Vous êtes sur la page 1sur 32

7

BAB I

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
PADA BAYI ASFIKSIA DI RUANG NICU
RUMAH SAKIT PROVINSI NTB

A. Pengertian
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera
bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh
hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-
faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir (Prawiro
Hardjo, Sarwono, 1997).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak bisa
bernafas secara spontan dan adekuat (Wroatmodjo,1994).
Asfiksia Neonatotum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang tidak
dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini
biasanya disertai dengan keadaan dimana hipoksia dan hiperkapneu serta
sering berakhir dengan asidosis (Santoso NI, 1992).
Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak
dilakukan dengan sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan
untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut yang
mungkin timbul. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, beberapa faktor
perlu dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan asfiksia.
B. Etiologi dan Faktor Predisposisi Asfiksiaa
Menurut pedoman Depkes RI Santoso NI, 1995. Ada beberapa faktor
etiologi dan predisposisi terjadinya asfiksiaa, antara lain sebagai berikut:
1. Faktor Ibu
Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala
akibatnya. Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat
pemberian analgetika atau anesthesi dalam gangguan kontraksi uterus,
hipotensi mendadak karena pendarahan, hipertensi karena eklamsia,
penyakit jantung dan lain-lain.



2. Faktor Placenta
Yang meliputi solutio plasenta, pendarahan pada plasenta
previa, plasenta tipis, plasenta kecil, plasenta tak menempel pada
tempatnya.
3. Faktor Janin dan Neonatus
Meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit ke leher,
kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, gemelli, IUGR, kelainan
kongenital dan lain-lain.
4. Faktor Persalinan
Meliputi partus lama, partus tindakan dan lain-lain (Ilyas
Jumiarni, 1995).
C. Patofisiologi
Selama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak berperan dalam
pertukaran gas oleh karena plasenta menyediakan oksigen dan mengangkat
CO
2
keluar dari tubuh janin. Pada keadaan ini paru janin tidak berisi udara,
sedangkan alveoli janin berisi cairan yang diproduksi didalam paru sehingga
paru janin tidak berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi darah dalam paru saat ini
sangat rendah dibandingkan dengan setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh
karena konstriksi dari arteriol dalam paru janin. Sebagian besar sirkulasi
darah paru akan melewati Duktus Arteriosus (DA) tidak banyak yang masuk
kedalam arteriol paru.
Segera setelah lahir bayi akan menariknafas yang pertama kali
(menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli
akan mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada didalam alveoli
akan meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol
paru akan mengembang dan aliran darah kedalam paru akan meningkat secara
memadai. Duktus Arteriosus (DA) akan mulai menutup bersamaan dengan
meningkatnya tekanan oksigen dalam aliran darah. Darah dari jantung kanan
(janin) yang sebelumnya melewati DA dan masuk kedalam Aorta akan mulai
memberi aliran darah yang cukup berarti kedalam arteriole paru yang mulai
mengembang DA akan tetap tertutup sehingga bentuk sirkulasi extrauterin
akan dipertahankan.

Pada saat lahir alveoli masih berisi cairan paru, suatu tekanan ringan
diperlukan untuk membantu mengeluarkan cairan tersebut dari alveoli dan
alveoli mengembang untuk pertama kali. Pada kenyataannya memang
beberapa tarikan nafas yang pertama sangat diperlukan untuk mengawali dan
menjamin keberhasilan pernafasan bayi selanjutnya. Proses persalinan normal
(pervaginam) mempunyai peran yang sangat penting untuk mempercepat
proses keluarnya cairan yang ada dalam alveoli melalui ruang perivaskuler
dan absorbsi kedalam aliran darah atau limfe. Gangguan pada pernafasan
pada keadaan ini adalah apabila paru tidak mengembang dengan sempurna
(memadai) pada beberapa tarikan nafas yang pertama. Apnea saat lahir, pada
keadaan ini bayi tidak mampu menarik nafas yang pertama setelah lahir oleh
karena alveoli tidak mampu mengembang atau alveoli masih berisi cairan dan
gerakan pernafasan yang lemah, pada keadaan ini janin mampu menarik nafas
yang pertama akan tetapi sangat dangkal dan tidak efektif untuk memenuhi
kebutuhan O
2
tubuh. keadaan tersebut bisa terjadi pada bayi kurang bulan,
asfiksia intrauterin, pengaruh obat yang dikonsumsi ibu saat hamil, pengaruh
obat-obat anesthesi pada operasi sesar.
Dalam hal respirasi selain mengembangnya alveoli dan masuknya
udara kedalam alveoli masih ada masalah lain yang lebih panjang, yakni
sirkulasi dalam paru yang berperan dalam pertukaran gas. Gangguan tersebut
antara lain vasokonstriksi pembuluh darah paru yang berakibat menurunkan
perfusi paru. Pada bayi asfiksia penurunan perfusi paru seringkali disebabkan
oleh vasokonstriksi pembuluh darah paru, sehingga oksigen akan menurun
dan terjadi asidosis. Pada keadaan ini arteriol akan tetap tertutup dan Duktus
Arteriosus akan tetap terbuka dan pertukaran gas dalam paru tidak terjadi.
Selama penurunan perfusi paru masih ada, oksigenasi ke jaringan tubuh
tidak mungkin terjadi. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan
tergantung dari berat dan lamanya asfiksia, fungsi tadi dapat reversible atau
menetap, sehingga menyebabkan timbulnya komplikasi, gejala sisa, ataupun
kematian penderita. Pada tingkat permulaan, gangguan ambilan oksigen dan
pengeluaran CO
2
tubuh ini mungkin hanya menimbulkan asidosis
respiratorik. Apabila keadaan tersebut berlangsung terus, maka akan terjadi

metabolisme anaerobik berupa glikolisis glikogen tubuh. Asam organik yang
terbentuk akibat metabolisme ini menyebabkan terjadinya gangguan
keseimbangan asam basa berupa asidosis metabolik. Keadaan ini akan
mengganggu fungsi organ tubuh, sehingga mungkin terjadi perubahan
sirkulasi kardiovaskular yang ditandai oleh penurunan tekanan darah dan
frekuensi denyut jantung. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa pada
penderita asfiksia akan terlihat tahapan proses kejadian yaitu menurunnya
kadar PaO2 tubuh, meningkat PCO2, menurunnya pH darah dipakainya
sumber glikogen tubuh dan gangguan sirkulasi darah. Perubahan inilah yang
biasanya menimbulkan masalah dan menyebabkan terjadinya gangguan pada
bayi saat lahir atau mungkin berakibat lanjut pada masa neonatus dan masa
pasca neonatus.
Hipoksia janin atau bayi baru lahir sebagai akibat dari vasokonstriksi
dan penurunan perfusi pru yang berlanjut dengan asfiksia, pada awalnya akan
terjadi konstriksi Arteriol pada usus, ginjal, otot dan kulit sehingga
penyediaan Oksigen untuk organ vital seperti jantung dan otak akan
meningkat. Apabila askfisia berlanjut maka terjadi gangguan pada fungsi
miokard dan cardiac output. Sehingga terjadi penurunan penyediaan oksigen
pada organ vital dan saat ini akan mulai terjadi suatu Hypoxic Ischemic
Enchephalopathy (HIE) yang akan memberikan gangguan yang menetap pada
bayi sampai dengan kematian bayi baru lahir. HIE ini pada bayi baru lahir
akan terjadi secara cepat dalam waktu 1-2 jam, bila tidak diatasi secara cepat
dan tepat (Aliyah Anna, 1997).
D. Gejala Klinik
Gejala klinik Asfiksia neonatorum yang khas meliputi :
1. Pernafasan terganggu
2. Detik jantung berkurang
3. Reflek / respon bayi melemah
4. Tonus otot menurun
5. Warna kulit biru atau pucat



E. Diagnosis
Asfiksia pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia atau
hipoksia janin. Diagnosa anoksia / hipoksia dapat dibuat dalam persalinan
dengan ditemukan tanda-tanda gawat janin untuk menentukan bayi yang akan
dilahirkan terjadi asfiksia, maka ada beberapa hal yang perlu mendapatkan
perhatikan.
1. Denyut Jantung Janin
Frekuensi normal ialah 120 sampai 160 denyutan per menit, selama his
frekuensi ini bisa turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada keadaan
semula. Peningkatan kecepatan denyutan jantung umumnya tidak banyak
artinya, akan tetapi apabila frekuensinya turun sampai dibawah 100/menit,
dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.
2. Mekanisme Dalam Air Ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada
prosentase kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan terus
timbul kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada
prosentase kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan
bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan PH Pada Janin
Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks dibuat
sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin.
Darah ini diperiksa pH-nya adanya asidosis menyebabkan turunnya pH.
Apabila pH itu turun sampai dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda
bahaya. Dengan penilaian pH darah janin dapat ditemukan derajat asfiksia
yaitu :
Tabel 2.1. Penilaian pH Darah Janin
NO Hasil Sikor Apgar Derajat Asfiksiaa Nilai pH
1. 0 3 Berat < 7,2
2. 4 6 Sedang 7,1 7,2
3. 7 10 Ringan > 7,2
Sumber : Wiroatmodjo, 1994

4. Dengan Menilai Apgar Skor
Cara yang digunakan untuk menentukan derajat asfiksiaa yaitu dengan
penilaian APGAR. Apgar mengambil batas waktu 1 menit karena dari
hasil penyelidikan sebagian besar bayi baru lahir mempunyai apgar
terendah pada umur tersebut dan perlu dipertimbangkan untuk melakukan
tindakan resusitasi aktif. Sedangkan nilai apgar lima menit untuk
menentukan prognosa dan berhubungan dengan kemungkinan terjadinya
gangguan neurologik di kemudian hari. Ada lima tanda (sign) yang dinilai
oleh Apgar, yaitu :

Tabel 2.2 Penilaian Apgar
Tanda-tanda Vital Nilai = 0 Nilai = 1 Nilai = 2
1. Appearance
(warna kulit)
Seluruh tubuh
biru atau putih
Badan merah,
kaki biru
Seluruh tubuh
kemerah-merahan
2. Pulse
(bunyi jantung)
Tidak ada Kurang dari
100 x/ menit
Lebih dari
150 x/ menit
3. Grimance
(reflek)
Tidak ada

Lunglai
Menyeringai

Fleksi
ekstremitas
Batuk dan bersin
4. Activity
(tonus otot)
Tidak ada Fleksi kuat, gerak
aktif
5. Respirotary
effort
(usaha bernafas)
Lambat atau
tidak ada
Menangis kuat
atau keras

Dari kelima tanda diatas yang paling penting bagi jantung karena
peninggian frekuensi jantung menandakan prognosis yang peka. Keadaan
akan memburuk bila frekuensi tidak bertambah atau melemah walaupun
paru-paru telah berkembang. Dalam hal ini pijatan jantung harus
dilakukan. Usaha nafas adalah nomor dua. Bila apnea berlangsung lama
dan ventilasi yang dilakukan tidak berhasil maka bayi menderita depresi
hebat yang diikuti asidosis metabolik yang hebat. Sedang ketiga tanda lain
tergantung dari dua tanda penting tersebut.

Ada 3 derajat Asfiksiaa dari hasil Apgar diatas yaitu :
a. Nilai Apgar 7-10, Vigorous baby atau asfiksia ringan.
Bayi dalam keadaan baik sekali. Tonus otot baik, seluruh tubuh
kemerah-merahan. Dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak
memerlukan tindakan istimewa.
b. Nilai Apgar 4-6 Mild Moderat atau asfiksia sedang.
Pada pemeriksaan fisik akan dilihat frekuensi jantung lebih dari 100
kali permenit, tonus otot kurang baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak
ada.
c. Nilai Apgar 0-3, asfiksia Berat
Pada pemeriksaan ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 kali
permenit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat,
reflek iritabilitas tidak ada.
F. Komplikasi
1. Sembab Otak
2. Pendarahan Otak
3. Anuria atau Oliguria
4. Hyperbilirubinemia
5. Obstruksi usus yang fungsional
6. Kejang sampai koma
7. Komplikasi akibat resusitasinya sendiri : Pneumonthorax
(Wirjoatmodjo, 1994 : 168)
G. Pelaksanaan Resusitasi
Segera setelah bayi baru lahir perlu diidentifikasi atau dikenal secara
cepat supaya bisa dibedakan antara bayi yang perlu diresusitasi atau tidak.
Tindakan ini merupakan langkah awal resusitas bayi baru lahir. Tujuannya
supaya intervensi yang diberikan bisa dilaksanakan secara tepat dan cepat
(tidak terlambat).
1. Membuka Jalan Nifas
a. Tujuan : Untuk memastikan terbuka tidaknya jalan nafas.
b. Metode :
1) Meletakkan bayi pada posisi yang benar.

2) Letakkan bayi secara terlentang atau miring dengan leher agak
eksentensi/ tengadah. Perhatikan leher bayi agar tidak mengalami
ekstensi yang berlebihan atau kurang. Ekstensi karena keduanya
akan menyebabkan udara yang masuk ke paru-paru terhalangi.
3) Letakkan selimut atau handuk yang digulug dibawah bahu
sehingga terangkat 2-3 cm diatas matras.
4) Apabila cairan/lendir terdapat bar dalam mulut, sebaiknya kepala
bayi dimiringkan supaya lendir berkumpul di mulut (tidak
berkumpul di farings bagian belakang) sehingga mudah
disingkirkan.
5) Membersihkan Jalan Nafas
6) Apabila air ketuban tidak bercampur mekonium hisap cairan dari
mulut dan hidung, mulut dilakukan terlebih dahulu kemudian
hidung.
7) Apabila air ketuban tercampur mekonium, hanya hisap cairan dari
trakea, sebaiknya menggunakan alat pipa endotrakel (pipa ET).
8) Urutan kedua metode membuka jalan nafas ini bisa dibalik,
penghisapan terlebih dahulu baru meletakkan bayi dalam posisi
yang benar, pembersihan jalan nafas pada semua bayi yang sudah
mengeluarkan mekoneum, segera setelah lahir (sebelum baru
dilahirkan) dilakukan dengan menggunakan keteter penghisap no
10 F atau lebih. Cara pembersihannya dengan menghisap mulut,
farings dan hidung.
2. Mencegah Kehilangan Suhu Tubuh / Panas
a. Tujuan : Mencegah komplikasi metabolisme akibat kehilangan panas.
b. Metode :
1) Meletakkan bayi terlentang dibawah pemancar panas (Infant
warmer) dengan temperatur untuk bayi aterm 34C, untuk bayi
preterm 35C.
2) Tubuh dan kepala bayi dikeringkan dengan menggunakan handuk
dan selimut hangat, keuntungannya bayi bersih dari air ketuban,
mencegah kehilangan suhu tubuh melalui evaporosi serta dapat

pula sebagai pemberian rangsangan taktik yang dapat menimbulkan
atau mempertahankan pernafasan.
3) Untuk bayi sangat kecil (berat badan kurang dari 1500 gram) atau
apabila suhu ruangan sangat dingin dianjurkan menutup bayi
dengan sehelai plastik tipis yang tembus pandang.

3. Pemberian Tindakan VTP (Ventilasi Tekanan Positif)
a. Tujuan : untuk membantu bayi baru lahir memulai pernafasan.
b. Metode :
1) Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar.
2) Agar VTP efektif kecepatan memompa (Kecepatan Ventilasi dan
tekanan ventilasi harus sesuai, kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60
kail/menit.
3) Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut :
4) Nafas pertama setelah lahir membutuhkan 30-40 cm H
2
O.
5) Setelah nafas pertama membutuhkan 15-20 cm H
2
O.
6) Bayi dengan kondisi / penyakit paru-paru yang berakibat turunnya
compliance membutuhkan 20-40 cm H
2
O.
7) Tekanan ventilasi hanya dapat diukur apabila digunakan balon
yang mempunyai pengukur tekanan.
8) Observasi gerak dada bayi
9) Adanya gerakan dada bayi naik turun merupakan bukti bahwa
sungkup terpasang dengan baik dan paru-paru mengembang. Bayi
seperti menarik nafas dangkal. Apabila dada bergerak maksimum,
bayi seperti menarik nafas panjang, menunjukkan paru-paru terlalu
mengembang, yang berarti tekanan diberikan terlalu tinggi. Hal ini
dapat menyebabkan pneumotorax.
10) Observasi gerak perut bayi
11) Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi yang
efektif. Gerak perut mungkin disebabkan masuknya udara kedalam
lambung.
12) Penilaian suara nafas bilateral

13) Suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya
suara nafas di kedua paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi
mendapat ventilasi yang benar.
14) Observasi pengembangan dada bayi
15) Apabila dada terlalu berkembang, kurangi tekanan dengan
mengurangi meremas balon. Apabila dada kurang berkembang,
mungkin disebabkan oleh salah satu sebab berikut :
16) Perlekatan sungkup kurang sempurna.
17) Arus udara terhambat.
18) Tidak cukup tekanan
(Prawirohardjo Sarwono, 2000; 351-254).
4. Pemberian Obat-Obatan Penunjang
Obat-obatan diperlukan apabila frekuensi jantung bayi tetap 80 per menit
walaupun telah dilakukan ventilasi adekuat (dengan oksigen 100%) dan
kompresi dada untuk paling sedikit 30 detik atau frekuensi jantung nol.
Obat-obatan yang diperlukan pada bayi asfiksiaa :
a. Beri adrenalin (larutan 1 : 10.000) dengan dosis 0,1-0,3 ml/kg berat
badan, apabila bayi mengalami bradikardia menetap diberikan
sublingual atau diberikan intravena, sementara NaHCO
3
tetap
diberikan, disertai pernafasan buatan.
b. Natrium bicarbonat (NaHCO
3
) diberikan dengan dosis 2 ml/kg
berat badan (cairan 7,5%) dilarutkan dengan Dextrose 10% dalam
perbandingan 1 : 1 disuntikkan perlahan-lahan kedalam Vena
umbilikus dalam waktu 5 menit.
c. Infus NaCL 0,9% atau Ringer laktat 10 ml/kg berat badan.

5. Sedangkan Untuk Penatalaksanaan Berdasarkan Penilaian Apgar
Skor Adalah Sebagai Berikut :
a. Apgar skor menit I : 0-3
1) Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan
hipotermis dengan segala akibatnya. Jangan diberi rangsangan
taktil, jangan diberi obat perangsang nafas lekukan resusitasi.

2) Lakukan segera intubasi dan lakukan mouth ke tube atau
pulmanator to tube ventilasi. Bila intubasi tidak dapat, lakukan
mouth to mouth respiration kemudian dibawa ke ICU.
3) Ventilasi Biokemial
4) Dengan melakukan pemeriksaan blood gas, kalau perlu
dikoreksi dengan Natrium Bicarbonat. Bila fasilitas Blood gas
tidak ada, berikan Natrium Bicarbonat pada asfiksia berat
dengan dosis 2-4 mcg/kg BB, maksimum 8 meg/kg BB / 24
jam. Ventilasi tetap dilakukan. Pada detik jantung kurang dari
100/menit lakukan pijat jantung 120/menit, ventilasi diteruskan
40 x menit. Cara 3-4 x pijat jantung disusul 1 x ventilasi
(Lab./UPF Ilmu Kesehatan Anak, 1994 : 167).
b. Apgar skor menit I : 4-6
1) Seperti yang diatas, jangan dimandikan, keringkan seperti
diatas.
2) Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki,
maksimum 15-30 detik.
3) Bila belum berhasil, beri O
2
dengan atau tanpa corong (lebih
baik O
2
yang dihangatkan).
4) Skor apgar 4-6 dengan detik jantung kurang dari 100 kali
permenit lakukan bag dan mask ventilation dan pijat jantung.
c. Apgar skor menit I : 7-10
1) Bersihkan jalan nafas dengan kateter dari lubang hidung
dahulu (karena bayi adalah bernafas dengan hidung) sambil
melihat adakah atresia choane, kemudian mulut, jangan terlalu
dalam hanya sampai fasofaring. Kecuali pada bayi asfiksia
dengan ketuban mengandung mekonium, suction dilakukan
dari mulut kemudian hidung karena untuk menghindari
aspirasi paru.
2) Bayi dibersihkan (boleh dimandikan) kemudian dikeringkan,
termasuk rambut kepala, karena kehilangan panas paling besar
terutama daerah kepala.

3) Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya 2 jam sampai 4
jam.
H. Prognosa
1. Asfiksia ringan / normal : Baik
2. Asfiksia sedang tergantung kecepatan penatalaksanaan bila cepat prognosa
baik.
3. Asfiksia berat badan dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama,
atau kelainan syaraf permanen. Asfiksia dengan pH 6,9 dapat
menyebabkan kejang sampai koma dan kelainan neurologis yang
permanent misalnya cerebal palsy, mental retardation (Wirjoatmodjo, 1994
: 68).






















BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PADA BAYI ASFIKSIA

Asuhan keperawatan adalah tindakan yang berurutan dilakukan
sistematis untuk menentukan masalah pasien, membuat perencanaan untuk
mengatasinya, melaksanakan rencana itu / menugaskan orang lain untuk
melakukan dan mengevaluasi keberhasilan secara efektif terhadap masalah yang
diatasinya (Efendi. Nasrul, 1995 ; 3).
A. Tahap pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar
dapat mengidentifikasi, mengenali masalah, kebutuhan kesehatan dan
keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Efendi nasrul,
1995 : 18).
Dalam tahap pengkajian ini dibagi menjadi tiga meliputi pengumpulan
data, pengelompokan data dan perumusan masalah.
1. Pengumpulan Data
a. Data Subyektif
Data subyektif adalah persepsi dan sensasi klien tentang masalah
kesehatan (Allen Carol V. 1993 : 28).
Data subyektif terdiri dari
1) Biodata atau identitas pasien :
a) Bayi meliputi nama tempat tanggal lahir jenis kelamin
b) Orangtua meliputi : nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku atau
kebangsaan, pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan alamat
(Talbott Laura A, 1997 : 6).
2) Riwayat kesehatan
Riwayat antenatal yang perlu dikaji atau diketahui dari
riwayat antenatal pada kasus asfiksia berat yaitu keadaan ibu
selama hamil dengan anemia, hipertensi, gizi buruk, merokok

ketergantungan obat-obatan atau dengan penyakit seperti diabetes
mellitus, kardiovaskuler dan paru.
Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya
kelahiran multiple, inkompetensia serviks, hidramnion, kelainan
kongenital, riwayat persalinan preterm.
Pemeriksaan kehamilan yang tidak kontinyuitas atau
periksa tetapi tidak teratur dan periksa kehamilan tidak pada
petugas kesehatan.
Gerakan janin selama kehamilan aktif atau semakin
menurun. Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia
kehamilan (kehamilan postdate atau preterm).
Riwayat natal komplikasi persalinan juga mempunyai
kaitan yang sangat erat dengan permasalahan pada bayi baru lahir.
Yang perlu dikaji :
a) Kala I : ketuban keruh, berbau, mekoneal, perdarahan
antepartum baik solusio plasenta maupun plasenta previa.
b) Kala II : persalinan lama, partus kasep, fetal distress, ibu
kelelahan, persalinan dengan tindakan (vacum ekstraksi,
forcep ektraksi).
Adanya trauma lahir yang dapat mengganggu sistem
pernafasan. Persalinan dengan tindakan bedah caesar, karena
pemakaian obat penenang (narkose) yang dapat menekan sistem
pusat pernafasan.
3) Riwayat post natal
Yang perlu dikaji antara lain :
a) Afgar score bayi baru lahir 1 menit pertama dan 5 menit
kedua AS (0-3) asfiksia berat, AS (4-6) asfiksia sedang, AS
(7-10) asfiksia ringan.
b) Berat badan lahir : kurang atau lebih dari normal (2500-
4000 gram). Preterm/BBLR < 2500 gram, untu aterm
2500 gram lingkar kepala kurang atau lebih dari normal
(34-36 cm).

c) Adanya kelainan kongenital : Anencephal, hirocephalus
anetrecial aesofagal.
4) Pola nutrisi
Yang perlu dikaji pada bayi dengan post asfiksia berat
gangguan absorbsi gastrointentinal, muntah aspirasi, kelemahan
menghisap sehingga perlu diberikan cairan parentral atau
personde sesuai dengan kondisi bayi untuk mencukupi kebutuhan
elektrolit, cairan, kalori dan juga untuk mengkoreksi dehidrasi,
asidosis metabolik, hipoglikemi disamping untuk pemberian obat
intravena.
a) Kebutuhan parenteral
- Bayi BBLR < 1500 gram menggunakan D
5
%
- Bayi BBLR > 1500 gram menggunakan D
10
%
b) Kebutuhan nutrisi enteral
- BB < 1250 gram = 24 kali per 24 jam
- BB 1250-< 2000 gram = 12 kali per 24 jam
- BB > 2000 gram = 8 kali per 24 jam
c) Kebutuhan minum pada neonatus :
- Hari ke 1 = 50-60 cc/kg BB/hari
- Hari ke 2 = 90 cc/kg BB/hari
- Hari ke 3 = 120 cc/kg BB/hari
- Hari ke 4 = 150 cc/kg BB/hari
Dan untuk tiap harinya sampai mencapai 180 200 cc/kg
BB/hari. (Iskandar Wahidiyat, 1991 :1)
5) Pola eliminasi
Yang perlu dikaji pada neonatus adalah
a) BAB : frekwensi, jumlah, konsistensi.
b) BAK : frekwensi, jumlah
6) Latar belakang sosial budaya
a) Kebudayaan yang berpengaruh terhadap kejadian asfiksia
b) Kebiasaan ibu merokok, ketergantungan obat-obatan
tertentu terutama jenis psikotropika

c) Kebiasaan ibu mengkonsumsi minuman beralkohol,
kebiasaan ibu melakukan diet ketat atau pantang makanan
tertentu.
d) Hubungan psikologis
e) Sebaiknya segera setelah bayi baru lahir dilakukan rawat
gabung dengan ibu jika kondisi bayi memungkinkan. Hal
ini berguna sekali dimana bayi akan mendapatkan kasih
sayang dan perhatian serta dapat mempererat hubungan
psikologis antara ibu dan bayi. Lain halnya dengan asfiksia
karena memerlukan perawatan yang intensif
b. Data Obyektif
Data obyektif adalah data yang diperoleh melalui suatu pengukuran
dan pemeriksaan dengan menggunakan standart yang diakui atau
berlaku (Effendi Nasrul, 1995)
1) Keadaan umum
Pada neonatus post asfiksia berat, keadaannya lemah
dan hanya merintih. Keadaan akan membaik bila
menunjukkan gerakan yang aktif dan menangis keras.
Kesadaran neonatus dapat dilihat dari responnya terhadap
rangsangan. Adanya BB yang stabil, panjang badan sesuai
dengan usianya tidak ada pembesaran lingkar kepala dapat
menunjukkan kondisi neonatus yang baik.
2) Tanda-tanda Vital
Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila
penanganan asfiksia benar, tepat dan cepat. Untuk bayi
preterm beresiko terjadinya hipothermi bila suhu tubuh < 36
C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh < 37 C.
Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5C 37,5C, nadi
normal antara 120-140 kali per menit respirasi normal antara
40-60 kali permenit, sering pada bayi post asfiksia berat
pernafasan belum teratur (Potter Patricia A, 1996 : 87).

3) Pemeriksaan fisik adalah melakukan pemeriksaan fisik pasien
untuk menentukan kesehatan pasien (Effendi Nasrul, 1995).
a) Kulit
Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna
biru, pada bayi preterm terdapat lanogo dan verniks.
b) Kepala
Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal
haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung
kemungkinan adanya peningkatan tekanan intrakranial.
c) Mata
Warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada
bleeding conjunctiva, warna sklera tidak kuning, pupil
menunjukkan refleksi terhadap cahaya.
Hidung terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat
penumpukan lendir.
d) Mulut
Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.
e) Telinga
Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan
f) Leher
Perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek
g) Thorax
Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan
suara wheezing dan ronchi, frekwensi bunyi jantung lebih
dari 100 kali per menit.
h) Abdomen
Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 2 cm dibawah
arcus costaae pada garis papila mamae, lien tidak teraba,
perut buncit berarti adanya asites atau tumor, perut cekung
adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1 sampai 2 jam
setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena
GI Tract belum sempurna.

i) Umbilikus
Tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak,
adanya tanda tanda infeksi pada tali pusat.
j) Genitalia
Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah
kelainan letak muara uretra pada neonatus laki laki,
neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia minor,
adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan.
k) Anus
Perhatiakan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air
besar serta warna dari faeses.
l) Ekstremitas
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya
patah tulang atau adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan
jari-jari tangan serta jumlahnya.
m) Refleks
Pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan
sucking lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan
mengenai keadaan susunan syaraf pusat atau adanya patah
tulang (Iskandar Wahidiyat, 1991 : 155 dan Potter Patricia
A, 1996 : 109-356).
c. Data Penunjang
Data penunjang pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam
menegakkan diagnosa atau kausal yang tepat sehingga kita dapat
memberikan obat yang tepat pula. Pemeriksaan yang diperlukan
adalah :
1) Darah
Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :
Hb (normal 15-19 gr%) biasanya pada bayi dengan
asfiksia Hb cenderung turun karena O
2
dalam darah
sedikit.

Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x
10 gr/ct) karena bayi preterm imunitas masih rendah
sehingga resiko tinggi.
Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct)
Distrosfiks pada bayi preterm dengan post asfiksi
cenderung turun karena sering terjadi hipoglikemi.
Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :
pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun
terjadi asidosis metabolik.
PCO
2
(normal 35-45 mmHg) kadar PCO
2
pada bayi post
asfiksia cenderung naik sering terjadi hiperapnea.
PO
2
(normal 75-100 mmHg), kadar PO
2
pada bayi post
asfiksia cenderung turun karena terjadi hipoksia
progresif.
HCO
3
(normal 24-28 mEq/L)
2) Urine
Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :
Natrium (normal 134-150 mEq/L)
Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)
Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)
3) Photo thorax
Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.
2. Analisa data dan perumusan masalah
Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkan
data tersebut dalam konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk
membuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan
keperawatan pasien (Effendi Nasrul,1995 : 23).






Tabel 2.3 Analisa Data dan Perumusan Masalah
Sign / Symptorn
Kemungkinan
Penyebab
Masalah
Pernafasan tidak
teratur
Pernafasan cuping
hidung
Cyanosis
Ada lendir pada
hidung dan mulut
Tarikan inter-costal
Abnormalitas gas
darah arteri.
- Riwayat partus lama
- Pendarahan peng-
obatan.
- Obstruksi pulmonary
- Prematuritas
Gangguan pemenuhan
kebutuhan O
2

Akral dingin
Cyanosis pada
ekstremmitas
Keadaan umum
lemah
Suhu tubuh dibawah
normal
- lapisan lemak dalam
kulit tipis
Resiko terjadinya
hipotermia
Keadaan umum
lemah
Reflek menghisap
lemah,
Masih terdapat
retensi pada sonde
- Reflek menghisap
lemah
Resiko gangguan
pemenuhan kebutuhan
nutrisi.
Suhu tubuh diatas
normal
Tali pusat layu
Ada tanda-tanda
infeksi
Abnormal kadar
leukosit
Kulit kuning
Riwayat persalinan
dengan ketuban
mekoncal
- Sistem Imunitas yang
belum sempurna
- Ketuban mekoncal
- Tindakan yang tidak
aseptik
Resiko terjadinya
infeksi
Akral dingin
Ekstremitas pucat
Cyanosis
Hipotermi
Distrostik rendah
atau dibawah harga
normal.
- Metabolisme
meningkat
- Intake yang kurang.
- Obstruksi pulmonary
Resiko terjadinya
hipoglikemia
Bayi dirawat di
dalam inkubator di
- Perawatan Intensif Gangguan hubungan
interpersonal antara ibu

ruang intensif
belum ada kontak
antara ibu dan bayi
dan bayi.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik tentang respon
individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah-masalah kesehatan atau
proses kehidupan yang aktual atau potensial (Allen carol vestal, 1998 : 67).
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien post
asfiksiaa berat antara lain:
1. Gangguan pemenuhan kebutuhan O
2
sehubungan dengan post asfiksia
berat.
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek
menghisap lemah.
3. Resiko terjadinya hipoglikemia
4. Resiko terjadinya hipotermia
5. Resiko terjadinya infeksi
6. Gangguan hubungan interpersonal antara ibu dan bayi sehubungan dengan
rawat terpisah.
C. Rencana Perawatan
Rencana perawatan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan
yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan
diagnosa keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya
kebutuhan pasien (Santoso NI,1993 : 20). Langkah-langkah penyusunan
rencana perawatan terdiri dari 3 kegiatan yaitu menetapkan urutan prioritas
masalah, merumuskan tujuan perawatan yang akan dicapai, menentukan
rencana tindakan perawatan.
Prioritas masalah. Penentuan prioritas berdasarkan diagnosa
keperawatan, dimana prioritas tertinggi diberikan kepada masalah yang
mengancam kehidupan atau keselamatan pasien. Masalah nyata diberikan
perhatian / prioritas terlebih dahulu dari pada masalah potensial. Penentuan
prioritas dilakukan karena tidak semua masalah dapat diatasi pada waktu
yang sama (Syahlan, 2000).

Tabel 2.4. Perencanaan / Intervensi
No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
1 Gangguan pemenuhan
kebutuhan O
2

sehubungan dengan post
asfiksiaa berat
Tujuan:
Kebutuhan O
2
bayi terpenuhi
Kriteria:
- Pernafasan normal 40-60 kali
permenit.
- Pernafasan teratur.
- Tidak cyanosis.
- Wajah dan seluruh tubuh
1. Letakkan bayi terlentang
dengan alas yang data,
kepala lurus, dan leher
sedikit tengadah/ekstensi
dengan meletakkan
bantal atau selimut diatas
bahu bayi sehingga bahu
terangkat 2-3 cm
1. Memberi rasa nyaman
dan mengantisipasi flexi
leher yang dapat
mengurangi kelancaran
jalan nafas.


Berwarna kemerahan (pink
variable).
- Gas darah normal
PH = 7,35 7,45
PCO
2
= 35 mm Hg
PO
2
= 50 90 mmHg
2. Bersihkan jalan nafas,
mulut, hidung bila perlu.

2. Jalan nafas harus tetap
dipertahankan bebas
dari lendir untuk
menjamin pertukaran
gas yang sempurna.
3. Observasi gejala kardinal
dan tanda-tanda cyanosis
tiap 4 jam
3. Deteksi dini adanya
kelainan.




No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
4. Kolaborasi dengan team
medis dalam pemberian O
2

dan pemeriksaan kadar gas
darah arteri.
4. Menjamin oksigenasi
jaringan yang adekuat
terutama untuk jantung
dan otak. Dan
peningkatan pada kadar
PCO
2
menunjukkan
hypoventilasi
2. Resiko terjadinya
hipotermi sehubungan
dengan adanya roses
persalinan yang lama
dengan ditandai akral
Tujuan
Tidak terjadi hipotermia
Kriteria
Suhu tubuh 36,5 37,5C
Akral hangat
1. Letakkan bayi terlentang
diatas pemancar panas
(infant warmer)
1. Mengurangi kehilangan
panas pada suhu
lingkungan sehingga
meletakkan bayi
menjadi hangat
dingin suhu tubuh
dibawah 36 C
Warna seluruh tubuh
kemerahan
2. Singkirkan kain yang sudah
dipakai untuk mengeringkan
tubuh, letakkan bayi diatas
handuk / kain yang kering
dan hangat.
2. Mencegah kehilangan
tubuh melalui konduksi.


No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
3. Observasi suhu bayi tiap
6 jam.
3. Perubahan suhu tubuh
bayi dapat menentukan
tingkat hipotermia
4. Kolaborasi dengan team
medis untuk pemberian
Infus Glukosa 5% bila
ASI tidak mungkin
diberikan.
4. Mencegah terjadinya
hipoglikemia
3. Resiko gangguan
penemuan kebutuhan
nutrisi sehubungan
dengan reflek
menghisap lemah.
Tujuan
Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria
- Bayi dapat minum pespeen /
personde dengan baik.
1. Lakukan observasi BAB
dan BAK jumlah dan
frekuensi serta
konsistensi.
1. Deteksi adanya kelainan
pada eliminasi bayi dan
segera mendapat
tindakan / perawatan
yang tepat.
- Berat badan tidak turun lebih
dari 10%.
- Retensi tidak ada.
2. Monitor turgor dan
mukosa mulut.
2. Menentukan derajat
dehidrasi dari turgor
dan mukosa mulut.




No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
3. Monitor intake dan out
put.
3. Mengetahui
keseimbangan cairan
tubuh (balance)
4. Beri ASI/PASI sesuai
kebutuhan.
4. Kebutuhan nutrisi
terpenuhi secara
adekuat.
5. Lakukan control berat
badan setiap hari.
5. Penambahan dan
penurunan berat badan
dapat di monito
4. Resiko terjadinya
infeksi
Tujuan:
Selama perawatan tidak terjadi
komplikasi (infeksi)
Kriteria
1. Lakukan teknik aseptik
dan antiseptik dalam
memberikan asuhan
keperawatan
1. Pada bayi baru lahir
daya tahan tubuhnya
kurang / rendah.
- Tidak ada tanda-tanda
infeksi.
- Tidak ada gangguan fungsi
tubuh.
2. Cuci tangan sebelum dan
sesudah melakukan
tindakan.
2. Mencegah penyebaran
infeksi nosokomial.



No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
3. Pakai baju khusus/ short
waktu masuk ruang
isolasi (kamar bayi)
3. Mencegah masuknya
bakteri dari baju
petugas ke bayi
4. Lakukan perawatan tali
pusat dengan triple dye 2
kali sehari.
4. Mencegah terjadinya
infeksi dan memper-
cepat pengeringan tali
pusat karena mengan-
dung anti biotik, anti
jamur, desinfektan.
5. Jaga kebersihan (badan,
pakaian) dan lingkungan
bayi.
5. Mengurangi media
untuk pertumbuhan
kuman.
6. Observasi tanda-tanda
infeksi dan gejala
kardinal
6. Deteksi dini adanya
kelainan





No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
7. Hindarkan bayi kontak
dengan sakit.
7. Mencegah terjadinya
penularan infeksi.
8. Kolaborasi dengan team
medis untuk pemberian
antibiotik.
8. Mencegah infeksi dari
pneumonia
9. Siapkan pemeriksaan
laboratorat sesuai advis
dokter yaitu pemeriksaan
DL, CRP.
9. Sebagai pemeriksaan
penunjang.
5. Resiko terjadinya
hipoglikemia
sehubungan dengan
metabolisme yang
meningkat
Tujuan:
Tidak terjadi hipoglikemia
selama masa perawatan.
Kriteria
- Akral hangat
- Tidak cyanosis
- Tidak apnea
- Suhu normal (36,5C -37,5C)
1. Berikan nutrisi secara
adekuat dan catat serta
monitor setiap pemberian
nutrisi.
1. Mencega pembakaran
glikogen dalam tubuh
dan untuk pemantauan
intake dan out put.



No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
- Distrostik normal
(> 40 mg)
2. beri selimut dan bungkus
bayi serta perhatikan
suhu lingkungan
2. Menjaga kehangatan
agar tidak terjadi proses
pengeluaran suhu yang
berlebihan sedangkan
suhu lingkungan
berpengaruh pada suhu
bayi.
3. Observasi gejala kardinal
(suhu, nadi, respirasi)
3. Deteksi dini adanya
kelainan.
4. Kolaborasi dengan team
medis untuk pemeriksaan
laborat yaitu distrostik.
4. Untuk mencegah
terjadinya hipoglikemia
lebih lanjut dan kompli-
kasi yang ditimbulkan
pada organ - organ
tubuh yang lain.





No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
6. Gangguan hubungan
interpersonal antara
bayi dan ibu
sehubungan dengan
perawatan intensif.
Tujuan :
Terjadinya hubungan batin
antara bayi dan ibu.
1. Jelaskan para ibu /
keluarga tentang keadaan
bayinya sekarang.
1. Ibu mengerti keadaan
bayinya dan mengura-
ngi kecemasan serta
untuk kooperatifan
ibu/keluarga.
Kriteria:
- Ibu dapat segera
menggendong dan meneteki
bayi.
2. Bantu orang tua / ibu
mengungkapkan
perasaannya.
2. Membantu memecah-
kan permasalahan yang
dihadapi.
- Bayi segera pulang dan ibu
dapat merawat bayinya
sendiri.
3. Orientasi ibu pada
lingkungan rumah sakit.
3. Ketidaktahuan
memperbesar stressor.
4. Tunjukkan bayi pada saat
ibu berkunjung (batasi
oleh kaca pembatas).

4. Menjalin kontak batin
antara ibu dan bayi
walaupun hanya melalui
kaca pembatas.
5. Lakukan rawat gabung
jika keadaan ibu dan bayi
5. Rawat gabung
merupakan upaya

jika keadaan bayi
memungkinkan.
mempererat hubungan
ibu dan bayi/setelah
bayi diperbolehkan
pulang.

D. Tahap Pelaksanaan Tindakan
Tindakan keperawatan adalah pelaksanaan asuhan keperawatan yang merupakan
realisasi rencana tindakan yang telah ditentukan dalam tahap perencanaan dengan
maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal (Santosa NI, 1995).
E. Tahap Evaluasi
Evaluasi adalah merupakan langkah akhir dari proses keperawatan yaitu proses
penilaian pencapaian tujuan dalam rencana perawatan, tercapai atau tidak serta
untuk pengkajian ulang rencana keperawatan (Santosa NI, 1995). Evaluasi
dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan petugas
kesehatan yang lain. Dalam menentukan tercapainya suatu tujuan asuhan
keperawatan pada bayi dengan post Asfiksia sedang, disesuaikan dengan kriteria
evaluasi yang telah ditentukan. Tujuan asuhan keperawatan dikatakan berhasil
bila diagnosa keperawatan didapatkan hasil yang sesuai dengan kriteria evaluasi.

DAFTAR PUSTAKA

Allen Carol Vestal, 1998, Memahami Proses Keperawatan, EGC : Jakarta
Aminullah Asril,1994, I lmu Kebidanan, Yayasan Bina pustaka Sarwono
Prawirohardjo: Jakarta.
Aliyah Anna, dkk. 1997, Resusitasi Neonatal, Perkumpulan perinatologi Indonesia
(Perinasia): Jakarta
Effendi Nasrul, 1995, Pengantar Proses Keperawatan, EGC : Jakarta
Hasan Rusepno, dkk 1981, Penata Laksanaan Kegawat Daruratan Pediatrik,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta.
Ilyas Jumlarni, 1995, Diagnosa Keperawatan, EGC : Jakarta.
Margareth. G.M, 1998, I ntrudcutory Pediatric Nursing,Lippincott : New York
Rustam Mochtar, 1998. Sinopsis Obstetri Fisiologi Patologi, EGC : Jakarta.
Tucher Martin Susan, 1999, Standart Perawatan Pasien, Proses keperawatan,
Diagnosa dan Evaluasi, EGC : Jakarta.
Talbot Laura A. 1997, Pengkajian Keperawatan, EGC : Jakarta.
Tueng Yoseph, 1994, Prinsip-Prinsip Merawat Berdasarkan Pendekatan Proses
Keperawatan, EGC : Jakarta.
Wahidiyat Iskandar, dkk. 1991, Diagnosis Fisik Pada Anak, Fakultas kedokteran
Universitas Indonesia : Jakarta.
, 1993, Asuhan Kesehatan Pada Anak Dalam Konteks
Keluarga,Pusat pendidikan tenaga kesehatan Depkes RI : Jakarta.
, 1999, Pelayanan Kesehatan Neonatal Essensial, Depkes RI: Jakarta.
, 1994, Pedoman Diagnosa dan Terapi Lab/UPF, I lmu Kesehatan
Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga: Surabaya.
, 2000, Pelayanan Kesehatan Maternas dan Neonatal, Yayasan Bina
Pustaka prawirohardjo:Jakarta.

Vous aimerez peut-être aussi