Vous êtes sur la page 1sur 5

Abses Paru

Sabtu, 16 Juni 2012


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
BAB II METODE PENULISAN
2.1 Metode Penulisan
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Pengertian
3.3 Etiologi
3.4 Patofisilogi
3.5 Manifestasi Klinik
3.6 Pemeriksaan Penunjang
3.7 Penatalaksanaan
3.8 pengkajian
3.9 Diagnosa keperawatan
3.10 Nursing care plane
BAB IV PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
......................................................................................................................................................
............
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Abses paru adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi material purulent berisikan
sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses terinfeksi.
1.2 Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1 1. Pengertian
2 2. Klasifikasi
3 3. Etiologi
4 4. Patofisiologi
5 5. Manifesti klinik
6 6. Pemeriksaan penunjang
. 7. Penatalaksanaan
8. Pengkajian
9. NCP
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan pembaca dan
khususnya bagi kami pembuat.
............................................................................................................................................................
............
BAB II
Metode Penulisan
2.1 Metode Penulisan
Penulis mempergunakan metode kajian pustaka. Cara-cara yang digunakan pada penelitian
ini adalah studi pustaka.
......................................................................................................................................................
............

BAB III
PEMBAHASAN
ABSES PARU
3.1 Pengertian
Abses Paru diartikan sebagai kematian jaringan paru-paru dan pembentukan rongga yang
berisi sel-sel mati atau cairan akibat infeksi bakteri.
3.2 Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, Abses Paru terjadi karena:
Abses paru timbul bila parenkim paru obstruksi, infeksi kemudian proses supurasi dan
nekrosis. Perubahan reaksi radang pertama dimulai dari suppurasi dan trombosis pembuluh darah
lokal, yang menimbulkan nekrosis dan likuifikasi.
Pembentukan jaringan granulasi terjadi mengelilingi abses, melokalisir proses abses dengan
jaringan fibrotik. Suatu saat abses pecah, lalu jaringan nekrosis keluar bersama batuk, kadang
terjadi aspirasi pada bagian lain bronkus terbentuk abses baru. Sputumnya biasanya berbau
busuk, bila abses pecah ke rongga pleura maka terjadi empyema.
3.3 Etiologi
Kuman atau bakteri penyebab terjadinya Abses paru bervariasi sesuai dengan peneliti dan
teknik penelitian yang digunakan. Finegolal dan fisliman mendapatkan bahwa organisme
penyebab abses paru lebih dari 89 % adalah kuman anaerob. Asher dan Beandry mendapatkan
bahwa pada anak-anak kuman penyebab abses paru terbanyak adalah stapillococous aureus.
3.4 Patofisiologi
Merupakan proses lanjut pneumonia inhalasi bakteria pada penderita dengan faktor
predisposisi. Bakteri mengadakan multiplikasi dan merusak parenkim paru dengan proses
nekrosis. Bila berhubungan dengan bronkus, maka terbentuklah air fluid level bakteria masuk
kedalam parenkim paru selain inhalasi bisa juga dengan penyebaran hematogen (septik emboli)
atau dengan perluasan langsung dari proses abses ditempat lain (nesisitatum) misal abses hepar.
Kavitas yang mengalami infeksi. Pada beberapa penderita tuberkolosis dengan kavitas, akibat
inhalasi bakteri mengalami proses keradangan supurasi. Pada penderita emphisema paru atau
polikisrik paru yang mengalami infeksi sekunder. Obstruksi bronkus dapat menyebabkan
pneumonia berlajut sampai proses abses paru.
Hal ini sering terjadi pada obstruksi karena kanker bronkogenik. Gejala yang sama juga terlihat
pada aspirasi benda asing yang belum keluar. Kadang-kadang dijumpai juga pada obstruksi
karena pembesaran kelenjar limphe peribronkial. Pembentukan kavitas pada kanker paru.
Pertumbuhan massa kanker bronkogenik yang cepat tidak diimbangi peningkatan suplai
pembuluh darah, sehingga terjadi likuifikasi nekrosis sentral. Bila terjadi infeksi dapat terbentuk
abses.
3.5 Manifestasi Klinis
1. Gejala klinis
Gejala klinis yang ada pada abses paru hampir sama dengan gejala pneumonia pada
umumnya yaitu:
a. Panas badan berkisar 70% 80% penderita abses paru. Kadang dijumpai dengan temperatur >
400
o
C.
b. Batuk, pada stadium awal non produktif. Bila terjadi hubungan rongga abses dengan bronkus
batuknya menjadi meningkat dengan bau busuk yang khas (Foetor ex oroe (40-75%).
c. Produksi sputum yang meningkat dan Foetor ex oero dijumpai berkisar 40 75% penderita
abses paru.
d. 50% kasus Nyeri dada
e. 25% kasus Batuk darah
f. Gejala tambahan lain seperti lelah, penurunan nafsu makan dan berat badan. Pada pemeriksaan
dijumpai tanda-tanda proses konsolidasi seperti redup, suara nafas yang meningkat, sering
dijumpai adanya jari tabuh serta takikardi.
2. Pemeriksaan Radiologis
Pada foto torak terdapat kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-tanda konsolidasi
disekelilingnya. Kavitas ini bisa multipel atau 2 20 cm. dengan ukuran ini sering dijumpai
pada paru kanan lebih dari paru kiri. Bila terdapat hubungan dengan bronkus maka didalam
kavitas terdapat Air fluid level. Tetapi bila tidak ada hubungan maka hanya dijumpai tanda-tanda
konsolidasi (opasitas).
3. Pemeriksaan laboratorium
a. Pada pemeriksaan darah rutin. Ditentukan leukositosis, meningkat lebih dari 12.000/mm3.
bahkan pernah dilaporkan peningkatan sampai dengan 32.700/mm3. Laju endap darah ditemukan
meningkat > 58 mm / 1 jam. Pada hitung jenis sel darah putih didapatkan pergeseran shit to the
left
b. Pemeriksaan sputum dengan pengecatan gram tahan asam dan KOH merupakan pemeriksaan
awal untuk menentukan pemilihan antibiotik secara tepat.
c. Pemeriksaan kultur bakteri dan test kepekaan antibiotikan merupakan cara terbaik dalam
menegakkan diagnosa klinis dan etiologis.
3.6 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan fisik
Rontgen dada
CT scan
Drainage postural
Fisiotherapi dada
Pemeriksaan mikrobiologi
Terapi medic
Pemberian antibiotika merupakan pilihan utama disamping terapi bedah dan terapi suportif fisio
terapi.
3.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Abses paru harus berdasarkkan pemeriksaan mikrobiologi dan data penyakit
dasar penderita serta kondisi yang mempengaruhi berat ringannya infeksi paru. Ada beberapa
modalitas terapi yang diberikan pada abses paru.
1. Medika Mentosa
Pada era sebelum antibiotika tingkat kematian mencapai 33% pada era antibiotika maka tingkat
kkematian dan prognosa abses paru menjadi lebih baik.
Pilihan pertama antibiotika adalah golongan Penicillin pada saat ini dijumpai peningkatan Abses
paru yang disebabkan oleh kuman anaerobs (lebih dari 35% kuman gram negatif anaerob). Maka
bisa dipikrkan untuk memilih kombinasi antibiotika antara golongan penicillin G dengan
clindamycin atau dengan Metronidazole, atau kombinasi clindamycin dan Cefoxitin.
Alternatif lain adalah kombinasi Imipenem dengan B Lactamase inhibitase, pada penderita
dengan pneumonia nosokomial yang berkembang menjadi Abses paru.
Waktu pemberian antibiotika tergantung dari gejala klinis dan respon radiologis penderita.
Penderita diberikan terapi 2-3 minggu setelah bebas gejala atau adanya resolusi kavitas, jadi
diberikan antibiotika minimal 2-3 minggu.
2. Drainage
Drainase postural dan fisiotherapi dada 2-5 kali seminggu selama 15 menit diperlukan untuk
mempercepat proses resolusi Abses paru. Pada penderita Abses paru yang tidak berhubungan
dengan bronkus maka perlu dipertimbangkan drainase melalui bronkoskopi.
3. Bedah
Reseksi segmen paru yang nekrosis diperlukan bila:
a. Respon yang rendah terhadap therapi antibiotika.
b. Abses yang besar sehingga mengganggu proses ventilasi perfusi
c. Infeksi paru yang berulang
d. Adanya gangguan drainase karena obstruksi.
BAB 4
PENUTUP
Kesimpulan
Abses paru adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi material purulent dan sel
radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses infeksi. Abses paru timbul karena faktor
predisposisi seperti gangguan fungsi imun karena obat-obatan, gangguan kesadaran (anestesi,
epilepsi), oral higine yang kurang serta obstruksi dan aspirasi benda asing.
Pada abses paru memberikan gejala klinis panas, batuk, sputum purulen dan berbau,
disertai malaise, naspu makan dan berat badan yang turun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
takikardia, tanda-tanda konsolidasi. Pada pemeriksaan foto polos dada didapatkan gambaran
kavitas dengan air fluid level atau proses konsolidasi saja bila kavitas tidak berhubungan dengan
bronkus.
Diagnosis pasti bila didapatkan biakan kuman penyebab sehingga dapat dilakukan terapi
etiologis.
Pemberian antibiotika merupakan pilihan utama disamping terapi bedah dan terapi
suportif fisio terapi.
Saran
Pelajarilah makalah ini dengan seksama karena bermanfaat baik dalam teori ataupun
aplikasi, jagalah dan manfaatkan untuk pribadi atau orang lain.
......................................................................................................................................................
...........
DAFTAR PUSTAKA

Assegaff H. dkk. Abses Paru dalam Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. AUP. Surabaya, 136 41.
Finegold SM, Fishman JA. Empyema and Lung Abscess in Fishmans pulmonary Diseases and disorders 3rd
ed, Philadelphia. 1998, 2021 32.
Garry et al. Lung Abscess in a Lange Clinical Manual Internal Medicina Diagnosis and Therapy 3
rd
,
Oklahoma. 199. 119 120.
Hammond JMJ et al ; The Ethiology and Anti Microbial Susceptibility Patterns of Microorganism in
acute Commuity Acquired Lung Abscess. Chest. 108, 4, 1995, 937 41.
Hirshberg B et al. Factors predicting mortality of patients with lung Abscsess, Chest. 115. 3-1999, 746
52
Diposkan oleh Asep Sopian Hadi di 18.08 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Bagikan ke Pinterest
Beranda
Langganan: Entri (Atom)
Mengenai Saya

Asep Sopian Hadi
Serang, Banten, Indonesia
Up To You... *_*
Lihat profil lengkapku
Template Travel. Diberdayakan oleh Blogger .

Vous aimerez peut-être aussi