Vous êtes sur la page 1sur 28

LAPORAN KASUS

DEMAM BERDARAH DENGUE







Disusun oleh :
Sepebrin Vica Auditia
2009730046

Pembimbing : dr. Iwan Sp.PD


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
PROGRAM KEPANITERAAN KLINIK
2013







IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. I
Tempat/tanggal lahir : Jakarta 27 juni 1988
Usia : 24 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Alamat : jl. Sukapura RT 02 RW 01 Sukapura, JAKUT
Tanggal masuk : 7 juni 2013
No kamar : 3.1
No rekammedik : 178765

ANAMNESIS
Keluhan utama : os mengeluh demam sejak 4 hari yang lalu
Keluhan tambahan : pusing, mual, nyeri sendi dan tulang
Riw. Penyakit sekarang :
Pasien datang ke rumah sakit islam Jakarta sukapura dengan keluhan demam sejak 4 hari SMRS.
Os mengeluh demam naik turun, demam terutama dirasakan meningkat saat siang menjelang
malam hari, demam disertai menggigil dan berkeringat dingin. Os juga mengeluh pusing seperti
ditusuk-tusuk dan hilang timbul, mual, muntah 1 kali setelah masuk rumah sakit. Batuk dan pilek
disangkal. Nafsu makan menurun, lidah terasa pahit dan nyeri saat menelan. Os menyangkal
mimisan maupun gusi berdarah. Os mengeluh ada bintik-bintik merah dilengan kanan dan kiri
sejak tadi pagi. Os juga mengeluh perut sedikit begah dan kembung, nyeri di ulu hati, badan trasa
lemas, nyeri pada tulang dan sendi kaki. BAK normal, tidak nyeri saat BAK. BAB agak susah,
sudah 2 hari tidak BAB. Disekitar rumah OS ada yang sakit seperti ini.
Riw. Penyakit dahulu :
sebelumnya OS belum pernah sakit dengan gejala seperti ini. DM dan hipertensi disangkal.
Riwayat sakit maag (+)
Riw. Penyakit keluarga :
Ibu : di keluarga tidak ada yang sakit seperti ini. DM dan hipertensi disangkal.
Ayah : dikeluarga tidak ada yang sakit seperti ini. DM dan hipertensi disangkal.
Riwayat pengobatan : os sebelumnya sudah berobat ke klinik namun tidak membaik.
Riwayat alergi : alergi makanan, obat dan udara disangkal.
Riwayat psikososial : di sekitar rumah os banyak yang sedang terkena DBD, os juga
sering telat makan dan suka membeli makanan di luar. Sering mengkonsumsi makanan makanan
pedas, merokok disangkal, minum alcohol disangkal.
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : os tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital
tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 100 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 37,2
o
C

STATUS GENERALIS
Kepala : normochepal, distribusi rambut merata dan tidak mudah rontok
Mata : konjungtiva anemis +/+, sclera ikterik -/-
Hidung : normonasi, epistaksis (-), secret (-)
Telinga : normotia, perdarahan (-), secret (-), nyeri tekan (-)
Mulut : bibir kering (-), bibir sianosis (-),perdarahan gusi (-) 2, lidah kotor (-)
Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
THORAK
Paru-paru
Inspeksi : normochest, tampak simetris, otot tambahan (-)
Palpasi : vocal fremitus teraba sama di kedua lapang paru
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler +/+, wheezing (-), rhonki (-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : batas kanan jantung linea parasternalis dextra
Batas kiri jantung linea midclavikularis sinistra
Auskultasi : BJ 1 dan II murni regular, gallop (-), murmr (-)
Abdomen
Inspeksi : terlihat datar, luka bekas operasi (-)
Auskultasi : bising usus normal
Ascites : (-)
Palpasi : nyeri epigastrium (+), pembesaran hepar dan lien (-)
Ekstremitas atas
Akral : hangat
RCT <2 detik : +/+
Edema : -/-
Kulit : petekie (+)
Ekstremitas bawah
Akral : hangat
RCT <2 detik : +/+
Edema : -/-
Kulit : petekie (-)



RESUME
Perempuan 24 tahun datang ke RS Islam Jakarta Sukapura dengan keluhan febris sejak 4 hari SMRS.
febris dirasakan naik turun terutama menjelang malam hari disertai menggigil dan berkeringat dingin.
Os juga mengeluh malaise, myalgia, artralgia, chepalgia, nausea, vomitus dengan frekuensi 1x saat
MRS, lidah terasa pahit serta nafsu makan menurun.riwayat sakit maag, disekitasr rumah ada yang sakit
DBD. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD : 130/90, suhu : 37,1
o
C, konjungtiva anemis, nyeri tekan
epigastrium, dan terdapat petekie pada kulit. Pemeriksaan penunjang didapatkan leukosit : 1900
sel/mm
3
, trombosit :

23 ribu/ mm
3

DAFTAR MASALAH
1. Febris e.c DHF
2. Sindroma pepsia
Hasil pem. LAB
Tanggal 8-6-2013
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Hemoglobin 12,4 g/dl 11,3-15,5
Hematokrit 37,0 % 36,0-46,0
Leukosit 1900 sel/mm
3
4,3-10,4
Trombosit 23 ribu/ mm
3
132-440
SGOT 97 U/L 0-37
SGPT 74 U/L 0-40

ASSESMENT
1. Febris
Os mengeluh demam sejak 4 hari SMRS. Demam naik turun terutama menjelang malam hari. Os
juga mengeluh pusing seperti ditusuk-tusuk. Lidah terasa pahit, menggigil, Os mengeluh mual,
muntah 1 kali, nyeri ulu hati dan nyeri pada tulang dan sendi. Dari hasil pemeriksaan fisik
didapatkan TD : 130/90 mmHg, suhu : 37,2
o
C. kulit : petekie (+), nyeri tekan epigastrium (+),
konjungtiva anemis (+). Pemeriksaan laboratorium didapatkan trombosit :23 ribu/ mm
3,
leukosit
1900 sel/ mm
3


Assessment berdasarkan masalah diatas adalah :
1. Febris e.c DHF
2. Dd/ Susp. Demam thyfoid
3. Sindroma dyspepsia
Rdx:
-HHTL /24 jam
- Imunoserologi : IgG, IgM
- widal test
Rth:
- Tirah baring
- Diet lambung
- Infus kristaloid RL
Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan : 1500 + 20 x (BB dalam Kg -20)
1500 + 20 x (50-20) = 1500 + 600 = 2100 ml
- Paracetamol 3 x 500 mg
- Ceftriaxone 1 x 2 gr
- Ranitidine 2 x 1
- Domperidone 3 x 1














BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Demam Dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (Dengue haemorrhagic
fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Manifestasi klinisnya
berupa demam, nyeri otot, nyeri sendi yang disertai leukopeni, ruam, limfadenopati,
trombositopenia, dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai
oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) merupakan suatu derajat akhir dari demam
berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia tenggara, Pasifik Barat dan Karibia.
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden
DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah
meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk hingga tahun 1998,
sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama
A. Aegypti dan A. Albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi
lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi
air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).

Sejauh ini, belum ditemukan adanya terapi spesifik untuk pengobatan demam dengue.
Obat-obatan antiviral yang adekuat belum ada. Prinsip utama pengobatan bersifat simptomatik
dan suportif. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting
dalam penanganan kasus DBD.



DEFINISI
Demam Berdarah Dengue (DBD)
Sebagaimana penyakit pada umumnya, diagnosis DBD juga bertolak dari manifestasi klinis
yang teramati maupun yang dikeluhkan oleh pasien dibantu oleh temuan laboratoris (mulai dari
hasil pemeriksaan laboratoris sederhana seperti pemeriksaan hitung trombosit darah tepi sampai
dengan pemeriksaan laboratoris khusus untuk infeksi virus dengue).
Berdasarkan kriteria WHO 1997, pada kasus DBD harus ditemukan:
Demam atau riwayat demam akut yang berlangsung selama 2-7 hari, kadang-kadang
memiliki pola bifasik.
Terdapat sekurang-kurangnya salah satu dari manifestasi berikut:
- Tourniquet Test yang positif
- petechiae, ecchymoses, atau purpura
- perdarahan dari mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), saluran
pencernaan makanan, atau perdarahan dari tempat lain
- hematemesis atau melena
Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)
Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut:
- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis kelamin
- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan
nilai hematokrit sebelumnya
- Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.

VIRUS DENGUE
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus dengue
yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai
genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu ; DEN-1, DEN2,
DEN-3, DEN-4. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam
ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 10
6
.
Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang
bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga
tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang
yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya.
Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia,
pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit
menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe
DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan
manifestasi klinik yang berat.
Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab
penyakit demam berdarah. Selain dengue, A. aegypti juga merupakan pembawa virus demam
kuning (yellow fever) dan chikungunya. Penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi hampir
semua daerah tropis di seluruh dunia. Sebagai pembawa virus dengue, A. aegypti merupakan
pembawa utama (primary vector) dan bersama Aedes albopictus menciptakan siklus
persebaran dengue di desa dan kota. Mengingat keganasan penyakit demam berdarah,
masyarakat harus mampu mengenali dan mengetahui cara-cara mengendalikan jenis ini untuk
membantu mengurangi persebaran penyakit demam berdarah.

Scientific classification
Kingdom Animalia
Phylum Arthropoda
Class Insecta
Order Diptera
Family Culicidae
Genus Aedes
Subgenus Stegomyia
Species A. aegypti
Binomial name Aedes aegypti
(Linnaeus, 1762)



Ciri ciri nyamuk Aedes aegyptiadalah :
Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih
Berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi, WC,
tempayan, drum, dan barang-barang yang menampung air seperti kaleng, pot tanaman,
tempat minum burung, dan lain lain.
Jarak terbang 100 meter
Nyamuk betina bersifat multiple biters (mengigit beberapa orang karena sebelum
nyamuk tersebut kenyang sudah berpindah tempat)
Tahan dalam suhu panas dan kelembapan tinggi
Masa Inkubasi
Demam berdarah umumnya berlangsung sekitar enam atau tujuh hari dengan puncak
demam yang lebih kecil terjadi pada akhir masa demam. Secara klinis, jumlah platelet akan
jatuh hingga pasien dianggap afebril.
Sesudah masa tunas / inkubasi selama 3 15 hari orang yang tertular dapat mengalami
/ menderita penyakit ini dalam salah satu dari 4 bentuk berikut ini :
Bentuk abortif, penderita tidak merasakan suatu gejala apapun.
Dengue klasik, penderita mengalami demam tinggi selama 4 7 hari, nyeri-nyeri
pada tulang, diikuti dengan munculnya bintik-bintik atau bercak-bercak perdarahan di
bawah kulit.
Dengue Haemorrhagic Fever (Demam berdarah dengue/DBD) gejalanya sama dengan
dengue klasik ditambah dengan perdarahan dari hidung (epistaksis/mimisan), mulut,
dubur, dsb.
Dengue Syok Sindrom, gejalanya sama dengan DBD ditambah dengan syok /
presyok. Bentuk ini sering berujung pada kematian.
Karena seringnya terjadi perdarahan dan syok maka pada penyakit ini angka
kematiannya cukup tinggi, oleh karena itu setiap Penderita yang diduga menderita Penyakit
Demam Berdarah dalam tingkat yang manapun harus segera dibawa ke dokter atau Rumah
Sakit, mengingat sewaktu-waktu dapat mengalami syok / kematian.
Penyebab demam berdarah menunjukkan demam yang lebih tinggi, pendarahan,
trombositopenia dan hemokonsentrasi. Sejumlah kasus kecil bisa menyebabkan sindrom
shock dengue yang mempunyai tingkat kematian tinggi.

CARA PENULARAN
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue,
yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa
spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang
berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia
yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak
dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada
manusia pada saat gigitan berikutnya.
Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan
transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk
dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus
selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 46 hari
(intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada
nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia,
yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.


KLASIFIKASI
Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus dengue, perlu klasifikasi derajat
penyakit seperti tertera pada tabel.
Tabel 1.Klasifikasi derajat penyakit infeksi dengue :

DD/DBD Derajat Gejala Lab
DD Demam disertasi 2 atau
lebih tanda : sakit kepala,
nyeri retro-orbital,
mialgia, artralgia
Leukopenia
Trombositopenia,
tdk ada kebocoran
plasma
Serologi
dengue (+)
DBD I Gejala diatas, ditambah
dgn uji bendung (+)
Trombositopenia
(<100.000), bukti
ada kebocoran
plasma
II Gejala diatas, ditambah
dgn perdarahan spontan
Trombositopenia
(<100.000), bukti
ada kebocoran
plasma
III Gejala diatas ditambah
dengan kegagalan
sirkulasi (kulit dingin dan
lembab, serta gelisah)
Trombositopenia
(<100.000), bukti
ada kebocoran
plasma
IV Syok berat disertai
dengan tekanan darah dan
nadi tidak terukur
Trombositopenia
(<100.000), bukti
ada kebocoran
plasma

Keterangan ; Uji bendung dilakukan dengan membendung lengan atas menggunakan
manset pada tekanan sistolik ditambah diastolik dibagi dua selama 5 menit. Hasil uji
positif bila ditemukan 10 atau lebih petekie per 2,5 cm bujursangkar.




PATOGENESIS
Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka
demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host)
terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada
daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi,
namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat
menimbulkan kematian.
Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom syok dengue) masih merupakan masalah yang
kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi
sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis
ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya
dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk
menderita DBD/Berat.
Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan
menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan
dengan Fc reseptor dari membran sel leokosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog
maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel
makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibodi dependent enhancement (ADE), suatu proses
yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai
tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian
menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan
hipovolemia dan syok.

Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous infection
dapat dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai akibat infeksi
sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons antibodi
anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan
transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu,
replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat
terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus
kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan
aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang
intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat
berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini
terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan
terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites).


Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan
anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting guna
mencegah kematian. Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus
binatang lain dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan
replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari
perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan
viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu
beberapa strain virus mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar. Kedua
hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris.

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain
mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi
sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah (gambar 2). Kedua faktor
tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat
dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran
ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan
menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi
trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III
mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata),
ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan
faktor pembekuan.

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga
walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi
koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin
sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok.
Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor pembekuan
(akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dankerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya,
perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.


MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat berupa
demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue, atau sindrom syok dengue
(SSD).
Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase
kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai
risiko untuk terjadi renjatan jika mendapat pengobatan tidak adekuat.
2

Demam Dengue
Gejala klasik dari demam dengue ialah gejala demam tinggi mendadak, kadang-kadang
bifasik (saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata, nyeri otot, tulang, atau
sendi, mual, muntah, dan timbulnya ruam. Ruam berbentuk makulopapular yang bisa timbul
pada awal penyakit (1-2 hari ) kemudian menghilang tanpa bekas dan selanjutnya timbul ruam
merah halus pada hari ke-6 atau ke7 terutama di daerah kaki, telapak kaki dan tangan. Selain itu,
dapat juga ditemukan petekia. Hasil pemeriksaan darah menunjukkan leukopeni kadang-kadang
dijumpai trombositopeni.
Masa penyembuhan dapat disertai rasa lesu yang berkepanjangan, terutama pada
dewasa. Pada keadaan wabah telah dilaporkan adanya demam dengue yang disertai dengan
perdarahan seperti : epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, hematuri, dan
menoragi. Demam Dengue (DD). yang disertai dengan perdarahan harus dibedakan dengan
Demam Berdarah Dengue (DBD). Pada penderita Demam Dengue tidak dijumpai kebocoran
plasma sedangkan pada penderita DBD dijumpai kebocoran plasma yang dibuktikan dengan
adanya hemokonsentrasi, pleural efusi dan asites.

Demam Berdarah Dengue (DBD)
Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari, disertai
dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual,
dan muntah sering ditemukan. Beberapa penderita mengeluh nyeri menelan dengan farings
hiperemis ditemukan pada pemeriksaan, namun jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya
ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga. Demam tinggi
dapat menimbulkan kejang demam terutama pada bayi.
Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple leede) positif,
kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena atau pada bekas pengambilan
darah. Kebanyakan kasus, petekia halus ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah,
dan palatumole, yang biasanya ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan
gusi lebih jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada fase demam.
Hati biasanya membesar dengan variasi dari just palpable sampai 2-4 cm di bawah
arcus costae kanan. Sekalipun pembesaran hati tidak berhubungan dengan berat ringannya
penyakit namun pembesar hati lebih sering ditemukan pada penderita dengan syok. Masa kritis
dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba
yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada
kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada
kasus berat penderita dapat mengalami syok.
Sindrom Syok Dengue (SSD)
Syok biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke 3 sampai hari
sakit ke-7. Pasien mula-mula terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh ke dalam syok yang
ditandai dengan kulit dingin-lembab, sianosis sekitar mulut, nadi cepat-lemah, tekanan nadi < 20
mmHg dan hipotensi. Kebanyakan pasien masih tetap sadar sekalipun sudah mendekati stadium
akhir. Dengan diagnosis dini dan penggantian cairan adekuat, syok biasanya teratasi dengan
segera, namun bila terlambat diketahui atau pengobatan tidak adekuat, syok dapat menjadi syok
berat dengan berbagai penyulitnya seperti asidosis metabolik, perdarahan hebat saluran cerna,
sehingga memperburuk prognosis. Pada masa penyembuhan yang biasanya terjadi dalam 2-3
hari, kadang-kadang ditemukan sinus bradikardi atau aritmia, dan timbul ruam pada kulit. Tanda
prognostik baik apabila pengeluaran urin cukup dan kembalinya nafsu makan.
Penyulit SSD : penyulit lain dari SSD adalah infeksi (pneumonia, sepsis, flebitis) dan
terlalu banyak cairan (over hidrasi), manifestasi klinik infeksi virus yang tidak lazim seperti
ensefalopati dan gagal hati.


PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Laboratorium

Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam
dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit, dan
hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran limfosit
plasma biru.
Diangnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun
deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse Transcriptase
Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis
yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM
maupun IgG lebih banyak.
Parameter laboratorium yang dapat diperiksa antara lain :
Leukosit : Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat ditemukan
limfositosis relative (>45% dari leukosit) disertai adanya lifosit
plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit pada fase
syok akan meningkat.
Trombosit : Umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8
Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan peningkatan hematokrin 20%
dari hematokrin awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam
Hemostasis: Dilakukan pemeriksaan AP, APTT, Fibrinogen, D- Dimer atau
FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau
kelainan pembekuan darah.
Protein/albumin: Dapat terjadi hipoalbuminemia akibat kebocoran plasma
Elektrolit : Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan
Serelogi : Dilakukan pemeriksaan serologi IgM dan IgG terhadap dengue.
- IgM muncul pada hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3, menghilang
setelah 60-90 hari
- IgG terdeteksi mulai hari ke 14 (infeksi primer), hari ke 2 (infeksi sekunder).
NS1 : Antigen NS1 dapat terdeteksi pada awal demam hari pertama
sampai hari kedelapan. Sensitivitas sama tingginya dengan
spesitifitasgold standart kultur virus. Hasil negaif antigen NS1
tidak menyingkirkan adanya infeksi virus dengue.

Pemeriksaan Radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hematoraks kanan tetapi
apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai kedua hemitoraks.
Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien
tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan
pemeriksaan USG.
Masa inkubasi dalam tubuh mausia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbuk
gejala prodormal yag tidak khas seperti nyeri kepala, nyeri tulang, belakang dan perasaan
lelah.

PENATALAKSANAAN
Tidak ada terapi yang spesifik untuk DD dan DBD, prinsip utama adalah terapi
suportif. Penanganan yang tepat oleh dokter dan perawat dapat menyelamatkan pasien DBD.
Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%.
Pemeliharaan volume sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan
kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral.Jika asupan cairan oral
pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk
mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi.

Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue
Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/SSD dan penyakit lain adalah adanya
peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma dangangguan
hemostasis. Gambaran klinis DBD/SSD sangat khas yaitu demam tinggi mendadak, diastesis
hemoragik, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Maka keberhasilan tatalaksana DBD terletak
pada bagian mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun (the time of defervescence)
yang merupakan fase awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis
disertai pemantauan perembesan plasma dan gangguan hemostasis.
Prognosis DBD terletak pada pengenalan awal terjadinya perembesan plasma, yang dapat
diketahui dari peningkatan kadar hematokrit. Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari
ketiga sakit. Penurunan jumlah trombosit sampai <100.000/pl atau kurang dari 1-2 trombosit/ Ipb
(rata-rata dihitung pada 10 Ipb) terjadi sebelum peningkatan hematokrit dansebelum terjadi
penurunan suhu. Peningkatan hematokrit 20% atau lebih mencermikan perembesan plasma
danmerupakan indikasi untuk pemberian caiaran.
Larutan garam isotonik atau ringer laktat sebagai cairan awal pengganti volume plasma
dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian khusus pada asus dengan
peningkatan hematokrit yang terus menerus danpenurunan jumlah trombosit < 50.000/41. Secara
umum pasien DBD derajat I danII dapat dirawat di Puskesmas, rumah sakit kelas D, C dan pada
ruang rawat sehari di rumah sakit kelas B danA.

Protokol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa, terbagi 5 kategori :
a. Protokol 1 : Penanganan tersangka (probable) DBD dewasa tanpa syok.
Seseorang yang tersangka menderita DBD, di ruang gawat darurat dilakukan
pemeriksaan hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht) dan trombosit. Bila didapatkan :











Gambar 4. Protokol 1 penanganan tersangka (probable)

DBD dewasa tanpa syok
Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien dapat
dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke poliklinik, dalam waktu 24 jam
berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, leukosit dan trombosit tiap 24 jam). Bila keadaan
pasien memburuk, segera kembali ke instalasi gawat darurat.
Hb, Ht normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan dirawat.
Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun, juga dianjurkan untuk
dirawat.

b. Protokol 2 : Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat.
Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa syok, di
ruang rawat diberi cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut .















Gambar 5. Protokol 2 Pemberian cairan pada tersangka DBD di ruang rawat
Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam :
Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit <100.000 jumlah
pemberian cairan tetap seperti rumus tersebut diatas, tetapi pemantauan Hb, Ht
dan trombosit tiap 12 jam.
Bila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit <100.000 maka pemberian cairan
sesuai dengan protokol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht > 20%.

c. Protokol 3 : Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht >20%.
Meningkatnya Ht>20% menunjukkan tubuh mengalami defisit cairan sebanyak 5%.
Pada keadaan ini, terapi awal pemberian cairan adalah dengan memberikan infus cairan
kristaloid 6-7 ml/kgBB/jam. Bila keadaan pasien terus membaik, bahkan setelah jumlah cairan
dapat dihentikan 3 ml/kgBB/jam, pemberian cairan dapat dihentikan 24-48jan kemudian.
Namun, bila dalam perkembangannya kondisi pasien memburuk dan didapatkan tanda-tanda
syok, pasien ditangani sesuai protokol tatalaksana sindrom renjatan dengue pada dewasa. Bila
syok telah teratasi, pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan awal.


Gambar 6. Protokol 3 Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht > 20%






d. Protokol 4 : Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD dewasa.

Gambar 7. Protokol 4 Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD dewasa
Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah : perdarahan hidung
/ epistaksis yang tidak terkendali walau telah diberikan tampon hidung, pendarahan saluran cerna
(hematemesis dan melena dan hematoskesia), pendarahan saluran kencing (hematuria),
pendarahan otak atau pendarahan tersembunyi, dengan jumlah pendarahan sebanyak 4-5
cc/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini, jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetap seperti
keadaan DBD tanpa syok lainnya. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan, dan jumlah urin
dilakukan sesering mungkin, dengan kewaspadaan Hb, Ht dan trombosit sebaiknya diulang
setiap 4-6 jam.
Heparin diberikan, bila secara klinis dan laboratories didapatkan tanda-tanda KID.
Transfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi. FFP, diberikan bila didapatkan defisiensi
faktor-faktor pembekuan (PT dan aPTT yang memanjang). PRC diberikan bila nilai Hb < 10
g/dl. Transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan spontan dan
masif, dengan jumlah trombosit < 100.000 disertai atau tanpa KID.

e. Protokol 5 : Tatalaksana Sindroma Syok Dengue (SSD) pada dewasa.


Gambar 8. Protokol 5 Tatalaksana Sindroma Syok Dengue (SSD) pada dewasa
Bila berhadapan dengan SSD maka hal pertama yang harus diingat adalah renjatan
harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan dilakukan intravaskuler yang hilang
harus segera dilakukan. Angka kematian SSD 10 kali lipat dibandingakan dengan penderita DBD
tanpa renjatan. Dan renjatan dapat terjadi karena kerelambatan penderita DBD mendapat
pertolongan.
Pada kasus SSD cairan kritaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Penderita juga
diberikan O
2
2-4 liter/menit. Pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah
perifer lengkap (DPL), hemostalisi, analisis gas darah, kadar natrium, kalium dan klorida, serta
ureum dan kreatinin.
Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20ml/kgBB dan evaluasi 15-30
menit. Bila renjatan telah teratasi ( ditandai dengan TD sistolik 100mmHg dan tekanan nadi >
20mmHg, frekuensi nadi <100 x/menit dengan volume yang cukup, akral teraba hangat, dan kulit
tidak pucat srta dieresis 0,5-1 ml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi 7 ml/kgBB/jam. Biala
dalam waktu 60-120 menit keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 5ml/kgBB/jam. Bila
dam waktu 60-120 menit keadaan tetap stabil pemberian cairan dikurangi 3 ml/kgBB/jam. Bila
23-48 jam setelag renjatan teratasi tanda-tanda vital, hematokrin tetap stabil srta dieresis cukup
maka pemberian cairan perinfus dihentikan.
Pengawan dini tetap dilakukan tertama dalam 24 jam pertama sejak terjadi renjatan.
Oleh karena itu untuk mengetahui apakah renjatan telah teratasi dengan baik, diperlukan
pemantauan tanda vital, pembesaran hati, nyeri tekan didaerah hipokondrium kana dan
epigastrium serta jumlah dieresis (diusahakan 2ml/kgBB/jam). Pemantauan DPL dipergunakan
untuk pemantauan perjalanan penyakit.
Bila fase awal pemberian ternyata renjatan belum teratasi, maka pemberan cairan
kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20-30ml/kgBB, dan kemudian dievaluasi setelah 20-30
menit.
Bila keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai Ht.
Bila Ht meningkat berarti perembesan plasma masih berlangsung maka
pemberian cairan koloid merupakan pilihan.
- Pemberian koloid mula-mula diberikan 10-20ml.kgBB dan dievaluasi setelah 10-30
menit. Bila keadaan tetap belum teratasi maka pemantaun cairan dilakukan
pemasangan kateter vena sentral, dan pmberian dapat ditambah hingga jumlah
maksimum 30ml/kgBB ( maksimal 1-1,5/hari) dengan sasaran tekanan vena
sentral 15-18cmH
2
O
- Bila keadaan belum teratasi harus diperhatikan dan dilakukan koreksi terhadap
gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID, infeksi sekunder.
- Bila tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan target tetapu renjatan
tetap belum teratasi maka dapat diberikan obat inotropik / vasopresor.

Bila Ht menurun, berarti terjadi perdarahan (internal bleeding) maka pada
penderita diberikan transfuse darah segar 10ml/kgBB dan dapat diulang sesuai
kebutuhan.

Kriteria Pasien Pulang
o Bebas panas sedikitnya 24 jam tanpa obat antipiretik
o Nafsu makan membaik
o Tampak perbaikan secara klinis
o Output urin baik
o Hematokrit stabil
o Melewati 2 hari setelah syok
o Tidak ada distress pernafasan
o Jumlah trombosit > 50.000/mm3

KOMPLIKASI
Komplikasi dari penyakit demam berdarah
1. Ensefalopati dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan dengan
pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok. Ensefalopati dengue
dapat menyebabkan kesadaran pasien menurun menjadi apatis atau somnolen, dapat juga
disertai kejang. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat
menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara, maka
kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak, sementara sebagai
akibat dari koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat
menembus sawar darah-otak. Dikatakan pula bahwa keadaan ensefalopati berhubungan
dengan kegagalan hati akut (Hadinegoro,1999).
2. Kelainan ginjal
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok yang tidak
teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik walaupun jarang. Untuk
mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati dengan menggantikan volume intravaskular,
penting diperhatikan apakah benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis merupakan
parameter yang penting dan mudah dikerjakan untuk mengetahui apakah syok telah teratasi.
Diuresis diusahakan > 1 ml / kg berat badan/jam. Oleh karena bila syok belum teratasi dengan
baik, sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan syok
berat sering kali dijumpai acute tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah urin dan
peningkatan kadar ureum dan kreatinin (Hadinegoro,1990).
3. Oedem paru
Oedem paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian cairan
yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima sesuai panduan
yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan oedem paru oleh karena perembesan
plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang
ekstravaskuler, apabila cairan diberikan berlebih ( kesalahan terjadi bila hanya melihat
penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan
mengalami distress pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang
dengan gambaran oedem paru pada foto rontgen dada.

PROGNOSIS
Kematian karena DBD hampir tidak ada. Pada DBD/DSS mortalitasnya cukup tinggi.

PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu
nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat, yaitu :
1. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat
perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah.
Sebagai contoh:
Menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu.
Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali.
Menutup dengan rapat tempat penampungan air.
Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya.
2. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan
jentik (ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14).
3. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan:
Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion), berguna
untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu.
Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan airseperti,
gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan (3M Plus), yaitu menutup,
menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan
pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang
kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent, memasang obat nyamuk,
memeriksa jentik berkala, dll sesuai dengan kondisi setempat.



















DAFTAR PUSTAKA

1. Papadakis Maxine A, McPhee Stephen J. 2013. Current Medical
Diagnosis & Treatment. Mc Graw Hill.
2. Sudoyo Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.
Jakarta: Interna Publishing.
3. Kresno SB. 2001. Respon Imun Terhadap Infeksi Virus. In: imunologi
Diagnosis dan Prosedur. Jakarta : FKUI, pp: 178-181.
4. Soedarmo PS. 2002. Infeksi Virus Dengue. In: Soedarmo dkk (ed). Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Infeksi dan Penyakit Tropis Edisi Pertama.
Jakarta: IDAI, pp: 176-209.

Vous aimerez peut-être aussi