UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN PROGRAM KEPANITERAAN KLINIK 2013
IDENTITAS PASIEN Nama : Nn. I Tempat/tanggal lahir : Jakarta 27 juni 1988 Usia : 24 tahun Jenis kelamin : perempuan Alamat : jl. Sukapura RT 02 RW 01 Sukapura, JAKUT Tanggal masuk : 7 juni 2013 No kamar : 3.1 No rekammedik : 178765
ANAMNESIS Keluhan utama : os mengeluh demam sejak 4 hari yang lalu Keluhan tambahan : pusing, mual, nyeri sendi dan tulang Riw. Penyakit sekarang : Pasien datang ke rumah sakit islam Jakarta sukapura dengan keluhan demam sejak 4 hari SMRS. Os mengeluh demam naik turun, demam terutama dirasakan meningkat saat siang menjelang malam hari, demam disertai menggigil dan berkeringat dingin. Os juga mengeluh pusing seperti ditusuk-tusuk dan hilang timbul, mual, muntah 1 kali setelah masuk rumah sakit. Batuk dan pilek disangkal. Nafsu makan menurun, lidah terasa pahit dan nyeri saat menelan. Os menyangkal mimisan maupun gusi berdarah. Os mengeluh ada bintik-bintik merah dilengan kanan dan kiri sejak tadi pagi. Os juga mengeluh perut sedikit begah dan kembung, nyeri di ulu hati, badan trasa lemas, nyeri pada tulang dan sendi kaki. BAK normal, tidak nyeri saat BAK. BAB agak susah, sudah 2 hari tidak BAB. Disekitar rumah OS ada yang sakit seperti ini. Riw. Penyakit dahulu : sebelumnya OS belum pernah sakit dengan gejala seperti ini. DM dan hipertensi disangkal. Riwayat sakit maag (+) Riw. Penyakit keluarga : Ibu : di keluarga tidak ada yang sakit seperti ini. DM dan hipertensi disangkal. Ayah : dikeluarga tidak ada yang sakit seperti ini. DM dan hipertensi disangkal. Riwayat pengobatan : os sebelumnya sudah berobat ke klinik namun tidak membaik. Riwayat alergi : alergi makanan, obat dan udara disangkal. Riwayat psikososial : di sekitar rumah os banyak yang sedang terkena DBD, os juga sering telat makan dan suka membeli makanan di luar. Sering mengkonsumsi makanan makanan pedas, merokok disangkal, minum alcohol disangkal. Pemeriksaan fisik Keadaan umum : os tampak sakit sedang Kesadaran : compos mentis Tanda vital tekanan darah : 130/90 mmHg Nadi : 100 x/menit RR : 20 x/menit Suhu : 37,2 o C
STATUS GENERALIS Kepala : normochepal, distribusi rambut merata dan tidak mudah rontok Mata : konjungtiva anemis +/+, sclera ikterik -/- Hidung : normonasi, epistaksis (-), secret (-) Telinga : normotia, perdarahan (-), secret (-), nyeri tekan (-) Mulut : bibir kering (-), bibir sianosis (-),perdarahan gusi (-) 2, lidah kotor (-) Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-) THORAK Paru-paru Inspeksi : normochest, tampak simetris, otot tambahan (-) Palpasi : vocal fremitus teraba sama di kedua lapang paru Perkusi : sonor di kedua lapang paru Auskultasi : vesikuler +/+, wheezing (-), rhonki (-) Jantung Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat Palpasi : ictus cordis tidak teraba Perkusi : batas kanan jantung linea parasternalis dextra Batas kiri jantung linea midclavikularis sinistra Auskultasi : BJ 1 dan II murni regular, gallop (-), murmr (-) Abdomen Inspeksi : terlihat datar, luka bekas operasi (-) Auskultasi : bising usus normal Ascites : (-) Palpasi : nyeri epigastrium (+), pembesaran hepar dan lien (-) Ekstremitas atas Akral : hangat RCT <2 detik : +/+ Edema : -/- Kulit : petekie (+) Ekstremitas bawah Akral : hangat RCT <2 detik : +/+ Edema : -/- Kulit : petekie (-)
RESUME Perempuan 24 tahun datang ke RS Islam Jakarta Sukapura dengan keluhan febris sejak 4 hari SMRS. febris dirasakan naik turun terutama menjelang malam hari disertai menggigil dan berkeringat dingin. Os juga mengeluh malaise, myalgia, artralgia, chepalgia, nausea, vomitus dengan frekuensi 1x saat MRS, lidah terasa pahit serta nafsu makan menurun.riwayat sakit maag, disekitasr rumah ada yang sakit DBD. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD : 130/90, suhu : 37,1 o C, konjungtiva anemis, nyeri tekan epigastrium, dan terdapat petekie pada kulit. Pemeriksaan penunjang didapatkan leukosit : 1900 sel/mm 3 , trombosit :
23 ribu/ mm 3
DAFTAR MASALAH 1. Febris e.c DHF 2. Sindroma pepsia Hasil pem. LAB Tanggal 8-6-2013 Pemeriksaan Hasil Nilai normal Hemoglobin 12,4 g/dl 11,3-15,5 Hematokrit 37,0 % 36,0-46,0 Leukosit 1900 sel/mm 3 4,3-10,4 Trombosit 23 ribu/ mm 3 132-440 SGOT 97 U/L 0-37 SGPT 74 U/L 0-40
ASSESMENT 1. Febris Os mengeluh demam sejak 4 hari SMRS. Demam naik turun terutama menjelang malam hari. Os juga mengeluh pusing seperti ditusuk-tusuk. Lidah terasa pahit, menggigil, Os mengeluh mual, muntah 1 kali, nyeri ulu hati dan nyeri pada tulang dan sendi. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan TD : 130/90 mmHg, suhu : 37,2 o C. kulit : petekie (+), nyeri tekan epigastrium (+), konjungtiva anemis (+). Pemeriksaan laboratorium didapatkan trombosit :23 ribu/ mm 3, leukosit 1900 sel/ mm 3
Assessment berdasarkan masalah diatas adalah : 1. Febris e.c DHF 2. Dd/ Susp. Demam thyfoid 3. Sindroma dyspepsia Rdx: -HHTL /24 jam - Imunoserologi : IgG, IgM - widal test Rth: - Tirah baring - Diet lambung - Infus kristaloid RL Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan : 1500 + 20 x (BB dalam Kg -20) 1500 + 20 x (50-20) = 1500 + 600 = 2100 ml - Paracetamol 3 x 500 mg - Ceftriaxone 1 x 2 gr - Ranitidine 2 x 1 - Domperidone 3 x 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN Demam Dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (Dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Manifestasi klinisnya berupa demam, nyeri otot, nyeri sendi yang disertai leukopeni, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) merupakan suatu derajat akhir dari demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok. Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia tenggara, Pasifik Barat dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk hingga tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999. Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama A. Aegypti dan A. Albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).
Sejauh ini, belum ditemukan adanya terapi spesifik untuk pengobatan demam dengue. Obat-obatan antiviral yang adekuat belum ada. Prinsip utama pengobatan bersifat simptomatik dan suportif. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD.
DEFINISI Demam Berdarah Dengue (DBD) Sebagaimana penyakit pada umumnya, diagnosis DBD juga bertolak dari manifestasi klinis yang teramati maupun yang dikeluhkan oleh pasien dibantu oleh temuan laboratoris (mulai dari hasil pemeriksaan laboratoris sederhana seperti pemeriksaan hitung trombosit darah tepi sampai dengan pemeriksaan laboratoris khusus untuk infeksi virus dengue). Berdasarkan kriteria WHO 1997, pada kasus DBD harus ditemukan: Demam atau riwayat demam akut yang berlangsung selama 2-7 hari, kadang-kadang memiliki pola bifasik. Terdapat sekurang-kurangnya salah satu dari manifestasi berikut: - Tourniquet Test yang positif - petechiae, ecchymoses, atau purpura - perdarahan dari mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), saluran pencernaan makanan, atau perdarahan dari tempat lain - hematemesis atau melena Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul) Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut: - Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis kelamin - Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya - Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.
VIRUS DENGUE Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu ; DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 10 6 . Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat. Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. Selain dengue, A. aegypti juga merupakan pembawa virus demam kuning (yellow fever) dan chikungunya. Penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis di seluruh dunia. Sebagai pembawa virus dengue, A. aegypti merupakan pembawa utama (primary vector) dan bersama Aedes albopictus menciptakan siklus persebaran dengue di desa dan kota. Mengingat keganasan penyakit demam berdarah, masyarakat harus mampu mengenali dan mengetahui cara-cara mengendalikan jenis ini untuk membantu mengurangi persebaran penyakit demam berdarah.
Scientific classification Kingdom Animalia Phylum Arthropoda Class Insecta Order Diptera Family Culicidae Genus Aedes Subgenus Stegomyia Species A. aegypti Binomial name Aedes aegypti (Linnaeus, 1762)
Ciri ciri nyamuk Aedes aegyptiadalah : Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih Berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi, WC, tempayan, drum, dan barang-barang yang menampung air seperti kaleng, pot tanaman, tempat minum burung, dan lain lain. Jarak terbang 100 meter Nyamuk betina bersifat multiple biters (mengigit beberapa orang karena sebelum nyamuk tersebut kenyang sudah berpindah tempat) Tahan dalam suhu panas dan kelembapan tinggi Masa Inkubasi Demam berdarah umumnya berlangsung sekitar enam atau tujuh hari dengan puncak demam yang lebih kecil terjadi pada akhir masa demam. Secara klinis, jumlah platelet akan jatuh hingga pasien dianggap afebril. Sesudah masa tunas / inkubasi selama 3 15 hari orang yang tertular dapat mengalami / menderita penyakit ini dalam salah satu dari 4 bentuk berikut ini : Bentuk abortif, penderita tidak merasakan suatu gejala apapun. Dengue klasik, penderita mengalami demam tinggi selama 4 7 hari, nyeri-nyeri pada tulang, diikuti dengan munculnya bintik-bintik atau bercak-bercak perdarahan di bawah kulit. Dengue Haemorrhagic Fever (Demam berdarah dengue/DBD) gejalanya sama dengan dengue klasik ditambah dengan perdarahan dari hidung (epistaksis/mimisan), mulut, dubur, dsb. Dengue Syok Sindrom, gejalanya sama dengan DBD ditambah dengan syok / presyok. Bentuk ini sering berujung pada kematian. Karena seringnya terjadi perdarahan dan syok maka pada penyakit ini angka kematiannya cukup tinggi, oleh karena itu setiap Penderita yang diduga menderita Penyakit Demam Berdarah dalam tingkat yang manapun harus segera dibawa ke dokter atau Rumah Sakit, mengingat sewaktu-waktu dapat mengalami syok / kematian. Penyebab demam berdarah menunjukkan demam yang lebih tinggi, pendarahan, trombositopenia dan hemokonsentrasi. Sejumlah kasus kecil bisa menyebabkan sindrom shock dengue yang mempunyai tingkat kematian tinggi.
CARA PENULARAN Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 46 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.
KLASIFIKASI Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus dengue, perlu klasifikasi derajat penyakit seperti tertera pada tabel. Tabel 1.Klasifikasi derajat penyakit infeksi dengue :
DD/DBD Derajat Gejala Lab DD Demam disertasi 2 atau lebih tanda : sakit kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, artralgia Leukopenia Trombositopenia, tdk ada kebocoran plasma Serologi dengue (+) DBD I Gejala diatas, ditambah dgn uji bendung (+) Trombositopenia (<100.000), bukti ada kebocoran plasma II Gejala diatas, ditambah dgn perdarahan spontan Trombositopenia (<100.000), bukti ada kebocoran plasma III Gejala diatas ditambah dengan kegagalan sirkulasi (kulit dingin dan lembab, serta gelisah) Trombositopenia (<100.000), bukti ada kebocoran plasma IV Syok berat disertai dengan tekanan darah dan nadi tidak terukur Trombositopenia (<100.000), bukti ada kebocoran plasma
Keterangan ; Uji bendung dilakukan dengan membendung lengan atas menggunakan manset pada tekanan sistolik ditambah diastolik dibagi dua selama 5 menit. Hasil uji positif bila ditemukan 10 atau lebih petekie per 2,5 cm bujursangkar.
PATOGENESIS Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian. Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom syok dengue) masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leokosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibodi dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous infection dapat dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites).
Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian. Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar. Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris.
Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah (gambar 2). Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dankerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.
MANIFESTASI KLINIS Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue, atau sindrom syok dengue (SSD). Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika mendapat pengobatan tidak adekuat. 2
Demam Dengue Gejala klasik dari demam dengue ialah gejala demam tinggi mendadak, kadang-kadang bifasik (saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata, nyeri otot, tulang, atau sendi, mual, muntah, dan timbulnya ruam. Ruam berbentuk makulopapular yang bisa timbul pada awal penyakit (1-2 hari ) kemudian menghilang tanpa bekas dan selanjutnya timbul ruam merah halus pada hari ke-6 atau ke7 terutama di daerah kaki, telapak kaki dan tangan. Selain itu, dapat juga ditemukan petekia. Hasil pemeriksaan darah menunjukkan leukopeni kadang-kadang dijumpai trombositopeni. Masa penyembuhan dapat disertai rasa lesu yang berkepanjangan, terutama pada dewasa. Pada keadaan wabah telah dilaporkan adanya demam dengue yang disertai dengan perdarahan seperti : epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, hematuri, dan menoragi. Demam Dengue (DD). yang disertai dengan perdarahan harus dibedakan dengan Demam Berdarah Dengue (DBD). Pada penderita Demam Dengue tidak dijumpai kebocoran plasma sedangkan pada penderita DBD dijumpai kebocoran plasma yang dibuktikan dengan adanya hemokonsentrasi, pleural efusi dan asites.
Demam Berdarah Dengue (DBD) Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari, disertai dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Beberapa penderita mengeluh nyeri menelan dengan farings hiperemis ditemukan pada pemeriksaan, namun jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga. Demam tinggi dapat menimbulkan kejang demam terutama pada bayi. Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple leede) positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena atau pada bekas pengambilan darah. Kebanyakan kasus, petekia halus ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatumole, yang biasanya ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada fase demam. Hati biasanya membesar dengan variasi dari just palpable sampai 2-4 cm di bawah arcus costae kanan. Sekalipun pembesaran hati tidak berhubungan dengan berat ringannya penyakit namun pembesar hati lebih sering ditemukan pada penderita dengan syok. Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus berat penderita dapat mengalami syok. Sindrom Syok Dengue (SSD) Syok biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke 3 sampai hari sakit ke-7. Pasien mula-mula terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh ke dalam syok yang ditandai dengan kulit dingin-lembab, sianosis sekitar mulut, nadi cepat-lemah, tekanan nadi < 20 mmHg dan hipotensi. Kebanyakan pasien masih tetap sadar sekalipun sudah mendekati stadium akhir. Dengan diagnosis dini dan penggantian cairan adekuat, syok biasanya teratasi dengan segera, namun bila terlambat diketahui atau pengobatan tidak adekuat, syok dapat menjadi syok berat dengan berbagai penyulitnya seperti asidosis metabolik, perdarahan hebat saluran cerna, sehingga memperburuk prognosis. Pada masa penyembuhan yang biasanya terjadi dalam 2-3 hari, kadang-kadang ditemukan sinus bradikardi atau aritmia, dan timbul ruam pada kulit. Tanda prognostik baik apabila pengeluaran urin cukup dan kembalinya nafsu makan. Penyulit SSD : penyulit lain dari SSD adalah infeksi (pneumonia, sepsis, flebitis) dan terlalu banyak cairan (over hidrasi), manifestasi klinik infeksi virus yang tidak lazim seperti ensefalopati dan gagal hati.
PEMERIKSAAN PENUNJANG - Laboratorium
Laboratorium Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran limfosit plasma biru. Diangnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM maupun IgG lebih banyak. Parameter laboratorium yang dapat diperiksa antara lain : Leukosit : Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat ditemukan limfositosis relative (>45% dari leukosit) disertai adanya lifosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit pada fase syok akan meningkat. Trombosit : Umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8 Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan peningkatan hematokrin 20% dari hematokrin awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam Hemostasis: Dilakukan pemeriksaan AP, APTT, Fibrinogen, D- Dimer atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah. Protein/albumin: Dapat terjadi hipoalbuminemia akibat kebocoran plasma Elektrolit : Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan Serelogi : Dilakukan pemeriksaan serologi IgM dan IgG terhadap dengue. - IgM muncul pada hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3, menghilang setelah 60-90 hari - IgG terdeteksi mulai hari ke 14 (infeksi primer), hari ke 2 (infeksi sekunder). NS1 : Antigen NS1 dapat terdeteksi pada awal demam hari pertama sampai hari kedelapan. Sensitivitas sama tingginya dengan spesitifitasgold standart kultur virus. Hasil negaif antigen NS1 tidak menyingkirkan adanya infeksi virus dengue.
Pemeriksaan Radiologis Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hematoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG. Masa inkubasi dalam tubuh mausia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbuk gejala prodormal yag tidak khas seperti nyeri kepala, nyeri tulang, belakang dan perasaan lelah.
PENATALAKSANAAN Tidak ada terapi yang spesifik untuk DD dan DBD, prinsip utama adalah terapi suportif. Penanganan yang tepat oleh dokter dan perawat dapat menyelamatkan pasien DBD. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral.Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi.
Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/SSD dan penyakit lain adalah adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma dangangguan hemostasis. Gambaran klinis DBD/SSD sangat khas yaitu demam tinggi mendadak, diastesis hemoragik, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Maka keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun (the time of defervescence) yang merupakan fase awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Prognosis DBD terletak pada pengenalan awal terjadinya perembesan plasma, yang dapat diketahui dari peningkatan kadar hematokrit. Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit. Penurunan jumlah trombosit sampai <100.000/pl atau kurang dari 1-2 trombosit/ Ipb (rata-rata dihitung pada 10 Ipb) terjadi sebelum peningkatan hematokrit dansebelum terjadi penurunan suhu. Peningkatan hematokrit 20% atau lebih mencermikan perembesan plasma danmerupakan indikasi untuk pemberian caiaran. Larutan garam isotonik atau ringer laktat sebagai cairan awal pengganti volume plasma dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian khusus pada asus dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus danpenurunan jumlah trombosit < 50.000/41. Secara umum pasien DBD derajat I danII dapat dirawat di Puskesmas, rumah sakit kelas D, C dan pada ruang rawat sehari di rumah sakit kelas B danA.
Protokol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa, terbagi 5 kategori : a. Protokol 1 : Penanganan tersangka (probable) DBD dewasa tanpa syok. Seseorang yang tersangka menderita DBD, di ruang gawat darurat dilakukan pemeriksaan hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht) dan trombosit. Bila didapatkan :
Gambar 4. Protokol 1 penanganan tersangka (probable)
DBD dewasa tanpa syok Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke poliklinik, dalam waktu 24 jam berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, leukosit dan trombosit tiap 24 jam). Bila keadaan pasien memburuk, segera kembali ke instalasi gawat darurat. Hb, Ht normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan dirawat. Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun, juga dianjurkan untuk dirawat.
b. Protokol 2 : Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat. Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa syok, di ruang rawat diberi cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut .
Gambar 5. Protokol 2 Pemberian cairan pada tersangka DBD di ruang rawat Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam : Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit <100.000 jumlah pemberian cairan tetap seperti rumus tersebut diatas, tetapi pemantauan Hb, Ht dan trombosit tiap 12 jam. Bila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit <100.000 maka pemberian cairan sesuai dengan protokol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht > 20%.
c. Protokol 3 : Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht >20%. Meningkatnya Ht>20% menunjukkan tubuh mengalami defisit cairan sebanyak 5%. Pada keadaan ini, terapi awal pemberian cairan adalah dengan memberikan infus cairan kristaloid 6-7 ml/kgBB/jam. Bila keadaan pasien terus membaik, bahkan setelah jumlah cairan dapat dihentikan 3 ml/kgBB/jam, pemberian cairan dapat dihentikan 24-48jan kemudian. Namun, bila dalam perkembangannya kondisi pasien memburuk dan didapatkan tanda-tanda syok, pasien ditangani sesuai protokol tatalaksana sindrom renjatan dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi, pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan awal.
Gambar 6. Protokol 3 Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht > 20%
d. Protokol 4 : Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD dewasa.
Gambar 7. Protokol 4 Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD dewasa Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah : perdarahan hidung / epistaksis yang tidak terkendali walau telah diberikan tampon hidung, pendarahan saluran cerna (hematemesis dan melena dan hematoskesia), pendarahan saluran kencing (hematuria), pendarahan otak atau pendarahan tersembunyi, dengan jumlah pendarahan sebanyak 4-5 cc/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini, jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok lainnya. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan, dan jumlah urin dilakukan sesering mungkin, dengan kewaspadaan Hb, Ht dan trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam. Heparin diberikan, bila secara klinis dan laboratories didapatkan tanda-tanda KID. Transfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi. FFP, diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan aPTT yang memanjang). PRC diberikan bila nilai Hb < 10 g/dl. Transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan spontan dan masif, dengan jumlah trombosit < 100.000 disertai atau tanpa KID.
e. Protokol 5 : Tatalaksana Sindroma Syok Dengue (SSD) pada dewasa.
Gambar 8. Protokol 5 Tatalaksana Sindroma Syok Dengue (SSD) pada dewasa Bila berhadapan dengan SSD maka hal pertama yang harus diingat adalah renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan dilakukan intravaskuler yang hilang harus segera dilakukan. Angka kematian SSD 10 kali lipat dibandingakan dengan penderita DBD tanpa renjatan. Dan renjatan dapat terjadi karena kerelambatan penderita DBD mendapat pertolongan. Pada kasus SSD cairan kritaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Penderita juga diberikan O 2 2-4 liter/menit. Pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL), hemostalisi, analisis gas darah, kadar natrium, kalium dan klorida, serta ureum dan kreatinin. Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20ml/kgBB dan evaluasi 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi ( ditandai dengan TD sistolik 100mmHg dan tekanan nadi > 20mmHg, frekuensi nadi <100 x/menit dengan volume yang cukup, akral teraba hangat, dan kulit tidak pucat srta dieresis 0,5-1 ml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi 7 ml/kgBB/jam. Biala dalam waktu 60-120 menit keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 5ml/kgBB/jam. Bila dam waktu 60-120 menit keadaan tetap stabil pemberian cairan dikurangi 3 ml/kgBB/jam. Bila 23-48 jam setelag renjatan teratasi tanda-tanda vital, hematokrin tetap stabil srta dieresis cukup maka pemberian cairan perinfus dihentikan. Pengawan dini tetap dilakukan tertama dalam 24 jam pertama sejak terjadi renjatan. Oleh karena itu untuk mengetahui apakah renjatan telah teratasi dengan baik, diperlukan pemantauan tanda vital, pembesaran hati, nyeri tekan didaerah hipokondrium kana dan epigastrium serta jumlah dieresis (diusahakan 2ml/kgBB/jam). Pemantauan DPL dipergunakan untuk pemantauan perjalanan penyakit. Bila fase awal pemberian ternyata renjatan belum teratasi, maka pemberan cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20-30ml/kgBB, dan kemudian dievaluasi setelah 20-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai Ht. Bila Ht meningkat berarti perembesan plasma masih berlangsung maka pemberian cairan koloid merupakan pilihan. - Pemberian koloid mula-mula diberikan 10-20ml.kgBB dan dievaluasi setelah 10-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi maka pemantaun cairan dilakukan pemasangan kateter vena sentral, dan pmberian dapat ditambah hingga jumlah maksimum 30ml/kgBB ( maksimal 1-1,5/hari) dengan sasaran tekanan vena sentral 15-18cmH 2 O - Bila keadaan belum teratasi harus diperhatikan dan dilakukan koreksi terhadap gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID, infeksi sekunder. - Bila tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan target tetapu renjatan tetap belum teratasi maka dapat diberikan obat inotropik / vasopresor.
Bila Ht menurun, berarti terjadi perdarahan (internal bleeding) maka pada penderita diberikan transfuse darah segar 10ml/kgBB dan dapat diulang sesuai kebutuhan.
Kriteria Pasien Pulang o Bebas panas sedikitnya 24 jam tanpa obat antipiretik o Nafsu makan membaik o Tampak perbaikan secara klinis o Output urin baik o Hematokrit stabil o Melewati 2 hari setelah syok o Tidak ada distress pernafasan o Jumlah trombosit > 50.000/mm3
KOMPLIKASI Komplikasi dari penyakit demam berdarah 1. Ensefalopati dengue Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok. Ensefalopati dengue dapat menyebabkan kesadaran pasien menurun menjadi apatis atau somnolen, dapat juga disertai kejang. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara, maka kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak, sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus sawar darah-otak. Dikatakan pula bahwa keadaan ensefalopati berhubungan dengan kegagalan hati akut (Hadinegoro,1999). 2. Kelainan ginjal Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik walaupun jarang. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati dengan menggantikan volume intravaskular, penting diperhatikan apakah benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan untuk mengetahui apakah syok telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml / kg berat badan/jam. Oleh karena bila syok belum teratasi dengan baik, sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan syok berat sering kali dijumpai acute tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah urin dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin (Hadinegoro,1990). 3. Oedem paru Oedem paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan oedem paru oleh karena perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskuler, apabila cairan diberikan berlebih ( kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distress pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan gambaran oedem paru pada foto rontgen dada.
PROGNOSIS Kematian karena DBD hampir tidak ada. Pada DBD/DSS mortalitasnya cukup tinggi.
PENCEGAHAN Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu : 1. Lingkungan Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah. Sebagai contoh: Menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu. Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali. Menutup dengan rapat tempat penampungan air. Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain sebagainya. 2. Biologis Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14). 3. Kimiawi Cara pengendalian ini antara lain dengan: Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion), berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan airseperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain. Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan (3M Plus), yaitu menutup, menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dll sesuai dengan kondisi setempat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Papadakis Maxine A, McPhee Stephen J. 2013. Current Medical Diagnosis & Treatment. Mc Graw Hill. 2. Sudoyo Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: Interna Publishing. 3. Kresno SB. 2001. Respon Imun Terhadap Infeksi Virus. In: imunologi Diagnosis dan Prosedur. Jakarta : FKUI, pp: 178-181. 4. Soedarmo PS. 2002. Infeksi Virus Dengue. In: Soedarmo dkk (ed). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Infeksi dan Penyakit Tropis Edisi Pertama. Jakarta: IDAI, pp: 176-209.