalam dunia
politik menurut Dosen Universitas Negeri
Yogyakarta, Nahiya J. Faraz, disebabkan oleh
banyak faktor seperti ideologi, stereotype,
partriarkhi, bias gender, politik maskulin,
pendidikan rendah, minimnya akses,
hambatan kelembagaan, dan struktural, dan
hambatan dana. Untuk itu dirinya mendorong
agar perempuan melakukan terobosan ke
pusat kekuasaan di eksekutif, legeslatif, dan
yudikatif. Perempuan juga harus memperluas
lingkup keterlibatan pada tingkat akar rumput,
ujarnya.
Meski situasi politik di tahun 2014 panas
dan menimbulkan trauma bagi sebagaian
kalangan namun bagi sebagaian kelompok,
tahun itu merupakan tahun yang bisa
memberi keuntungan. Diungkapkan Senior
Associate Director, Head of Research and
Advi sory Indonesi a, Cushman and
Wakefield Indonesia, Arief Rahardjo, Pemilu
2014 bi sa menj adi berkah bagi
perkembangan properti. Berkah yang
diuntungkan dari pemilu menurut Arief pada
sektor hotel. Kehadiran NGO dan wartawan
dari luar negeri akan mengisi hotel-hotel
yang ada di Jakarta dan sekitarnya.
Okupansi hotel pada 2014 bisa mencapai
di atas 95 persen, ujarnya.
AW/dari berbagai sumber
56 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
NASIONAL
Endang Setyawati Thohari Alumni Program Ph.D. Universitas Montpellier Prancis
Pembangunan
yang Berbasis
Kearifan Rakyat
MATA PENGAMAT
FOTO-FOTO: ISTIMEWA
R
PJP (Rencana Pembangunan Jangka
Panjang) ekonomi, saya menilai sudah
cukup detail dan komprehensif. Untuk
rencana jangka panjang kita memang perlu
memiliki RPJP tahun 2025 yang diharapkan
dapat mengganti peran GBHN dan
penjabarannya dijelaskan oleh RPJM 5
tahunan yang diperbaharui.
Banyak tantangan dan peluang, sebagai
pekerjaan rumah yang harus dilakukan untuk
membenahi hal tersebut. Mulai dari daya
saing industri, penguatan ekspor, dan
proteksi non-tari f menj adi hal yang
terpenting. Namun tantangan yang cukup
besar salah satunya adalah infrastruktur kita
yang belum siap bersaing dan belum
terintegrasi ke seluruh pilar pembangunan.
Tatakelola pembangunan masih menjadi
hirakhi domain Pusat, yang terlepas dari
kenyataan sosial, budaya dan ekonomi di
daerah. Namun disisi lain, ada konteks
pemaksaan, bahwa harus tetap
mempertahankan kestabilan secara makro,
seakan-akan suatu sistem Pembangunan
Nasional yang handal dapat tumbuh dengan
sendirinya dari proses ekonomi yang dikelola
menurut kaidah-kaidah ekonomi makro dan
mikro konvensional semata.
Dari fi l e yang saya unduh di
www.bappenas.go.id, 23 November 2013,
jam 12.30 WIB, saya tidak menemukan kata
ekonomi kerakyatan, lalu saya mencari kata
usaha mikro, terdapat dalam 3 halaman, yaitu
di halaman 21, halaman 23. dan halaman 24.
Saya menangkap ada pesan dan kesan,
untuk satu semangat yang sama, bahwa
ekonomi mikro dan menengah adalah
salahsatu pilar pembangunan ekonomi yang
strategis. Berdasarkan Data Kementerian
KUKM tahun 2011, jumlah usaha mikro
adalah 54,55 juta (98,85% dari kelompok
usaha di Indonesia).
Hal tersebut, semakin diperkuat dengan
penguatan Koperasi yang didorong untuk
berkembang semakin luas menjadi wahana
yang efektif dalam menciptakan efisiensi
kolektif. Bahkan data 2012, menunjukkan
saat ini di Indonesia terdapat sebanyak
192.443 unit koperasi dengan anggota
berjumlah 33.687.417 orang. Total volume
usaha sekitar Rp 95 triliun dan modal yang
dapat dihimpun dari anggota sebanyak Rp43
triliun sedangkan dari luar Rp 46 triliun.
Saya mengusulkan, sebuah desain konsep
pembangunan yang berbasis dinamika
kearifan masyarakat, mengoptimalkan
kreatifitas dan inovasi, di mana menempatkan
posisi masyarakat sebagai subjek dan
aktornya, sebagai aksi bersama
menumbuhkembangkan proses dan simpul-
simpul interaksi ekonomi kerakyatan.
Tentu saja, saya tidak bermimpi di siang
bolong, karena konsep ini telah berjalan
dan terus berkembang, jauh dari hingar
bingarnya pemberitaan media, saya bisa
memberi kan contoh, ada Kel ompok
Perempuan Mandiri (KPM) yang bergerak
di Gunung Salak-Halimun, memberikan
bant uan pi nj aman bergul i r kepada
kelompok perempuan.
Dengan pengembangan unit usaha mikro
dan menengah, program yang dikem-
bangkan KPM menjadi kunci keberhasilan,
dengan mengurangi ketergantungan modal
terhadap rentenir dan beranjak untuk memiliki
aset sendiri dalam mengentaskan kemiskinan
secara berkelompok.
Karena saat ini, bahwa Indonesia telah
kehilangan harga diri dan optimisme sebagai
bangsa. Saya berharap Presiden yang
terpilih nanti, dapat membebaskan Indone-
57 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
Y. Nindita Adisuryo Bekerja di Lembaga Perwalian Millennium Challenge Account-Indonesia
Lima Tantangan Yang Harus Dijawab
sia dari impor produk pertanian. Kita
membutuhkan pemimpin yang mampu
menjaga harga diri bangsa. Pemimpin yang
memiliki visi masa depan, bukan hanya
R
AMAI khalayak bicara tentang Visi In
donesia 2020, Visi Indonesia menuju
negara maju; atau mungkin Visi Indo-
nesia 2045, Visi Seabad Republik Indone-
sia. Namun sebelum jauh meneropong ke
sana, ada baiknya kita bicara tentang
Pembangunan Indonesia double-20, alias
2020.
Kita tak boleh melepaskan tonggak
perhatian kita pada 2020. Pada tahun itu,
pakta perdagangan bebas kerjasama
ekonomi negara-negara Asia-Pasifik atau
APEC akan berlaku bagi negara-negara yang
sedang berkembang, termasuk kita. Lalu
bagaimana memandang bangsa kita ke
dalam dirinya?
Demi melangkah ke depan, kita harus
berani memetakan tantangan kita. Pertama,
pada ketahanan perekonomian kita. Kita
harus berupaya pada bagai mana
memangkas defisit neraca perdagangan kita
dengan kebijakan yang berpihak pada
penguatan perdagangan serta industri
dalam negeri, khususnya usaha kecil dan
menengah (UKM). Perlu diingat, jumlah UKM
di negeri kita sebanding dengan seperlima
jumlah penduduk kita, yaitu 55 juta, dengan
kontribusi pada separuh lebih dari Produk
Domestik Bruto (PDB) kita, dan melingkupi
90 persen unit usaha yang ada. UKM bahkan
menyerap sampai 70% l ebi h, dari
keseluruhan angkatan kerja nasional kita.
Ketahanan ekonomi juga terkait dengan
penyelenggaraan pembangunan secara
real. Tahun 2020 akan menjadi momen,
bagaimana Public Private Partnership (PPP)
mampu menjadi model dalam meningkatkan
penyediaan infrastruktur dasar di berbagai
bidang di seluruh wilayah NKRI tanpa
terkecuali.
Kedua, dalam tata kelola pemerintahan
kita. Sanggupkah kita meningkatkan
terwujudnya pemerintahan yang akuntabel
dan transparan, serta terbuka dan
beriorientasi pada pelayanan? Reformasi
birokrasi menjadi hal yang mesti kita kawal
terus ke depannya. Tak lupa, kita harus pula
memastikan bahwa demokrasi kita mampu
menghasilkan orang-orang yang unggul
dalam menata dan mengelola pemerintahan,
baik di tingkat nasional maupun daerah.
Ketiga, dengan asumsi bahwa Perangkat
Jaminan Sosial Nasional (Badan Penye-
lenggara Jaminan Sosial - BPJS dan Sistem
Jaminan Sosial Nasional SJSN) akan berlaku
pada Januari 2014, artinya pada tahun 2020
perangkat tersebut telah berumur setidaknya
lima tahun. Tak ubahnya tumbuh kembang anak
manusia, perangkat Jamsosnas telah melewati
masa emas 3 tahun pertama, dan di usia
lima tahun ke atas. Modalitas dari masa
pembabakan tersebut akan benar-benar diuji,
bagaimana aplikasi dan implementasi sistem
jamsosnas yang berkeadilan bagi seluas-
luasnya warga negara.
Keempat, ketahanan energi kita. Kita
bi cara bagai mana mengurangi
ketergantungan pada sumber energi fosil,
dan mengal i hkannya pada energi
terbarukan. Jika saat ini energi terbarukan
baru mencakup empat persen saja dari
keseluruhan porsi sumber energi nasional,
dan di 2030 kita merencanakan setidaknya
porsi energi terbarukan telah mencapai
seperempat dari energi nasional kita,
sanggupkah pembangunan kita di 2020
mencapai sepuluh persen untuk kontribusi
energi terbarukan?
Kelima, di 2020, sanggupkah Indonesia
menjadi role-model masyarakat madani
dan demokrasi, selain pula pasar yang
besar dan berdaya sai ng? Sel ai n
demokrasi yang tertata dan mendukung
pembangunan, kita tidak bisa mengatakan
tidak untuk terus membangun masyarakat
yang peka akan penti ngnya peran
perempuan dal am pembangunan,
penghargaan terhadap kelompok minoritas
berdasar latar belakang, serta pemenuhan
hak-hak dasar warga negara secara
sosial-ekonomi dan budaya.
Tentu lima pokok perihal di atas hanyalah
rangkuman dari rancangan, tentang ada
apa dengan pembangunan Indonesia kita
di 2020. Memetakan tantangan sejatinya
bukan hanya upaya untuk melangkah ke
depan, tetapi juga pengingat bagi janji-janji
yang mesti diwujudkan, demi menuju Indo-
nesia yang lebih madani, berdaya dan
sejahtera.
AW
memiliki kapabilitas dan integritas, tetapi juga
memiliki kecerdasan birokrasi untuk
membangun sistem yang handal dan anti
korupsi, untuk penegakan hukum seadil-
adilnya dan pembangunan yang berkualitas.
Jika ini tidak segera diselesaikan, akan
berujung pada disintegrasi bangsa.
AW
58 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
SOSIALISASI
S O S I A L I S A S I
Tontonan Untuk Mencintai
Budaya Bangsa
Tuntunan dan
Wayang Kulit di Solo
M
ASYARAKAT pecinta wayang kulit Surakarta berkumpul di
Lapangan Kota Barat Surakarta untuk menyaksikan
pertunjukan pagelaran wayang kulit bersama Ki Anom Suroto
pada Sabtu (5/10). Mereka tampak antusias menyaksikan pertujukan
wayang kulit yang diselenggarakan oleh MPR RI bekerjasama dengan
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Surakarta dalam rangka
Sosialisasi 4 Pilar Berbangsa dan Bernegara itu.
Hadir dalam acara tersebut Wakil Ketua MPR RI Hajriyanto Y.
Thohari beserta anggota MPR RI, antara lain: Sumintarsih dari Fraksi
Hanura, Mantri Agung dari Fraksi PKS, Otong Abdurahman dari Fraksi
PKB, Abdul Wahid dari Fraksi Gerindra, serta Eko Sarjono dari Fraksi
Golkar. Sedangkan dari pemerintah daerah hadir Walikota Surakarta
FX Hadi Rudyatmo, serta Kapolres Surakarta AKBP Ariansyah.
Dalam sambutannya, Walikota Surakarta FX Hadi Rudyatmo
mengungkapkan, dalam rangka memiliki tekad bersama dalam
memahami Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka
Tunggal Ika yang melatarbelakangi diselenggarakannya pagelaran
wayang semalam suntuk bersama dalang kondang ki Anom Suroto.
Dengan harapan sosialisasi 4 Pilar mampu sampai ke sasaran dengan
pesan-pesan yang disampaikan dalam alur cerita.
Walikota selanjutnya berharap agar generasi muda menyadari
bahwa wayang itu merupakan tontonan dan juga tuntunan. Jadi,
ketika dalang ngendikani itu terdapat dua hal yang harus dipahami.
Yaitu, tuntunan dalam hal yang disampaikan oleh Ki Dalang dan
tontonan dalam arti kata bagaimana upaya Ki Anom untuk memberikan
pandangan agar generasi muda lebih mencintai budaya dalam negeri
sendiri, ujarnya.
Sementara Wakil Ketua MPR RI HajriyantoY. Thohari menegaskan,
jika kita ingin tetap dalam satu Negara Kesatuan Republik Indonesia
maka tidak ada pilihan bagi kita kecuali merawat, menjaga, memelihara,
dan memperkuat 4 Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara.
Menurut pria kelahiran Karanganyar Surakarta ini, banyaknya
kasus yang dikeluhkan dan diratapi akibat dari nilai-nilai Pancasila
yang semakin jauh dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Tampak pada level pertama, kehidupan penyelenggara
negara. Banalisasi pengabaikan nilainilai Pancasila nampak dari
perilaku penyelewengan kekuasaan seperti tindak pidana korupsi
dan suap yang terus terjadi pada penyelenggaraan negara.
Lalu, pada level kedua, menurut Hajriyanto, masyarakat yang
mulai berkurang jiwa kerukunan, toleransi, kebersamaan dan
59 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
keharmonisan. Hal tersebut merupakan
tanda-tanda semakin jauhnya nilai-nilai
Pancasila. Dengan keyakinan diselenggara-
kan wayang sebagai instrumen sosialisasi
diharapkan mampu menjadi tontonan dan
tuntunan bagi seluruh penonton yang hadir.
Tepat pukul 21.00 WIB dalang Ki Anom
Suroto (dari Klaten, Jawa Tengah) mulai
memainkan lakon Tumuruning Wahyu
Makutarama. Lakon ini menceritakan tentang
turunnya Wahyu Makutarama, yang berisi
ajaran kepemimpinan dan tata pemerintahan
yang bersumberkan 8 unsur alam yang
disebut Hastabrata, yakni: bumi, samudera,
angin, langit, api, bintang, bulan dan
matahari.
Ceritanya, usaha Adipati Karna untuk
mendapatkan Wahyu Makutarama karena
sangat prihatin dengan situasi negaranya
yang sedang tidak aman dan sering terjadi
bencana. Namun usaha itu dihadang oleh
anoman yang bertugas untuk menjaga
keselamatan Pertapaan Kutharungu.
Akhirnya Panengah Pandawa Raden Arjuna
mendapatkannya setelah mengalami
berbagai ujian dan rintangan. Sehingga
dapat memimpin dan mengelola tata
pemerintahan dengan baik sesuai dengan
konstitusi negara. Akhirnya, rakyat menjadi
sejahtera, negara Amarta menjadi aman dan
tenteram.
Kurnia
FOTO-FOTO: HUMAS MPR RI
60 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
SOSIALISASI
Kampung Empat Pilar
Pelayanan Publik Belum Memuaskan
D
ATA membuktikan, Indonesia tahun ini
menempati ranking 120 dunia dari 192
negara dalam hal pelayanan publik.
Posisi ini memang lebih baik dibanding tahun
lalu berada di ranking 128 dunia. Itu artinya,
dalam hal pelayanan publik ini, Indonesia
masih sangat memprihatinkan. Nah, salah
satu penyebab masih lemahnya pelayanan
publik ini, karena reformasi birokrasi belum
selesai.
Masalah pelayanan publik inilah yang
menjadi tema dialog Kampung 4 Pilar yang
ditayangkan secara nasional oleh TVRI Pusat
pada pertengahan November lalu. Drs.
Ahmad Muqowam (Wakil Ketua Fraksi PPP
MPR RI) dan H. Marwan Jafar SH,
SE.,(pimpinan Fraksi PKB MPR RI) menjadi
pembicara acara yang dipandu oleh Meri
Putrian dan komedian Jaim itu.
Dalam dialog 4 Pilar itu, para pelawak
Kampung 4 Pilar yang terdiri dari Dibyo,
Teni, Yaser, dan Faqih menggambarkan
t i ngkat ket i dakpuasan masyarakat
terhadap pelayanan publik melalui sebuah
sketsa yang ditampilkan secara jenaka.
Dua masal ah pal i ng di rasakan ol eh
masyarakat mereka angkat, yaitu soal
pengurusan KTP yang terlalu lama, dan
keluhan masyarakat mengenai kelangkaan
buku nikah.
Salah satu penyebab rendahnya tingkat
pelayanan publik ini, karena koordinasi
antarinstansi macet, atau tidak berjalan
dengan baik. Kita sebetulnya memiliki UU No.
25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Salah satu amanat dari UU itu adalah
menciptakan pemerintahan yang baik. Di
situlah kunci dari seluruh proses di dalam
melakukan pelayanan publik agar jauh lebih
baik, kata politisi PKB ini.
Nah, untuk tercapainya pelayanan publik
yang baik dan maksimal, jelas Marwan, tidak
lain dan tidak bukan tentunya harus dilakukan
reformasi birokrasi. Naga-naganya
reformasi birokrasi ini tidak bisa berjalan
secara efektif dan maksimal, ujar Marwan
Jafar. Untuk itu, kita harus mendorong
pemerintah untuk terus melakukan reformasi
birokrasi. Ini menjadi PR kita semua,
katanya.
Negara Kemakmuran
Dasar filosofi negara kita adalah welfare
state, negara kesejahteraan. Maka sudah
semestinya, menurut Muqowam, segala
sesuatunya negara berkewajiban sesuai
amanat konstitusiuntuk memakmurkan
rakyatnya. Salah satu caranya melalui
kebijakan publik, pelayanan publik. Tapi,
kenyataannya, sampai hari ini di bidang
pel ayanan publ i k i ni masi h sangat
memprihatinkan.
Muqowan lalu menunjukkan data bahwa
pelayanan publik di negara ini belum seperti
diharapkan. Dari 196 negara, Indonesia
menempati ranking ke-120 dalam hal
pelayanan publik. Posisi Indonesia tahun ini
memang lebih baik dibanding tahun lalu
berada di ranking 128 dunia. Bahkan
sekarang ini, kata Muqowam, ada sekitar
180 kabupaten kota belum melaksanakan
pelayanan publik dengan baik.
Maka, wajar kalau sampai hari ini masih
banyak masyarakat yang sangat belum
puas dengan pelayanan publik, termasuk
tidak puas dengan pelayanan kesehatan,
FOTO-FOTO: HUMAS MPR RI
61 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
Dialog 4 Pilar di TVRI
Mencari Pemimpin Masa Depan
pendidikan, infrastruktur, dan berbagai
macam lainnya. Untuk itu, kita juga harus
mendorong agar Ombusman betul-betul
meni ngkat kan f ungsi nya sebagai
lembaga yang mengawasi pelayanan
publik.
Fungsi pengawasan oleh Ombusman ini,
menurut politisi PPP ini, belum dimanfaatkan
secara maksimal oleh masyarakat. Pada
2012 hanya kurang lebih 2023 laporan masuk
ke Ombusman datang dari seluruh Indone-
sia. Isi laporan pun bermacam-macam bentuk
, mul ai dari yang berkai tan dengan
penyalahgunaan wewenang, penyimpang-
an prosedur, permintaan uang jasa, tidak
kompeten dalam pelayanan, tidak patut dalam
pelayanan, hingga diskriminatif dalam
pelayanan.
Menurut Muqowam, adal ah tugas
pemeri ntah yang harus membenahi
pelayanan publik ini. Karena itu, masih
banyak PR yang harus dilakukan oleh
negara, katanya.
SCH
A
PRIL tahun 2014, pemilu ke-empat di
era reformasi berlangsung. Beberapa
bulan menjelang pesta demokrasi itu
hiruk-hiruk pikuk panggung politik sudah
bedenyut kencang. Berbagai elemen
masyarakat, menj el ang pemi l u i ni ,
menyelenggarakan berbagai kegiatan
seputar pemilu. Mulai dari diskusi, seminar,
talkshow di media televisi dan radio, hingga
perbincangan di warung-warung kopi. Tema
diskusi antara lain mengenai pemimpin Indo-
nesia di masa depan.
Anggota MPR RI Fraksi PKB Nur Yasin
ketika berbicara dialog 4 Pilar di stasiun
TVRI akhir November lalu mengatakan,
persoalan munculnya pemimpin Indonesia
yang idealis dan cakap pasca pemilu 2014
sangat diharapkan oleh seluruh bangsa In-
donesia. Menurut Nur Yasin, dalam diri
sang calon pemimpin harus ada kriteria
utama yang harus diperhatikan, yakni dia:
harus seorang negarawan. Artinya,
segala perbuatannya adalah murni untuk
kemaslahatan rakyat.
Seorang pemimpin ideal juga harus bisa
menempatkan kepentingan rakyat di atas
kepentingan pribadi atau golongan. Seorang
pemimpin itu harus menyadarai bahwa dia
pemimpin seluruh rakyat, bukan lagi pemimpin
golongannya atau partainya. Seorang
pemimpin muncul secara orisinal, bukan hasil
polesan. Masyarakat sekarang bisa melihat
hal itu dan tidak bisa dibohongi.
Anggota MPR RI Fraksi Partai Golkar Nurul
Arifin sangat setuju dengan kriteria pemimpin
adalah seorang yang bisa menempatkan
kepentingan rakyat di atas kepentingan
pribadi. Menurut Nurul Arifin, rakyat juga
FOTO-FOTO: HUMAS MPR RI
62 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
SOSIALISASI
harus cerdas dan kritis dalam memilih
pemimpin. Sebab, seorang pemimpin itu dipilih
ol eh rakyat, suara rakyat sangat
menentukan.
Jangan sampai hanya karena diberi uang
duapuluh ribu rupiah, suaranya tergadaikan.
Jangan sampai hanya lima menit memilih
sengsaranya selama lima tahun. Fenomena
politik uang dan politik transaksional harus
diwaspadai rakyat, tandasnya.
Mewaspadai fenomena politik uang dan
politik transaksional, kata Nurul Arifin, pemilih
seyogyanya harus memi l i ki bekal
pengetahuan soal proses pemilu. Edukasi
politik untuk rakyat melalui tiga kali
penyelenggaraan pemilu secara langsung,
seharusnya bi sa menj adi aj ang
pembelajaran rakyat tentang proses pemilu
dan segala hal baik positif dan negatifnya
pemilu.
Deri
U
LAH para komedian pada acara
sosialisasi 4 Pilar tak pernah ada
habisnya. Mereka selalu berhasil
mengocok perut pemirsa. Salah satunya
seperti yang mereka perlihatkan pada acara
Kampung 4 Pilar yang ditayangkan TVRI
awal November silam. Ketika itu Teni, Dibyo
dan Ngadimin bergotong royong membenahi
suasana kampung mereka. Ketiganya ingin
kampungnya terlihat semakain cantik,
sehingga mampu menyerap wisatawan
untuk berkunjung.
Sayangnya cita-cita menjadikan kampung
mereka menjadi desa wisata tidak diikuti
dengan infrastruktur yang memadai. Kondisi
jalan menuju kampung tersebut misalnya,
masih jauh dari kata cukup. Di sana juga
tidak tersedia penginapan yang bisa
menampung para wisatawan. Selain itu,
makanan yang sangat diperlukan wisatawan
juga sulit ditemukan. Klimaknya, Dibyo dan
Teni ternyata menjadikan Ngadimin sebagai
patung selamat datang. Sementara Ngadimin
sendiri tidak melaksanakan tugasnya secara
benar. Ia kerap meninggalkan posnya untuk
keperluan yang tidak jelas.
Mendapati kejanggalan tersebut, karuan
saja mengundang senyum kecil Drs. Josef A.
Nae Soi, MM., wakil ketua Fraksi Partai Golkar
MPR RI, selaku narasumber. Bersama Dr. H.
Kampung 4 Pilar TVRI
Menengok Potensi Wisata di Indonesia
Rahmat Shah, Wakil Ketua Kelompok Anggota
DPD, keduanya membahas tema: Potensi
Pariwisata. Menurut Josep, Indonesia patut
bersyukur karena memiliki wilayah yang
sangat luas. Apalagi, banyak kawasan di In-
donesia yang memiliki panorama alam sangat
indah. Sangat cocok untuk tujuan wisata.
Hanya saja, tidak semua kawasan yang
memilki potensi wisata bisa dengan mudah
menjadi wilayah parawisata. Dibutuhkan
berbagai infrastruktur yang memadai, agar
para wisatawan tidak kecewa. Antara lain,
jalan raya, penginapan, transportasi,
ketersediaan makanan dan juga kesiapan
masyarakatnya. Kalau infratsruktur yang
FOTO-FOTO: HUMAS MPR RI
63 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
A
NGGOTA MPR dari Fraksi PDIP, Effendy
M. S. Simbolon, menuturkan sebagai
salah satu bangsa di dunia, Indonesia
tak bisa lepas dari globalisasi dan liberalisasi
ekonomi dunia. Meski demikian ditegaskan
bahwa bangsa manapun akan l ebi h
diubutuhkan itu tidak bisa terpenuhi maka
kedatangan wisatawan ke tempat tersebut
terbilang sangat sulit direalisasikan.
Masyarakat merupakan faktor sangat
penting dalam menumbuhkan wilayah
wisata. Jangan sampai, ada tangan-tangan
jahil yang membuat keindahan alam sirna
akibat ketidaktahuan mereka. Karena itu akan
sangat merugikan bangsa dan negara, kata
Josef menambahkan.
Pendapat senada dikemukakan Dr. H.
Rahmat Shah. Malah bukan panorama alam
Indonesia saja yang layak mejadi tujuan
wisata. Ada banyak keunikan alam Indone-
sia, baik yang ada di darat maupun laut yang
juga layak menjadi tujuan wisata. Seperti
Candi Borobudur di Jawa Tengah, dan
Komodo di Nusa Tenggara Timur. Selain itu,
ada pula keunikan budaya yang juga layak
menjadi kawasan wisata.
Untuk itu, dibutuhkan dukungan berbagai
pihak agar potensi yang ada bisa diwujudkan
dengan sebaik-baiknya. Selain informasi
yang harus dipersiapkan, pelayan terhadap
para wisatawan juga mesti diberikan secara
maksimal.
Sejak dari bandara seharusnya sudah
di si apkan berbagai i nformasi yang
menunjang kegiatan wisata. Ini penting, agar
memudahkan wisatawan menikmati liburan
yang mereka jalani, kata Rahmat Shah.
MBO
Sosialisasi 4 Pilar di TVRI
Liberalusme Ekonomi Yang
Dikendalikan Negara Bukan Pasar
mementingkan dirinya sendiri dan melakukan
berbagai upaya untuk memproteksi diri.
Namun kita sebaliknya, kita lebih melayani
mereka, ujarnya saat menjadi narasumber
Sosialisasi 4 Pilar lewat TVRI, tayang 31
Desember 2013.
Lebih lanjut dikatakan dalam sosialisasi
yang bertema Peluang Indonesia di Tengah
Arus Li beral i sasi Ekonomi , bahwa
liberalisasi di Indonesia diletakkan pada posisi
yang sangat terbuka padahal ada beberapa
komoditas yang perlu untuk diproteksi. Dalam
bidang pertanian misalnya, kita tak mampu
menciptakan ketahanan pangan apalagi
kedaulatannya. Dirinya ingat apa yang
dikatakan oleh Presiden Soekarno dengan Tri
Sakti-nya. Bila Tri Sakti itu dijadikan landasan
maka bangsa ini tidak akan menindas kaum
petani. Pengertian liberalisasi tak dimaknai
secara benar, ujar pria batak itu.
Dalam kesempatan yang sama, anggota
MPR dari Fraksi PKB, M. Lukman Edy,
mengatakan dalam UUD NRI Tahun 1945 ada
peran yang diberikan kepada negara yang
sangat besar untuk menata ekonomi. Dirinya
mengakui bahwa UUD memberi ruang
liberalisasi ekonomi namun ditegaskan
bahwa liberalisasi ini berbeda dengan
liberalisasi yang dimaknai oleh Barat.
Liberalisasi di sini di atur oleh negara bukan
64 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
SOSIALISASI
oleh pasar, ujarnya.
Apa yang dikatakan oleh Effendy bahwa
ada salah makna soal liberalisasi ekonomi
dibenarkan oleh Lukman Edy. Menurut pria
asal Riau itu memang ada kesepakatan
liberalisasi ekonomi di dunia namun negara-
negara yang tergabung dalam perjanjian
perdagangan bebas diperkenankan untuk
meminta proteksi terhadap komoditas-
komoditas tertentu yang dibutuhkan. Indo-
nesia tidak pernah meminta proteksi,
ujarnya. Padahal WTO, badan perdagangan
dunia, memberi kesempatan kepada
anggotanya untuk mengajukan proteksi pada
produk-produk tertentu. Sebagai negara
berkembang tetapi pemeri ntah tak
menganggap proteksi sebagai yang penting,
sesal alumni Universitas Brawijaya itu.
Menurut Effendy dalam soal pembangun-
an semuanya harus kembali kepada etikat
pemerintah, political will. Saat ini RPJM dan
RPJP dijadikan panduan dalam arah pem-
bangunan bangsa. Menjadi masalah bila
bangsa ini membangun tanpa panduan.
Meski tak ada GBHN, menurutnya, bukan
berarti kita tak mempunyai arah pembangun-
an menghadapi dunia luar. Untuk itu diingat-
kan bahwa liberalisasi ekonomi merupakan
keniscayaan namun negara harus peduli
proteksi terhadap produk-produk tertentu.
Diakui oleh Lukman Edy pemerintah saat
ini terlalu banyak pencitraan dan kampanye
pembangunan namun semuanya itu tak
pernah terimplementasikan di lapangan.
Impl ementasi nya kendor, akunya.
Diungkapkan dalam soal pangan, dulu
Presiden SBY pernah mengatakan akan
membuka sekian juta hektar sawah, akan
swasembada kedelai, dan lain sebagainya,
namun sampai sekarang semuanya itu belum
terlaksana. Menurut Lukman Edy masalah
yang di hadapi sudah tahu namun
implementasinya belum dilaksanakan. Kita
terlalu banyak bicara politik, ujarnya. Top
management terlalu banyak pencitraan
sehingga yang di bawahnya juga melakukan
hal yang sama, tambahnya.
AW
D
ALAM sebuah negara yang berdaulat
harus ada sebuah norma atau sistem
aturan dalam bernegara dan ber-
masyarakat. Sistem tersebut disebut
konstitusi atau undang-undang dasar.
Konstitusi tersebut terwujud dalam bentuk
dokumen tertulis yang memuat segala aturan
dan prinsip-prinsip dasar politik, hukum,
sosial masyarakat, termasuk struktur,
prosedur, wewenang dan kewaj i ban
pemerintahan negara.
Konstitusi juga sangat menjaga dan
menjamin hak kepada warga negara.
Khusus di negara Indonesia, konstitusi
sudah terwujud dan berisi aturan-aturan
segala aspek kehidupan yang sangat mulia.
Itu sudah tak bi sa di sanggah l agi .
Pertanyaan besarnya adalah, apakah semua
itu sudah terimplementasikan dengan baik?
Apakah implementasi konstitusi perlu dikawal
agar sesuai jalur, terutama konstitusi pasca
perubahan.
Menurut Wakil Ketua MPR RI Lukman
Hakim Saifuddin, harus diakui konstitusi In-
donesia pasca amandemen memang esensi
dan substansi konstitusi tersebut belum
sepenuhnya dipahami secara menyeluruh
ol eh sel uruh masyarakat, terutama
oleh kalangan penyelenggara negara.
Sejatinya, kesadaran berkonstitusi dari hari
kehari , waktu ke waktu harus terus
ditingkatkan, harus diintensifkan.
Mengapa demikian? Karena konstitusi itu
hidup di tengah-tengah kita dan kita sebagai
warga bangsa dituntut oleh masyarakat
secara kesel uruhan, terutama para
penyelenggara negara, untuk memiliki
kemampuan terkait dengan pemahaman dan
implementasi konstitusi. Inilah yang menjadi
titik tekan kita semua, ujarnya dalam dialog
4 Pilar Berbangsa live RRI Pro 3 FM dengan
tema Mengawal Pelaksanaan Konstitusi, di
Gedung MPR RI, Senayan, Senin (18/11).
Menurut Lukman, inilah tantangan Indo-
nesia ke depan, gerakan kesadaran
berkonstitusi secara masif dan massal harus
ditingkatkan, sehingga penjabaran dan
pemahaman konstitusi akan berimbas
kepada pengimplementasian konstitusi
dalam kehidupan sehari-hari. Dalam tataran
penyel enggara negara, pemahaman
konstitusi yang baik akan berimbas secara
baik dalam peraturan perundang-undangan
di bawahnya, termasuk Perpu, PP, Perpres,
dan Perda-Perda.
Karena semua aturan-aturan tersebut
harus mengacu kepada UUD sebagai sumber
Dialog 4 Pilar RRI
Mengawal Pelaksanaan Konstitusi
65 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
hukum tertinggi dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Kesadaran ini harus
ditingkatkan betul-betul dan harus juga diawasi
secara sungguh-sungguh pelaksanaannya,
terutama pembuatan peraturan di bawahnya.
Seperti contoh, UUD NRI Tahun 1945 Pasal 34
ayat (1) mengamanahkan bahwa fakir miskin
dan anak-anak terlantar dipelihara oleh
negara. Apakah hal tersebut sudah terlaksana
dengan baik atau belum?
Amanah UUD tersebut adalah norma
hukum yang harus dijabarkan yang kemudian
harus di turunkan menj adi peraturan
perundang-undangan yang lebih mengikat.
Dan, perintah atau amanah UU harus
dilaksanakan dalam bentuk operasional dan
kemudian dirasakan secara riil oleh
masyarakat.
Penjabaran konstitusi dalam kehidupan
sehari-hari adalah tanggung jawab kita
bersama. Jadikan konstitusi kita menjadi
konstitusi yang hidup, dan menjadi acuan
kita dalam berbangsa dan bernegara,
tandasnya.
Untuk kesejahteraan
Anggota MPR RI Fraksi Partai Demokrat
Didi Irawadi sependapat bahwa konstitusi
Indonesia pasca amandemen adalah yang
terbaik sejak Indonesia merdeka. Banyak
penyempurnaan-penyempurnaan dalam
segala hal dilakukan, antara lain dalam
penegakan hukum, dal am konsep
kesejahteraan, dalam pengelolaan sumber
daya alam, dan HAM. Intinya adalah
pemerataan pembangunan di segala bidang.
Para tokoh reformasi plus pemerintah
bersama DPR sej ak awal i ngi n ada
peningkatan kesejahteraan bagi seluruh
rakyat Indonesia, maka lahirlah UU Otonomi
Daerah ( Otda). Dengan UU ini diharapkan
masyarakat, baik di pusat maupun di daerah
menjadi lebih baik dan makmur. Walaupun
pada kenyataannya ada beberapa hal yang
kurang tersentuh pemerataan pembangun-
an, dan dalam hal tidak lantas semua
kesalahan bisa ditimpakan ke pusat.
Dengan adanya Otda, pemerintah-
pemerintah daerah harus bijak dan mampu
mengelola potensi wilayahnya dengan
berkoordinasi dengan pusat untuk kesejah-
teraan rakyatnya. Tapi, faktanya persentase
kegagalan penerapan Otda masih sangat
besar. Masih terlihat tingkat pemerataan
pembangunan yang timpang, ada yang
sangat makmur tapi ada daerah yang sangat
kekurangan.
Malah yang sangat membuat miris, dengan
kewenangan Otda malah memunculkan
fenomena raja-raja baru di daerah-daerah.
Di beberapa daerah terjadi kekisruhan dan
konflik seputar penerapan Otda. Hal seperti
ini bisa disebut sebagai penerapan atau
implementasi konstitusi yang salah. Salah
karena pelaksanaanya tidak sesuai dengan
yang digariskan konstitusi.
Padahal Otda kan implementasi konstitusi
dengan tujuan untuk mengangkat kesejah-
teraan rakyat secara keseluruhan. Ini adalah
masalah tataran di lapangan atau imple-
mentasi di lapangan. Inilah yang harus
dikawal betul-betul secara umum bahwa
penerapan konstitusi harus ebnar-benar
dikawal, ujarnya.
Yang menjadi titik krusial persoalan
sebenarnya adalah eforia kebebasan pasca
reformasi yang sangat dahsyat. Indonesia
memasuki era kebebasan demokrasi yang
sangat luas yang sangat kebablasan.
Kebebasan ini dimaknai dengan cara yang
salah. Misalnya, ancaman-ancaman ter-
hadap pluralism. Pada masalah lalu ancaman
ini sudah ada, tapi sekarang lebih gila,
dilakukan dengan mengatasnamakan agama
dan keyakinan menekan pihak lain.
Makanya pemahaman akan nilai-nilai
Pancasila, Kebhinnekaan, NKRI dan UUD NRI
Tahun 1945 harus terus menerus digencarkan,
ditanamkan dan disosialisasikan terus-
menerus seperti yang dilakukan anggota MPR
RI dengan sosialisasi 4 Pilarnya, ujarnya.
Deri Irawan
FOTO-FOTO: HUMAS MPR RI
66 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
SOSIALISASI
D
ALAM Sosialisasi 4 Pilar yang disiarkan
secara langsung oleh RRI, 21 Novem
ber 2013, Wakil Ketua MPR Hajriyanto
Y. Thohari mengakui bahwa saat ini rakyat
semakin cerdas, pintar, dan berani dalam
menyampaikan kritik. Ini merupakan buah
reformasi, ujarnya. Ketika masyarakat kritis
hal demikian menurut politisi Partai Golkar itu
bukan sebuah kesalahan namun harus
dibaca sebagai suatu yang positif. Sebagai
bentuk partisipasi politik rakyat, tuturnya.
Kritisme merupakan sebuah keniscayaan,
tambahnya. Dengan sikap yang demikian
maka rakyat tahu betul siapa calon wakil
rakyatnya dan mengetahui jejak rekamnya.
Apa yang diutarakan oleh Hajriyanto itu
dibenarkan oleh anggota MPR dari Fraksi
PKB, M. Lukman Edy, yang pada kesempatan
itu juga menjadi narasumber sosialisasi.
Saya sepakat bahwa masyarakat semakin
rasional, tuturnya. Rasionalitas masyarakat
i tu bi sa di ukur dari , pertama, si kap
pragmatis. Sikap yang dimaksud ini adalah
ketika ada calon wakil rakyat turun ke bawah
maka masyarakat akan meminta calon itu hal-
hal yang sifatnya konkret bukan janji. Pro-
gram kerja dianggap sebagai nomer dua.
Saya seri ng menemukan hal yang
demikian, ungkapnya. Kedua, ideologi sudah
semakin surut. Lukman Edy mengatakan
pemilu jaman dulu sangat kental dengan
warna ideologi namun hal demikian tak
berlaku lagi. Ideologi partai sudah tak bisa
diandalkan lagi, ujarnya. Masyarakat
memilih orang bukan lagi pada ideologi namun
pada ti ndakan konkret, paparnya.
Sehingga ketika turun ke bawah kita tak
bisa membawa janji, tambahnya.
Dal am sosi al i sasi yang bertema
Penguatan Partisipasi Politik Rakyat itu
Hajriyanto mengatakan bahwa kita sekarang
sedang menerapkan demokrasi dengan ciri
langsung dan deliberatif. Dimaksud dengan
langsung adalah rakyat memilih wakil rakyat
dan kepala daerah serta presiden secara
langsung. Sedang demokrasi deliberatif
adalah demokrasi yang memgharuskan
dilakukan konsolidasi, dialog, dan perdebatan
politik. Bagi yang belum terbiasa dalam
demokrasi del i berati f maka mereka
menyebut hal ini sebagai sesuatu yang hiruk
pikuk dan dianggap perkelahian. Generasi
tua cenderung kaget dengan demokrasi
deliberatif karena tak mengenal model seperti
ini pada masa sebelumnya (Orde Baru),
paparnya.
Dalam masalah partisipasi rakyat dalam
pemilu, Lukman Edy mengatakan itu
tergantung dari kual i tas konsol i dasi
demokrasi. Dalam hal ini wajah partai politik
sangat berpengaruh pada daya tarik
masyarakat untuk ikut atau tidak. Untuk itu
dirinya menyarankan agar seluruh partai
politik memperbaiki diri, termasuk calon wakil
rakyatnya. Partai yang penuh konflik akan
ditinggalkan rakyat, pria asal Riau itu
mengatakan. Calon wakil rakyat yang tak
bersi h pun j uga berpengaruh pada
partainya, alumni Universitas Brawijaya,
Malang, Jawa Timur, itu menambahkan.
Tak hanya i tu, Lukman Edy j uga
mengharap agar KPU mensosialisasikan
pemi l u secara massi f. Kal au ti dak
mensosialisasikan secara massif maka nanti
hasilnya tak akan maksimal. Kualitas KPU
berpengaruh besar pada partisipasi politik.
Kalau tak berkualitas akan berpengaruh
pada hasil pemilu, tegasnya.
Dialog 4 Pilar RRI
Generasi Tua Kaget Dengan
Demokrasi Deliberatif
67 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
Dalam soal memilih dalam pemilu,
diungkapkan oleh Hajriyanto bahwa masing-
masing negara mempunyai konsep yang
berbeda. Ada negara yang memandang
bahwa memilih dalam pemilu adalah sebuah
kewajiban. Contohnya Australia, ujarnya.
Dengan konsep ini maka bila ada yang tak
memilih maka mereka bisa dikenai tindakan
hukum.
Ada juga negara yang mempunyai
pandangan bahwa memilih dalam pemilu itu
adalah hak. Dengan konsep ini maka bila
pemilih tak menggunakan haknya maka
dianggap tak melanggar hukum. Di Indone-
sia diterapkan bahwa memilih adalah sebuah
hak, paparnya. Meski sebuah hak namun
hal demikian menyangkut soal legitimasi atau
keabsahan. Bila jumlah pemilihnya rendah
maka pemerintahan yang terbentuk tak akan
efektif. Namun Hajriyanto merasa bersyukur
bahwa partisipasi memilih di Indonesia
sebanding dengan Amerika dan lebih tinggi
dari Australia dan negara-negara Eropa. In-
donesia di atas 50 persen, ungkapnya.
Bandingkan dengan Amerika 56 persen,
Jepang 44 persen.
AW
W
ACANA pemilihan kepala daerah
melalui mekanisme perwakilan oleh
DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah) seperti zaman Orde Baru memang
belum dibahas secara resmi. Namun ide
tentang pemilihan tidak langsung itu sudah
menimbulkan pro kontra. Yang pro dengan
wacana ini beralasan, Pemilukada langsung
telah menyuburkan praktik money politic.
Selain itu, menurut kolompok yang pro
pada wacana Pemilukada perwakilan,
Pemilukada langsung dianggap menimbulkan
kerawanan sosial. Terbukti, di banyak daerah
muncul pertikaian sosial di antara para
pendukung usai Pemilukada. Pemilukada
langsung juga dianggap berkontribusi
terhadap tindak korupsi yang dilakukan para
kepala daerah.
4 Pilar Bersama Cepot Show
Otda adalah Obat Menyelamatkan NKRI
Sedangkan pihak yang menolak wacana
Pemilukada tidak langsung beralasan,
Pemilukada langsung dianggap lebih
demokratis. Itu harus diteruskan, dan jangan
sampai terhenti, meski ada banyak masalah
yang akhir-akhir ini muncul akibat berlakunya
Pemilukada langsung. Yang termasuk dalam
kelompok yang menolak Pemilukada tidak
langsung adalah orang-orang yang
berantuk keuntungan dari pelaksanaan
Pemi l ukada l angsung. Antara l ai n,
pengusaha dan pedagang atribut kampanye.
Pemandangan seperti itu terlihat jelas
pada pelaksanaan acara dialog 4 Pilar Cepot
Show bertemakan Otonomi Daerah yang
ditayangkan TVRI awal Desember lalu.
Ketika itu, Udin Penyot dan Jamil, masing-
masing memerankan sebagai pengumpul
masa dan penjual atribut kampanye,
berdemo menolak wacana Pemilukada tidak
langsung. Alasan yang disampaikan tentulah
sesuatu yang baik. Seperti soal kebebasan
dan ekspresi memilih, sampai kedaulatan di
tangan rakyat.
Melihat fenomena seperti itu, Wakil Ketua
MPR RI Hajriyanto Y. Thohari yang menjadi
pembicara bersama Ketua Fraksi PKS MPR
RI H. TB. Soenmandjaja SD, mengatakan,
pemilihan langsung merupakan sederet
akibat yang muncul berbarengan dengan
tuntutan otonomi daerah (Otda) saat
reformasi. Ketika itu, kata Hajriyanto, tuntutan
Otda muncul, karena selama orde baru
berkuasa, sentralisasi kekuasaan pusat
sangat kuat. Sentralisasi terjadi hampir di
seluruh sektor pembangunan. Akibatnya
FOTO-FOTO: HUMAS MPR RI
68 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
SOSIALISASI
banyak kekayaan daerah terserap ke pusat,
dan daerah tidak bisa menikmati kekayaan
alamnya.
Menilik istilahnya, kata Hajriyanto, NKRI
memang lebih cenderung sentralistik.
Apalagi, selama Orde Baru, pemerintah juga
menggunakan sistem sentralisasi dalam
menjalankan pemerintahan. Namun, itu
bukan berarti jika Otda diberlakukan maka
tidak lagi NKRI. Karena cara seperti itu juga
berlaku di dunia internasional. Inggris dan
Amerika misalnya, tetap menamakan dirinya
sebagai negara persatuan, meski nyatanya
otonominya sangat luas.
Memang benar ada plus minus yang
muncul seiring pemberlakuan otonomi
daerah dan Pemilukada langsung. Namun,
saat ini dibutuhkan konsistensi kita dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Bukan sedikit-sedikit berubah, kata
Hajriyanto menambahkan.
Menengok sejarah berlakunya otda,
menurut Hajriyanto, kebijakan tersebut
menjadi obat bagi upaya-upaya pemisahan
diri yang ada ketika itu. Ternyata, kebijakan
tersebut sukses meredam keinginan
sebagian daerah untuk memisahkan diri dari
NKRI.
Senada dengan Hajriyanto, politisi PKS
Soenmandjaja menyatakan, pemberlakukan
Otda sudah sesuai dengan konstitusi.
Kebijakan itu dilakukan karena ingin
memperbaiki nasib dan kondisi masyarakat.
Kalaupun kini muncul beberapa ekibat
negatif dari pemberlakuan Otda, kata
Soenmandjaja, itu hanyalah efek di lapangan
semata. Dan itu tidak bisa dipungkiri.
MBO
P
UKULAN kelima gong yang ditabuh oleh
Ketua Tim Kajian Ketatanegaraan In
donesia, Mohammad Jafar Hafsah,
demikian kerasnya sehingga dentuman alat
musik yang terbuat dari logam kuningan itu
membahana sampai ke sudut-sudut Gedung
Pertemuan Pertamina, Jl. Cempaka Putih
Tengah 20 B, Jakarta. Gelegar suara gong
itu semakin riuh ketika ratusan mahasiswa
ikut menepuk tangani.
Suasana yang demikian terjadi ketika pria
yang sekaligus menjadi Ketua Fraksi Partai
Demokrat di MPR membuka acara Sosialisasi
4 Pilar yang ditujukan untuk mahasiswa Uni-
versitas Negeri Jakarta, 2 Desember 2013.
Sosialisasi 4 Pilar di UNJ
Ratusan Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta
Ikut Sosialisasi 4 Pilar
69 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
Mendampingi pemukulan gong itu adalah
Pembantu Rektor IV Soeprijanto, Kabiro
Puskaji Setjen MPR Maruf Cahyono, dan
anggota DPD Istibsjaroh.
Dal am sosi al i sasi dengan tema
Revitalisasi Nilai-Nilai Pancasila di Bidang
Politik, Ekonomi, Sosial, dan Budaya Dalam
Perspektif Pendidikan itu, Jafar mengatakan
Pancasila adalah dasar negara kita. Dengan
menjadikan sebagai dasar negara maka
Pancasila juga disebut sebagai way of life.
Pancasila menjadi harkat dan martabat kita
karena digali dari bumi Indonesia, ujarnya.
Dari sinilah, pria berdarah Bugis itu
menegaskan bahwa Pancasila adalah roh
bangsa Indonesia. Tanpa Pancasila tak ada
roh bangsa ini, tuturnya.
Di hadapan para mahasi swa yang
berjaket hijau daun itu, mantan Dirjen
Tanaman Pangan Departemen Pertanian itu
mengungkapkan, Indonesia merdeka dari
proses perjalanan panjang, berliku serta
melelahkan. Untuk itulah kemerdekaan Indo-
nesia disebut Jafar sebagai sebuah
keajaiban. Diuraikan bahwa bangsa ini terdiri
dari 17.000 pulau. Bila sesorang ingin
melintasi seluruh wilayah, bila sehari satu
pulau, maka akan dibutuhkan 17.000 hari.
Tak hanya daratan wilayah Indonesia, lautan
yang membentang juga bagian dari bangsa
ini. Maka Indonesia disebut juga sebagai
wilayah maritim terbesar di dunia, ujarnya.
Kepada generasi muda, Jafar mengajak
semuanya bersyukur sebab bisa tinggal di
Indonesia karena bangsa ini terdiri dari
beragam suku, bahasa, budaya, dan agama.
Kita tinggal memelihara dan merawat,
paparnya. Dalam merawat itulah maka MPR
di katakan mendapat tugas untuk
mensosialisasikan 4 Pilar, Pancasila, UUD NRI
Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal
Ika. Dibentuklah Tim Kajian Ketatanegaraan
Indonesia untuk mengkaji, mendalami, dan
bagaimana cara memasyarakatkan 4 Pilar,
pengurus HKTI itu menjabarkan tugas tim itu.
Sebagai pihak tuan rumah, Soeprijanto
mengakui bahwa MPR saat ini gencar
melakukan Sosialisasi 4 Pilar. Dulu serba
5, ujarnya dengan tersenyum. Dalam
kesempatan itu dirinya menginginkan agar 4
Pilar ditambah satu pilar lagi, yakni Sumpah
Pemuda 1928. Alasannya? Karena nilainya
luar biasa terutama bahasa Indonesia yang
bisa mempersatukan bangsa ini, paparnya.
Berdasarkan pengalamannya, Soeprijanto
mengakui bahwa sosialisasi Pancasila di
jaman Orde Baru dilakukan dengan cara
indoktrinasi. Menurutnya hal demikian sudah
tidak up date. Cara yang ideal menurutnya
adalah melalui pendidikan. Universitas Negeri
Jakarta bagian dari pilar pendidikan, tuturnya.
Dihadapan mahasiswanya Soeprijanto
menyampaikan pesan, pertama, mengharap-
kan agar mempelajari ilmu filsafat. Tanpa
pelajaran filsafat maka akan membuat
pendangkalan pikiran. Kedua, ikut mendukung
penegakan hukum. Keadilan disebut sebagai
pilar bangsa. Bila tak adil maka kita akan
terombang ambing, tuturnya. Ketiga, harus
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Bila tidak menguasai bidang ini maka negara
ini akan menjadi bulan-bulanan negara lain.
Keempat, bangsa ini harus menjadi bangsa
yang beradab. Dikatakan bangsa Indonesia
pernah mempunyai peradaban yang tinggi
dengan bukti berdirinya Candi Borobudur.
Diungkapkan Soeprijanto bahwa salah satu
tujuan bangsa ini dibentuk adalah mencerdas-
kan kehidupan bangsa. Bila bangsa ini sudah
cerdas maka sumber daya manusianya akan
mempunyai daya saing yang tinggi.
Acara yang diselenggarakan pada hari
senin itu menurut Maruf Cahyono sebagai
varian Sosialisasi 4 Pilar. Kegiatan sosialisasi
sudah massif dilakukan dengan berbagai
metode dan tempat. Dinamika sosialisasi yang
ada, menurut Maruf Cahyono muncul timbal
balik masyarakat berupa aspirasi dan
aspirasi itu perlu direspon. Untuk menampung
dinamika itu maka dibentuklah Tim Kajian
Ketatanegaraan Indonesia. Pada hari ini
dalam rangka penyerapan aspirasi,
ungkapnya. Aspirasi dari berbagai sudut
pandang itu dapat menjadi masukan dan
transformasi nilai-nilai penting.
Forum yang diselenggarakan itu diakui oleh
alumni Universitas Jenderal Soedirman itu
sebagai hal yang strategis karena menjadi
media untuk mengkritisi sistem ketata-
negaraan Indonesia. Lebih lanjut dikatakan,
MPR ingin menggali lebih dalam tentang 4 Pilar.
Berbagai masalah kita identifikasi, ujarnya.
Dan kita berikhtiar sistem tata negara kita ke
depan lebih baik, harapnya.
AW
DOKUMENTASI UNJ
70 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
SOSIALISASI
Kampung 4 Pilar TVRI
Berdaulat ke Dalam dan Luar
D
IURAIKAN oleh Ketua Fraksi PKB di
MPR, M. Lukman Edy, bahwa otonomi
daerah merupakan sebuah jalan
tengah. Jalan tengah sebab pada masa awal
reformasi, ada sebagian daerah yang ingin
membentuk sistem federal, bahkan ada pula
yang ingin memerdekakan diri. Permintaan
tersebut bisa jadi karena pembagian
kekayaan alam yang tidak adil di masa
sebelumnya. Sedang otonomi khusus,
menurut pria asal Riau itu, adalah sebuah
kekhususan yang diberikan kepada sebuah
daerah karena faktor kesejarahan atau
karena faktor yang sangat luar biasa, seperti
kemiskinan. Otonomi khusus ini, menurut
alumni Universitas Brawijaya, Malang, Jawa
Timur, saat menjadi narasumber Sosialisasi
4 Pilar, tayang 6 Desember 2013, tidak
diberikan secara mudah, sebab bila ada
sebuah daerah diberi lagi maka daerah yang
lain pasti akan meminta.
Dalam sosialisasi yang bertema Kedaulat-
an Negara itu, Lukman Edy menegaskan,
bila kedaulatan bangsa ini diganggu maka
seluruh komponen bangsa harus ikut
mempertahankan. Mempertahankan ke-
daulatan bangsa merupakan hak dan
kewajiban. Dicontohkan penyadapan yang
dilakukan oleh Australia merupakan tindakan
yang harus diprotes.
Apa yang dikatakan itu dibenarkan oleh
Harry Witjaksono, anggota MPR dari Fraksi
Partai Demokrat yang dalam kesempatan itu
juga menjadi narasumber sosialisasi.
Menurutnya, dalam tata pergaulan dunia
internasional sikap Australia dinilai tak etis.
Seharusnya meminta maaf, tegasnya.
Sebagai mantan menteri yang mengurusi
daerah tertinggal, Lukman Edy mendorong
adanya perubahan paradigma dalam
pembangunan daerah perbatasan. Daerah
perbatasan menurutnya, harus memiliki
anggaran yang besar sebab bila daerah
perbatasan rakyatnya sejahtera maka batas
daerah perbatasan tak akan mudah digeser.
Dipaparkan, perbatasan di darat masalahnya
lebih kompleks daripada perbatasan di laut.
71 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
Negeri 4 Pilar
Rock The Vote Melawan Golput
D
I TAHUN 1970-an ada seorang aktivis
mahasiswa bernama Arif Budiman
yang gencar mengampanyekan
gerakan golongan putih (Golput). Gerakan
yang dimotori oleh mahasiswa Universitas
Indonesia itu sebagai sebuah bentuk protes
terhadap pemilu yang dianggap penuh
rekayasa dan kecurangan sehingga dalam
pemilu masyarakat dihimbau tak datang ke
tempat pemungutan suara dan mencoblos.
Golput sebagai sebuah bentuk perlawanan,
selama kampanye dirasa belum fair dan partai
politik tak akomodatif dengan rakyat, akan
terus ngetrend.
Lain Arif lain pula Brameswara Habib
Prasetya. Anak muda yang akrab dipanggil
Bram itu saat ini gencar melakukan kampanye
kepada pemilih muda, usia 17 hingga 29
tahun, melalui wadah yang disebut Rock The
Vote untuk memilih atau mencoblos dalam
Pemilu 2014. Mahasiswa dari Universitas
Indonesia itu merasa khawatir terhadap
semakin menurunnya jumlah pemilih dalam
pemilu. Untuk itulah dirinya mengajak para
pemuda untuk menggunakan suaranya
sebab jumlah kaum ini mencapai 50 juta.
Diungkapkan, Rock The Vote sudah berdiri
Di darat ada penduduk, ada hutan, ada
masyarakat. Menurut pria bertumbuh tambun
itu, di daerah perbatasan semua sektor
pembangunan harus diutamakan, tidak boleh
salah satu sektor lebih menonjol daripada
sektor lainnya.
Harry menambahkan, sebagai negara
yang berdaulat, Indonesia harus menjaga
tapal batas. Tapal batas menurutnya harus
menjadi serambi depan. Bila menjadi serambi
maka bangsa lain tak akan mengganggu.
Harus ada konsentrasi di daerah
perbatasan. Di daerah perbatasan harus
menunjukan eksistensi, tuturnya.
Dalam kesempatan itu, Lukman Edy juga
mendorong agar bangsa Indonesia bekerja
sama dengan dunia internasional secara pro
aktif. Bebas bekerja sama dengan negara
mana pun, ujarnya. Ditegaskan bahwa
bangsa ini tak boleh menutup diri. Selain dengan
bangsa lain, diharapkan Indonesia juga
melakukan kerja sama dengan lembaga-
lembaga internasional seperti Bank Dunia.
AW
di 38 perguruan tinggi yang tersebar di
berbagai provinsi. Kami mengadakan
berbagai kegiatan untuk menyadarkan para
pemuda akan pentingnya pemilu, ujarnya
saat menjadi narasumber dalam Sosialisasi
4 Pilar lewat tayangan televisi, 24 Desember
2013. Adanya golput menurut mahasiswa
FISIP itu karena partai politik tidak bisa
menggunakan cara dan bahasa kaum muda
dalam mendekatinya. Partai politik belum
melakukan pendidikan politik sehingga
masalah ini kita ambil, ujarnya.
Pendidikan yang dilakukan itu seperti sering
mengadakan seminar dengan mengundang
seluruh partai politik peserta pemilu. Dalam
acara semacam itulah, para pemuda diberi
pemahaman yang benar akan pentingnya
suara. Ditegaskan oleh Bram bahwa Rock
The Vote adalah organisasi non-partisan meski
demikian wadah itu siap melakukan kerja sama
dengan seluruh partai politik dan kelompok
pemberdayaan masyarakat. Sayangnya
partai politik yang datang dalam acara kami,
cuma itu-itu saja. Ini membahayakan, keluhnya.
Bram mengartikan bahwa partai politik juga
tidak serius dalam menyadarkan kaum muda
akan pentingnya pemilu.
Ini harus diberi apresiasi, ujar Wakil Ketua
FOTO-FOTO: HUMAS MPR RI
72 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
SOSIALISASI
MPR Lukman Hakim Saifuddin menanggapi
gerakan Rock The Vote. Dikatakan oleh
politisi PPP itu kalau pemuda semakin apatis
dalam pemilu maka partai politik akan diisi
oleh orang-orang yang dirasa kualitasnya
kurang. Untuk itu keterlibatan pemuda dalam
partai politik diperlukan sebab para pemuda
terseleksi dalam masalah kepemimpinan.
Partai politik perlu diisi oleh kalangan muda
yang penuh idealis, ujarnya.
Penti ngnya memi l i h dal am pemi l u
dibenarkan oleh Lukman. Memang diakui
kondisi partai politik belum ideal namun dalam
keadaan yang demikian bukan berarti kita
tak menggunakan hak pilih. Pilihlah calon
anggota legeslatif dan partai politik yang
sedikit memiliki kesalahan, paparnya. Dirinya
juga mengakui bahwa kta tak boleh menutup
mata dari kejadian-kejadian buruk yang
dilakukan oleh politisi namun kehadiran partai
politik penting dalam demokrasi. Dengan
demokrasi itulah masalah-masalah besar
bangsa bisa diselesaikan. Oleh sebab itu
dirinya menekankan kembali pentingnya
partai politik diisi oleh orang-orang yang
benar. Mahasiswa menjadi modal yang baik
untuk partai politik, ungkapnya.
Lukman mengakui bahwa komunikasi
antara partai politik dan mahasiswa kurang
berjalan. Hal demikian menurutnya bisa jadi
masing-masing partai politik memiliki strategi
sendiri. Partai politik lebih mendekati
kalangan masyarakat pedesaan sebab
mahasiswa dirasa sudah tercerahkan dan
terdidik, tuturnya.
AW
B
ERMACAM cara digunakan oleh umat
manusia dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Ada yang bekerja keras
dengan sungguh-sungguh, hi ngga
membanting tulang dan memeras keringat.
Ada juga yang melakukannya dengan cara
yang tidak benar. Seperti yang digambarkan
Ahmad Albar, rocker gaek dalam salah satu
l agunya yang berj udul : Panggung
Sandiwara.
Bekerja keras, membanting tulang dan
memeras keringat itulah yang dijalani Sanah
(49), seorang ibu rumah tangga. Sehari-
harinya ia membantu suami mencari nafkah
dengan cara memungut beras di Pasar Induk
Cipinang. Di salah satu pusat pasar beras
yang ada di Jakarta Timur itu, Sanah
memburu butir-butir beras yang tumpah dari
karung-karung beras saat diturunkan
kendaraan.
Namun, dalam segala keterbatasan
hidupnya, Sanah berusaha jujur. Ia tidak
pernah berusaha mengambil bersa yang
masi h ada di dal am karung, meski
kesempatan mencuri beras seperti itu sangat
mudah didapatkan. Selain itu, Sanah juga
tidak ingin melihat anak-anaknya hidup
sengsara. Karena itu ia terus mendorong
anak-anaknya bersekolah, meski untuk
membiayai sekolah anaknya ia kerap
meminjam uang kepada tetangga dan
kenalannya.
Sanah sudah melakoni pekerjaan itu sejak
ia usia delapan tahun. Sempat terhenti
sesaat, setelah ia menikah. Kala itu, ia
sempat menggantungkan hidupnya dari
Negeri 4 Pilar
Pemungut Beras di Pasar Induk Cipinang
FOTO-FOTO: HUMAS MPR RI
73 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
penghasilan suaminya. Tetapi, menyadari
bahwa pendapatan suami yang tidak tentu
dari pekerjannya mencari barang rongsokan,
Sanah pun memutuskan untuk kembali
mengumpulkan beras tumpah. Hasilnya,
sebagian untuk dimakan, dan sebagian lagi
dijual kepada para tetangga.
Kalau pas ramai saya bisa dapat sepuluh
kilo satu hari. Tapi kalau sedang sepi hanya
lima kilo. Susahnya, kalau pas hari lagi hujan,
karena berasnya jadi basah, cerita Sanah
ketika menjadi narasumber pada acara
Negeri Empat Pilar yang ditayangkan TVRI
pertengahan Desember lalu.
Menyikapi perjalanan hidup Sanah, Wakil
Ketua MPR RI Ahmad Farhan Hamid menilai,
nasib ibu dengan sembilan anak itu masih
rel ati f bai k. Ia bi sa mel aksanakan
pekerjaannya di tempat yang aman, tidak
tersengat matahari secara langsung,
bahkan berlantai ubin. Meski, bagaimanapun
seharusnya Sanah bisa hidup lebih baik.
Apalagi, negara memang memiliki kewajiban
memelihara fakir miskin, sesuai bunyi Pasal
34 UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Farhan mengakui , meski usi a
kemerdekaan Indonesia sudah memasuki 68
tahun, tapi masih banyak warga masyarakat
yang belum merasakan kesejahteraan,
sesuai cita-cita para pendiri bangsa. Karena
itu, pemerintah harus bekerja lebih keras lagi
dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
masyarakatnya.
Kesejahteraan yang merata bagi seluruh
masyarakat Indonesia adalah cita-cita luhur
para pendiri bangsa. Sementara saat ini yang
bisa merasakan kesejahteraan masih
terbatas. Malah jurang antara kaya dan
miskin semakin dalam. Kondisi ini jauh dari
apa yang dicitakan para pendiri bangsa,
katanya,
Namun, Farhan menilai, upaya pemerintah
melakukan pemerataan kesejahteraan
sudah mulai dilaksanakan. Hanya saja, belum
dirasakan oleh seluruh masyarakat. Salah
satu contoh kongkretnya, meningkatnya
anggaran pendidikan yang mencapai 20%
dari total APBN. Sayangnya, anggaran
sebesar i tu bel um sepenuhnya bi sa
dimanfaatkan secara optimal.
MBO
Negeri 4 Pilar di TVRI
Narkoba Bisa Mengubah Manusia Jadi Zombie
D
R. RENI MARLINAWATi, anggota MPR
RI Fraksi PPP, menyatakan, Indonesia
telah menjadi sasaran perdagangan
internasional narkoba. Lebih mengerikan
lagi, tahun ini, badan urusan Narkoba PBB
(United Nation Office Drugs and Crime/
UNODC) telah menemukan tujuh jenis
narkoba terbaru di dunia. Dan, ternyata, lima
dari tujuh jenis narkoba terbaru tersebut
sudah ada di Indonesia, ungkap Reni dalam
acara taping dialog Negeri Empat Pilar di
TVRI, Kamis (21/11).
Dialog yang juga menampilkan aktivis
penyuluhan anti narkoba Drajat Ginanjar
Kusmayadi, yang akrab dipanggil Ginan itu,
memang mengambil tema Penanggulangan
Bahaya Narkoba. Disaksikan langsung oleh
74 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
SOSIALISASI
para mahasiswa dari Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta,
dialog ini dipandu oleh Kepala Biro Humas
MPR Yana Indrawan dan artis penyanyi
Chintya Sari.
Lebih lanjut Reni menjelaskan, Indonesia
bukan hanya jadi sasaran peredaran
narkoba, tapi sudah menjadi pusat produksi
narkoba dunia. Narkoba itu bukannya
diproduksi di pabrik-pabrik besar, seperti di
negara-negara lain, melainkan di rumah-
rumah kontrakan mewah. Bahkan, ada yang
diproduksi di apartemen mewah. Ini luar
bisa. Mereka memproduksi 4 sampai 5 kg
narkoba per hari, katanya.
Atas dasar i tul ah, pol i ti si PPP i ni
berpendapat, narkoba sudah menjadi bahaya
nasional. Narkoba akan merusak generasi
muda Indonesia. Sebab, kalau narkoba
dikonsumsi terus-menerus dalam jangka
panjang akan menyebabkan kehancuran
generasi muda kita. Akibat dari narkoba lebih
dahsyat dari bombardir senjata. Sebab,
narkoba bisa mengubah generasi muda
menjadi zombie, ujar Reni mengingatkan.
Bagai mana penanggul angannya?
Secara konseptual, Reni berpendapat,
penanggulangan narkoba di Indonesia ini
sudah sangat bagus. Bahkan dibentuknya
BNN merupakan sal ah satu upaya
penanggulangan penyalahgunaan narkoba.
Tapi, perlu diwaspadai, sekarang ini
peredaran narkoba bukan hanya melalui
cara manual, tapi juga melalui internet. Jadi,
Untuk bisa berhasil harus ada sinergisitas,
semua elemen masyarakat harus bahu-
membahu menanggulanginya, ungkap Reni.
Sementara Ginan, yang pernah jadi
pecandu narkoba selama tujuh tahun sejak
kelas 2 SMP, berpendapat, cara-cara
pemberian penyuluhan atau informasi
mengenai HIV AIDS dan narkoba selalu
melalui cara-cara konvensional, seperti
melalui diskusi atau di kelas. Cara itu kurang
mengena, kritik Ginan. Karena itu, melalui
Rumah Cemarah sebuah komunitas bekas
pecandu narkoba dan penderita AIDS
Ginan memilih pendekatan apa ia sukai dalam
hidupnya, yakni olahraga sepakbola.
SCH
T
EPAT pukul 16.00 WIB, 5 Desember
2013, Sosialisasi 4 Pilar mengudara
kembali lewat RRI. Sosialisasi yang
dipancarkan langsung dari Ruang Presentasi
Perpustakaan MPR, Kompleks MPR/DPR/DPD,
Jakarta, kali ini bertema Memaknai Ke-
bhinneka-an Indonesia dengan narasumber
Wakil Ketua MPR Melani Leimena Suharli dan
Wakil Ketua DPR Muhammad Sohibul Iman.
Saat di udara, Melani menuturkan kalau
kita melihat sejarah bangsa Indonesia,
persatuan dan kesatuan di antara berbagai
ragam sudah dicetuskan dalam Sumpah
Pemuda 1928. Para pemuda yang telibat
dalam kegiatan itu menurut Melani sudah
memiliki cita-cita luhur untuk mempersatukan
bangsa.
Dialog 4 Pilar RRI
Keberagaman Bukan Beban Tapi Asset
75 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
Dialog 4 Pilar RRI
Problema Peningkatan Mutu Pendidikan
Sumpah Pemuda menjadi lebih nyata ketika
bangsa ini merdeka pada 17 Agustus 1945.
Adanya motto Bhinneka Tunggal Ika hal
demikian menambah kuat persatuan dan
kesatuan di antara komponen masyarakat.
Melani membandingkan bangsa ini dengan
bangsa yang berada di kawasan Timur
Tengah dan bangsa yang berbahasa Arab.
Mereka banyak memiliki kesamaan namun
tak bisa bersatu. Untuk itu kita harus tetap
mengingatkan dan mempertahankan
persatuan dan kesatuan, paparnya.
Bagi Sohibul Iman, adanya persatuan di
tengah ke-bhinneka-an bukan terjadi begitu
saja namun ada kesadaran sejak dulu bahwa
kita dilahirkan di sebuah bangsa yang
beragam. Sampai sekarang insya Allah
masyarakat menghargai ke-bhinneka-an,
tuturnya. Lebih lanjut dikatakan, ke-
bhinneka-an harus terus didengungkan.
Bagi pria lulusan S2 dan S3 di Jepang itu,
keberagaman bukan sebagai beban namun
sebagai asset bangsa. Ke depan Bhinneka
Tunggal Ika harus menjadi spirit, ujarnya.
Bagi Sohibul motto itu tak hanya di-
dengungkan dan disosialisasikan namun juga
harus diimplementasikan dalam kehidupan
sehari-hari, misalnya lewat contoh ke-
teladanan para elit politik. Diharapkan para
elit harus membangun persatuan di tengah
perbedaan dan mengesampingkan isu
perbedaan. Membangun persatuan di
tengah perbedaan harus menjadi komitmen
bersama sebab bila perbedaan diungkit akan
menimbulkan kemarahan pihak lain, ujarnya.
Dalam era globalisasi menurut Melani
Sosialisasi 4 Pilar merupakan suatu hal yang
penting sebab dalam era yang serba mudah
dalam berkomunikasi ini banyak anak muda yang
melupakan nilai-nilai luhur bangsa. Untuk itu
kita gaungkan kembali 4 Pilar, putri pahlawan
J. Leimena itu mengatakan. Sosialisasi 4 Pilar
bagi Melani juga merupakan tugas partai politik.
Adanya perbedaan di tengah masyarakat
disebut sebagai sebuah tantangan dalam
mensosialisaikan Pancasila, UUD NRI Tahun
1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Kita tak
boleh putus asa dalam memperjuangkan 4 Pi-
lar, paparnya. Bila ada yang kurang harus
terus kerja keras lagi, tambahnya.
Problem yang terjadi di masyarakat, diakui
Sohibul itu memang ada. Di era Orde Baru,
ada satu kekuatan di mana menampilkan
perbedaan adalah suatu hal yang ditakutkan
masyarakat meski suasananya damai. Ketika
dalam era reformasi, semuanya dengan
bebas menampilkan perbedaan yang dimiliki,
baik itu unsur suku, bahasa, dan agama. Di
sinilah ujian dari kebebasan menampilkan
perbedaan, katanya. Bagi Sohibul yang
penting adalah bagaimana perbedaan yang
ada disinergikan bukan dikonflikan.
Ketika perbedaan disinergikan sudah
menjadi kesadaran maka akan menampilkan
suatu keadaan yang lebih baik daripada
masa sebelumnya. Inilah yang harus kita
pahami dan menjadi cita-cita bersama,
Sohibul mengharapkan.
AW
R
UPANYA anggaran sebesar 20% dari
total APBN tak kunjung membuat wajah
dunia pendidikan Indonesia mem-
banggakan. Di sana sini masih ditemukan
berbagai persoalan yang menggambarkan
belum beresnya dunia pendidikan. Mulai dari
bangunan sekolah yang memprihatinkan,
minimnya guru di daerah terpencil hingga
banyaknya anak-anak usia sekolah tak bisa
menikmati pendidikan.
Ini terjadi karena anggaran pendidikan
sebesar Rp 386 triliun seperti diamanatkan
UUD NRI Tahun 1945 belum sepenuhnya
digunakan dengan benar. Paling hanya 30%
dari total 20% APBN yang digunakan
FOTO-FOTO: HUMAS MPR RI
76 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
SOSIALISASI
sebagaimana mestinya. Sisanya menyebar
ke berbagai pos yang tidak semetinya.
Pernyataan itu disampaikan Dr. Reni
Marlinawati, anggota MPR RI Fraksi PPP pada
acara sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan yang
disiarkan secara langsung oleh RRI
Programa 2 pada Kamis (28/11) jam 16.00
WIB. Pada kesempatan itu, ia membahas
tema Peningkatan Mutu Pendidikan Nasional,
bersama Rinto Subekti, SE,, MM., anggota
MPR RI Fraksi Partai Demokrat.
Menurut Reni, ada 14 kementerian negara
yang turut menikmati anggaran pendidikan.
Selain menyalahi aturan, pemakaiannya juga
tidak berkoordinasi dengan Kemendikbud.
Selain itu, anggaran pendidikan juga mesti
terpotong untuk pengadaan gaji pengajar
yang seharusnya tidak menggunakan
anggaran pendidikan.
Berapapun besaran anggaran pendidikan
yang disediakan, sesuai amanat UUD NRI
Tahun 1945, tidak akan pernah bisa
menyelesaikan persoalan pendidikan jika
pemakaiannya masih seperti sekarang, kata
Reni menambahkan.
Dalam rangka peningkatan mutu pendidik-
an nasional, Reni juga menyayangkan sikap
pemerintah yang suka gonta ganti kurikulum.
Seperti yang terjadi pada kurikulum 2013.
Padahal menurutnya, penggunaan kurikulum
2013 sangat terburu-buru, cenderung
dipaksakan. Terbukti, banyak daerah yang
belum siap, bahkan belum memahami secara
benar kurikulum tersebut. Selain itu,
anggaran yang dibutuhkan juga terus
berubah-ubah. Ini membuktikan pemakaian
kurikulum itu tergesa-gesa.
Semestinya, kata Reni, sebelum ada
pergantian, pemerintah melakukan evaluasi
dengan benar. Ini dibutuhkan agar alasan
penggantian itu memiliki dasar yang jelas.
Sekaligus, menghindari kemungkinan
pengulangan kelemahan seperti yang ada
pada kurikulum sebelumnya.
Di lapangan saya mendapat pernyataan
dari guru-guru yang mengatakan kurikulum
2013 ini sama saja dengan kurikulum
sebelumnya. Bedanya, pada kurikulum
2013 ada penggabungan materi pelajaran,
kata Reni.
Reni menyatakan, dia tidak anti perubah-
an. Apalagi, perubahan itu dilakukan demi
kebaikan sistem pendidikan. Hanya saja,
arah, tujuan, dan alasan penggantian itu
mesti jelas, dan tidak dilakukan secara
tergesa-gesa. Sel ai n i tu, sosi al i sasi
terhadap kuri kul um baru j uga mesti
dilakukan jauh-jauh hari.
Sel ai n berbagai persoal an yang
disampaikan Reni, politisi Partai Demokrat
Rinto Subekti menekankan bahwa peran dan
kualitas guru juga sangat berpengaruh dalam
peningkatan mutu pendidikan nasional. Guru
yang tidak melaksanakan tugasnya secara
baik pasti akan memengaruhi prestasi anak
didiknya.
Demikian pula guru yang tidak berkonsen-
trasi melaksanakan proses belajar mengajar
karena memikirkan gaji yang sangat kecil,
akan memberikan dampak tersendiri bagi
para murid. Karena itu, pemerintah harus
memikirkan kesejahteraan para guru,
termasuk yang ada di daerah pedalaman dan
perbatasan.
Pemerintah sudah melakukan berbagai
upaya dalam meningkatkan mutu pendidikan
nasional. Namun, upaya tersebut belum
cukup untuk mengangkat kualitas pendidikan
Indonesia. Banyak daerah terpencil yang
harus mendapatkan perhatian lebih agar
pendidikannya meningkat, ujar Rinto.
MBO
FOTO-FOTO: HUMAS MPR RI
77 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
Agun Gunanjar Sudarsa
Sosialisasi Empat Pilar Mutlak Perlu Diteruskan
P
ERJALANAN sosialisasi 4 Pilar
kehidupan berbangsa dan bernegara
yang dilaksanakan MPR RI beberapa
tahun terakhir menarik antusiasme dari
berbagai kelompok masyarakat. Buktinya,
setiap kali acara sosialisasi dihelat, setiap
kali pula acara tersebut digandrungi peserta.
Sebagian malah menyayangkan, mengapa
acara sosialisasi tersebut tidak sedari dulu
dilaksanakan. Lebih membahagiakan, nyaris
ti dak ada satu peserta pun yang
mengeluhkan setelah mengikuti acara
sosialisasi yang diselenggarakan MPR itu.
Kenyataan seperti itu dirasakan benar
oleh Ketua Tim Kerja Sosialisasi Empat Pilar
MPR RI Agun Gunanjar Sudarsa. Politisi
Partai Golkar ini kerap dibuat kaget karena
sering menemukan anggota masyarakat
yang menyatakan kerinduannya terhadap 4
Pilar. Itu artinya, kata Agun, sosialisasi yang
selama ini dilaksanakan MPR berjalan sangat
efektif, dan perlu ditindaklanjuti.
Karena itu, pada 2014 nanti, Agun
berharap, kegi atan sosi al i sasi bi sa
dilaksanakan dalam jumlah yang lebih banyak
lagi. Baik dalam hal jumlah dan macam
kegiatannya maupun jangkauan masyarakat
yang terlibat dalam acara sosialisasi. Juga
anggaran yang di sedi akan untuk
berlangsungnya kegiatan sosialisasi
tersebut.
Kita hanya memiliki anggaran sebesar Rp
200 milyar, padahal cakupannya nasional.
Ini ti dak mungki n memenuhi semua
keperluan, kata Agun menambahkan.
Dengan keterbatasan dana yang
disediakan, Agun mengakui, kegiatan
sosi al i sasi bel um sepenuhnya bi sa
menjangkau akar rumput. Masih banyak
masyarakat bawah, terutama di daerah
terpencil hingga kawasan perbatasan yang
belum tersentuh kegiatan sosialisasi.
Apalagi kegiatan ini dilakukan oleh MPR,
lembaga negara yang notabene tidak memiliki
perwakilan atau tangan-tangan di daerah.
Karena itu, Agun berharap lahirnya lembaga
yang secara khusus menangani sosialisasi.
Seperti wacana yang sempat berkembang
beberapa waktu lalu.
Kalau mau lebih berhasil, maka lembaga
sosialisasi itu memang harus dibentuk.
Karena kalau hanya mengandalkan anggota
MPR, tentu tidak bisa maksimal, sesuai
harapan semua orang, kata Agun lagi. Oleh
karena itu, wacana pembentukan lembaga
tersebut harus benar-benar ditindak lanjuti.
Yaitu sebuah lembaga yang mandiri dan
independen. Tidak berada di bawah
eksekutif, tapi berdiri sendiri.
Mengenai kembalinya pelajaran Pancasila
ke dalam kurikulum pendidikan nasional,
Penambahan dana atau pembentukan lembaga khusus melakukan sosialisasi Empat Pilar
menjadi jawaban atas tantangan sosialisasi yang belum teralisir hingga ke masyarakat paling
bawah.
Agun mengapresiasi kebijakan tersebut.
Meski Agun menganggap langkah itu
terlambat, tapi merupakan langkah yang
bijaksana. Setelah bangsa ini hampir
melupakan jatidirinya kita buru-buru sadar
betapa pentingnya pelajaran Pancasila.
Mestinya sebelum itu kita sudah kembalikan
pelajaran Pancasila, kata Agun lagi.
Agun yaki n, di 2014 pel aksanaan
sosialisasi akan berjalan semakin masif.
Sekalipun pada itu akan digelar pemilihan
umum. Bahkan, ia percaya, kegiatan
sosialisasi turut mendorong agar pemilu bisa
berjalan dengan lebih berkualitas.
MBO
FOTO-FOTO: HUMAS MPR RI
78 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
RAGAM
Naik Sepur Kluthuk
Jaladara punya
keasyikan tersendiri
ketika
berkunjung ke Kota
Solo, Jawa Tengah.
Paling tidak bisa
menikmati transportasi
masa lalu.
Kereta Kuno Bertenaga Api
Sepur Kluthuk
T
AK LENGKAP rasanya kal au
berkunjung ke Kota Solo, Jawa
Tengah, belum menikmati transportasi
peninggalan masa lalu, Sepur Kluthuk
Jaladara. Dengan menumpang kereta api
yang melintasi rel sepanjang enam kilome-
ter, dari stasiun Purwosari sampai stasiun
Sangkrah (pulang-pergi), seakan kehidupan
tempo doeloe hadir kembali di era yang
serba modern ini.
Apalagi, sepur ini melewati rel yang
terbentang di tengah kota Solo, ber-
dampingan dengan jalan protokol Slamet
Riyadi. Di sepanjang jalan dilalui kita bisa
menyaksikan gedung atau bangunan pe-
ninggalan Belanda. Ada Loji Gandrung
berdiri megah sebuah bangunan kuno
yang kini berfungsi sebagai rumah dinas
Walikota Solo. Kita juga bisa melihat Taman
Sriwedari, Pasar Pon, Kampung Derpo-
yudan, Kampung Kauman, dan Benteng
Vastenburg.
Rel kereta api yang ada sekarang ini,
dulunya di zaman kolonial Belanda
dipakai untuk perlintasan kereta api feeder
yang mengangkut penumpang dari Wonogiri
yang ingin bepergian ke luar wilayah
Surakarta atau sebaliknya. Para penumpang
dari Wonogiri berhenti di stasiun Purwosari,
l al u meneruskan perj al anan dengan
kendaraan lain menuju ke stasiun Balapan.
Begitu sebaliknya, yang dari luar wilayah
Surakarta ingin menuju Wonogiri.
Setelah Indonesia merdeka, transpotasi
semakin berkembang, akhirnya sepur kluthuk
ini pun mulai ditinggalkan. Rel kereta api
itupun menjadi warisan sejarah yang lama
tertidur pulas, tak dimanfaatkan. Baru
kemudian, pada masa Joko Widodo alias
Jokowi menjadi Walikota Solo, rel kereta api
yang lama menganggur itu dimanfaatkan
kembali untuk kepentingan wisata. Sekaligus
juga untuk membangkitkan kembali suasana
Solo di masa lalu.
Untuk keperluan itu, Jokowi mendatang-
kan lokomotif uap kuno dari Museum Palagan
Ambarawa Jawa Tengah. Lokomotif seri
1218 itu dibuat oleh Maschinenbau Chemitz
Jerman pada 1896. Hanya ketel uap yang
terdapat pada lokomotif itu pernah diganti
pada 1927. Sedangkan dua rangkaian
gerbong dibuat pada 1906. Kedua gerbong,
CR 16 dan TR 144, itu menggunakan interior
klasik terbuat dari bahan kayu jati, yang
FOTO-FOTO: ISTIMEWA
79 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
dicomot dari Semarang dan Bandung.
Maka pada 27 September 2009, rangkaian
Sepur Kluthuk Jaladara mulai merayap
kembali di Kota Solo. Prosesi peresmian
beroperasinya kereta tua ini berlangsung di
Loji Gandrung, rumah dinas Walikota Solo.
Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal
bersama Gubernur Jawa Tengah dan
Walikota Solo Joko Widodo yang kini
Gubernur DKI Jakarta melepas pertama
kalinya beroperasi sepur kluthuk di kota
Bengawan tersebut.
Kereta ini mampu mengangkut 80
penumpang sekali beroperasi. Dengan
kekuatan 12 kg/cm dari tenaga maksimal
yang dihasilkan sebesar 15 kg/cm rangkai
kereta ini merayap pelan di atas rel sepanjang
6 km. Asap mengepul lewat cerobong asap
di lokomotif. Di setiap perempatan jalan
masinis membunyikan klakson yang
mengeluarkan nada bak seruling, menjerit
nyaring. Suara itu dihasilkan dari uap air
untuk menjalankan lokomotif.
Kesempatan masyarakat umum menikmati
Sepur Klutuk ini hanya datang satu kali dalam
setahun, yakni pada hari raya Idul Fitri.
Beroperasi selama dua hari, dengan tarifnya
Rp 35.000 per orang untuk warga Solo, dan
Rp 150.000 bagi masyarakat di luar Solo.
Namun kesempatan tersebut tidaklah mudah
didapatkan, karena antusiasme masyarakat
menikmati Jaladara sangat tinggi, sehingga
terpaksa harus berebutan satu sama lain.
Sepur Kl uthuk Jal adara bi sa j uga
beroperasi di luar hari raya Idul Fitri. Arrtinya,
bi sa sewaktu-waktu, asal kan ada
permintaan khusus. Misalnya rombongan
yang sedang berkunjung ke Solo. Salah satu
contohnya, rombongan press gathering
kelompok wartawan Parlemen yang tahun
2013 ini berlangsung di Kota Solo. Atas
permintaan, rombongan wartawan yang
dikoordinir MPR RI bisa menikmati Sepur
Kluthuk tersebut.
Menurut Rahwanti, pemandu perjalanan
dari Dinas Pariwisata Kota Solo, untuk
menggunakan sepur ini dikenakan biaya
Rp 3,6 juta sekali jalan untuk 80 orang.
Lama beroperasinya tiga jam. Biaya ini
untuk keperluan bahan bakar kayu jati,
yang setiap beroperasi menghabiskan tiga
meter kubik kayu jati. Minimal 3 jam
sebelum digunakan, kereta ini sudah harus
dipanaskan, jelas seorang awak Sepur
Kluthuk Jaladara kepada Majelis, Novem-
ber lalu.
Karuan saja, Wakil Ketua MPR RI Ahmad
Farhan Hamid beserta rombongan press
gathering wartawan Parlemen sangat
terkesan dapat merasakan naik sepur
kluthuk. Mereka terlihat sangat menikmati
perjalanan, meski guncangan terasa cukup
keras. Apalagi, sepanjang perjalanan, kru
kereta berkali-kali terlihat melemparkan kayu
jati ke dalam tungku, yang ada di depan
masinis. Ukuran kayu itu cukup besar,
panjangnya sekitar satu meter.
Kayu jati berfungsi sebagai bahan bakar.
Pembakaran kayu menghasilkan panas, dan
panas mengubah air dalam ketel menjadi
uap. Selanjutnya uap mengalir ke dalam
tabung atau dom uap atau yang biasa
disebut ponok. Dari tempat inilah uap diatur
untuk menggerak kereta. Sehingga praktis,
selama berjalan, Jaladara membutuhkan
kobaran api yang tidak kecil. Dan, setelah
menempuh perjalanan sejauh 6 km atau
begitu tiba di stasiun Sangkrah, loko harus
diberi minum atau diisi air. Sebuah perjalan
menyenangkan.
M. Budiono
80 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
FIGUR
80 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
Aura Mistis
FX Hadi Rudyatmoko
di Kamar Bung Karno
J
IKA berkunj ung ke Sol o dan
kebetulan menjadi tamu Walikota
Solo FX Hadi Rudyatmoko, selain
ditemani tour kota Solo memakai kereta
kl uthuk Jal adara, pasti akan di aj ak
bertamu ke rumah dinas walikota yang
terkenal dengan sebutan Loji Gandrung.
Di dalam Loji Gandrung, ada kamar
bersejarah peninggalan Bung Karno.
Kamar ini dulu sering dipakai Bung Karno
jika berkunjung ke Solo. Semua peralatan
di sini, mulai dari tempat tidur, orgel, lampu
dan lainnya masih asli, belum berubah.
Uniknya, aura mistis di kamar ini sangat
kental. Saya sering tidur di kamar ini
tapi ndak berani di tempat tidur, gelar
kasur di bawah saja. Bukannya takut,
tapi menghormati beliau, jelas sang
walikota ketika menerima rombongan
press gathering wartawan Parlemen di
Solo, Sabtu (16/11)
Aura mistis juga dirasakan Rudy pada
orgel kuno. Orgel ini sering berbunyi
sendiri dengan lagu kesukaan Bung
Karno. Dan, Rudy sering pula mimpi
di datangi Bung Karno. Karena ni l ai
sejarahnya, ia bertekad akan menjaga
Loji Gandrung agar tetap terjaga sebagai
warisan budaya.
Deri Irawan
81 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013 81 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
Pejabat Harus Biasakan Menulis
Naik KRL Cepat dan Murah...
Jokowi
Jimly Asshiddiqie
M
ANTAN Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly
Ashidiqqie mengajak seluruh rakyat agar gemar
membaca dan menulis, terutama untuk kalangan
para pejabat. Menulis dan membaca harus dijadikan
tradisi. Banyak para pendiri bangsa kita menuliskan
pemikirannya dan pengalamannya dalam melalui buku,
untuk diwariskan kepada diwariskan generasi penerus.
Nah generasi sekarang harus membaca apa yang
di tul i s para pendahul u ki ta, supaya ki ta dal am
membangun negara ini tidak dari nol terus, harus ada
kesinambungan. Kalau tidak ada kesinambungan
membuat kemajuan pembangunan menjadi tersendat-
sendat, ujarnya, saat menghadiri acara peluncuran tiga
buku karya Agun Gunanjar Sudarsa, Rabu (20/11).
Deri
S
ELASA (26/11), Gubernur Pemprov DKI
Jakarta Joko Widodo, yang biasa dipanggil
Jokowi terlihat umpel-umpelan bersama
penumpang KRL Commuter jurusan Jakarta-
Bogor. Jokowi tidak sendiri. Bersamanya ada
Menko Perekonomian Hatta Rajasa dan Wakil
Menteri PU Hermanto Dardak. Mereka naik dari
stasiun Cikini menuju UI untuk menghadiri diskusi
publik tentang Penanggulangan Banjir, di Gedung
Sabha Widya, Universitas Indonesia (UI).
Kepada awak media yang mengerubunginya,
Jokowi beralasan, naik KRL agar cepat sampai
dan ingin mengetahui kondisi moda transportasi
massal ini. Ada yang unik, gubernur yang
terkenal sangat dekat dengan rakyat ini memilih
berdiri dan bergelantungan dan memberikan
kursinya ke penumpang lain.
Ya, semua kekurangan moda transportasi
massal seperti KRL, Trans Jakarta juga, nanti
akan dievaluasi dan dicari jalan keluarnya. Intinya
memberi kan kenyamanan kepada rakyat,
ujarnya.
Deri
82 EDISI NO.12/TH.VII/DESEMBER 2013
Oleh:
Hajriyanto Y. Thohari
Wakil Ketua MPR RI
Kepemimpinan Nasional 2014
P
ERSOALAN rekrutmen kepemimpinan nasional atau secara
umum rekrutmen kepemimpinan selalu menyita perhatian dan
kepedulian dari banyak kalangan. Sebab, persoalan
kepemimpinan memang sangat sentral dan strategis dalam
perjalanan suatu bangsa. Bahkan secara teologis, soal
kepemimpinan sudah menjadi lahan pemikiran para teoritisi politik
sejak zaman klasik hingga modern.
Teoritisi politik Islam klasik, Al Ghozali misalnya. Ia mengatakan
bahwa Tuhan mengirim para raja atau sultan sebagaimana Tuhan
mengirim para nabi. Ini menunjukkan pemimpin sederajat dengan
nabi. Tuhan mengirim nabi untuk membangun dan mengurus agama.
Tuhan juga mengirim para raja atau sultan untuk mengurus negara.
Maka raja, sultan, atau nabi sebagaimana agama dan negara adalah
saudara kembar yang lahir dari ibu kandung yang sama.
Maka kemudian ada seorang sosiolog, Ibnu Khaldun, yang
mengatakan bahwa kedudukan menjadi raja, sultan, atau khalifah
(atau sekarang presiden atau prime minister) adalah kedudukan
yang sangat terhormat, yang akan memberikan kepuasan lahir
batin yang luar biasa. Kedudukan sebagai raja atau sultan tidak
akan ada yang diberikan secara sukarela. Kedudukan itu selalu
diperebutkan bahkan perebutan tahta itu bisa mengakibatkan
rusaknya sendi-sendi negara.
Sebenarnya Pemilu adalah juga perebutan kekuasaan, tetapi
perebutan kekuasaan yang dilakukan berdasarkan rule of the
game, ada aturan mainnya, undang-undangnya, dan dilakukan
secara beradab tanpa kekerasan. Kalau dulu, sebelum ada Pemilu,
perebutan kekuasaan melalui kudeta, perang, dan sebagainya.
Seperti di kekaisaran Cina ada Dinasti Ning diganti Dinasti Zi, dan
sebagainya. Dalam sejarah Islam ada Umayyah, Abbasiah, dan
seterusnya.
Nah, pada tahun 2014 akan datang, ada sebuah momentum
politik yang sangat penting, yaitu suksesi kepemimpinan nasional.
UUD sebenarnya tidak banyak berbicara tentang kualifikasi-
kualifikasi individual karena kepemimpinan terkait dengan hak
memilih dan dipilih yang dimiliki oleh setiap warga negara. Ketentuan
yang paling menonjol dari syarat-syarat dalam konstitusi kita untuk
dapat dipilih menjadi presiden adalah warga negara Indonesia
sej ak kel ahi rannya, dan ti dak pernah kehi l angan
kewarganegaraannya atas permintaannya sendiri. Bila kehilangan
kewarganegaraan atas kehendak sendiri maka dia tidak bisa
menjadi calon presiden. Syarat tingkat pendidikan juga sangat
minimal. Kualifikasi pendidikan sangat minimal.
Hanya saja, memang, pintu satu-satunya untuk pencalonan
presiden dan wakil presiden adalah partai politik. Jadi pasangan
calon presiden dan wakil presiden diajukan oleh partai politik atau
gabungan partai politik sebelum pemilihan umum.
Dalam soal kepemimpinan nasional, saya hanya akan
memberikan dua penekanan saja. Pertama, kepemimpinan nasional
haruslah figur yang clear dan clean secara ideologis. Kedua,
clear dan clean secara korupsi. Sebab, salah satu persoalan
terbesar yang mendapatkan perhatian atau concern dari publik
saat ini adalah soal korupsi. Mungkin korupsi inilah yang paling
menimbulkan frustasi dalam masyarakat kita. Pada saat infrastuktur
hukum dan perundang-undangan semakin lengkap dan memadai
justru tindak pidana korupsi semakin marak melintasi trias politika.
Biasanya korupsi terjadi di eksekutif, tetapi sudah menjalar ke
legislatif, dan kemudian yudikatif. Ini menunjukkan bahwa korupsi
sudah melewati sekat-sekat.
Saat ini publik punya satu kesimpulan bahwa prima causa dari
berbagai masalah yang dihadapi bangsa Indonesia adalah korupsi.
Korupsi menjadi penyebab pertama dan utama dari problem-prob-
lem yang dihadapi negara kita, seperti kemiskinan, keterbelakangan
pendidikan, pengangguran, tidak ada jalan (infrastruktur) baru,
tidak ada irigasi pertanian yang baru. APBN (2014) yang mencapai
Rp 1,838 triliunenam kali lipat dibandingkan APBN tahun 2004
yang Rp 395 triliuntetapi tidak membawa perubahan-perubahan
yang signifikan. Hal ini terjadi karena korupsi.
Karena itu, kepemimpinan nasional 2014 haruslah clear dan
clean secara korupsi. Bukan figur yang terseret kasus korupsi,
atau bahkan menjadi saksi yang mengetahui peristiwa (korupsi).
Jika tidak clear dan clean, pastilah akan susah untuk mencegah
dan memberantas korupsi di Indonesia. Kalau pemimpin nasional
tidak clear dan clean, dia tidak mempunyai kewibawaan untuk
membangun pemerintahan yang bersih.

Vous aimerez peut-être aussi