Vous êtes sur la page 1sur 4

MURTI/ KESEHATAN ANAK DAN EPIDEMIOLOGI SEPANJANG HAYAT

1
Jurnal Kedokteran Indonesia volume 2 nomer 1
menerbitkan 4 hasil penelitian tentang kesehatan
anak. Evi Rokhayati melakukan studi kohor prospektif
untuk meneliti hubungan antara neutropenia dan
mortalitas pada neonatus dengan sepsis, dengan
mengendalikan pengaruh umur gestasi dan berat
badan lahir. Neonatus (newborn) adalah bayi berusia
hingga 4 minggu. Hasil analisis regresi Cox dari
penelitian ini menyimpulkan terdapat hubungan
yang lemah dan secara statistik tidak signifikan antara
kematian neonatus sepsis dan neutropenia (HR=
1.28; CI95% 0.55 hingga 2.94) maupun berat
badan lahir rendah (BBLR) (HR= 1.88; CI95 % 0.63
hingga 5.56). Implikasi klinis dari penelitian itu, neu-
tropenia dan BBLR tidak dapat digunakan sebagai
prediktor yang dapat diandalkan untuk memprediksi
kematian neonatus dengan sepsis. Tetapi penelitian
itu menemukan hubungan yang kuat dan secara
statistik signifikan antara prematuritas (<37 minggu)
dan kematian pada neonatus sepsis (HR= 3.12; CI95
% 1.07 hingga 9.68). Implikasinya, prematuritas
dapat digunakan sebagai prediktor yang kuat dan
dapat diandalkan untuk memprediksi kematian
neonatus dengan sepsis.
Charina Situmorang melakukan studi kasus
kontrol untuk mengkaji hubungan antara risiko
untuk melahirkan anak dengan sindroma Down dan
sejumlah faktor risiko, seperti umur ibu, pendidikan
ibu, pendapatan keluarga, dan faktor lingkungan.
Hasil analisis regresi logistik ganda dari penelitian
tidak mendukung hipotesis bahwa terdapat
hubungan antara kejadian sindroma Down dan
pendidikan ibu (OR= 1.01; CI95% 0.24 hingga
4.95) maupun pendapatan keluarga (OR= 1.02;
CI95% 0.22 hingga 5.90). Tetapi penelitian ini
menunjukkan terdapat hubungan yang positif antara
lingkungan tempat tinggal kumuh dan risiko
melahirkan anak dengan sindroma Down, meskipun
secara statistik tidak signifikan. Ibu yang tinggal di
lingkungan pemukiman kumuh memiliki risiko
untuk melahirkan anak dengan sindroma Down 2.5
kali lebih besar daripada tinggal di lingkungan yang
Editorial
Kesehatan Anak dan Epidemiologi Sepanjang Hayat
sehat, meskipun hubungan tersebut secara statsitik
tidak signifikan dengan sampel sebesar 60 subjek
(OR= 2.34; CI95% 0.44 hingga 15.28). Hubungan
tersebut telah memperhitungkan pengaruh umur ibu,
pendidikan ibu, dan pendapatan keluarga. Sesuai
dengan triad epidemiologi bahwa penyakit terjadi
karena ketidakseimbangan antara penjamu-agen-
lingkungan, hasil penelitian itu mendukung dugaan
sejumlah peneliti akhir-akhir ini bahwa sejumlah
faktor lingkungan tertentu mungkin meningkatkan
risiko terjadinya sindroma Down. Diperlukan
penelitian lebih lanjut dengan ukuran sampel yang
lebih besar agar mampu menunjukkan signifikansi
statistik hubungan itu.
M. Rikki Ardhiareza melakukan studi kohor
prospektif untuk meneliti hubungan antara
hiperglikemia dan mortalitas pada anak usia 1 bulan
hingga 18 tahun dengan sepsis. Hasil analisis regresi
Cox menyimpulkan, hiperglikemia merupakan
prediktor penting bagi kematian pada anak dengan
sepsis. Hiperglikemi meningkatkan risiko kematian
3 kali lebih besar pada anak dengan sepsis (HR= 2.78;
CI 95% 1.34 hingga 5.77). Peningkatan risiko
tersebut telah mengontrol pengaruh MOD, usia
anak, dan status gizi. Penelitian ini juga menemukan
terdapat hubungan yang kuat dan secara statistik
signifikan antara multi-organ dysfuntions (MOD) dan
mortalitas pada pasien anak dengan sepsis (HR=
5.25; CI95% 2.20 hingga 12.49). MOD merupakan
kumpulan gejala disfungsi organ multipel pada pasien
yang tengah mengalami penyakit akut, sehingga
membutuhkan intervensi medis untuk dapat
mempertahankan homeostatis, yaitu keadaan
teregulasinya lingkungan internal yang
memungkinkan tercapainya keadaan yang stabil dan
konstan (Wikipedia, 2010). Implikasi klinis
penelitian itu, hiperglikemia dan MOD perlu
dicermati, dideteksi dan diatasi untuk mengurangi
risiko kematian anak dengan sepsis.
Imelda Panggabean melakukan randomized con-
trolled trial (RCT) untuk meneliti hubungan antara
pemberian Zink dan hitung limfosit serta lama rawat
JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 2/NO. 1/JANUARI/2011
2
inap pada anak usia 1 bulan hingga 18 tahun dengan
infeksi virus dengue. Hasil analisis menyimpulkan
tidak terdapat penurunan kadar limfosit yang secara
statistik signifikan (p=0.313) setelah pemberian Zink,
tetapi terdapat penurunan lama rawat inap (hari) yang
secara statistik signifikan (p=0.004) setelah
pemberian Zink. Implikasi klinis dari penelitian itu,
Zink dapat diberikan sebagai tambahan terapi standar
pada pasien dengue untuk memperpendek masa
rawat inap, sehingga diharapkan dapat mengurangi
biaya pelayanan kesehatan.
Terdapat dua alasan mengapa editorial pada
Jurnal Kedokteran Indonesia kali ini mengangkat isu
kesehatan anak dan epidemiologi sepanjang hayat.
Pertama, Angka Kematian Neonatus, Bayi dan Balita
masih tinggi di Indonesia. Kedua, teori dan sejumlah
bukti empiris menunjukkan, status kesehatan di usia
dewasa telah ditentukan sejak bayi dan masa gestasi.
Hasil-hasil studi epidemiologi sepanjang hayat (life-
course epidemiology) menunjukkan, fondasi kesehatan
di usia dewasa telah diletakkan sejak dini pada awal
kehidupan sebelum dan setelah kelahiran. Perspektif
sepanjang hayat memberikan perhatian langsung
kepada determinan sosial kesehatan yang beroperasi
pada setiap level perkembangan masa awal anak-
anak, masa anak-anak, remaja, dan dewasa (Murti,
2010). Gambar 1 menunjukkan perspektif
epidemiologi sepanjang hayat untuk mempelajari
etiologi, mekanisme, dan intervensi dalam siklus
hidup lintas generasi.
Mekanisme Intervensi
Janin
dan bayi
Anak
Dewasa
Etiologi
Gambar 1 Epidemiologi sepanjang hayat: etiologi,
mekanisme, dan intervensi
Perspektif epidemiologi sepanjang hayat
mencoba memahami hubungan distribusi kesehatan
sepanjang hayat dalam suatu generasi. Keadaan yang
buruk selama kehamilan, seperti defisiensi nutrisi
selama kehamilan, stres maternal, olahraga yang tidak
cukup (ibu hamil juga memerlukan senam), dan
perawatan prenatal yang tidak memadai, dapat
menyebabkan perkembangan fetus yang tidak opti-
mal. Perkembangan fetus yang buruk merupakan
risiko kesehatan pada kehidupan selanjutnya
(Wilkinson dan Marmot, 2003)
Banyak gangguan kronis yang timbul di usia
dewasa diduga berhubungan dengan dua faktor yang
tampaknya saling bertentangan yang bisa terjadi pada
awal kehidupan: (1) kemiskinan (yakni, ibu
malnutrisi melahirkan bayi malnutrisi dengan berat
badan lahir rendah); (2) kemakmuran (yakni, paparan
yang dialami bayi dengan fenotipe berat badan lahir
rendah terhadap diet tinggi kalori/ energi). Faktor-
faktor itu memiliki peran terhadap fenomena biologis
kelenturan perkembangan (development plasticity),
atau kemampuan genotipe untuk menghasilkan aneka
bentuk dan perilaku sebagai respons terhadap kondisi
lingkungan (Bihl, 2003).
Intinya perspektif sepanjang hayat meliputi dua
model (CSDH, 2007; Liu et al., 2010): (1) Model
masa kritis; dan (2) Model akumulasi risiko. Model
masa kritis (critical period model) memusatkan
perhatian kepada paparan di suatu periode tertentu
yang memberikan pengaruh yang tidak mudah
berubah sepanjang hayat terhadap struktur organ,
fungsi organ, sistem jaringan dan tubuh. Model ini
juga dikenal sebagai pemrograman biologis (biologi-
cal programming) atau model laten. Pengalaman di
masa bayi penting bagi kesehatan di kemudian hari,
karena berlanjutnya masalah ketidakmampuan sistem
biologis. Kelambatan pertumbuhan dan dukungan
emosional yang buruk di masa anak-anak
menngkatkan risiko untuk mengalami kesehatan fisik
yang buruk, dan mengurangi fungsi fisik, kognitif,
dan emosional di usia dewasa. Melalui pemrograman
biologis, berbagai input kognitif, emosional, sensorik
pada masa bayi memprogram respons otak. Keadaan
dan stimulasi emosi yang buruk dapat menyebabkan
ketidaksiapan anak untuk memulai sekolah, prestasi
sekolah yang rendah, memiliki masalah perilaku, dan
risiko marginalisasi sosial (CSDH, 2007).
MURTI/ KESEHATAN ANAK DAN EPIDEMIOLOGI SEPANJANG HAYAT
3
Hipotesis Barker tentang pengaruh intrauterin
terhadap penyakit di masa dewasa merupakan contoh
model masa kritis (Barker, 1989). Barker (1989)
mengemukakan, gangguan pertumbuhan intrauterin
memberikan pengaruh negatif terhadap perkembang-
an sistem kardiovaskuler dan mendorong terjadinya
hipertensi, resistensi insulin, hiperkolesterolemia,
dan hiperurisemia pada masa dewasa Sejumlah studi
mendukung hipotesis Barker dan menemukan adanya
hubungan positif antara BBLR dan prematuritas
dengan peningkatan insidensi hipertensi, penyaki
jantung koroner (PJK), gangguan toleransi glukose,
resistensi insulin, dan DM tipe 2 (Phenekos, 2001).
Pertumbuhan fisik yang lambat pada bayi
berhubungan dengan penurunan perkembangan dan
fungsi kardiovaskuler, respirasi, pankreas, dan ginjal,
sehingga meningkatkan risiko penyakit tersebut di
usia dewasa (Wilkinson dan Marmot, 2003).
Hubungan itu telah direplikasi dalam sejumlah studi
di berbagai negara dan tampaknya bukan merupakan
hasil dari faktor perancu (Godfrey, 2001).
Model akumulasi risiko (accumulation of risk
model, cumulative biological models) memberikan
perhatian kepada adanya akumulasi pengaruh faktor-
faktor yang meningkatkan risiko terjadinya penyakit
atau sebaliknya memperbaiki status kesehatan
sepanjang perjalanan hidup. Pada masing-masing
masa paparan, faktor risiko mendorong terjadinya
kerusakan fisiologis permanen. Model ini juga
menekankan, terdapat masa perkembangan tertentu
di mana paparan oleh faktor-faktor itu memberikan
dampak yang lebih besar daripada masa perkem-
bangan lainnya (CSDH, 2007; Liu et al., 2010).
Menurut Kuh dan Ben-Shlomo (1997),
pendekatan sepanjang hayat tidak hanya bisa
digunakan untuk menjelaskan pengaruh sosial pada
individu-individu selama satu generasi, tetapi juga
pada transmisi risiko biologis dan sosial lintas generasi.
Perspektif ini dapat digunakan untuk menjelaskan
proses temporal sepanjang perjalanan hidup dari
sebuah kohor dengan kohor sebelumnya atau
sesudahnya, dan manifestasi proses temporal itu
dalam kecenderungan penyakit yang terlihat
sepanjang waktu pada level populasi.
Mengakhiri editorial ini bisa disimpulkan,
memahami perspektif sepanjang hayat tentang kausa
penyakit dapat memberikan pengetahuan yang
penting untuk memilih struktur dan waktu (timing)
intervensi yang tepat sepanjang hayat agar upaya
meningkatkan status kesehatan populasi dapat
membuahkan hasil seperti yang diinginkan (Gambar
1). Epidemiologi sepanjang hayat membuka peluang
baru yang tidak dikenal sebelumnya untuk memilih
strategi yang tepat dalam meningkatkan kesehatan
populasi. Selain itu epidemiologi sepajang hayat
memberikan pengetahuan tentang metode baru yang
bisa digunakan untuk menguji aneka hipotesis
tentang determinan jangka panjang aneka penyakit
di usia dewasa. Bahkan model epidemiologi
sepanjang hayat berguna untuk memprediksi
kecenderungan perubahan kesehatan populasi di
dunia yang tengah mengalami transformasi
demografi dengan cepat.
Bhisma Murti
Profesor Kesehatan Masyarakat
Institute for Health Economic and Policy Studies (IHEPS)
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret
DAFTAR PUSTAKA
Barker DJ, Winter PD, Osmond C, Margetts B,
Simmonds SJ (1989). Weight in infancy and
death from ischaemic heart disease. Lancet;
2:577-580.
Bihl GR (2003). Intrauterine growth and disease in
later life. Medscape Public Health & Prevention.
www.medscape. com/viewarticle/453242_2.
Diakses Desember 2009
CSDH (Commission on Social Determinants of
Health) (2007). A conceptual framework for
action on the social determinants of health.
Discussion paper. Geneva: WHO. www.who.int/
soci al _determi nants/. . . /csdh_framework_
action_05_07.pdf. Diakses 25 Desember 2009.
Godfrey KM, Barker DJ (2001). Fetal programming
and adult health. Public Health Nutr; 4:611-
624.
Phenekos C (2001). Influence of fetal body weight
on metabolic complications in adult life: review
of the evidence. J Pediatr Endocrinol Metab;14
(Suppl 5): 1361-1363.
JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 2/NO. 1/JANUARI/2011
4
Kuh D, Ben-Shlomo Y (1997). A life course approach
to chronic disease epidemiology. Oxford: Oxford
University Press
Liu S, Jones RN, Glymour MM (2010). Implications
of lifecourse epidemiology for research on
determinants of adult disease. Public Health
Reviews; 32:489-511.
Murti B (2010). Determinan sosio-ekonomi, modal
sosial, dan implikasinya bagi kesehatan
masyarakat. Pidato pengukuhan Guru Besar
Ilmu Kesehatan Masyarakat pada Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
Disampaikan pada Sidang Senat Terbuka
Universitas Sebelas Maret, tanggal 7 Januari
2010.
Wilkinson R, Marmot M (2003). Social
determinants of health. The solid facts.
Copenhagen, Denmark: WHO
Wikipedia (2010). Multiple organ dysfunction
s yndrome. ht t p: / / en. wi ki pedi a. org/ wi ki /
Mul t i pl e_organ_dysf unct i on_syndrome.
Diakses Desember 2011.

Vous aimerez peut-être aussi