Vous êtes sur la page 1sur 6

BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemeriksaan laboratorium klinik merupakan salah satu faktor penunjang yang sanga
t penting dalam membantu diagnosis suatu penyakit. Pelayanan pemeriksaan laborat
orium klinik biasanya dilakukan sesuai dengan permintaan dokter sehubungan denga
n gejala klinis dari penderita.
Pemeriksaan bilirubin total adalah salah satu pemeriksaan laboratorium untuk men
egakkan diagnosis suatu penyakit hati. Pada saat ini banyak test faal hati yang
dapat dilakukan, salah satu test faal hati adalah pemeriksaan kadar bilirubin da
lam serum. Pemeriksaan bilirubin dalam serum dapat menggambarkan faal sekresi ha
ti, dan dapat memberikan informasi tentang kesanggupan hati mengangkut empedu se
cara umum disamping memberikan informasi tentang kesanggupan untuk mengkonjugasi
bilirubin dan diekresikan ke empedu. Pemeriksaan bilirubin direct dan indirect
digunakan untuk menentukan lokasi gangguan aliran darah, apa kah berada di lokas
i sebelum, dalam, atau sesudah organ hati). Batas normal bilirubin total: 0,3-1
mg/l. Bila lebih tinggi dari normal, kemungkinan terjadi penyumbatan atau ganggu
an aliran bilirubin. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan bi
lirubin dalam urin, jika didapatkan bilirubin maka menunjukkan adanya kelainan h
ati atau saluran empedu. Ada dua parameter berupa enzim yang dapat dijadikan seb
agai indikator terhadap adanya kerusakan sel hati. Keduanya sangat membantu dala
m mengenali adanya penyakit pada hati. Enzim-enzim tersebut adalah aspartat amin
otransferase (AST/SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT/SGPT). Peningkatan kada
r enzim-enzim tersebut mencerminkan adanya kerusakan sel-sel hati. Dalam uji SGO
T dan SGPT, hati dapat dikatakan rusak bila jumlah enzim tersebut dalam plasma l
ebih besar dari kadar normalnya.
Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan pemeriksaan bilirubin serum, SGOT & SGPT?
Bagaimana pengendalian mutu dalam pemeriksaan bilirubin serum, SGOT & SGPT?
Bagaimana penerapan konsep K3 dalam pemeriksaan bilirubin serum, SGOT & SGPT?
Tujuan
Memenuhi tugas mata kuliah Kimia Klinik II
Mengetahui pengertian dari bilirubin, SGOT & SGPT
Mengetahui pemeriksaan bilirubin, SGOT & SGPT sesuai dengan pengendalian mutu
Mengetahui penerapan K3 dalam pemeriksaan di laboratorium
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Bilirubin, SGOT & SGPT
Bilirubin
Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari hemoglobin
dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel. Di samping itu sekit
ar 20% bilirubin berasal dari perombakan zat-zat lain. Sel retikuloendotel membu
at bilirubin tidak larut dalam air, bilirubin yang disekresikan dalam darah haru
s diikatkan albumin untuk diangkut dalam plasma menuju hati.
Di dalam hati, hepatosit melepaskan ikatan dan mengkonjugasinya dengan asam gluk
oronat sehingga bersifat larut air, sehingga disebut bilirubin direk atau glukor
oniltransferase, selain dalam bentuk diglukoronida dapat juga dalam bentuk biliru
bin terkonjugasi. Proses konjugasi melibatkan enzim glukoroniltransferase, selai
n dalam bentuk diglukoronida dapat juga dalam bentuk monoglukoronida atau ikatan
dengan glukosa, xylosa dan sulfat. terkonjugasi dikeluarkan melalui proses ener
gi kedalam sistem bilier.
Macam dan sifat bilirubin :
Bilirubin terkonjugasi /direk
Bilirubin terkonjugasi /direk adalah bilirubin bebas yang bersifat larut dalam a
ir sehingga dalam pemeriksaan mudah bereaksi. Bilirubin terkonjugasi (bilirubin
glukoronida atau hepatobilirubin ) masuk ke saluran empedu dan diekskresikan ke
usus. Selanjutnya flora usus akan mengubahnya menjadi urobilinogen. Bilirubin te
rkonjugasi bereaksi cepat dengan asam sulfanilat yang terdiazotasi membentuk azo
bilirubin. Peningkatan kadar bilirubin direk atau bilirubin terkonjugasi dapat d
isebabkan oleh gangguan ekskresi bilirubin intrahepatik antara lain Sindroma Dub
in Johson dan Rotor, Recurrent (benign) intrahepatic cholestasis, Nekrosis hepat
oseluler, Obstruksi saluran empedu. Diagnosis tersebut diperkuat dengan pemeriks
aan urobilin dalam tinja dan urin dengan hasil negatif.
Bilirubin tak terkonjugasi/ indirek
Bilirubin tak terkonjugasi (hematobilirubin) merupakan bilirubin bebas yang teri
kat albumin, bilirubin yang sukar larut dalam air sehingga untuk memudahkan bere
aksi dalam pemeriksaan harus lebih dulu dicampur dengan alkohol, kafein atau pel
arut lain sebelum dapat bereaksi, karena itu dinamakan bilirubin indirek. Pening
katan kadar bilirubin indirek mempunyai arti dalam diagnosis penyakit bilirubine
mia karena payah jantung akibat gangguan dari delivery bilirubin ke dalam pereda
ran darah. Pada keadaan ini disertai dengan tanda-tanda payah jantung, setelah p
ayah jantung diatasi maka kadar bilirubin akan normal kembali dan harus dibedaka
n dengan chardiac chirrhosis yang tidak selalu disertai bilirubinemia. Peningkat
an yang lain terjadi pada bilirubinemia akibat hemolisis atau eritropoesis yang
tidak sempurna, biasanya ditandai dari anemi hemolitik yaitu gambaran apusan dar
ah tepi yang abnormal,umur eritrosit yang pendek.
SGOT & SGPT
SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) merupakan sebuah enzim yang biasa
nya ditemukan dalam jantung dan sel-sel hati. SGOT dilepaskan ke dalam darah ket
ika hati atau jantung rusak. Kadar SGOT dalam darah cukup tinggi apabila terjadi
kerusakan hati (misalnya, hepatitis) atau apabila terjadi kerusakan jantung, (m
isalnya serangan jantung). Enzim SGOT berperan dalam deaminasi asam amino, penge
luaran gugus amino dari asam amino.
SGPT (Serum Glutamic Piruvic Transaminase) merupakan enzim yang banyak ditemukan
pada sel hati serta efektif untuk mendiagnosis terjadinya penurunan fungsi sel
hati. Akan memindahkan gugus amino pada alanin ke gugus keto dari ?-ketogutarat
membentuk glutamat dan piruvat. Selanjutnya piruvat diubah menjadi laktat. Reaks
i tersebut dikatalisasi oleh enzim laktat dehidrogenase (LDH) yang membutuhkan N
ADH dalam reaksi yang dikatalisasinya. SGPT juga berperan dalam deaminase asam a
mino, SGPT mengkatalisasi pemindahan gugus amino pada aspartat ke gugus keto dar
i ?-ketogutarat membentuk glutamat dan oksaloasetat dan selanjutnya oksaloasetat
.
Dalam uji SGOT dan SGPT, hati dapat dikatakan rusak bila jumlah enzim tersebut d
alam serum lebih besar dari kadar normalnya (normal laki-laki = 0-50 U/L, normal
perempuan = 0-35 U/L). Kondisi yang dapat meningkatkan kadar SGPT/ALT adalah :
Peningkatan SGOT/SGPT > 20 kali normal : hepatitis viral akut, nekrosis hati (to
ksisitas obat atau kimia)
Peningkatan 3-10 kali normal : infeksi mononuklear, hepatitis kronis aktif, sumb
atan empedu ekstra hepatik, sindrom Reye, dan infark miokard (SGOT>SGPT)
Peningkatan 1-3 kali normal : pankreatitis, perlemakan hati, sirosis Laennec, si
rosisbiliaris
Pengendalian Mutu Pemeriksaan Bilirubin Serum, SGOT & SGPT
Proses pengendalian mutu laboratorium dikenal ada tiga tahapan penting, yaitu ta
hap pra analitik, analitik, dan pasca analitik. Kesalahan pada proses pra-analit
ik dapat memberikan kontribusi sekitar 61% dari total kesalahan laboratorium, se
mentara kesalahan analitik 25%, dan kesalahan pasca analitik 14%. Berikut proses
pengendalian mutu pemeriksaan laboratorium, terutama pemeriksaan bilirubin seru
m, SGOT & SGPT :
Tahap Pra Analitik
Proses dalam tahap pra analitik tersebut meliputi : persiapan pasien, pengambila
n spesimen, pengiriman spesimen ke laboratorium, penanganan spesimen, dan penyim
panan spesimen.
Persiapan Pasien
Persiapan pasien dimulai saat seorang dokter merencanakan pemeriksaan laboratori
um bagi pasien. Dokter dibantu oleh paramedis diharapkan dapat memberikan inform
asi mengenai tindakan apa yang akan dilakukan, manfaat dari tindakan itu, dan pe
rsyaratan apa yang harus dilakukan oleh pasien. Informasi yang diberikan harus j
elas agar tidak menimbulkan ketakutan atau persepsi yang keliru bagi pasien. Pem
ilihan jenis tes yang kurang tepat atau tidak sesuai dengan kondisi klinis pasie
n akan menghasilkan interpretasi yang berbeda. Ketaatan pasien akan instruksi ya
ng diberikan oleh dokter atau paramedis sangat berpengaruh terhadap hasil labora
torium; tidak diikutinya instruksi yang diberikan akan memberikan penilaian hasi
l laboratorium yang tidak tepat. Hal yang sama juga dapat terjadi bila keluarga
pasien yang merawat tidak mengikuti instruksi tersebut dengan baik.
Ada beberapa sumber kesalahan yang kurang terkontrol dari proses pra-analitik ya
ng dapat mempengaruhi keandalan pengujian laboratorium, tapi yang hampir tidak d
apat diidentifikasi oleh staf laboratorium. Ini terutama mencakup variabel fisik
pasien, seperti latihan fisik, puasa, diet, stres, efek posisi, menstruasi, keh
amilan, gaya hidup (konsumsi alkohol, rokok, kopi, obat adiktif), usia, jenis ke
lamin, variasi diurnal, pasca transfusi, pasca donasi, pasca operasi, ketinggian
. Karena variabel tersebut memiliki pengaruh yang kuat terhadap beberapa variabe
l biokimia dan hematologi, maka gaya hidup individu dan ritme biologis pasien ha
rus selalu dipertimbangkan sebelum pengambilan sampel.
Persiapan Pengumpulan Spesimen
Spesimen yang akan diperiksa laboratorium haruslah memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
Jenisnya sesuai jenis pemeriksaan
Volume mencukupi
Kondisi baik : tidak lisis, segar/tidak kadaluwarsa, tidak berubah warna, tidak
berubah bentuk, steril (untuk kultur kuman)
Pemakaian antikoagulan atau pengawet tepat
Ditampung dalam wadah yang memenuhi syarat
Identitas benar sesuai dengan data pasien
Sebelum pengambilan spesimen, periksa form permintaan laboratorium. Iden
titas pasien harus ditulis dengan benar (nama, umur, jenis kelamin, nomor rekam
medis, dsb) disertai diagnosis atau keterangan klinis. Periksa apakah identitas
telah ditulis dengan benar sesuai dengan pasien yang akan diambil spesimen.
Tanyakan persiapan yang telah dilakukan oleh pasien, misalnya diet, puas
a. Tanyakan juga mengenai obat-obatan yang dikonsumsi, minum alkohol, merokok, d
sb. Catat apabila pasien telah mengkonsumsi obat-obatan tertentu, merokok, minum
alkohol, pasca transfusi, dsb. Catatan ini nantinya harus disertakan pada lemba
r hasil laboratorium.
Peralatan
Peralatan yang digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
bersih, kering
tidak mengandung deterjen atau bahan kimia
terbuat dari bahan yang tidak mengubah zat-zat dalam specimen
sekali pakai buang (disposable)
steril (terutama untuk kultur kuman)
tidak retak/pecah, mudah dibuka dan ditutup rapat, ukuran sesuai dengan volume s
pesimen
Antikoagulan
Antikoagulan adalah bahan kimia yang digunakan untuk mencegah pe
mbekuan darah. Jenis antikoagulan yang dipergunakan harus disesuaikan dengan jen
is pemeriksaan yang diminta. Volume darah yang ditambahkan juga harus tepat.
Pemilihan Lokasi Pengambilan Spesimen
Tentukan lokasi pengambilan spesimen sesuai dengan jenis spesime
n yang diperlukan, seperti :
Darah vena umumnya diambil dari vena lengan (median cubiti, vena cephalic, atau
vena basilic). Tempat pengambilan tidak boleh pada jalur infus atau transfusi, b
ekas luka, hematoma, oedema, canula, fistula.
Darah arteri umumnya diambil dari arteri radialis (pergelangan tangan), arteri b
rachialis (lengan), atau arteri femoralis (lipat paha).
Darah kapiler umumnya diambil dari ujung jari tengah atau jari manis tangan bagi
an tepi atau pada daerah tumit 1/3 bagian tepi telapak kaki pada bayi. Tempat ya
ng dipilih untuk pengambilan tidak boleh memperlihatkan gangguan peredaran darah
seperti sianosis atau pucat.
Spesimen untuk pemeriksaan biakan kuman diambil dari tempat yang sedang mengalam
i infeksi, kecuali darah dan cairan otak.
Waktu Pengambilan
Penentuan waktu pengambilan spesimen penting untuk diperhatikan.
Umumnya pengambilan dilakukan pada waktu pagi (ideal)
Spesimen untuk kultur kuman diambil sebelum pemberian antibiotic
Spesimen untuk pemeriksaan GO diambil 2 jam setelah buang air yang terakhir
Spesimen untuk malaria diambil pada waktu demam
Spesimen untuk mikrofilaria diambil pada tengah malam
Spesimen dahak untuk pemeriksaan BTA diambil pagi hari setelah bangun tidur
Spesimen darah untuk pemeriksaan profil besi diambil pada pagi hari dan setelah
puasa 10-12 jam
Pengambilan Spesimen
Hal-hal yang harus diperhatikan pada pengambilan spesimen adalah :
Teknik atau cara pengambilan. Pengambilan spesimen harus dilakukan dengan benar
sesuai denganstandard operating procedure(SOP) yang ada.
Cara menampung spesimen dalam wadah/penampung.
Seluruh sampel harus masuk ke dalam wadah (sesuai kapasitas), jangan ada yang me
nempel pada bagian luar tabung untuk menghindari bahaya infeksi.
Wadah harus dapat ditutup rapat dan diletakkan dalam posisi berdiri untuk menceg
ah spesimen tumpah.
Memindahkan spesimen darah dari syringe harus memperhatikan hal-hal seperti beri
kut :
Darah harus segera dimasukkan dalam tabung setelah sampling.
Lepaskan jarum, alirkan darah lewat dinding tabung perlahan-lahan agar tidak ter
jadi hemolisis.
Untuk pemeriksaan kultur kuman dan sensitivitas, pemindahan sampel ke dalam medi
a dilakukan dengan cara aseptic
Pastikan jenis antikoagulan dan volume darah yang ditambahkan tidak keliru.
Homogenisasi segera darah yang menggunakan antikoagulan dengan lembut perlahan-l
ahan. Jangan mengkocok tabung keras-keras agar tidak hemolisis.
Sumber-sumber kesalahan pada pengambilan spesimen darah :
Pemasangan turniquet terlalu lama dapat menyebabkan :
Protein (termasuk enzim) , Ca2+, laktat , fosfat, dan Mg2+ meningkat
pH menurun, hemokonsentrasi
PPT dan APTT mungkin memendek karena pelepasan tromboplastin jaringan ke dalam s
irkulasi darah
Pemompaan menyebabkan kalium, laktat, glukosa, dan Mg2+ meningkat, sedangkan pH
menurun.
Pengambilan darah terlalu lama (tidak sekali tusuk kena) dapat menyebabkan :
trombosit dan fibrinogen menurun; PPT dan APTT memanjang
kalium, LDH dan SGPT/ALT meningkat
Pengambilan darah pada jalur infus dapat menyebabkan :
natrium meningkat pada infus saline
kalium meningkat pada infus KCl
glukosa meningkat pada infus dextrose
PPT, APTT memanjang pada infus heparine.
kreatinin, fosfat, LDH, SGOT, SGPT, Hb, Hmt, lekosit, trombosit, eritrosit menur
un pada semua jenis infus
Homogenisasi darah dengan antikoagulan yang tidak sempurna atau keterlambatan ho
mogenisasi menyebabkan terbentuknya bekuan darah.
Hemolisis dapat menyebabkan peningkatan K+, Mg2+, fosfat, aminotransferase, LDH,
fosfatase asam total
Identifikasi Spesimen
Pemberian identitas pasien dan atau spesimen adalah tahapan yang harus dilakukan
karena merupakan hal yang sangat penting. Pemberian identitas meliputi pengisia
n formulir permintaan pemeriksaan laboratorium dan pemberian label pada wadah sp
esimen. Keduanya harus cocok sama. Pemberian identitas ini setidaknya memuat nam
a pasien, nomor ID atau nomor rekam medis serta tanggal pengambilan. Kesalahan p
emberian identitas dapat merugikan. Untuk spesimen berisiko tinggi (HIV, Hepatit
is) sebaiknya disertai tanda khusus pada label dan formulir permintaan laborator
ium.
Pengiriman Spesimen ke Laboratorium
Spesimen yang telah dikumpulkan harus segera dikirim ke laboratorium.
Sebelum mengirim spesimen ke laboratorium, pastikan bahwa spesimen telah memenuh
i persyaratan seperti yang tertera dalam persyaratan masing-masing pemeriksaan.
Apabila spesimen tidak memenuhi syarat agar diambil / dikirim ulang.
Pengiriman spesimen disertai formulir permintaan yang diisi data yang lengkap. P
astikan bahwa identitas pasien pada label dan formulir permintaan sudah sama.
Secepatnya spesimen dikirim ke laboratorium. Penundaan pengiriman spesimen ke la
boratorium dapat dilakukan selambat-lambatnya 2 jam setelah pengambilan spesimen
. Penundaan terlalu lama akan menyebabkan perubahan fisik dan kimiawi yang dapat
menjadi sumber kesalahan dalam pemeriksaan, seperti :
Penurunan kadar natrium ( Na+ ), glukosa darah, angka lekosit, angka trombosit.
Perubahan morfologi sel darah pada pemeriksaan mikroskopik
PPT / APTT memanjang.
Peningkatan kadar kalium ( K+ ), phosphate, LDH, SGPT.
Lisisnya sel pada sample LCS, transudat, eksudat.
Perkembangbiakan bakteri
Pengiriman sample sebaiknya menggunakan wadah khusus, misalnya berupa kotak atau
tas khusus yang tebuat dari bahan plastik, gabus (styro-foam) yang dapat ditutu
p rapat dan mudah dibawa.
Penanganan Spesimen
Identifikasi dan registrasi specimen
Seluruh spesimen harus diperlakukan sebagai bahan infeksius
Patuhi cara pengambilan spesimen dan pengisian tabung yang benar
Gunakan sentrifus yang terkalibrasi
Segera pisahkan plasma atau serum dari darah dalam tabung lain, tempeli label
Segera distribusikan spesimen ke ruang pemeriksaan
Penyimpanan Spesimen
Penyimpanan spesimen dilakukan jika pemeriksaan ditunda atau spesimen akan dikir
im ke laboratorium lain.
Lama penyimpanan harus memperhatikan, jenis pemeriksaan, wadah dan stabilitasnya
.
Hindari penyimpanan whole blood di refrigerator
Sampel yang dicairkan (setelah dibekukan) harus dibolak-balik beberapa kali dan
terlarut sempurna. Hindari terjadinya busa.
Simpan sampel untuk keperluan pemeriksaan konfirmasi / pengulangan
Menyimpan spesimen dalam lemari es dengan suhu 2-8C, suhu kamar, suhu -20C, -70C at
au -120C jangan sampai terjadi beku ulang.
Untuk jenis pemeriksaan yang menggunakan spesimen plasma atau serum, maka plasma
atau serum dipisahkan dulu baru kemudian disimpan.
Memberi bahan pengawet pada specimen
Menyimpan formulir permintaan lab di tempat tersendiri
Waktu penyimpanan spesimen dan suhu yang disarankan :
Kimia klinik : 1 minggu dalam refrigerator
Imunologi : 1 minggu dalam refrigerator
Hematologi : 2 hari pada suhu kamar
Koagulasi : 1 hari dalam refrigerator
Toksikologi : 6 minggu dalam referigerator
Blood grouping : 1 minggu dalam referigerator
Selalu ada beberapa orang yang terlibat dalam proses pra-analitik, yaitu
pasien, dokter, paramedis/perawat, petugas layanan transportasi, analis dan dok
ter laboratorium; mereka semua berbagi tanggung jawab terhadap mutu bahan spesim
en dan harus memahami pentingnya tahap pra-analtik, serta mengenali kemungkinan
penyebab kesalahan dan konsekuensi mereka untuk hasil pemeriksaan.
Tahap Analitik
Tahap Pasca Analitik
Konsep Penerapan K3
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menj
amin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohaniah tenaga kerja (labora
n/analis) pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya men
uju masyarakat adil dan makmur.
Tujuan adanya K3 diantaranya : setiap tenaga kerja/laboran dan orang lainnya yan
g berada di laboratorium mendapat perlindungan atas keselamatannya, setiap bahan
kimia atau peralatan dapat dipakai, dipergunakan secara aman dan efisien, serta
proses pengujian berjalan lancar.
Kondisi tersebut di atas dapat dicapai antara lain bila kecelakaan termasuk keba
karan, peledakan dan penyakit akibat kerja dapat dicegah dan ditanggulangi.
Pencegahan dan penanggulangan Keadaan Darurat di Laboratorium :
Menggunakan Akal Sehat
Kacamata Pengaman
Bahan Kimia di Mata
Asam dan Basa
Luka karena Bahan Kimia
Luka Bakar
Tergores atau Teriris
Menghirup Bahan Beracun
Menghindari Kebakaran
Memadamkan Api
Memadamkan Api yang Membakar Pakaian
Menangani Pelarut
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Saran

Vous aimerez peut-être aussi