Vous êtes sur la page 1sur 1

RINGKASAN EKSEKUTIF

Manajemen mutu bagi suatu Rumah Sakit (RS) kini sangat penting
dikarenakan persaingan antar RS yang sudah semakin ketat sehingga menuntut
mutu pelayanan yang harus terus menerus diperbaiki dan disempurnakan oleh
manajemen khususnya pada instalasi rawat inap. Untuk menciptakan pelayanan
yang berkualitas di sebuah RS, Departemen Kesehatan (Depkes) serta forum
independen Indonesian Health Quality Network (IHQN) menetapkan Standar
Pelayanan Minimal (SPM) sebagai syarat pelayanan yang harus dipenuhi oleh
sebuah RS dan sebagai indikator tingkat penilaian mutu pelayanan RS, Depkes
menggunakan 5 indikator utama agar RS tersebut dikatakan berkualitas, yakni
angka hunian pasien rawat inap (Bed Occupancy Rate=BOR), lama rata-rata
perawatan pasien di RS (Average Length of Stay=AVLOS), frekuensi penggunaan
tempat tidur rata-rata/tahun oleh berbagai pasien (Bed Turn Over=BTO), rata-rata
lama sebuah tempat tidur berada dalam keadaan kosong (Turn Over
Interval=TOI),
Rumah Sakit Islam (RSI) Malahayati Medan adalah sebuah RS tipe C
milik swasta yang memiliki kapasitas 100 unit tempat tidur (TT). Dari kelima
indikator yang utama penilaian mutu pelayanan, nilai BTO dari RSI Malahayati 2
tahun terakhir berada di luar batas standar (50 kali/tahun) yakni 52,5 (tahun 2009)
dan 52,6 (tahun 2010). Tingginya nilai BTO memberikan dampak positif terhadap
pendapatan operasional namun juga memiliki dampak negatif yakni menggangu
kualitas pelayanan dari RS itu sendiri. Oleh karena itu dilakukan evaluasi daripada
pelayanan yang diberikan dengan membandingkannya dengan SPM yang telah
ditetapkan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan manajemen mutu pelayanan
di instalasi rawat inap RSI Malahayati sejauh ini.
Dari hasil evaluasi, terlihat bahwa RSI Malahayati masih belum memenuhi
SPM Depkes dan IHQN untuk masing-masing kategori pelayanan medis, rekam
medik dan peralatan medis. Indikator yang belum terpenuhi untuk sub sistem
pelayanan medis antara lain jam visite dokter, evaluasi mutu, pelatihan, infeksi
pasca operasi, infeksi nosokomial, pasien jatuh/medication error, kematian pasien
> 48 jam, tidak adanya kegiatan pencatatan dan pelaporan TB dan pre operative
death rate. Sedangkan untuk sub sistem rekam medik antara lain kelengkapan
pengisian rekam medik dan informed consent, kecukupan tenaga rekam medik,
master data yang terkomputerisasi, fasilitas rekam medik dan evaluasi mutu. Dan
untuk sub sistem peralatan medis antara lain kecepatan waktu dalam menanggapi
kerusakan alat, ketepatan waktu pemeliharaan alat, ketepatan waktu dalam
kalibrasi.
Dari hasil analisis terlihat bahwa masih banyak kekurangan manajemen
dalam melaksanakan manajemen mutu pelayanan sehingga menyebabkan belum
terpenuhinya beberapa indikator diatas. Oleh karena itu, manajemen kini harus
melakukan perubahan dengan cara melakukan perubahan konsep manajemen yang
meliputi strategi, budaya RS dan kepedulian terhadap pelanggan serta melakukan
perbaikan berupa menghancurkan hambatan internal, memotivasi dan
meningkatkan kemampuan karyawan, melakukan riset pasar, membangun
hubungan jangka panjang dengan pasien dan pemasok, teknologi untuk
memperbaiki pelayanan kepada pelanggan

Universitas Sumatera Utara

Vous aimerez peut-être aussi