Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Hal ini yang disebut bayi tabung, saya tidak melihat hal tersebut boleh, bahkan wajib bagi
seorang muslim merasa qonaah atau ridha dengan apa yang Allah tetapkan padanya.
Sebagaimana firman-Nya Taala Dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia
dikehendaki, ini adalah takdir dan ketetapan Allah Taala dimana Allah menjadikan beberapa
wanita mandul yang tidak bisa melahirkan dan menjadikan beberapa laki-laki mandul yang tidak
bisa menghasilkan keturunan. Hendaklah seorang hamba ridha dan menerima hukum atau
ketetapan Allah.
. .
Janganlah melakukan operasi pembedahan seperti ini, karena bisa menyebabkan terbukanya
aurat dan dua kemaluan. Operasi pembedahannya pada Rahim, setelah memasukkan alat
pembedahan untuk mengeluarkan mani dan mengeluarkan sel ovum dari rahim wanita dan
mengeluarkan sel sperma dari kedua testis dan semisalnya kemudian mempertemukannya, untuk
menghasilkan anak yang bisa saja tidak sempurna dan tidak mampu hidup. Oleh karena itu, saya
tidak melihat bolehnya operasi pembedahan ini. Walaupun telah terbukti pada sebagian manusia
dan berhasil. Hal tersebut bisa saja merupakan suatu kebetulan dan spekulasi.
2.6.2 Fatwa yang Membolehkan Bayi Tabung dengan Merincinya
10
Permasalahan bayi tabung termasuk permasalahan terkini yang paling menonjol.
Permasalahan ini banyak menyita perhatian masyarakat umum, termasuk para Ulama kaum
Muslimin. Majlis al-Majmaul-Fiqh al-Islami (Islamic Fiqih Academy) pada daurah ke
delapan yang diadakan di markaz Liga Muslim Dunia (Rbithatul-lam al-Islmi) di Mekah
mulai hari sabtu 28 Rabul akhr sampai dengan tanggal 7 Jumdil Ula 1405 H, bertepatan
dengan tanggal 19-27 Januari 1985, telah memperhatikan beberapa masukan dari anggota
majelis seputar keputusan boleh yang ditetapkan oleh majelis yang berkaitan dengan
inseminasi buatan dan bayi tabung. Keputusan itu dikeluarkan pada daurah ke tujuh yang
diadakan dari tanggal 11 sampai dengan 16 Rabul akhr 1404 H. Teks keputusan tersebut
adalah dimana sperma dan sel telur diambil dari pasangan suami istri, setelah mengalami
proses pembuahan pada tabung, sel telur yang sudah dibuahi itu dimasukkan ke dalam rahim
istri yang lain dari pemilik sperma. Istri yang lain ini telah menyatakan kesediaannya untuk
mengandung janin madunya yang diangkat rahimnya.
Majlis memandang hal itu boleh ketika diperlukan dan dengan ketentuan-
ketentuan yang sudah disebutkan terpenuhi. Inti masukan yang diberikan oleh sebagian
anggota majelis terkait dengan keputusan di atas adalah istri kedua yang dititipi sel telur
yang sudah dibuahi, milik istri pertama ini ada kemungkinan hamil dari hasil
berhubungan dengan sang suami, sebelum rahimnya diisi sel telur yang sudah dibuahi
tersebut. Kemudian dia akan melahirkan bayi kembar dan akhirnya tidak bisa
membedakan antara bayi dari sel telur yang dititipi dengan bayi dari hasil hubungan
badannya dengan sang suami. Sebagaimana juga tidak bisa membedakan mana ibu dari
bayi yang berasal dari sel telur yang dititipkan dan mana ibu dari bayi yang berasal dari
hubungan intimnya. Terkadang bisa saja satu dari calon bayi yang masih berupa
segumpal darah (Alaqah) atau segumpal daging (Mudhghah) itu mati. Ia tidak bisa
keluar kecuali bersama kelahiran calon bayi yang satunya yang tidak diketahui, apakah
yang gugur ini bayi yang berasal dari sel telur yang dititipkan itu ataukah berasal dari
hubungan intim. Kemungkin-kemungkinan ini menyebabkan terjadinya percampuran
nasab dari sisi ibu, mana ibu yang sebenarnya dari dua bayi ini, juga mengakibatkan
kerancuan hukum yang menjadi konsekuensinya. Ini juga menuntut al-Majma untuk
tidak memberikan hukum tertentu tentang jenis keadaan tersebut.
11
Pada daurah itu juga, majelis mendengarkan penjelasan dari para dokter ahli
kandungan dan kebidanan yang hadir saat itu. Mereka menguatkan adanya kemungkinan
hamil yang kedua dari hasil hubungan intim dengan sang suami ketika sedang
mengandung janin yang berasal dari sel telur yang dititipi. Sehingga akan terjadi
percampuran nasab sebagaimana telah dijelaskan di atas.
Setelah mendiskusikan masalah ini, majelis menetapkan untuk mencabut kembali
keputusan boleh pada cara ketiga dari tiga cara yang diperbolehkan. Cara ketiga ini
disebutkan pada cara (inseminasi buatan) urutan ketujuh dari keputusan al-Majmaul-
Fiqh al-Islmiy yang dikeluarkan pada daurah ketujuh tahun 1404 H. Dengan ditariknya
keputusan boleh ini, maka keputusan al-Majmaul Fiqh al-Islmi tentang inseminasi
buatan dan bayi tabung adalah sebagai berikut :
Setelah memperhatikan dan mendiskusikan makalah yang disampaikan oleh salah
anggota Rbithatul-lam al-Islmi yaitu yaitu Muhammad Az-Zarqa tentang at-talqhus
shini (inseminasi buatan) dan bayi tabung, sebuah permasalahan yang banyak
menyibukkan banyak orang, bahkan termasuk permasalahan zaman ini yang paling
menonjol di dunia; anggota majelis mendengarkan hasil yang telah dicapai oleh
terobosan ilmu dan teknologi ini di masa ini dalam menghasilkan anak dan mengatasi
masalah kemandulan.
Dari penjelasan yang cukup memuaskan itu, akhir angota majelis mengetahui
bahwa inseminasi buatan adalah usaha untuk mendapatkan anak tanpa melalui proses
yang alami, tanpa melalui proses hubungan badan. Inseminasi buatan ini secara garis
besar dilakukan dengan dua metode:
2.6.2.1 Inseminasi di Dalam Rahim
Cara pertama
Sperma seorang suami diambil lalu diinjeksikan pada tempat yang
sesuai dalam rahim sang istri sehingga sperma itu akan bertemu dengan sel telur yang
dipancarkan sang istri dan berproses dengan cara yang alami sebagaimana dalam
12
hubungan suami istri. Kemudian setelah pembuahan itu terjadi, dengan idzin Allah k , dia
akan menempel pada rahim sang istri. Cara ini ditempuh, jika sang suami memiliki
problem sehingga spermanya tidak bisa sampai pada tempat yang sesuai dalam rahim.
Cara kedua
Sperma seorang lelaki diambil lalu diinjeksikan pada rahim istri
orang lain sehingga terjadi pembuahan di dalam rahim, kemudian selanjutnya menempel
pada dinding rahim sebagaimana pada cara pertama. Metode digunakan karena sang
suami mandul, sehingga sperma diambilkan dari lelaki lain.
2.6.2.2 Inseminasi di Luar Rahim
Inseminasi di luar rahim ada lima cara:
Cara pertama
Sperma seorang suami dan sel telur istrinya, diambil lalu
diletakkan pada sebuah tabung sehingga sperma tadi bisa membuahi sel telur istrinya
dalam tabung tersebut. Kemudian pada saat yang tepat, sperma dan sel telur yang sudah
berproses itu (zigote) dipindahkan ke rahim sang istri, pemilik sel telur, supaya bisa
berkembang sebagaimana layaknya janin-janin yang lain. Ketika masa mengandung
sudah berakhir, sang istri akan melahirkannya sebagai seorang anak biasa, laki ataupun
wanita. Inilah bayi tabung yang telah dihasilkan oleh penemuan ilmiyah yang Allah k
mudahkan. Proses melahirkan seperti ini telah menghasilkan banyak anak, baik laki
maupun perempuan atau bahkan ada yang lahir kembar. Berita keberhasilan ini telah
tersebar melalui berbagai media massa. Metode ditempuh ketika sang istri mengalami
masalah pada saluran sel telurnya.
Cara kedua
Pembuahan di luar yang diproses pada tabung antara sperma yang
diambil dari seorang suami dan sel telur yang diambil dari sel telur wanita lain yang
bukan istrinya, dikenal dengan sebutan donatur. Kemudian setelah terjadi pembuahan
baru dimasukkan ke rahim istri pemilik sperma. Cara ini dilakukan ketika sel telur sang
istri terhalang atau tidak berfungsi, akan tetapi rahimnya masih bisa berfungsi untuk
tempat perkembangan janin.
Cara ketiga
13
Pembuahan di luar yang diproses pada tabung-tabung antara
sperma laki-laki dan sel telur dari wanita bukan suami-istri. Kemudian setelah
pembuahan terjadi, baru ditanam pada rahim wanita yang sudah berkeluarga. Cara ini
dilakukan ketika ada pasangan suami-isteri yang sama-sama mandul, tetapi ingin punya
anak sedangkan rahim sang istri masih bisa berfungsi sebagai tempat pertumbuhan janin.
Cara keempat
Pembuahan di luar yang diproses pada tabung antara dua benih
pasangan suami istri. Kemudian setelah pembuahan itu berhasil, baru ditanamkan pada
rahim wanita lain (bukan istrinya) yang bersedia mengandung janin pasangan suami istri
tersebut. Cara ini dilakukan ketika sang istri tidak mampu mengandung, karena ada
kelainan pada rahimnya, sementara organnya masih mampu memproduksi sel telur
dengan baik. Cara ini juga ditempuh ketika sang istri tidak mau hamil dengan berbagai
alasan. Maka dia meminta atau menyewa wanita lain untuk mengandung bayinya.
Cara kelima
Yaitu cara yang disebutkan di awal pembahasan ini. Dimana
sperma dan sel telur diambil dari pasangan suami istri, lalu setelah mengalami proses
pembuahan pada tabung, sel telur yang sudah dibuahi itu dimasukkan ke dalam rahim
istri lain dari pemilik sperma. Istri yang lain ini telah menyatakan kesediaannya untuk
mengandung janin madunya yang diangkat rahimnya.-pent
Majelis juga sudah memperhatikan berita-berita yang terbesar bahwa proses
seperti ini memang benar-benar sudah terjadi di Eropa dan Amerika, memanfaatkan hasil
penemuan ilmiyah ini dengan berbagai tujuan. Di antara tujuan itu adalah tujuan bisnis,
ada juga untuk tujuan yang mereka sebut dengan Usaha memperbaiki keturunan
manusia. Ada juga untuk memenuhi keinginan sebagian wanita yang tidak berkeluarga
untuk menjadi ibu atau keinginan wanita yang sudah berkeluarga namun tidak bisa hamil
dengan sebab-sebab tertentu pada dirinya atau pada suaminya. Majelis sudah
memperhatikan berbagai instansi yang merealisasikan berbagai tujuan ini; misalnya
pengadaan bank sperma. Sebuah tempat penyimpanan sperma berteknologi sehingga bisa
tahan lama. Sperma-sperma ini diambil dari orang-orang tertentu atau tidak tentu, sebagai
sumbangan atau untuk mendapatkan imbalan.
2.7 Hukum Syari'at Program Bayi Tabung
14
Setelah memperhatikan materi yang disampaikan panelis dan mendapatkan informasi
tambahan yang memadai dari sumber-sumber yang bisa dipertanggung jawabkan seperti berita
yang disebarluaskan melalui media massa serta melalui diskusi dalam menerapkan kaidah-kaidah
syariah dalam masalah ini, akhirnya majelis memutuskan beberapa hal berikut
Pertama: Hukum-hukum yang bersifat umum
1. Dalam kondisi bagaimanapun, seorang wanita Muslimah tidak diperbolehkan
membuka aurat dihadapan orang yang tidak halal berhubungan badan dengannya, kecuali
untuk tujuan yang diperbolehkan syariat.
2. Keinginan wanita untuk sembuh dari suatu penyakit yang dideritanya atau
ketidaknormalan (abnormal) pada tubuhnya yang menyebabkannya merasa terganggu,
dianggap sebagai sebuah tujuan yang dibenarkan syariat. Untuk tujuan pengobatan
seperti ini, wanita tersebut boleh membuka auratnya kepada selain suaminya. Tentunya
hal ini dilakukan sesuai dengan kebutuhan.
3. Ketika membuka aurat seorang wanita dihadapan selain orang yang halal
berhubungan badan dengannya hukumnya mubah (diperbolehkan) untuk sebuah tujuan
yang syar`i, maka wajib yang melakukan pengobatan itu adalah dokter perempuan
Muslimah jika memungkinkan. Kalau tidak ada, maka dokter perempuan yang bukan
muslimah. Kalau tidak ada, baru dokter laki-laki Muslim dan kalau tidak ada, baru
menggunakan tenaga dokter laki-laki yang bukan muslim.
4. Saat proses pengobatan, tidak diperbolehkan berkhalwat (berdua-duaan) antara
dokter laki-laki dengan sang pasien wanita; ia harus didampingi oleh suami pasien atau
wanita lain.
Kedua: Hukum inseminasi (pembuahan) buatan
1. Keinginan seorang wanita yang sudah berkeluarga yang tidak bisa hamil dan
keinginan sang suami untuk mendapatkan anak dianggap sebagai sebuah tujuan yang
dibenarkan syariat. Tujuan ini bisa dijadikan alasan untuk melakukan pengobatan
dengan cara-cara inseminasi buatan yang dibenarkan syariat.
2. Cara inseminasi buatan yang pertama (sperma diambilkan dari seorang lelaki
yang sudah berkeluarga lalu diinjeksikan ke dalam rahim sang istri yang dijelaskan pada
saat menguraikan cara pembuahan yang terjadi di dalam rahim) merupakan cara yang
diperbolehkan menurut syariat dengan tetap memperhatikan ketentuan-ketentuan umum
15
yang disebutkan di atas. Ini dilakukan setelah dipastikan bahwa sang istri memerlukan
proses ini supaya bisa hamil.
3. Cara ketiga (kedua benih, sperma dan sel telur diambil dari pasangan suami istri
kemudian proses pembuahannya dilakukan pada tabung. Setelah terjadi pembuahan, sel
telur yang sudah dibuahi itu dimasukkan ke rahim wanita pemilik sel telur tadi) awalnya
cara ini merupakan cara yang bisa diterima menurut tinjauan syariat. Namun cara ini
tidak bisa lepas sama sekali dari berbagai hal yang bisa menimbulkan keragu-raguan.
Maka sebaiknya cara ini tidak ditempuh kecuali ketika sangat terpaksa sekali serta
ketentuan-ketentuan umum yang di atas sudah terpenuhi.
4. Pada dua cara yang diperbolehkan ini, majelis Majmaul Fiqh al Islmi
menetapkan bahwa nasab si anak dihubungkan ke pasangan suami istri pemilik sperma
dan sel telur, kemudian diikuti dengan hak waris serta hak-hak lainnya sebagaimana pada
penetapan nasab. Ketika nasab ditetapkan pada pasangan suami istri, maka hak waris
serta hak-hak lainnya juga ditetapkan antara si anak dengan orang yang memiliki
hubungan nasab dengannya.
5. Sedangkan cara-cara inseminasi buatan lainnya dalam proses pembuahan di
dalam dan di luar rahim yang telah dijelaskan di depan merupakan cara-cara yang
diharamkan dalam syariat Islam, tidak ada alasan untuk memperbolehkan salah satunya.
Karena kedua benih, sperma dan sel telur dalam proses tersebut tidak berasal dari satu
pasangan suami istri. Atau karena wanita yang menyatakan kesediaannya untuk
mengandung janin tersebut adalah wanita ajnabiyah (orang lain).
Demikian keputusan ini dan dengan memperhatikan berbagai kemungkinan yang terjadi
pada inseminasi buatan secara umum, termasuk pada dua cara yang diperbolehkan secara syari
di atas seperti kemungkinan terjadinya penyampuran sperma atau sel telur yang sudah dibuahi
pada tabung, terutama ketika inseminasi buatan ini sudah banyak dilakukan dan tersebar luar,
maka majelis Majmaul Fiqh al Islmi memberikan nasehat kepada orang-orang yang ingin
berpegang teguh dengan agama mereka untuk tidak melakukan cara-cara ini. Kecuali ketika
sangat terpaksa disertai dengan ekstra hati-hati dan kewaspadaan yang tinggi agar jangan sampai
terjadi percampuran sperma atau sel telur yang sudah dibuahi.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari makalah yang berjudul Bayi Tabung dalam Perspektif Agama Islam ini dapat di
ambil kesimpulan:
1. Islam menghargai setiap keinginan pasangan suami istri untuk memiliki keturunan
sebagai regenerasi.
2. Inseminasi buatan (bayi tabung) adalah salah satu cara yang dapat ditempuh ketika
terjadi permasalahan mengenai reproduksi di antara suami istri tersebut.
3. Inseminasi buatan diperbolehkan hanya pada kondisi terpaksa dan dengan syarat dan
ketentuan tertentu.
3.2 Saran
1. Pasangan yang berniat melakukan inseminasi patutnya ekstra hati-hati dan penuh
kewaspadaan yang tinggi agar jangan sampai terjadi percampuran sperma atau sel telur
yang sudah dibuahi.
2. Menyerahkan kembali hasil atau kesuksesan inseminasi pada Allah SWT.
17
DAFTAR PUSTAKA
agama.kompasiana.com/2010/11/15/islam-dan-teknologi-319311.html
ahmadzain.com/read/karya-tulis/330/hukum-inseminasi-buatan-bayi-tabung/.html
As-Sunnah Edisi 02//Tahun XIII/1431H/2010M. Yayasan Lajnah Istiqomah: Surakarta
ayahbunda.co.id/Artikel/Gizi+dan+Kesehatan/10.tahapan.proses.pembuatan.bayi.tabung/001
/001/1025/12/-/4.html
bayitabung.net/tag/fatwa-mui/.html
bayitabung.net/73/mengurai-hukum-bayi-tabung/.html
Darul Ibnu Hasyim, Koiro. Fatawa Al-Mar`ah Al-Muslimah (hal 288) cet. Ke-1. 1423 H
Fatwa-Fatwa Medis Kontemporer (hal 68). Pustaka Arafah
ibn-jebreen.com/?t=fatwa&view=vmasal&subid=12208.html
islamqa.info/ar/ref/3474.html
kesehatan.kompasiana.com/medis/2013/02/05/hukum-bayi-tabung-dalam-tinjauan-syariat-
531705.html
muslimafiyah.com/pro-kontra-bayi-tabung.html
parentsindonesia.com/article.php?type=article&cat=feature&id=2118.html
prosesbayitabung.com/.html
republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/fatwa/10/05/08/114856-apa-hukum-bayi-tabung-
menurut-islam.html