Vous êtes sur la page 1sur 3

PERNIKAHAN DITINJAU DARI SEGI ETIKA, AGAMA, DAN HUKUM

1. Etika
Pengertian Etika secara etimologi, berasal dari bahasa Yunani yaitu Ethos, yang berarti
watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika dan moral lebih kurang sama
pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau
moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk
pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, etika
adalah ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral,
kumpulan asas/ nilai yang berkenaan dengan akhlak, serta nilai mengenai yang benar dan
yang salah yang dianut masyarakat.
Pernikahan menurut etika dipandang sebagai sesuatu yang sakral, yang dihormati oleh
masyarakat Indonesia. Sebagian besar penduduk Indonesia menikah dengan tujuan untuk
membina keluarga, menghindarkan diri dari seks bebas, dan untuk menghasilkan
keturunan dengan etika yang benar menurut masyarakat Indonesia.

2. Agama
a. Agama Islam
Menurut Kompilasi Hukum Islam (yaitu suatu kumpulan hukum di Indonesia yang mengatur
tentang hukum-hukum Islam) bab II pasal 2 tentang Dasar-Dasar Perkawinan, dipaparkan
bahwa: Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau
miitsaaqon gholiidhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.

b. Agama Kristen
Lembaga perkawinan merupakan suatu persahabatan atau suatu kesatuan yang jauh
melebihi seks (Maleakhi 2:14). Pernikahan adalah suatu kesatuan sosial dan spiritual,
juga kesatuan seksual. Pernikahan yang dibangun atas dasar hubungan persekutuan
persahabatan, dimana suami-istri saling mengasihi dan mencintai akan jauh lebih kuat
dibandingkan dengan pernikahan yang dibangun karena hubungan seksual.
Pernikahan juga merupakan kesatuan yang tercipta dari suatu komitmen dari janji-
janji yang timbal balik. Komitmen ini tersirat dari sejak mulanya di dalam konsep
meninggalkan orangtua dan bersatu dengan istrinya (Maleakhi 2:14; Amsal 2:17).
Allah adalah saksi atas suatu pernikahan. Dialah yang mengadakan pernikahan dan
menjadi saksi atas janji-janji tersebut (Matius 19 :6).


c. Agama Katolik
PERSEKUTUAN HIDUP - ANTARA SEORANG PRIA DAN SEORANG
WANITA - YANG TERJADI KARENA PERSETUJUAN PRIBADI - YANG TAK
DAPAT DITARIK KEMBALI - DAN HARUS DIARAHKAN KEPADA SALING
MENCINTAI SEBAGAI SUAMI ISTERI - DAN KEPADA PEMBANGUNAN
KELUARGA - DAN OLEH KARENANYA MENUNTUT KESETIAAN YANG
SEMPURNA - DAN TIDAK MUNGKIN DIBATALKAN LAGI OLEH
SIAPAPUN, KECUALI OLEH KEMATIAN.

d. Agama Hindu
Himpunan Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-Aspek Agama
Hindu I-XV dijelaskan bahwa perkawinan ialah ikatan sekala niskala (lahir bathin)
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga yang bahagia dan kekal (satya alaki rabi) (Parisada Hindu
Dharma Pusat, 1985: 34).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan
bahwa: Pawiwahan adalah ikatan lahir batin (skala dan niskala) antara seorang pria
dan wanita untuk membentukkeluarga bahagia dan kekal yang diakui oleh hukum
Negara, Agama dan Adat.

e. Agama Buddha
Seusia dengan ajaran Sang Buddha, maka setiap orang memiliki kebebasan untuk
memilih cara hidupnya masing-masing. Sang Buddha tidak mewajibkan untuk setiap
orang harus mencari pasangan hidupnya. Demikian pula Sang Buddha tidak melarang
bagi mereka yang ingin hidup membujang, baik pria maupun wanita. Dengan kata
lain kewajiban untuk membangun rumah tangga sebagai suami/istri bukan merupakan
kewajiban beragama yang harus dipatuhi. Mereka yang hidup membujang tidak
melanggar ketentuan dalam agama Buddha. Tujuan hidup adalah untuk mendapatkan
kebahagiaan lahiriah dan batiniah, baik didunia ini maupun di alam-alam kehidupan
lainnya, sampai tercapainya Nibbana. Oleh karena itu perkawinan menurut agama
Buddha tidak dianggap sebagia sesuatu yang suci ataupun tidak suci.

3. Hukum
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pada BAB II tentang
Dasar-Dasar Perkawinan, pada Pasal 1, dikatakan bahwa: Perkawinan adalah ikatan lahir batin
antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dan pada pasal 2 ayat 1 dan 2 dikatakan bahwa:
(1) Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan
kepercayaannya itu.
(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Vous aimerez peut-être aussi