Vous êtes sur la page 1sur 2

ASPIRIN

Aspirin/asam asetil salisilat/asetosal merupakan obat hepatotoksik (obat yang dapat menyebabkan
kelainan pada hepar dan tergantung pada besarnya dosis (Predictable)). Gejala hepatotoksik timbul bila
kadar salisilat serum lebih dari 25 mg/dl (dosis : 3 5 g/hari). Keadaan ini nampaknya sangat erat
hubungannya dengan kadar albumin darah, karena bentuk salisilat yang bebas inilah dapat merusak
hepar. Pemilihan obat pada anak terbatas pada NSAID yang sudah diuji penggunaannya pada anak,
yaitu: aspirin, naproksen atau tolmetin, kecuali pemberian aspirin pada kemungkinan terjadinya Reyes
Syndrome, aspirin untuk menurunkan panas dapat diganti dengan asetaminofen, nimesulide, seperti
halnya NSAID lain, tidak dianjurkan untuk anak dibawah 12 tahun karena aspirin bersifat iritatif terhadap
lambung sehingga meningkatkan risiko ulkus (luka) lambung, perdarahan, hingga perforasi (kebocoran
akibat terbentuknya lubang di dinding lambung), serta menghambat aktivitas trombosit (berfungsi
dalam pembekuan darah) sehingga dapat memicu resiko perdarahan).

MEKANISME KERJA ASPIRIN
Mengasetilasi enzim siklooksigenase dan menghambat pembentukan enzim cyclic endoperoxides.
Menghambat sintesa tromboksan A-2 (TXA-2) di dalarn trombosit, sehingga akhirnya menghambat
agregasi trombosit.
Menginaktivasi enzim-enzim pada trombosit tersebut secara permanen. Penghambatan inilah yang
mempakan cara kerja aspirin dalam pencegahan stroke dan TIA (Transient Ischemic Attack).
Pada endotel pembuluh darah, menghambat pembentukan prostasiklin. Hal ini membantu
mengurangi agregasi trombosit pada pembuluh darah yang rusak.

FARMAKOKINETIKA
Mula kerja : 20 menit -2 jam.
Kadar puncak dalam plasma: kadar salisilat dalam plasma tidak berbanding lurus dengan besamya dosis.
Waktu paruh : asam asetil salisilat 15-20 rnenit ; asarn salisilat 2-20 jam tergantung besar dosis yang
diberikan.
Bioavailabilitas : tergantung pada dosis, bentuk, waktu pengosongan lambung, pH lambung, obat
antasida dan ukuran partikelnya.
Metabolisme : sebagian dihidrolisa rnenjadi asarn salisilat selarna absorbsi dan didistribusikan ke
seluruh jaringan dan cairan tubuh dengan kadar tertinggi pada plasma, hati, korteks ginjal , jantung dan
paru-paru.
Ekskresi : dieliminasi oleh ginjal dalam bentuk asam salisilat dan oksidasi serta konyugasi metabolitnya.

FARMAKODINAMIK
Adanya makanan dalam lambung memperlambat absorbsinya ; pemberian bersama antasida dapat
mengurangi iritasi lambung tetapi meningkatkan kelarutan dan absorbsinya. Sekitar 70-90 % asam
salisilat bentuk aktif terikat pada protein plasma.

EFEK TERAPEUTIK
Menurunkan resiko TIA atau stroke berulang pada penderita yang pernah menderita iskemi otak yang
diakibatkan embolus. Menurunkan resiko menderita stroke pada penderita resiko tinggi seperti pada
penderita tibrilasi atrium non valvular yang tidak bisa diberikan anti koagulan.

KONTRAINDIKASI
Hipersensitif terhadap salisilat, asma bronkial, hay fever, polip hidung, anemi berat, riwayat gangguan
pembekuan darah.

INTERAKSI OBAT
Obat anti koagulan, heparin, insulin, natrium bikarbonat, alkohol clan, angiotensin converting enzymes.

EFEK SAMPING
Nyeri epigastrium, mual, muntah , perdarahan lambung.

EFEK TOKSIK
Tidak dianjurkan dipakai untuk pengobatan stroke pada anak di bawah usia 12 tahun karena resiko
terjadinya sindrom Reye. Pada orang tua harus hati- hati karena lebih sering menimbulkan efek samping
kardiovaskular. Obat ini tidak dianjurkan pada trimester terakhir kehamilan karena dapat menyebabkan
gangguan pada janin atau menimbulkan komplikasi pada saat partus. Tidak dianjurkan pula pada wanita
menyusui karena disekresi melalui air susu.

DOSIS
FDA merekomendasikan dosis: oral 1300 mg/hari dibagi 2 atau 4 kali pemberian. Sebagai anti trombosit
dosis 325 mg/hari cukup efektif dan efek sampingnya lebih sedikit.

UPAYA MENGHINDARI DAMPAK NEGATIF
1. Hindari pemakaian obat gabungan (polifarmasi), kecuali jika memang kondisi penyakit yang diobati
memerlukan gabungan obat dan pengobatan gabungan tersebut sudah diterima dan terbukti secara
ilmiah manfaatnya.
2. Kenali sebanyak mungkin kemungkinan interaksi yang timbul pada obat-obat yang sering diberikan
bersamaan dalam praktek polifarmasi.
3. Jika ada interaksi, perlu dilakukan tindakan-tindakan, misal pengurangan dosis atau mengganti obat
lain yang memiliki efek terapetik yang sama tapi tidak menimbulkan interaksi yang merugikan.
4. Evaluasi efek sesudah pemberian obat-obat secara bersamaan untuk menilai ada tidaknya efek
samping/toksik dari salah satu atau kedua obat
Sumber : Obat-Obat Penting dan Buku saku Farmakologi Kedokteran

Vous aimerez peut-être aussi