Vous êtes sur la page 1sur 6

Fentanyl 150 mcg

Penggunaan opioid pada balans anestesi adalah opioid sebagai salah satu komponen
dalam balans anestesi yang dapat mengurangi nyeri pre-operatif dan kecemasan, mengurangi
respons otonom dan somatik terhadap manipulasi jalan nafas, mempertahankan kestabilan
hemodinamik selama rangsangan stimuli akibat pembedahan, mengurangi pemakaian anestesi
inhalasi, dan sebagai analgesi segera pada pasca operasi.
Penggunaan fentanil dengan dosis bolus secara intravena dapat diberikan dengan dosis 3
ug/kgbb yang diberikan 25-30 menit sebelum insisi kulit, terbukti dapat mengurangi MAC
pemakaian anestesi inhalasi kira-kira sebesar 50% baik pada Isofluran maupun Desfluran.
Pemberian fentanil dengan dosis 1.5 ug/kgbb yang diberikan 5 menit sebelum induksi dapat
mengurangi pemakaian gas inhalasi baik Isofluran maupun Desfluran dalam N2O 60% dengan
pengurangan hingga 60-70%. Konsentrasi plasma fentanil pada pasca operasi kira-kira 1.5
ng/mL tapi level sedikitnya mencapai 2-3 ng/mL, biasanya diperlukan selama pembedahan bila
agen inhalasi hanya N2O. Pada pasca operasi, konsentrasi plasma fentanil bekisar antara 1.5-3.0
ng/mL dapat mengurangi respon CO2 sebesar 50%. Pada kasus ini pemberian premedikasi
dilakukan dengan fentanyl dosis rendah yaitu 150 mcg.
INDUKSI
Propofol 120 mg
Pemberian propofol dengan dosis 120 mg , bertujuan untuk sedatif, amnestik dan
anastetik yang digunakan dalam induksi dan pemeliharaan anestesi maupun sedasi. Obat ini
merupakan cairan emulsi isotonik yang berwarna putih. Emulsi ini antara lain terdiri dari
gliserol, fosfatid dari telur, sodium hidroksida, minyak kedelai dan air. Sifatnya yang sangat larut
lemak sehingga dengan mudah obat ini menembus blood brain barrier dan didistribusikan dalam
jaringan otak. mekanisme kerjanya dengan menghambat transmisi neuron yang dihantarkan oleh
GABA. Dosis propofol untuk pasien dewasa yaitu 2-2,5 mg/kg BB. Injeksi intravena pd dosis
terapetik memberikan efek hipnotif cepat, biasanya dalam waktu 40 detik dari awal pemberian
injeksi.
Propofol sangat populer karena mempunyai onset yang cepat, durasi singkat, induksi
yang halus tanpa eksitasi, akumulasi obat minimal, kuwalitas pulih sadar baik tanpa sakit kepala
dan gejala sisa psikomotor minimal. Propofol mempunyai sifat antiemetic, juga diketahui
memiliki kemampuan bronkodilator dan baik penggunaannya pada pasien dengan penyakit paru
obstruktif kronik. Kualitas tersebut menunjukkan propofol memiliki potensi yang baik sebagai
obat induksi. Untuk pasien dengan cedera neurologis, propofol memberikan efek protektif saraf.
propofol terbukti baik mempertahankan atau mengurangi tekanan intrakranial tinggi pada pasien
cedera.
Efek samping penggunaan propofol yakni nyeri saat injeksi, myklonus, apneu, penurunan
tekanan darah arterial dan yang jarang adalah trombophlebitis. Efek samping yang paling
signifikan adalah penurunan tekanan darah sistemik. propofol dapat menurunkan tekanan darah
hingga 30 % melalui penghambatan aktifitas simpatis semhingga terjadi penurunan systemic
vascular resisten (SVR). Efek inotropik negatif dari propofol dapat dihasilkan dari penurunan
kalsium intraselular akibat hambatan influks kalsium trans sarkolema. Efek tekanan darah akibat
propofol dapat diperburuk pada pasien hipovolemi, pasien lanjut usia dan pasien dengan
gangguan fungsi ventrikel kiri yang berkaitan dengan penyakit arteri koroner. Pada pemberian
dosis besar dapat timbul apneu selama 30-90 detik, penurunan respon ventilasi terhadap CO2
menurun dan juga terjadi depresi diafragma, volume tidal dan frekwensi pernafasan menurun.
Propofol adalah depresan pernafasan yang kuat. Menyebabkan apneu secara transient setelah
injeksi intravena cepat dengan propofol. Opiat yang diberikan bersamaan dengan propofol
kemungkinan akan memperbesar efek depresi nafas yang terjadi.
Beberapa laporan dari penelitian menunjukkan bahwa propofol memiliki efek
peningkatan kadar PCT hal ini berhubungan dengan zat pelarut yang terdiri dari susu kedelai,
putih telur, sifatnya yang mudah menjadi tempat perkembang biakan bakteri dan proses nyeri
pada saat injeksi intravena. Juga dilaporkan bila propofol memacu terjadinya reaksi anafilaktik.
Bila kita melihat pemberian induksi dengan propofol pada pasien ini dosis yang diberikan
120 mg dengan BB pasien 60 kg sudah sesuai dengan dosis terapetik untuk induksi.


Ketamin
Pemberian ketamin 30 mg ditujukan untuk efek analgesik kuat, akan tetapi efek
hipnotiknya kurang. Analgesia kuat dapat dicapai dengan dosis ketamin subanestetik, 0,2 hingga
0,5 mg/kgBB. Efek lain yang ditimbulkan oleh ketamin secara intravena dalam 30 detik akan
muncul efek disosiasi menyerupai kondisi kataleptik dimana mata masih tetap terbuka dan ada
nistagmus yang lambat. Pasien tidak dapat berkomunikasi, meskipun dia tampak sadar. Refleks-
refleks masih dipertahankan seperti refleks kornea, refleks batuk dan refleks menelan. Hal ini
sering menimbulkan mimpi buruk dan halusinasi pada saat pemulihan pasien. Efek tersebut
dapat dikurangi dengan pemberian diazepam sebelum pemberian ketamin.
Ketamin menghambat pengaktifan dari reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) oleh
glutamat, mengurangi pelepasan glutamat di presinaps dan meningkatkan efek dari
neurotransmiter inhibisi GABA.
Ketamin telah terbukti dapat dipakai pada berbagai kasus gawat darurat dan dianjurkan
untuk pasien dengan sepsis berat dan syok sepsis, hal ini karena efek stimulasi ketamin terhadap
kardiovaskuler. Ketamin akan meningkatkan cardiac output dan systemic vascular resistance
(SVR) lewat stimulasi pada system saraf simpatis akibat pelapasan dari katekolamin.
Penggunaan ketamin dalam anesthesia sangat bervariasi. Ketamin dapat digunakan untuk
premedikasi, sedasi, induksi dan rumatan anestesi umum. Selain itu penderita dengan resiko
tinggi gangguan respirasi dan hemodinamik merupakan indikasi penggunaan ketamin. Hal ini
oleh karena beberapa sifat ketamin seperti indeks terapeutik yang tinggi, mempertahankan
fungsi kardiovaskuler, kecukupan ventilasi spontan dan tetap utuhnya reflek-reflek laryngeal dan
faringeal.

Bila di lihat dari pemberian dosis pada kasus ini diberikan dosis ketamin sebesar 30 mg
dengan BB 60 kg merupakan pemberian dosis rendah ketamin, Pada dosis 0,2-0,5 mg/kgBB IV,
ketamin memberikan efek analgesia yang memuaskan selama operasi dan pada manajemen
nyeri pasca bedah, tanpa suatu sedasi maupun perubahan pada hemodinamik dan pernafasan.
Efek mual dan muntah juga jauh berkurang pada dosis ini.
Pemberian ketamin pada kasus ini juga sebagai drug of choice pada pasien sepsis, karena
efek ketamin mensupresi produksi LPS-induced TNF-, IL-6 dan IL-8 dan rhTNF-induced IL-6
and IL-8 dalam darah manusia.











Rocuronium 30mg, Rouronium merupakan intermediate-acting non depolarizing
neuromuscular- blocking drug dengan onset 1-2 menit, durasi efek 30-60 menit. Rocuronium
menghasilkan neuromuscular blokade dengan berkompetitif dengan asetilkolin untuk reseptor
kolinergik pada motor end plate. Pada pasien yang mengalami sirkulasi lambat sepeti penyakit
jantung, lansia, oedema, hal ini akan meningkatkan volume distribusi obat sehingga akan
memperlambat onset.
Bila kita melihat pemberian rocuronium 30 mg pada pasien ini sesuai dengan kadar dosis
terapetik dengan dosis rendah 0,6 -1,0 mg/kgBB, maka dalam 1 menit akan dicapai suatu
kondisi yang cukup untuk melakukan intubasi pada pasien.

Ketamin
Rangsang
simpatis
Pelepasan
katkolamin
Vasokonstriksi
perifer
propofol
kalsium
intraseluler
Inotropik (-)
Curah jantung
menurun
hipotensi
Inhibisi
simpatis
Relaksasi
otot polos
vaskular
vasodilatasi
Respon hemodinamik :
- BP
- MAP
- HR
- RR
O2/Air maintenance
Pada kasus ini digunakan O2 = 2 lpm dan air = 2 lpm, pemberian O2 di kombinasikan
dengan air agar saturasi O2 tidak sepenuhnya 100%, biasanya penggunaan O2 di berikan
bersamaan N2O namun karena N2O cenderung mengisi bagian tubuh yang berongga karena
difusi ke ruang berongga lebih cepat dibanding pengeluarannya dari rongga ke sirkulasi.
Isofluran
Isofluran merupakan halogenasi eter yang pada dosis anestetik atau subanestetik
merupakan laju metabolisme otak terhadap oksigen, tetapi meninggikan aliran darah otak dan
tekanan intra kranial. Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal sehingga
digemari untuk anestesi pada pasien dengan gangguan koroner. Dosis : 1,2 volume %.
Isoflurane menghasilkan relaksasi otot yang cukup untuk beberapa operasi intra-
abdominal. Isoflurane kompatibel dengan semua relaksan otot yang umum digunakan. Kerjanya
menurunkan tonus otot rangka melalui mekanisme depresi pusat motorik pada serebrum,
sehingga dengan demikian berpotensiasi dengan obat pelumpuh otot non depolarisasi. sehingga
mendapatkan keadaan relaksasi otot yang optimal terutama pada operasai laparatomi. Hal
tersebut mengindikasikan isofluran sebagai pilihan dalam maintenance anastesi pada operasi
intra-abdominal seperti halnya pada kasus ini.
Farmadol




Daftar pustaka :
1. Mullen,M. Induction Agents for Endotracheal Intubation in Severe Sepsis and Septic
Shock. Intech. 2012
2. Barash, Paul G.; Cullen, Bruce F.; Stoelting, Robert K. Opioid. In :Clinical Anesthesia,
5th Edition Lippincott Williams & Wilkins. 2006.353-400.

Vous aimerez peut-être aussi