& PENYAKIT KURANG ENERGI DAN PROTEIN (KEP) Disusun untuk memenuhi tugas Ilmu Kedokteran Pencegahan Dosen Pengampu : dr. Hema Dewi Anggraheny
Oleh: Nuzulia Nimatina H2A010037 BLOK 3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG TAHUN AJARAN 2010/2011 1
BAB 1 PENDAHULUAN
Makanan yang ideal harus mengandung cukup bahan bakar (energi) dan semua zat gizi esensial (komponen bahan makanan yang tidak dapat disintesis oleh tubuh sendiri akan tetapi diperlukan bagi kesehatan dan pertumbuhan) harus dalam jumlah yang cukup pula. Dengan cukup diartikan sesuai dengan keperluan sehari-harinya. Pemberian makanan yang mengandung energi berlebihan akan menimbulkan obesitas, sedangkan zat gizi esensial yang diberikan secara berlebihan untuk jangka waktu yang panjang akan mengakibatkan penimbunan zat gizi tersebut dan dapat merupakan racun bagi tubuh, seperti pada hipervitaminosis A, hipervitaminosis D, hiperkalaemia, dan sebagainya. Sebaliknya, pemberian energi yang kurang daripada kebutuhan untuk jangka waktu yang lama akan menghambat pertumbuhan, bahkan akan mengurangi cadangan energi dalam tubuh, hingga terjadi keadaan gizi kurang maupun buruk (marasmus). Kekurangan zat gizi esensial pada akhirnya menimbulkan gejala defisiensi dengan gejala-gejala yang khas untuk tiap kekurangan zat gizi esensialnya, seperti xeroftalmia pada kekurangan vitamin A, rakitis pada kekurangan vitamin D, dan sebagainya.
2
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
A. ASI (AIR SUSU IBU) Air susu ibu (ASI) merupakan makanan terbaik untuk bayi, karena mengandung semua bahan yang diperlukan oleh bayi. Kenyataan menunujukkan bahwa sebelum terbentuk ASI yang sebenarnya, payudara membentuk Colostrum. Colostrum ini berupa cairan kekuningn yang dikeluarkan payudara selama hari- hari ke 2-4 sesudah persalinan, bereaksi basa dengan berat jenis 1040-1060 (ASI berat jenisnya 1030). Colostrum yang dikeluarkan setiap hari tidak terlalu banyak dan berkisar 10-40 ml perharinya. Dibandingkan dengan ASI, Colostrum ini mengandung protein jauh lebih banyak, akan tetapi mengandung lemak dan karbohidrat lebih sedikit. Colostrumharus diberikan pada bayi (tidak seperti kebiasaan yang terjadi di masyarakat untuk membunag ASI yang dikeluarkan pada hari-hari pertama). Perubahan colostrum menjadi ASI berlangsung kurang lebih 2-3 minggu dan terjadi secara berkala. [2]
Komposisi ASI adalah protein, karbohidrat, lemak, vitamin/mineral dan air. Komposisi ASI ini sedemikian rupa, sehingga memenuhi kebutuhan bayi untuk masa 4-6 bulan. [2]
Dalam 2 hari pertama produksi ASI belum banyak hingga tidak perlu menyusui terlalu lama, cukup beberapa menit saja untuk merangsang keluarnya ASI. Pada hari-hari beikutnya bayi dapat disusui selam 15-20 menit tiap kalinya, walaupun sebagian besar ASI keluar pada 5-10 menit pertama dari tiap buah dada. Jadwal menyusui hendaknya disesuaikan dengan aktivitas sehari-hari ibunya, misalnya tiap 3 jam dimulai jam 6 pagi. Walaupun demikian jadwal itu tidak perlu kaku, jika setelah 2 jam bayi sudah menangis dapat saja diberikan lagi. Sebaiknya harus diperhatikan, bahwa bayi yang menangis tidak selalu disebabkan oleh rasa 3
lapar, mungkin juga oleh mulas-mulas (kolik, gerakan usus yang berlebihan) setelah minum ASI, sedang sakit dan sebagainya. [4]
Keuntungan ASI: [2]
1. Faktor kekebalan yang terdapat pada ASI: a. Faktor pertumbuhan Lactobacillus bifidus b. Faktor anti Staphylococcus. Zat ini merupakan semacam asam linoleat yang merupakan asa lemak tidak jenuh. c. Antibodi terhadap penyakit batuk rejan, diphteri, radang paru, penyakit saluran pencernaan, bermacam-macam penyakit virus seperti radang otak, gondongan, influenza, cacar. d. Komplemen merusak bakteri, sehingga kuman dapat mudah dimakan sel darah putih. Penawar alergi dan berdaya menghindarkan rangsangan terhadap bahan-bahan kimia. e. Lisozim memecah dinding sel bakteri f. Laktoperoksidase yang bersama dengan zat lain akan membunuh Staphylococcus. g. Laktoferin merupakan ikatan besi dan protein yang berdaya anti Staphylococcus dan E. Coli. 2. Dalam waktu pendek maupun panjang, pemberian ASI dapat memberikan rasa kedekatan dan kasih sayang antara ibu dan anak secara permanen. 3. ASI mempunyai susunan bahan makanan yang sangat ideal dan tidak dapat ditiru. 4. Secara ekonomis, ASI sangat murah. ASI mengandung protein berkasiat tinggi. 5. KB. Banyak peneliti yang mengatakan, bahwa menyusukan ASI mempunyai daya kontrasepsi walaupun terbatas. Menyusui dapat mencegah sekitar 15-25% kelahiran. Amenorrhoe laktasi berakhir antara 9-18 bulan, dan dapat menurunkan angka kesuburan pada pasangan yang 4
segan menggunakan kontrasepsi. Pada laktasi kurang 12 bulan dapat meningkatkan angka kelahiran sekitar 20%. Seperti sudah dikemukakan, ASI merupakan makanan bayi yan paling baik, akan tetapi adakalanya produksinya tidak cukup untuk menyokong pertumbuhan bayi, bahkan kadang-kadang ibu tidak dapat megeluarkan ASI sama sekali. Berbagai macam cara diketahui untuk menentukan apa pertumbuhan bayi itu cukup, kurang atau berlebihan. Salah satu cara yang sangat mudah dilakukan ialah dengan menimbang bayi itu dan dibandingkan dengan baku untuk anak sehat. Banyak kartu pertumbuhan (Growth chart) beredar, baik yang memakai standar baku bagi anak Indonesia, maupun kulit putih. Tidak perlu menimbang tiap hari sebab jika naik beratnya tidak sesuai dengan yang dianjurkan, maka ibunya menjadi takut dan secara patologis bahkan produksi ASInya akan menurun. Pergilah pada waktu-waktu tertentu (misalnya tiap bulan) pada dokter anak yang akan mrngatakan apa pertumbuhan bayinya cukup. Jika pertumbuhannya kurang atau berlebihan, dokter anak tersebut akan memberi nasihat seperlunya. Jangan buru-buru memberi formula bayi sebagai tambahan, jika ibu merasa bahwa ASI yang dikeluarkan tidak cukup. Seperti sudah dikatakan menyusui pada waktu-waktu tertentu akan merangsang produksi ASI. [4]
B. PERANAN DIET PADA PERTUMBUHAN Seperti halnya dengan motor, makhluk hidup membutuhkan energi, bahan untuk perbaikan dan bahan pengganti, bahkan disamping yang disebut tadi dan tidak dibutuhkan oleh sebuah motor, ialah bahan untuk pertumbuhan bagi individu yang masih bertumbuh. Semua keperluan yang disebut tadi dapat dipenuhi dengan makanan sehari-hari. Ilmi gizi merupakan ilmu pemberian makanan yang berhubungan dengan kesehatan dan pertumbuhan, maka demi kesehatan dan pertumbuhan yang normal makanan sehari-hari harus mengandung cukup energi dan zat gizi yang esensial untuk tujuan tersebut. 5
Dengan kata cukupdiartikan tidak kurang akan tetapi juga tidak berlebihan terutama untuk jangka waktu yang lama. Bilamana syarat pemberian makanan tidak terpenuhi, baik kurang maupun lebih daripada yang dibutuhkan untuk umur, jenis kelamin dan kondisi-kondisi tertentu seperti banyaknya aktivitas, suhu lingkungan, maka akan terjadi keadaan malnutrisi. Penyimpangan yang sangat daripada diet yang adekuat dalam waktu yang lama akan menimbulkan keadaan kekurangan yang lambat laun memperlihatkan gejala-gejala klinisnya. Begitu pula masukan yang berlebihan terus menerus menimbulkan keadaan gizi lebih (overnutrition). Masukan energi yang berlebihan menyebabkan keadaan obesitas, vitamin A yang berlebihan meracuni tubuh dengan gejala-gejala hipervitaminosis A, dan sebagainya. Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh tidak adanya keseimbangan antara kebutuhan dan suplainya digolongkan dalam penyakit-penyakit gangguan gizi (nutritional disorders). Keadaan gizi kurang (undernutrition) maupun gizi lebih (overnutrition) tidak selalu disebabkan oleh masukan makanan yang tidak cukup atau berlebihan. Keadaan demikian dapat juga terjadi oleh kelainan dalam tubuh sendiri seperti gangguan pencernaan, absorpsi, utilisasi, ekskresi, dan sebagainya. [4]
C. PENYAKIT KURANG ENERGI DAN PROTEIN (KEP) Penyakit KEP atau Protein Energy Malnutrition merupakan salah satu penyakit gangguan gizi yang penting bagi Indonesia maupun banyak negara yang sedang berkembang di Asia, Afrika, Amerika Tengah dan Amaerika Selatan. Prevalensi yang tinggi terdapat pada anak-anak dibawah umur lima tahun (balita), ibu yang sedang mengandung dan sedang menyusui. Pada penyakit KEP ditemukan beberapa macam keadaan patologis disebabkan oleh kekurangan energi maupun protein dalam proporsi yang bermacam-macam. Akibat kekurangan tersebut, timbul keadaan KEP pada derajat yang sangat ringan sampai berat. Pada keadaan yang sangat ringan tidak banyak ditemukan kelainan, dan hanya terdapat pertumbuhan yang kurang, biokimiawi maupun gejala klinisnya tidak ditemukan. Beberapa sarjana menamakan Marginal 6
malnutrition. Pada keadaan yang berat, ditemukan dua tipe yaitu tipe kwashiorkor dan marasmus. Masing-masing dengan gejala-gejala yang khas, dengan kwashiorkor marasmit di tengah-tengahnya. Pada smeua derajat maupun tipe KEP ini terdapat gangguan pertumbuhan disamping gejala-gejala klinis maupun biokimiawi yang khas bagi tipe penyakitnya. Untuk membeda- bedakan tipe maupun derajat berat penyakitnya (klasifikasi), banyak cara dapat dipakai. Klasifikasi tidak banyak artinya jika tidak dpakai secara luas, sebab tujuan utamanya agar dapat digunakan untuk membandingkan hasil- hasil penyelidikan berbagi sarjana di berbagai tempat atau negara. Lagipula, klasifikasi dapat dipakai jika tidak sukar untuk dipraktikkannya. [4]
Klasifikasi KEP: a. Modifikasi yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI [4]
Demi keseragaman dalam membuat rencana dan mengevaluasi program- program pangan dan gizi serta kesehatan di Indonesia, maka lokakarya Antropometri Gizi Departemen Kesehatan RI yang diadakan pada tahun 1975, membuat keputusan yang merupakan modifikasi klasifikasi Gomez, berbeda dengan penggolongan yang ditetapkan oleh Gomez, lokakarya mengklasifikasikan status gizidalam gizi lebih, giz baik, gizi kurang dan gizi buruk. Tabel 2.1 Klasifikasi KEP menurut DepKes (1975) Derajat KEP Berat Badan % dari baku* 0 = normal = / > 80 % 1 = gizi kurang 60-79 % 2 = gizi buruk < 60 % *Sebagai baku patokan dipakai persentil 50 Harvard
b. Klasifikasi kualitatif menurut Wellcome Trust (FAO/WHO Exp.Comm., 1971) [4]
Cara Wellcome Trust dapat dipraktikkan dengan mudah, tidak diperlukan penentuan gejala klinis maupun laboratoris, dan dapat dilakukan oleh 7
tenaga paramedis setelah diberi latihan seperlunya. Untuk survei lapangan guna menentukan prevalensi tipe-tipe KEP banyak gunanya. Akan tetapi jika cara Wellcome Trust diterapkan pada penderita yang sudah beberapa hari dirawat dan dapat pengobatan diet, maka ada kalanya dapat dibuat diagnosa yang salah. Seorang penderita dengan edema, kelainan kulit, kelainan rambut, dan perubahan-perubahan lain yang khas bagi kwashiorkor dengan berat badan lebih dari 60%, jika dirawat selam 1minggu akan kehilangan edemanya dan beratnya dapat menurun dibawah 60% walaupun gejala klinisnya masih ada. Dengan berat dibawah 60%dan tidak terdapatnya edema, penderita tersebut dengan klasifikasi wellcome trust didiagnosa sebagai penderita marasmus. Tabel 2.2 Klasifikasi kualitatif menurut Wellcome Trust Berat Badan % dari baku Edema Tidak ada Ada >60 % Gizi kurang Kwashiorkor <60 % Marasmus Kwashoirkor marasmik *baku = persentil 50 Harvard
Faktor-faktor penyebab penyakit KEP Penyakit KEP merupakan penyakit lingkungan. Oleh karena itu ada beberapa faktor yang bersama-sama menjadi penyebab timbulnya penyakit tersebut, antara lain adalah faktor diet, faktor sosial, kepadatan penduduk, infeksi, kemiskinan da lain-lain. [4]
Gejala klinis KEP Gejala klinis KEP berbeda-beda tergantung dari derajat dan lamanya deplesi protein dan energi, umur penderita, modifikasi disebabkan oleh adanya kekurangan vitamin dan mineral yang menyertainya. Pada KEP ringan yang 8
ditemukan hanya pertumbuhan yang kurang, seperti berat badan yang kurang dibandingkan dengan anak yang sehat. Keadaan KEP yang berat memberi gejala yang kadang-kadang berlainan, tergantung dari dietnnya, fluktuasi musim, keadaan sanitasi, kepadatan penduduk dan sebagainya. [4]
Gejala klinis KEP ringan Penyakit KEP ringan sering ditemukan pada anak-anak dari usia 9 bulan sampai 2 tahun, akan tetapi dapat dijumpai pula pada anak yang lebih besar. Pertumbuhan yang terganggu dapat dilihat dari: 1. pertumbuhan linier mengurang atau terhenti, 2. angka kenaikan berat badan berkurang, terhenti dan ada kalanya beratnya bahkan menurun, 3. ukuran lingkar lengan atas menurun, 4. maturasi tulang terlambat, 5. rasio berat terhadap tinggi normal atau menurun, 6. tebal lipat kulit normal atau mengurang, 7. anemia ringan, diet yang mengakibatkan KEP sering-sering tidak mengandung cukup zat besi, asam folik dan vitamin-vitamin lain juga, 8. aktivitas dan perhatian mereka berkurang jika dibandingkan dengan anak sehat, 9. kelainan kulit maupun rambut jarang ditemukan pada KEP ringan, akan tetapi adakalanya dijumpainya. [4]
KWASHIORKOR Kwashiorkor adalah suatu keadaan di mana tubuh kekurangan protein dalam jumlah besar. Selain itu, penderita juga mengalami kekurangan kalori. Penyebabnya adalah : 1. Intake protein yang buruk. 2. Infeksi suatu penyakit. 9
3. Masalah penyapihan. Patologi : pada kwashiorkor klasik, gangguan metabolik dan perubahan sel menyebabkan edema dan perlemakan hepar. Kelainan ini merupakan gejala yang mencolok. Pada penderita defisiensi protein tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat berlebihan, oleh sebab persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dari dietnya. Namun, kekurangan protein dalam diet menimbulkan kekurangan berbagai asam amino esensial untuk sintesis. Gejala klinis Kwashiorkor, yaitu: [4]
1. Penampilannya seperti anak yang gemuk (suger baby) bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh lainnya, terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. 2. Pertumbuhan terganggu, berat badan dibawah 80% dari baku Harvard persentil 50 walaupun terdapat edema, begitu pula tinggi badannya terutama jika KEP sudah berlangsung lama. 3. Perubahan mental sangat mencolok, banyak menangis, dan stadium lanjut mereka sangat apatis. 4. Edema baik yang ringan maupun yang berat ditemukan pada sebagian besar penderita kwashiorkor. Karena adanya edema, maka kwashiorkor bisa disebut edematous protein calorie malnutrition. 5. Atrofi otot selalu ada hingga penderita tampak lemah dan berbaring terus- menerus, wlaupun sebelum menderita penyakit demikian sudah dapat berjalan-jalan. 6. Gejala saluran pencernaan seperti anoreksia yang berat penderita menolak segala macam makanan, hingga adakalanya makanan hanya dapat diberikan melalui sonde lambung. Diare tampak pada sebagian besar penderita, dengan feses yang cair dan banyak mengandung asam laktat karena mengurangnya produksi lactase dan enzim disaharidase lain. 7. rambut yang mudah dicabut sedangkan pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala yang kusam, kering, halus, jarang, dan berubah warnanya.rambut alispun menunjukkan perubahan demikian, akan tetapi tidak demikian dengan rambut matanya yang justru memanjang. 10
8. Perubahan kulit yang khas bagi penderita kwashiorkor. Kelainan kulit berupa titik-titik merah yang menyerupai petechia, berpadu dengan bercak yang lambat laun menghitam. Setelah bercak hitam mengelupas, maka terdapat bagian-bagian merah yang dikelilingi oleh batas-batas yang masih hitam. 9. Pembesaran hati merupakan gejala yang sering ditemukan. Kadang- kadang batas hati terdapt setinggi pusar. Hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal pada rabaan dengan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam. Sediaan hati demikian jika dilihat di bawah mikroskop menunjukkan bahwa bayak sel hati ysng terisi dengan lemak. Pada kwashiorkor yang relatif ringan infiltrasi minyak itu terdapat terutama di segi tiga Kirnan, lebih berat penyakitnya lebih banyak sel hati hati yang terisi dengan lemak, sedangkan pada yang sangat berat perlemakan terdapat pada hampir semua sel hati. Adakalanya terlihat juga adanya fibrosis dan nekrosis hati. 10. Anemia 11. Kelainan biokimiawi darah
MARASMUS Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain, seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun, dan juga pada gangguan saraf pusat. Perhatian ibu dan pengasuh yang berlebihan hingga anak dipaksa menghabiskan makanan yang disediakan, walaupun jumlahnya jauh melampaui kebutuhannya, dapat menyebabkan anak kehilangan nafsu makannya, atau muntah begitu melihat makanan atau formula yang akan diberikannya. Adakalanya anak demikian menolak segala macam makanan hingga pertumbuhannya terganggu. [4]
11
Marasmus adalah suatu keadaan kekurangan kalori protein berat. Namun, lebihkekurangan kalori daripada protein. Penyebab marasmus adalah sebagai berikut: 1. Intake kalori yang sedikit. 2. Infeksi yang berat dan lama, terutama infeksi enteral. 3. Kelainan struktur bawaan. 4. Prematuritas dan penyakit pada masa neonates. 5. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup. 6. Gangguan metabolisme. 7. Tumor hipotalamus. 8. Penyapihan yang terlalu dini disertai dengan pemberian makanan yang kurang. 9. Urbanisasi. Patologi: yang mencolok pada keadaan nutritional marasmus ialah pertumbuhan yang berkurang atau terhenti disertai atrofi otot dan menghilangnya lemak bawah kulit. Padapermulaan kelainan demikian merupakan proses fisiologik. Untuk berlangsungnya hidup jaringan, maka tubuh memerlukan energi yang tidak dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan, sehingga harus didapat dari tubuh sendiri, sehingga cadangan protein dipakai juga untuk memenuhi energi. Gejala klinis Marasmus: [4]
1. Muka seorang penderita marasmus menunjukkan wajah seorang tua. Anak terlihat sangat kurus (vel over been) karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-ototnya. 2. Perubahan mental yaitu anak mudah menangis, juga setelah mendapat makan oleh sebab masih merasa lapar. Kesadaran yang menurun (apatis) terdapat pada penderita marasmus yang berat. 3. Kelainan pada kulit tubuh. 12
Kulit biasanya kering, dingin, dan mengendor disebabkan kehilangan banyak lemak dibawah kulit dan otot-ototnya. 4. Kelainan pada rambut kepala. Walaupun tidak kering seperti penderita kwashiorkor,adakalanya tampak rambut yang kering, tipis dan mudah rontok. 5. Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit mengurang. 6. Otot-otot atrofis, hingga tulang-tulang terlihat lebih jelas. 7. Penderita marasmus lebih sering menderita diare atau konstipasi. 8. Tidak jarang terdapat bradikardi. 9. Pada umumnya tekanan darah penderita lebih rendah dibandingkan dengan anak sehat seumur. 10. Frekuensi pernafasan yang mengurang; 11. Ditemukan kadar hemoglobin yang agak rendah. Karena tidak ada edema, maka marasmus sering disebut non edematous protein calorie malnutrition.
KWASHIORKOR MARASMIK Penyakit kwashiorkor marasmik memperlihatkan gejala campuran antara penyakit marasmus dan kwashiorkor. Makanan sehari-harinya tidak cukup mengandung protein dan juga energy untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan dibawah 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula (Pudjiadi, 2000)
Penatalaksanaan KEP KEP disebabkan oleh multifaktor yang saling terkait sinergis secara klinis maupun lingkungannya. Pencegahan hendaknya meliputi faktor secara konsisten. Tindakan yang diperlukan untuk mengatasi KEP : 1. Mengendalikan penyakit-penyakit infeksi, khususnya diare, melalui : 13
a. Perbaikan : sanitasi, personal, lingkungan, terutama makanan dan peralatan. b. Pendidikan : dasar, kesehatan, gizi c. Program imunisasi Pencegahan penyakit erat kaitannya dengan lingkungan seperti TBC, Malaria, DHF, parasit (cacing). 2. Memperkecil dampak penyakit infeksi terutama diare diwilayah yang sanitasi lingkungannya belum baik. 3. Deteksi dini dan menejemen awal / ringan a. Memonitor tumbang dan status gizi balita secara kontinu b. Perhatikan khusus faktor resiko tinggi yang akan berpengaruh terhadap kelangsungan status gizi (kemiskinan, ketidaktahuan penyakit infeksi) 4. Memelihara status gizi a. Dimulai sejak dalam kandungan, ibu hamil dengan gizi yang baik, diharapkan melahirkan bayi dengan status gizi yang baik pula. b. Setelah lahir segera diberi ASI ekslusif sampai 4 bulan c. Pemberian makanan tambahan (pendamping) ASI mulai usia 4 bulan secara bertahap d. Memperpanjang masa menyusui selama mungkin selama bayi menghendaki (maksimal 2 tahun). [3]
Penanggulangan KEP Pelayanan gizi (Depkes RI, 1998) Pelayanan gizi balita KEP pada dasarnya setiap balita yang berobat atau dirujuk ke rumah sakit dilakukan pengukuran berat badan, tinggi badan dan lila untuk menentukan status gizinya, selain melihat tanda-tanda klinis dan laboratorium. Penentuan status gizi maka perlu direncanakan tindakan sebagai berikut : (1) Balita KEP ringan, memberikan penyuluhan gizi dan nasehat pemberian makanan di rumah (bilamana pasien rawat jalan, 14
dianjurkan untuk memberi makanan di rumah (bayi umur < 4 bulan) dan terus diberi ASI sampai 3 tahun. (2) Balita KEP sedang; (a) Penderita rawat jalan : diberikan nasehat pemberian makanan dan vitamin serta teruskan ASI dan pantau terus berat badannya. (b) Penderita rawat inap : diberikan makanan tinggi energi dan protein, dengan kebutuhan energi 20-50% diatas kebutuhan yang dianjurkan (angka kecukupan gizi/AKG) dan diet sesuai dengan penyakitnya. (c) Balita KEP berat : harus dirawat inap dan dilaksanakan sesuai pemenuhan kebutuhan nutrisinya. [1]
Kegiatan penanggulangan KEP balita [1]
Kegiatan penanggulangan KEP balita meliputi : (1) Penjaringan balita KEP yaitu kegiatan penentuan ulang status gizi balita beradsarkan berat badan dan perhitungan umur balita yang sebenarnya dalam hitungan bulan pada saat itu.Cara penjaringan yaitu balita dihitung kembali umurnya dengan tepat dalam hitungan bulan, balita ditimbang berat badannya dengan menggunakan timbangan dacin, berdasarkan hasil perhitungan umur dan hasil pengukuran BB tersebut tentukan status gizi dengan KMS atau standar antropometri (2) Kegiatan penanganan KEP balita meliputi program PMT balita adalah program intervensi bagi balita yang menderita KEP yang ditujukan untuk mencukupi kebutuhan zat gizi balita gar meningkat status gizinya sampai mencapai gizi baik (pita hijau dalam KMS), pemeriksaan dan pengobatan yaitu pemeriksaan dan pengobatan untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit penyerta guna diobati seperlunya sehingga balita KEP 15
tidak semakin berat kondisinya, asuhan kebidanan/keperawatan yaitu untuk memberikan bimbingan kepada keluarga balita KEP agar mampu merawat balita KEP sehingga dapat mencapai status gizi yang baik melalui kunjungan rumah dengan kesepakatan keluarga agar bisa dilaksanakan secara berkala, suplementasi gizi/ paket pertolongan gizi hal ini diberikan untuk jangka pendek. Suplementasi gizi meliputi : pemberian sirup zat besi; vitamin A (berwarna biru untuk bayi usia 6-11 bulan dosis 100.000 IU dan berwarna merah untuk balita usia 12-59 bulan dosis 200.000 IU); kapsul minyak beryodium, adalah larutan yodium dalam minyak berkapsul lunak, mengandung 200 mg yodium diberikan 1x dalam setahun.
16
BAB 3 PENUTUP
Air susu ibu (ASI) merupakan makanan terbaik untuk bayi, karena mengandung semua bahan yang diperlukan oleh bayi. ASI praktis dan ekonomis karena: 1. Mengandung semua bahan yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. 2. Dapat diberikan dimana saja dan kapan saja dalam keadaan segar, bebas bakteri dan dalam suhu yang sesuai, tanpa penggunaan alat bantu. 3. Bebas dari kesalahan dalam penyediaan. 4. Masalah kesulitan pemberian makanan pada bayi jauh lebih sedikit daripada bayi yang mendapatkan formula buatan. 5. Mengandung zat anti yang berguna untuk mencegah penyakit infeksi usus dan alat pernapasan. 6. Mencegah terjadinya keadaan gizi salah (marasmus, kelebihan makan dan obesitas). Penyakit KEP atau Protein Energy Malnutrition merupakan salah satu penyakit gangguan gizi. Penyakit KEP ditemukan beberapa macam keadaan patologis disebabkan oleh kekurangan energi maupun protein dalam proporsi yang bermacam-macam. Akibat kekurangan tersebut, timbul keadaan KEP pada derajat yang sangat ringan sampai berat. Pada keadaan yang sangat ringan tidak banyak ditemukan kelainan, dan hanya terdapat pertumbuhan yang kurang, biokimiawi maupun gejala klinisnya tidak ditemukan. Pada keadaan yang berat, ditemukan dua tipe yaitu tipe kwashiorkor dan marasmus. Masing-masing dengan gejala-gejala yang khas, dengan kwashiorkor marasmit di tengah-tengahnya.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan RI. 1998. Pedoman Tatalaksana Kekurangan Energi Protein pada Anak di Rumah Sakit Kabupaten/Kota. Jakarta : Depkes RI. 2. FKUI. 1989. Air Susu Ibu: Tinjauan dari Beberapa Aspek. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 3. Pudjiani. 2000. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Jakarta : Penerbit FKUI. 4. Siregar. 2004. Penelitian Pemberian ASI Eksklusif dan Faktor- Faktor yang Memengaruhinya.