Vous êtes sur la page 1sur 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Posyandu
1. Pengertian Posyandu
Posyandu adalah suatu forum komunikasi, alih teknologi dan
pelayanan kesehatan masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang
mempunyai nilai srategis dalam mengembangkan sumber daya manusia
sejak dini serta sebagai pusat kegiatan masyarakat dalam upaya pelayanan
kesehatan dan keluarga berencana (KB) yang dikelola dan diselenggarakan
dengan dukungan teknis dari petugas kesehatan dalam rangka pencapaian
status kesehatan yang baik (Mubarak I.W, 2009).
Posyandu adalah kegiatan kesehatan dasar yang diselenggarakan
dari, oleh dan untuk masyarakat yang dibantu oleh petugas kesehatan
setempat, dimana dalam satu unit posyandu, idealnya melayani sekitar 100
balita (120 kepala keluarga) yang disesuaikan dengan kemampuan petugas
dan keadaan setempat yang dibuka sebulan sekali, dilaksanakan oleh kader
posyandu terlatih di bidang Keluarga Berencana (KB), yang bertujuan
mempercepat penurunan angka kematian bayi, anak balita dan angka
kelahiran (Depkes RI, 2000).
2. Tujuan Posyandu
Tujuan posyandu adalah mempercepat penurunan angka kematian
ibu dan anak, dapat meningkatkan pelayanan kesehatan ibu, meningkatkan
11
kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan
kegiatan-kegiatan lain yang menunjang peningkatan kemampuan hidup
sehat, adanya pendekatan dan pemerataan pelayanan kesehatan kepada
penduduk berdasarkan letak geografi serta meningkatkan dan pembinaan
peran serta masyarakat dalam rangka usaha-usaha kesehatan sekolah.
3. Sasaran Posyandu
Sasaran posyandu adalah bayi berusia kurang dari 1 tahun, anak
balita usia 1-5 tahun, ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas, Wanita Usia
Subur (WUS). Sedangkan untuk kegiatan posyandu dalam pelaksanaan
kegiatan posyandu berupa kesehatan ibu dan anak, Keluarga Berencana
(KB), imunisasi, peningkatan gizi, penanggulangan diare, sanitasi dasar,
dan penyediaan obat essensial
4. Peran Posyandu
Peran Posyandu saat ini lebih kepada prioritas masalah kesehatan
terutama pada masyarakat yang mengindikasikan perubahan kebijakan
penanganan tersebut. Peran posyandu di desa sangat signifikan dalam
memantau masalah kesehatan di daerah setempat, menurunkan masalah
kesehatan yang dihadapi masyarakat. Kinerja sebuah Posyandu lebih
relevan untuk mengatasi masalah kesehatan pada balita misal Kurang
Energi Protein (KEP), ibu hamil dan Wanita Usia Subur (WUS) yang
dapat dengan mudah ditemukan di Posyandu.


12
5. J enis Kegiatan Posyandu
Kegiatan Posyandu terdiri dari lima kegiatan Posyandu (Panca
Krida Posyandu) yaitu untuk kesehatan ibu dan anak, Keluarga Berencana
(KB), Immunisasi, peningkatan kesehatan, Penanggulangan diare. Untuk
tujuh kegiatan Posyandu (Sapta Krida Posyandu) yaitu kesehatan ibu dan
anak, Keluarga Berencana (KB), Immunisasi, peningkatan kesehatan,
Penanggulangan diare, sanitasi dasar serta penyediaan obat essensial.
Pembentukan kegiatan Posyandu dibentuk dari pos-pos yang telah ada
yang diselenggarakan oleh pelaksana kegiatan yaitu anggota masyarakat
yang telah dilatih menjadi kader kesehatan setempat dibawah bimbingan
Puskesmas, dan penggelola Posyandu yaitu pengurus yang dibentuk oleh
ketua RW yang berasal dari kader PKK, tokoh masyarakat formal dan
informal serta kader kesehatan yang ada di wilayah tersebut (Mubarak
I.W, 2009)
Kegiatan posyandu mencakup lima pelayanan yang sering disebut
5 meja, yaitu meja 1 : pendaftaran, meja 2 : penimbangan, meja 3 :
pengisian KMS, meja 4 : penyuluhan, dan meja 5 : pelayanan (imunisasi,
KB, KIA, Konsultasi gizi) (Sayono dan Meikawati, 2005).

B. Kader Kesehatan
1. Pengertian Kader Kesehatan
Kader kesehatan adalah tenaga sukarela yang terdidik dan terlatih
dalam bidang tertentu yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat dan
13
merasa berkewajiban untuk melaksanakan meningkatkan dan membina
kesejahteraan masyarakat dengan rasa ikhlas tanpa pamrih dan didasarkan
pangggilan jiwa untuk melaksanakan tugas-tugas kemanusiaan (Depkes
RI, 2000).
Kader dipilih secara teori oleh, untuk dan dari masyarakat. Tetapi
kadang-kadang kenyataannya dipilih oleh pamong atau aparat desa.
Adapun kriteria untuk dipilih menjadi kader yaitu :
a. Bisa membaca, menulis
b. Wanita atau pria
c. Berdomisili tetap di kelurahan setempat
d. Mau dan mampu bekerja secara sukarela, untuk kepentingan
masyarakat.
e. Mempunyai cukup waktu untuk bekerja bagi masyarakat disamping
usahanya mencari nafkah.
Pembangunan di bidang kesehatan dapat dipengaruhi dari keaktifan
kader. Kader posyandu yang aktif yaitu kader yang selalu melaksanakan
tugas kader dalam kegiatan posyandu. Kader posyandu pasif yaitu kader
yang tidak pernah atau jarang melaksanakan tugas dalam kegiatan
posyandu (Zulkifli, 2010).
2. Tugas Kader Kesehatan
Menurut Depkes RI (2000), tugas kader kesehatan meliputi :
a. Tugas kader dalam kegiatan posyandu
Kegiatan yang dapat dilakukan kader dalam pelayanan posyandu
meliputi 5 meja diantaranya :
14
1) Meja 1 mendaftar bayi atau balita dengan menuliskan nama balita
pada KMS dalam secarik kertas yang diselipkan pada KMS,
mendaftarkan ibu hamil yaitu menuliskan nama ibu hamil pada
formulir atau lembar registrasi ibu hamil dan Wanita Usia Subur
(WUS)
2) Meja 2 penimbangan bayi atau balita, mencatat hasil penimbangan
pada secarik kertas yang akan dipindahkan di KMS, penimbangan
ibu hamil
3) Meja 3 pengisian KMS dan memindahkan catatan hasil
penambingan balita dari secarik kertas kedalam KMS anak
tersebut.
4) Meja 4 terdiri dari beberapa kegiatan yaitu :
a) Menjelaskan data KMS atau keadaan anak berdasarkan data
kenaikan berat badan yang digambarkan dalam grafik KMS
kepada ibu dari anak yang bersangkutan.
b) Memberikan penyuluhan kepada setiap ibu dengan mengacu
pada data KMS anaknya atau dari hasil pengamatan mengenai
masalah yang dialami sasaran.
c) Memberikan rujukan ke Puskesmas apabila diperlukan untuk
balita, ibu hamil dan ibu menyusui dengan langkah yaitu
dimana balita yang apabila berat badan dibawah garis merah
(BGM) pada KMS 2 kali berturut-turut berat badannya tidak
naik, kelihatan sakit atau lesu, kurus, busung lapar, ibu hamil
15
dan ibu menyusui apabila keadaannya kurus, pucat, adanya
bengkak pada kaki, pusing, perdarahan, sesak nafas, gondokan
dan orang sakit.
d) Memberikan pelayanan gizi dan kesehatan dasar oleh kader
posyandu misalnya dalam pemberian pil tambah darah (pil
bezi), vitamin A, oralit
5) Meja 5 : merupakan kegiatan pelayanan sektor yang biasanya
dilakukan oleh petugas kesehatan, Pusat Layanan Keluarga
Berencana (PLKB), Pusat Program Layanan (PPL) pelayanan yang
diberikan yaitu pelayanan imuniasi, pemeriksaan kehamilan,
pelayanan KB berupa IUD dan suntikan, pemeriksaan kesehatan
dan pengobatan, pemberian tablet zat besi (Fe), serta vitamin A.
b. Tugas kader di luar kegiatan posyandu
Kegiatan yang dilakukan kader di luar jadwal kegiatan
pelayanan posyandu meliputi :
1) Kegiatan yang menunjang pelayanan KB, KIA, Gizi, Imunisasi dan
penanggulangan diare.
2) Kegiatan yang menunjang upaya kesehatan lainnya sesuai dengan
permasalahan yang ada seperti : pemberantasan penyakit menular,
penyehatan rumah, pembersihan sarang nyamuk, pembuangan
sampah, penyediaan sarana air bersih, penyediaan sarana jamban
keluarga, pembuatan sarana pembuangan air limbah, pemberian
16
pertolongan pada penyakit, pemberian pertolongan pertama pada
kecelakaan, dan dana sehat

C. Perilaku (Practice)
Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik dapat
diamati secara langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Menurut
Notoatmodjo (2003), perilaku terdiri dari:
1. Persepsi (perception)
Persepsi adalah mengenal atau memilih berbagai obyek sehubungan
dengan tindakan yang akan diambil yang merupakan praktek tingkat
pertama, misalnya kader kesehatan dapat memanfaatkan meja penyuluhan
dengan baik.
2. Respon terpimpin (Guided Respons)
Respon terpimpin adalah dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan
yang benar dan sesuai dengan contoh yang merupakan indicator praktek
tingkat dua misalnya seorang kader kesehatan dapat melaksanakan meja
penyuluhan sesuai dengan program di meja penyuluhan.
3. Mekanisme (mechanisme)
Mekanisme adalah seseorang telah dapat sesuatu dengan benar secara
otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka dapat
mencapai praktek tingkat tiga, misalnya kader kesehatan sudah lancar
dalam memberikan penyuluhan kepada masyarakat dengan baik dan benar.

17
4. Adaptasi (adaptation)
Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa
mengurangi kebenaran tindakan misalnya kader kesehatan dapat
melakukan penyuluhan sesuai berdasarkan masalah kesehatan yang
dihadapi masyarakat yang berkunjung ke Posyandu.
Pengukuran suatu perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yaitu
dengan melakukan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah
dilakukan. pengukuran secara langsung yaitu dengan mengobservasi tindakan
atau kegiatan seseorang (Notoatmodjo, 2003).
Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi
karena perilaku merupakan hasil dari resultasi dari berbagai faktor, baik
internal maupun eksternal (lingkungan). Pada garis besarnya perilaku manusia
dapat terlihat dari 3 aspek yaitu aspek fisik, psikis, dan sosial. Akan tetapi dari
aspek tersebut sulit untuk ditarik garis yang tegas dalam mempengaruhi
perilaku manusia. Secara lebih terperinci perilaku manusia sebenarnya
merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan,
keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, serta sikap (Notoatmodjo,
2003).
Perilaku seseorang atau subyek dipengaruhi atau ditentukan oleh
faktor-faktor baik dari dalam maupun dari luar subyek. Perilaku kesehatan
menurut Notoatmodjo (2003) yang mengutip dari Lawrence Green ada tiga
faktor yang mempengaruhi perilaku manusia, yaitu :
18
1. Faktor-faktor Predisposisi (Predisposing factors)
Faktor predisposisi adalah faktor-faktor yang mempermudah atau
mempredisposisi terjadinya perilaku sesesorang, antara lain pengetahuan,
sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi. dimana pengetahuan ibu
tentang manfaat Posyandu baik, maka pemanfaatan posyandu akan baik
pula.
2. Faktor pemungkin (Enabling factors)
Faktor pemungkin adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau
menfasilitasi perilaku atau tindakan. Artinya faktor pemungkin adalah
sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan.
dimana sebuah Posyandu yang masih minim fasilitas kesehatan membuat
masyarakat dalam memeriksakan kesehatan atau melakukan pengobatan
terkadang lebih memanfaatkan petugas kesehatan setempat daripada
memanfaatkan Posyandu.
3. Faktor-faktor penguat (Reinforcing factors)
Faktor penguat adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat
terjadinya perilaku pada kader kesehatan dalam memanfaatkan meja
penyuluhan di posyandu.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku berawal
dari adanya pengalaman seseorang serta faktor-faktor dari luar (lingkungan),
baik fisik maupun non fisik, kemudian pengalaman dan lingkungan diketahui,
dipersepsikan, diyakini, sehingga menimbulkan motivasi, niat untuk bertindak,
yang akhirnya terjadilah perwujudan niat yang berupa perilaku.
19






Bagan 2.l Skema Perilaku
(Sumber : Notoatmodjo, 2003)

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Kader Posyandu
Memanfaatkan Meja Penyuluhan
Menurut Apriliyanto (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kader
posyandu memanfaatkan meja penyuluhan yaitu :
1. Umur
Umur adalah usia ibu yang menjadi indikator dalam kedewasaan
dalam setiap pengambilan keputusan untuk melakukan sesuatu yang
mengacu pada setiap pengalamannya. Karakteristik pada kader Posyandu
berdasarkan umur sangat berpengaruh terhadap keaktifan seorang kader
Posyandu dalam memanfaatkan kegiatan di Posyandu, dimana
semakin tua umur seorang kader Posyandu maka kesiapan kader Posyandu
dalam memanfaatkan Posyandu khususnya dalam pemanfaatan meja
penyuluhan dapat berjalan dengan baik, lebih berpengalaman, karena umur
seseorang sedemikian besarnya akan mempengaruhi kinerja, karena
semakin lanjut umurnya, maka semakin lebih bertanggung jawab, lebih
a. Pengalaman
b. Keyakinan
c. Fasilitas
d. Sosio-budaya
a. Pengetahuan
b. Persepsi
c. Sikap
d. Keinginan
e. Kehendak
f. Motivasi
g. Niat
Respons :
Perilaku
20
tertib, lebih bermoral, lebih berbakti daripada usia muda (Notoatmodjo,
2003).
Pembagian umur menurut Hurlock, (2001) yaitu ;
a. Dewasa awal : dimulai pada umur 18 tahun sampai umur 40 tahun.
b. Dewasa madya : dimulai pada umur 41 tahun sampai umur 60 tahun
c. Dewasa lanjut : dimulai pada umur 60 tahun sampai kematian
2. Pendidikan
Tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang
menyerap dan memahami suatu pengetahuan tentang posyandu dengan
baik sesuai dengan yang mereka peroleh. Dari kepentingan keluarga
pendidikan itu sendiri amat diperlukan seseorang lebih tanggap dengan
manfaat posyandu khususnya dalam pemanfaatan meja penyuluhan
(Siswono, 2009).
Tingkat rendahnya pendidikan erat kaitannya dengan tingkat
pengertian tentang pemanfaatan meja penyuluhan, kesadarannya terhadap
program posyandu yang dilakuan bagi keluarga, masyarakat. Tingkat
pendidikan turut pula menentukan rendah tidaknya seseorang menyerap
dan memakai pengetahuan khususnya tentang pemanfaatan meja
penyuluhan. Tingkat pendidikan kader kesehatan yang rendah
mempengaruhi penerimaan informasi sehingga pengetahuan tentang
pemanfaatan meja penyuluhan menjadi terhambat atau terbatas (Suhardjo,
2009).
21
Pendidikan yang rendah, adat istiadat yang ketat serta nilai dan
kepercayaan akan takhayul disamping tingkat penghasilan yang masih
rendah, merupakan penghambat dalam pembangunan kesehatan.
Pendidikan rata-rata penduduk yang masih rendah, khususnya di kalangan
kader Posyandu merupakan salah satu masalah yang berpengaruh terhadap
kegiatan pemanfaatan meja penyuluhan, sehingga sikap hidup dan perilaku
yang mendorong timbulnya kesadaran masyarakat masih rendah. Semakin
tinggi pendidikan ibu, mortalitas dan morbilitas semakin menurun, hal
tersebut tidak hanya akibat kesadaran kader kesehatan yang terbatas tetapi
tetapi juga karena adanya kebutuhan sosial ekonominya yang belum
tercukupi (Suhardjo, 2009). Adapun pendidikan dibagi menjadi dua, yaitu
pendidikan informal ialah pendidikan yang diperoleh seseorang di rumah,
di lingkungan sekolah, tetapi juga dapat di dalam kelas, pendidikan formal
ialah pendidikan yang mempunyai bentuk atau organisasi tertentu, seperti
yang terdapat di sekolah atau universitas.
3. Pekerjaan
Banyak ibu-ibu bekerja mencari nafkah, baik untuk kepentingan
sendiri maupun keluarga. Faktor bekerja saja nampak berpengaruh pada
peran kader kesehatan sebagai timbulnya suatu masalah pada pemanfaatan
meja penyuluhan, karena mereka mencari nafkah untuk memenuhi
kebutuhan yang belum cukup, yang berdampak pada tidak adanya waktu
para kader untuk aktif pada pemanfaatan meja penyuluhan, serta tidak ada
waktu kader mencari informasi karena kesibukan mereka dalam bekerja.
22
Kondisi kerja yang menonjol sebagai faktor yang mempengaruhi
pemanfaatan meja penyuluhan (Depkes RI, 2000).
4. Pendapatan
Pendapatan adalah sejumlah penghasilan dari seluruh anggota
keluarga baik dalam bentuk uang maupun barang yang dinilai dengan
sejumlah beras. Tingkat Pendapatan biasanya berupa uang yang
mempengaruhi dalam pemanfaatan meja penyuluhan. Pendapatan yang
cukup dapat memperoleh kualitas makanan yang sesuai dengan
pemanfaatan meja penyuluhan, sehingga dapat dikatakan ada hubungan
yang erat antara pendapatan dengan pemanfaatan meja penyuluhan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan yaitu :
a. J umlah anggota keluarga yang bekerja, pada keluarga dimana hanya
ayah yang mencari nafkah tentu berbeda besar pendapatannya dengan
keluarga yang mengandalkan sumber keuangan dari ayah atau ibu atau
anggota keluarga yang lain.
b. Kesempatan kerja yang segera bisa menghasilkan uang misalnya
pekerjaan di luar usaha tani sangat menentukan besar kecilnya
pendapatan dalam suatu keluarga. Bila keluarga yang pekerjaan utama
kepala keluarga bersawah ia juga sebagai makelar hasil-hasil pertanian,
pamong desa dan lain-lain.
c. Pendidikan merupakan faktor yang penting dalam usaha memperoleh
kesempatan kerja. Seseorang yang pendidikan tinggi akan mendapat
kesempatan memperoleh pekerjaan yang lebih baik bila dibandingkan
23
dengan seseorang yang pendidikannya rendah. Pekerjaan yang layak
tersebut akan mendapatkan upah yang lebih tinggi bila dibandingkan
yang pendidikan rendah.
Tingkat pendapatan akan mempengaruhi dalam pemanfaatan meja
penyuluhan yang selanjutnya berperan dalam kesehatan masyarakat. Bagi
mereka yang berpendapatan sangat rendah dalam pemanfaatan meja
penyuluhan tidak akan berjalan lancar, sebaliknya apabila tingkat
pendapatan meningkat dalam pemanfaatan meja penyuluhan akan lancar.
5. Pengetahuan
Pengetahuan dapat membentuk suatu sikap dan menimbulkan suatu
perilaku didalam kehidupan sehari-hari (Notoatmodjo, 2003). Tingkat
pengetahuan tentang Posyandu pada kader kesehatan yang tinggi dapat
membentuk sikap positif terhadap program Posyandu khususnya
pemanfaatan meja penyuluhan Pada gilirannya akan mendorong seseorang
untuk aktif dan ikutserta dalam pelaksanaan Posyandu. Tanpa pengetahuan
maka para kader kesehatan sulit dalam menanamkan kebiasan
pemanfaatan meja penyuluhan untuk kegiatan program Posyandu
selanjutnya.
Kurangnya pengetahuan sering dijumpai sebagai faktor yang
penting dalam masalah pemanfaatan meja penyuluhan karena kurang
percaya dirinya para kader kesehatan menerapkan ilmunya serta kurang
mampu dalam menerapkan informasi penyuluhan dalam kehidupan sehari-
hari. Semakin tinggi pengetahuan dalam penyuluhan maka akan semakin
24
baik pemanfaatan meja penyuluhan. Orang dengan pengetahuan
penyuluhan yang rendah akan berperilaku tidak ada rasa percaya diri yang
berdampak menjadi tidak aktif dalam memanfaatkan meja penyuluhan
(Sediaoetama, 1999).
6. Sikap (Attitude)
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau
obyek, baik yang bersifat intern maupun ekstern, sehingga manifestasinya
tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat langsung ditafsirkan
terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.
Menurut Notoadmodjo (2003), sikap terbagi 3 komponen yang
membentuk struktur sikap dan ketiganya saling menunjang, yaitu:
a. Komponen kognitif (komponen perceptual)
Berisi kepercayaan, yang berhubungan dengan hal-hal tentang
bagaimana individu mempersiapkan terhadap objek sikap, dengan apa
yang dilihat dan diketahui (pengetahuan), pandangan, keyakinan,
pikiran, pengalaman pribadi.
b. Komponen afektif (komponen emosional)
Kemampuan ini menunjuk pada dimensi emosional subjektif individu
atau evaluasi terhadap objek sikap, baik yang positif maupun negatif.
c. Komponen konatif (komponen perilaku)
Yaitu komponen sikap yang berkaitan dengan predisposisi atau
kecenderungan bertindak terhadap objek sikap yang dihadapinya.
25
Ketiga komponen ini bersama-sama membentuk sikap yang utuh.
Pada penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan
emosi memegang peranan penting. Dimana dari ketiga komponen tersebut
tidak berdiri sendiri, tetapi menunjukkan manusia yang merupakan suatu
sistem kognitif, yang berarti bahwa yang dipikirkan seseorang tidak akan
terlepas dari perasaannya (Notoatmojo, 2003).
Sikap terdiri atas berbagai tingkat, yaitu menerima (receiving),
memberi respon (responding), menghargai (valuing), bertanggung jawab
(responsible). Menerima (receiving) diartikan bahwa orang (subjek) mau,
dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Memberi respon
(responding) diartikan memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan
dan menyelesaikan tugas yang diberikan sebagai indikasi dari sikap.
Menghargai (valuing) berarti mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah. Bertanggung
jawab (responsible) berarti bertanggung jawab atas segala sesuatu yang
telah dipilihnya dengan segala risiko (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Sunaryo (2004), ada 4 hal penting yang menjadi
determinan (faktor penentu) sikap individu yaitu:
a. Faktor fisiologis
Faktor fisiologis adalah faktor yang penting : umur dan kesehatan yang
menentukan sikap individu.


26
b. Faktor pengalaman langsung terhadap objek sikap
Pengalaman langsung yang dialami individu terhadap objek sikap,
berpengaruh terhadap sikap individu terhadap objek sikap tersebut.
c. Faktor kerangka acuan
Kerangka acuan yang tidak sesuai dengan objek sikap, dan
menimbulkan sikap yang negatif terhadap objek sikap tersebut
d. Faktor komunikasi sosial
Informasi yang diterima individu akan dapat menyebabkan perubahan
sikap pada individu tersebut.
Sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi dapat dipelajari dan dibentuk
berdasarkan pengalaman dan latihan sepanjang perkembangan individu
dalam hubungan dengan objek. Faktor yang berasal dari dalam maupun
dari luar individu, yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap individu.
Faktor dari dalam individu antara lain umur, kesehatan, dan pengalaman
langsung dari individu. Sedangkan faktor dari luar individu antara lain
informasi, kerangka acuan. Kedua faktor tersebut dapat menjadi penentu
sikap individu terhadap objek atau stimulus.
Menurut Sunaryo (2004), faktor yang mempengaruhi pembentukan
dan pengubahan sikap yaitu:
a. Faktor Internal
Faktor ini berasal dari dalam diri individu, dimana individu
menerima, mengolah dan memilih segala sesuatu yang datang dari
luar, serta menentukan mana yang akan diterima dan mana yang tidak.
27
Faktor individu merupakan faktor penentu dalam pembentukan sikap.
Faktor intern menyangkut motif dan sikap yang bekerja dalam diri
individu pada saat sakit, serta yang mengarahkan minat dan perhatian
(faktor psikologis), juga perasaan sakit, lapar dan haus (faktor
fisiologis).
b. Faktor Eksternal
Faktor ini berasal dari luar individu, berupa stimulus untuk
membentuk dan mengubah sikap. Stimulus dapat bersifat langsung,
misal individu dengan individu atau dengan kelompok, dapat juga
bersifat tidak langsung, yaitu melalui perantara, seperti alat
komunikasi dan media massa, misalnya pengalaman yang diperoleh
individu, situasi yang dihadapi individu, norma masyarakat, hambatan,
serta pendorong yang dihadapi individu dalam masyarakat.
Sikap dapat berubah-ubah dalam situasi yang memenuhi syarat
untuk itu, sehingga dapat dipelajari. Sikap tidak dibawa sejak lahir,
tetapi dipelajari dan dibentuk berdasarkan pengalaman individu
sepanjang perkembangan selama hidupnya. Pada manusia sebagai
mahluk sosial, pembentukan sikap tidak lepas dari pengaruh interaksi
manusia satu dengan yang lain (eksternal). Faktor yang berasal dari
luar individu yaitu pengalaman individu, situasi yang dihadapi, norma
dalam masyarakat, hambatan dan pendorong yang dihadapi individu.
Manusia sebagai mahluk individual, sehingga apa yang datang
dari dalam dirinya (internal), akan mempengaruhi pembentukan sikap.
28
Faktor yang berasal dari dalam individu yaitu fisiologis, psikologis,
dan motif yang ada dalam diri individu. Sikap ini dapat bersifat positif
dan dapat pula bersifat negatif. Dalam sikap positif kecenderungan
tindakan adalah mendukung atau memihak (favourable), sedangkan
dalam sikap negatif kecenderungan untuk tidak mendukung atau tidak
memihak (unfavourable) pada obyek tersebut (Purwanto, 1999).
7. J umlah Balita
J umlah balita merupakan banyaknya balita yang berkunjung ke
posyandu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di posyandu. Idealnya
satu posyandu melayani 100 balita. J umlah balita yang berkunjung dapat
mempengaruhi pemanfaatan meja penyuluhan oleh kader posyandu.
Semakin banyak jumlah balita yang berkunjung, maka kader semakin
sibuk melakukan kegiatan posyandu seperti pencatatan, penimbangan
tanpa melakukan kegiatan penyuluhan.
Menurut Djaiman (2002), faktorfaktor yang berhubungan dengan
kunjungan (jumlah) balita ke Posyandu meliputi:
a. Umur balita
Umur 12 sampai 35 bulan merupakan umur yang berpengaruh
terhadap kunjungan, karena pada umur ini merupakan pertumbuhan
dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak
selanjutnya.


29
b. Status pekerjaan ibu
Status pekerjaan merupakan faktor yang mempengaruhi
perilaku ibu balita. Karena kesibukan untuk bekerja, sehingga para ibu
mengabaikan masalah pertumbuhan, perkembangan dan masalah
kesehatan pada balitanya yaitu dengan mengabaikan kunjungan ke
Posyandu.
c. J arak tempat tinggal
J arak antara tempat tinggal dengan Posyandu juga
mempengaruhi ibu balita untuk hadir di kegiatan Posyandu.
Ketidakhadiran ibu balita ke Posyandu disebabkan karena letak rumah
balita yang jauh dengan Posyandu.
.


30
E. Kerangka Teori













Bagan 2.2 Kerangka Teori
(Sumber: Lawrence Green (1988); dalam Notoatmodjo (2003)








Perilaku Kader Posyandu
Memanfaatkan
MejaPenyuluhan
Faktor Prediposisi :
1. Tingkat Pengetahuan
2. Sikap
3. Keyakinan
4. Kepercayaan
5. Nilai
6. Motivasi
Faktor Penguat :
1. Sikap Petugas
kesehatan
2. Perilaku
3. J umlah Balita
Karakteristik :
1. Umur
2. Pendidikan
3. Pekerjaan
4. Pendapatan


31
F. Kerangka Konsep






Bagan 2.3 Kerangka Konsep

G. Hipotesis
1. Ada hubungan antara umur dengan perilaku kader posyandu
memanfaatkan meja penyuluhan di Kelurahan Bandarharjo.
2. Ada hubungan antara pendidikan dengan perilaku kader posyandu
memanfaatkan meja penyuluhan di Kelurahan Bandarharjo.
3. Ada hubungan antara pekerjaan dengan perilaku kader posyandu
memanfaatkan meja penyuluhan di Kelurahan Bandarharjo.
4. Ada hubungan antara sikap dengan perilaku kader posyandu
memanfaatkan meja penyuluhan di Kelurahan Bandarharjo.
5. Ada hubungan antara jumlah balita dengan perilaku kader posyandu
memanfaatkan meja penyuluhan di Kelurahan Bandarharjo.

Perilaku Kader Posyandu
Memanfaatkan Meja
penyuluhan
Karakteristik Kader :
1. Umur
2. Pendidikan
3. Pekerjaan
4. Sikap
5. J umlah balita
Variabel Independent Variabel Dependent

Vous aimerez peut-être aussi