Vous êtes sur la page 1sur 44

1

Laporan Kasus

Anemia Aplastik



Oleh:
Akhmad Setyo Rahman, S.Ked
I1A010092

Pembimbing:
dr. Nyoman Suarjana, Sp.PD




BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/BLUD RS ULIN
BANJARMASIN
Mei, 2014
2

LEMBAR PENGESAHAN


Laporan Kasus


Anemia Aplastik


Oleh
Akhmad Setyo Rahman, S. Ked



Pembimbing

dr. Nyoman Suarjana, Sp.PD


Banjarmasin, Mei 2014
Telah setuju diajukan



..
(dr. Nyoman Suarjana, Sp.PD)




Telah selesai dipresentasikan



.
(dr. Nyoman Suarjana, Sp.PD)

DAFTAR ISI
3

HALAMAN JUDUL .............................................. Error! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI ........................................................................................................... 2
DAFTAR GAMBAR ............................................. Error! Bookmark not defined.
DAFTAR TABEL ................................................................................................... 4
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 7
2.1. Anemia aplastik ....................................... Error! Bookmark not defined.
2.1.1. Epidemiologi ..................................................................................... 8
2.1.2. Etiologi ............................................. Error! Bookmark not defined.
2.1.3. Patolofisiologi .................................. Error! Bookmark not defined.
2.1.4. Gejala dan pemeriksaan fisik ........... Error! Bookmark not defined.
2.1.5 Pemeriksaan penunjang .................... Error! Bookmark not defined.
2.1.6. Diagnosis .......................................... Error! Bookmark not defined.
2.1.7. Diagnosis banding ............................ Error! Bookmark not defined.
2.1.8. Prognosis .......................................... Error! Bookmark not defined.
2.1.7. Diagnosis banding ............................ Error! Bookmark not defined.
BAB III LAPORAN KASUS................................................................................ 17
BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................................... 40
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 42
DAFTAR PUSTAKA








4

DAFTAR TABEL
Tabel 1. Keluhan pada pasien anemia aplastik. .................................................... 11
Tabel 2. Tanda dan gejala yang ditemukan pada pemeriksaan fisik. .................... 12
Tabel 3. Derajat/Klasifikasi Anemia Aplastik ...................................................... 15
Tabel 4. Hasil pemeriksaan darah rutin tanggal 16 April 2014. ........................... 21
Tabel 5. Hasil pemeriksaan darah rutin tanggal 19 April 2014 ............................ 25
Tabel 6. Hasil pemeriksaan darah rutin tanggal 21 April 2014 ............................ 27
Tabel 7. Hasil pemeriksaan darah rutin tanggal 22 April 2014. Error! Bookmark
not defined.
Tabel 8. Hasil pemeriksaan sumsum tulang tanggal 22 April 2014.. ................... 28
Tabel 9. Hasil pemeriksaan darah rutin tanggal 23 April 2014.. .......................... 30
Tabel 10. Hasil pemeriksaan sputum BTA (sewaktu, pagi, sewaktu). ................. 31
Tabel 11. Hasil pemeriksaan darah rutin tanggal 29 April 2014. ......................... 35









5


BAB I
PENDAHULUAN

Anemia aplastik definisikan sebagai kegagalan sumsum tulang untuk
memproduksi komponen sel-sel darah. Penyebab anemia aplastik sendiri sebagian
besar (50-70%) tidak diketahui atau bersifat idiopatik disebabkan karena proses
penyakit yang berlangsung perlahan-lahan. Anemia aplastik adalah anemia yang
disertai oleh pansitopenia pada darah tepi yang disebabkan kelainan primer pada
sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau hipoplasia tanpa adanya infiltrasi,
supresi atau pendesakan sumsum tulang. Pansitopenia sendiri adalah suatu
keadaan yang ditandai oleh adanya anemia, leukopenia, dan trombositopenia
dengan segala manifestasinya. Gejala-gejala yang timbul akan sesuai denganjenis
sel-sel darah yang mengalami penurunan. Jika eritrosit yang menurun maka
akan menimbulkan gejala anemia dari ringan sampai berat, antara lain lemah,
letih, lesu, pucat, pusing, sesak nafas, penurunan nafsu makan dan palpitasi. Bila
terjadi leukositopenia maka terjadi peningkatan resiko infeksi, penampakan klinis
yang paling sering nampak adalah demam dan nyeri. Dan bila terjadi
trombositopenia maka akan mudah mengalami pendarahan seperti perdarahan
gusi, epistaksis, petekia, ekimosa dan lain-lain. Anemia aplastik merupakan
penyakit yang berat dan kasusnya jarang dijumpai. The International Aplastic
Anemia and Agranulocytosis Study menemukan insiden terjadinya anemia
aplastik di Eropa sekitar 2 dari 1.000.000 pertahun. Insiden di Asia 2 sampai 3
6

kali lebih tinggi dibandingkan di Eropa. Di China insiden diperkirakan 7 kasus per
1.000.000 orang dan di Thailand diperkirakan 4 kasus per 1.000.000 orang.
Frekuensi tertinggi terjadi pada usia 15 dan 25 tahun, puncak tertinggi keduapada
usia 65 dan 69 tahun.
1,2

Berikut ini akan dilaporkan kasus seorang laki-laki berusia 62 tahun yang
didiagnosis anemia aplastik. Pasien dirawat dari tanggal 16 april s/d 3 mei 2014 di
bangsal Penyakit Dalam Pria RSUD Ulin Banjarmasin.
















7


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anemia Aplastik
Anemia aplastik adalah kegagalan sumsum tulang baik secara fisiologis
maupun anatomis. Penyakit ini ditandai oleh penurunan atau tidak ada faktor
pembentuk sel darah dalam sumsum tulang, pansitopenia darah perifer, tanpa
disertai hepatosplenomegali atau limfadenopati. Penanganan anemia aplastik
masih merupakan masalah yang penting karena patofisiologi penyakit ini masih
belum pasti. Tata laksana anemia aplastik terdiri dari tata laksana suportif
terhadap keadaan yang disebabkan oleh pansitopenia seperti anemia, infeksi dan
perdarahan, serta tata laksana serta pengobatan yang bertujuan untuk mengganti
sel induk yang gagal dalam memproduksi sel-sel darah dan menekan proses
imunologis yang terjadi.
2,3


2.1.1. Epidemiologi
Anemia aplastik jarang ditemukan. Insidensi bervariasi di seluruh dunia,
berkisar antara 2 sampai 6 kasus persejuta penduduk pertahun. Analisis
retrospektif di Amerika Serikat memperkirakan insiden anemia aplastik berkisar
antara 2 sampai 5 kasus persejuta penduduk pertahun. The Internasional Aplastic
Anemia and Agranulocytosis Study dan French Study memperkirakan ada 2 kasus
persejuta orang pertahun. Frekuensi tertinggi anemia aplastik terjadi pada orang
8

berusia 15 sampai 25 tahun; peringkat kedua terjadi pada usia 65 sampai 69 tahun.
Anemia aplastik lebih sering terjadi di Timur Jauh, dimana insiden kira-kira 7
kasus persejuta penduduk di Cina, 4 kasus persejuta penduduk di Thailand dan 5
kasus persejuta penduduk di Malaysia. Penjelasan kenapa insiden di Asia Timur
lebih besar daripada di negara Barat belum jelas. Peningkatan insiden ini
diperkirakan berhubungan dengan faktor lingkungan seperti peningkatan paparan
dengan bahan kimia toksik, dibandingkan dengan faktor genetik. Hal ini terbukti
dengan tidak ditemukan peningkatan insiden pada orang Asia yang tinggal di
Amerika.
3,4


2.1.2. Etiologi
Anemia aplastik biasanya disebabkan oleh dua faktor penyebab yaitu
faktor primer dan sekunder. Untuk faktor primer disebabkan kelainan kongenital
(Fanconi, non faconi dan dyskeratosis congenital) dan idiopatik. Faktor sekunder
yang berasal dari luar tubuh, bisa diakibatkan oleh paparan radiasi bahan kimia
dan obat, ataupun oleh karena penyebab lain seperti infeksi virus (hepatitis, HIV,
dengue), radiasi, dan akibat kehamilan.
5


2.1.3. Patofisiologi
Patofisiologi dari anemia aplastik bisa disebabkan oleh dua hal yaitu
kerusakan pada sel induk pluripotenyaitu sel yang mampu berproliferasi dan
berdiferensiasi menjadi sel-sel darah yang terletak di sumsum tulang dan karena
kerusakan Pada microenvironment. Gangguan pada sel induk pluripoten ini
9

menjadi penyebab utama terjadinya anemia aplastik. Sel induk pluripoten yang
mengalami gangguan gagal membentuk atau berkembang menjadi sel-sel darah
yang baru. Umumnya hal ini dikarenakan kurangnya jumlah sel induk pluripoten
ataupun karena fungsinya yang menurun. Penanganan yang tepat untuk individu
anemia aplastik yang disebabkan oleh gangguan pada sel induk adalah terapi
transplantasi sumsum tulang. Kerusakan pada microenvironment, ditemukan
gangguan pada mikrovaskuler, faktor humoral (misalkan eritropoetin) maupun
bahan penghambat pertumbuhan sel. Hal ini mengakibatkan gagalnya jaringan
sumsum tulang untuk berkembang. Gangguan pada microenvironment berupa
kerusakan lingkungan sekitar sel induk pluripoten sehingga menyebabkan
kehilangan kemampuan sel tersebut untuk berdiferensiasi menjadi sel-sel darah.
Selain itu pada beberapa penderita anemia aplastik ditemukan sel inhibitor atau
penghambat pertumbuhan sel. Hal ini dapatdibuktikan dengan adanya limfosit T
yangmenghambat pertumbuhan sel-sel sumsum tulang.
5,6


2.1.4. Gejala dan Pemeriksaan Fisik Anemia Aplastik
Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan gejala
yang timbul adalah akibat dari pansitopenia tersebut. Hipoplasia eritropoietik akan
menimbulkan anemia dimana timbul gejala-gejala anemia antara lain lemah,
dyspnoe deffort, palpitasi cordis, takikardi, pucat dan lain-lain. Pengurangan
elemen lekopoisis menyebabkan granulositopenia yang akan menyebabkan
penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga mengakibatkan keluhan dan
gejala infeksi baik bersifat lokal maupun bersifat sistemik. Trombositopenia tentu
10

dapat mengakibatkan pendarahan di kulit, selaput lendir atau pendarahan di organ-
organ. Pada kebanyakan pasien, gejala awal dari anemia aplastik yang sering
dikeluhkan adalah anemia atau pendarahan, walaupun demam atau infeksi
kadang-kadang juga dikeluhkan. Anemia aplastik mungkin asimtomatik dan
ditemukan pada pemeriksaan rutin Keluhan yang dapat ditemukan sangat
bervariasi (Tabel 1). Pada tabel 1 terlihat bahwa pendarahan, badan lemah, dan
pusing merupakan keluhan yang paling sering dikemukakan.
7,8
Tabel 1. Keluhan Pada Pasien Anemia Aplastik







Pemeriksaan fisis pada pasien anemia aplastik pun sangat bervariasi. Pada
tabel 2 terlihat bahwa pucat ditemukan pada semua pasien yang diteliti sedangkan
pendarahan ditemukan pada lebih dari setengah jumlah pasien. Hepatomegali,
yang sebabnya bermacam-macam ditemukan pada sebagian kecil pasien
sedangkan splenomegali tidak ditemukan pada satu kasus pun. Adanya
splenomegali dan limfadenopati justru meragukan diagnosis.
5




11


Tabel 2. Tanda dan Gejala yang Ditemukan Pada Pemeriksaan Fisik







2.1.5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Darah
Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan. Anemia
yang terjadi bersifat normokrom normositer, tidak disertai dengan tanda-tanda
regenerasi. Adanya eritrosit muda atau leukosit muda dalam darah tepi
menandakan bukan anemia aplastik. Kadang-kadang pula dapat ditemukan
makrositosis, anisositosis, dan poikilositosis. Jumlah granulosit ditemukan rendah.
Pemeriksaan hitung jenis sel darah putih menunjukkan penurunan jumlah
neutrofil dan monosit. Limfositosis relatif terdapat pada lebih dari 75% kasus.
Jumlah neutrofil kurang dari 500/mm dan trombosit kurang dari 20.000/mm
menandakan anemia aplastik berat. Jumlah neutrofil kurang dari 200/mm
menandakan anemia aplastik sangat berat. Jumlah trombosit berkurang secara
kuantitias sedang secara kualitas normal. Perubahan kualitatif morfologi yang
signifikan dari eritrosit, leukosit atau trombosit bukan merupakan gambaran klasik
anemia aplastik yang didapat (acquired aplastic anemia). Pada beberapa keadaan,
12

pada mulanya hanya produksi satu jenis sel yang berkurang sehingga
diagnosisnya menjadi red sel aplasia atau amegakariositik trombositopenia. Pada
pasien seperti ini, lini produksi sel darah lain juga akan berkurang dalam beberapa
hari sampai beberapa minggu sehingga diagnosis anemia aplastik dapat
ditegakkan. Laju endap darah biasanya meningkat. Waktu pendarahan biasanya
memanjang dan begitu juga dengan waktu pembekuan akibat adanya
trombositopenia. Hemoglobin F meningkat pada anemia aplastik anak dan
mungkin ditemukan pada anemia aplastik konstitusional. Plasma darah biasanya
mengandung growth factor hematopoiesis, termasuk erittropoietin, trombopoietin,
dan faktor yang menstimulasi koloni myeloid. Kadar Fe serum biasanya
meningkat dan klirens Fe memanjang dengan penurunan inkorporasi Fe ke
eritrosit yang bersirkulasi.
9


b. Pemeriksaan sumsum tulang
Aspirasi sumsum tulang biasanya mengandung sejumlah spikula dengan
daerah yang kosong, dipenuhi lemak dan relatif sedikit sel hematopoiesis.
Limfosit, sel plasma, makrofag dan sel mast mungkin menyolok dan hal ini lebih
menunjukkan kekurangan sel-sel yang lain daripada menunjukkan peningkatan
elemen-elemen ini. Pada kebanyakan kasus gambaran partikel yang ditemukan
sewaktu aspirasi adalah hiposelular. Pada beberapa keadaan, beberapa spikula
dapat ditemukan normoseluler atau bahkan hiperseluler, akan tetapi megakariosit
rendah. Biopsi sumsum tulang dilakukan untuk penilaian selularitas baik secara
kualitatif maupun kuantitatif. Semua spesimen anemia aplastik ditemukan
13

gambaran hiposelular. Aspirasi dapat memberikan kesan hiposelular akibat
kesalahan teknis (misalnya terdilusi dengan darah perifer), atau dapat terlihat
hiperseluler karena area fokal residual hematopoiesis sehingga aspirasi sumsum
tulang ulangan dan biopsi dianjurkan untuk mengklarifikasi diagnosis. Suatu
spesimen biopsi dianggap hiposeluler jika ditemukan kurang dari 30% sel pada
individu berumur kurang dari 60 tahun atau jika kurang dari 20% pada individu
yang berumur lebih dari 60 tahun. International Aplastic Study Group
mendefinisikan anemia aplastik berat bila selularitas sumsum tulang kurang dari
25% atau kurang dari 50% dengan kurang dari 30% sel hematopoiesis terlihat
pada sumsum tulang.
10,11


c. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologis umumnya tidak dibutuhkan untuk menegakkan
diagnosa anemia aplastik. Survei skletelal khusunya berguna untuk sindrom
kegagalan sumsum tulang yang diturunkan, karena banyak diantaranya
memperlihatkan abnormalitas skeletal. Pada pemeriksaan MRI (Magnetic
Resonance Imaging) memberikan gambaran yang khas yaitu ketidakhadiran
elemen seluler dan digantikan oleh jaringan lemak.
10,11


2.1.6. Diagnosis
Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan darah dan dan
pemeriksaan sumsum tulang. Pada anemia aplastik ditemukan pansitopenia
disertai sumsum tulang yang miskin selularitas dan kaya akan sel lemak
14

sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Pansitopenia dan hiposelularitas
sumsum tulang tersebut dapat bervariasi sehingga membuat derajat/klasifikasi
anemia aplastik.
12
Tabel 3. Derajat/Klasifikasi Anemia Aplastik








2.1.7. Diagnosis Banding
Diagnosis banding anemia yaitu setiap kelainan yang ditandai dengan
pansitopenia perifer. Kelainan yang paling sering mirip dengan anemia aplastik
berat yaitu sindrom myelodisplastik dimana kurang lebih 5 sampai 10 persen
kasus sindroma myelodisplasia tampak hipoplasia sumsum tulang. Beberapa ciri
dapat membedakan anemia aplastik dengan sindrom myelodisplastik yaitu pada
myelodisplasia terdapat morfologi film darah yang abnormal (misalnya
poikilositosis, granulosit dengan anomali pseudo-Pelger- Het), prekursor eritroid
sumsum tulang pada myelodisplasia menunjukkan gambaran disformik serta
sideroblast yang patologis lebih sering ditemukan pada myelodisplasia daripada
anemia aplastik. Selain itu, prekursor granulosit dapat berkurang atau terlihat
granulasi abnormal dan megakariosit dapat menunjukkan lobulasi nukleus
15

abnormal (misalnya mikromegakariosit unilobuler). Kelainan seperti leukemia
akut dapat dibedakan dengan anemia aplastik yaitu dengan adanya morfologi
abnormal atau peningkatan dari sel blast atau dengan adanya sitogenetik abnormal
pada sel sumsum tulang. Leukemia akut juga biasanya disertai limfadenopati,
hepatosplenomegali, dan hipertrofi gusi. Hairy cell leukemia sering salah diagnosa
dengan anemia aplastik. Hairy cell leukemia dapat dibedakan dengan anemia
aplastik dengan adanya splenomegali dan sel limfoid abnormal pada biopsi
sumsum tulang. Pansitopenia dengan normoselular sumsum tulang biasanya
disebabkan oleh sistemik lupus eritematosus (SLE), infeksi atau hipersplenisme.
Selularitas sumsum tulang yang normoselular jelas membedakannya dengan
anemia aplastik.
11


2.1.8. Prognosis
Prognosis berhubungan dengan jumlah absolut netrofil dan trombosit.
Jumlah absolut netrofil lebih bernilai prognostik daripada yang lain. Jumlah
netrofil kurang dari 500/l (0,5x10
9
/liter) dipertimbangkan sebagai anemia aplastik
berat dan jumlah netrofil kurang dari 200/l (0,2x10
9
/liter) dikaitkan dengan
respon buruk terhadap imunoterapi dan prognosis yang jelek bila transplantasi
sumsum tulang allogenik tidak tersedia. Anak-anak memiliki respon yang lebih
baik daripada orang dewasa. Anemia aplastik konstitusional merespon sementara
terhadap androgen dan glukokortikoid akan tetapi biasanya fatal kecuali pasien
mendapatkan transplantasi sumsum tulang. Transplantasi sumsum tulang bersifat
kuratif pada sekitar 80% pasien yang berusia kurang dari 20 tahun, sekitar 70%
16

pada pasien yang berusia 20-40 tahun dan sekitar 50% pada pasien berusia lebih
dari 40 tahun. Celakanya, sebanyak 40% pasien yang bertahan karena
mendapatkan transplantasi sumsum tulang akan menderita gangguan akibat
GVHD kronik dan resiko mendapatkan kanker sekitar 11% pada pasien usia tua
atau setelah mendapatkan terapi siklosporin sebelum transplantasi stem sel. Hasil
yang terbaik didapatkan pada pasien yang belum mendapatkan terapi
imunosupresif sebelum transplantasi, belum mendapatkan dan belum tersensitisasi
dengan produk sel darah serta tidak mendapatkan iradiasi dalam hal conditioning
untuk transplantasi. Sekitar 70% pasien memiliki perbaikan yang bermakna
dengan terapi kombinasi imunosupresif (ATG dengan siklosporin). Walaupun
beberapa pasien setelah terapi memiliki jumlah sel darah yang normal, banyak
yang kemudian mendapatkan anemia sedang atau trombositopenia. Penyakit ini
juga akan berkembang dalam 10 tahun menjadi proxysmal nokturnal
hemoglobinuria, sindrom myelodisplastik atau akut myelogenous leukimia pada
40% pasien yang pada mulanya memiliki respon terhadap imunosupresif. Pada
168 pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum tulang, hanya sekitar 69%
yang bertahan selama 15 tahun dan pada 227 pasien yang mendapatkan terapi
imunosupresif, hanya 38% yang bertahan dalam 15 tahun.Pengobatan dengan
dosis tinggi siklofosfamid menghasilkan hasil awal yang sama dengan kombinasi
ATG dan siklosporin. Namun, siklofosfamid memiliki toksisitas yang lebih besar
dan perbaikan hematologis yang lebih lambat walaupun memiliki remisi yang
lebih bertahan lama.
11,12


17


BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas pasien
Nama : Tn. H
Umur : 62 tahun
Agama : Islam
Suku : Banjar
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Alamat : Cempaka Sari, Banjarbaru
MRS : 16 April 2014
RMK : 1.10.33.34

3.2. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada tanggal 16 April 2014.
3.2.I KELUHAN UTAMA
Keluar darah lewat hidung.
3.2,II RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien sudah mengeluh nyeri
perut disertai merasa lemah. Pasien juga mengalami demam sejak 5 hari
sebelum masuk rumah sakit dan sedikit buang air kecil. Pasien juga
18

mengeluhkan nyeri setelah buang air kecil. Nafsu makan mulai menurun
karena pasien sering merasa mual. Pasien juga mengaku muka menjadi
kemerahan bila terpapar sinar matahari. Pasien juga mengeluhkan sering
sariawan. Pasien mengeluhkan nyeri dada tiap kali berpindah posisi tidur.
3.2.III RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit Diebetes Melitus, Hipertensi
dan Asma. Ada riwayat hepatitis.
3.2.IV RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Pasien mengaku Di keluarganya tidak memiliki riwayat penyakit
Diabetes Meilitus, Hipertensi, dan Asma.

3.3. Pemeriksaan fisik
Anamnesis dilakukan pada tanggal 16 April 2014.
Tanda vital
Kesadaran : Compos mentis GCS : 4-5-6
Tekanan darah : 120/80 mm Hg
Laju nadi : 73 kali/menit
Laju nafas : 20 kali/menit
Suhu tubuh (aksiler) : 36
o
C
Kepala dan leher
Kepala : Konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (-), edema
periorbita (-/-), konj. palpebra hiperemis (-/-)
Leher : Peningkatan JVP (-), pembesaran KGB (-/-)
19


Toraks
Pulmo I : Tarikan nafas simetris
P : Fremitus raba simetris
P : Suara perkusi sonor (+/+)
A : Suara nafas vesikuler, rhonkii (-/-), wheezing (-/-)
Jantung I : Ictus cordis (+), voussure cardiaque (-)
P : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula,
getaran/ thrill (-)
P : Suara perkusi pekak, batas kanan ICS III, IV, V
linea parasternalis dextra , batas kiri ICS V linea
midclavicula sinistra
A : S
1
dan S
2
tunggal, reguler, dan tidak terdengar
suara bising
Abdomen
Inspeksi : Cembung, distensi (-), venektasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Turgor cepat kembali, nyeri tekan semua regio
(+), hepar, lien, massa tidak teraba
Perkusi : Timpani
Eksremitas
Atas : Akral hangat (+/+), edema (-/-), parese (-/-)
Bawah : Akral hangat (+/+), edema (-/-), parese (-/-)
20


3.4. Pemeriksaan penunjang
Tabel 4. Hasil pemeriksaan darah rutin tanggal 16 April 2014.
Pemeriksaan Hasil Referensi Satuan
Hemoglobin 7,0 14,0-18,0 g/dL
Lekosit 2.3 4.0-10.5 ribu/uL
Eritrosit 2,56 4,50-6,00 juta/uL
Trombosit 8 150.000-450.000 ribu/uL
Hematokrit 21,1 42,00-52,00 vol%
MCV 77,3 80,0-97,0 Fl
MCH 27,4 27,0-32,0 Pg
MCHC 35,5 32,0-38,0 %
GDS 145 <200 mg/dl
SGOT 24 0-46 U/l
SGPT 29 0-45 U/l
Ureum 22 10-50 mg/dl
Creatinin 0,7 0,7-1,4 mg/dl

3.5. Daftar abnormalitas
Beberapa abnormalitas pada kasus ini adalah sebagai berikut:
- Keluar dari hidung dan gusi
- Ekimosis pada lengan dan tungkai
- Konjungtiva anemis
- Pucat
- Nyeri semua regio
- Demam
- Pusing
- Mual
- Anemia


21


3.6. Rencana awal
1. Keluar darah dari hidung dan gusi
2. Ekimosis pada lengan dan tungkai
3. Konjungtiva anemis
4. Pucat
5. Nyeri semua regio
6. Demam
7. Pusing
8. Mual
9. Anemia
10. Pansitopenia
a. Assessment : 1. Pansitopenia ec dd Anemia aplastik
2. Pansitopenia ec dd MDS
b. Planning : 1. Diagnostik : MDT
2. Terapetik : IVFD NS 20 tpm, Inj. ranitidin 2x1
amp, Inj. as. traneksamat 3x1 amp,
methylprednisolon 225 mg 2x1, dan
transfusi PRC 2 kolf pre
dexametason.
3. Monitoring : Tanda vital dan keluhan utama.
4. Edukasi : Tirah baring dan disiplin jadwal
obat.
22


3.7.Evaluasi
Tanggal 17 April 2014
Problem: Perdarahan gusi dan hidung
a. Subjective :
Mimisan (+), perdarahan gusi(+), nyeri ulih hati (+), mual (+), pucat
(+), ekimosis pada lengan dan tungkai (+), pucat (+), nyeri semua
regio (+), demam (+), pusing (+), mual (+), dan gatal setelah tranfusi
(+).
b. Objective :
TD = 100/70 mm Hg RR = 20 kali/menit
N = 80 kali/menit T = 36,3
o
C
Konjungtiva anemis (+/+)
c. Assessment : Pansitopenia
1. ec. Anemia Aplastik
2. ec. MDS
d. Planning : 1. Diagnostik : MDT
2. Terapetik : IVFD NS 20 tpm, drip adona 3x1,
Inj. ranitidin 2x1 amp, Inj. As.
Traneksamat 3x1 amp,
Methylprednisolon 225 mg 2x1, dan
transfusi PRC 2 kolf pre
23

dexametason, dan tranfusi TC 10
kolf.
3. Monitoring : Tanda vital, keluhan utama, dan
darah rutin.
4. Edukasi : Tetap

Tanggal 18 April 2014
Problem: Perdarahan gusi dan hidung
a. Subjective :
Mimisan (+), perdarahan gusi(+), nyeri ulih hati (+), mual (+), pucat
(+), ekimosis pada lengan, perut, dan tungkai (+), pucat (+), nyeri
semua regio (+), dan mual (+).
b. Objective :
TD = 130/70 mm Hg RR = 20 kali/menit
N = 88 kali/menit T = 36,4
o
C
Konjungtiva anemis (+/+)
c. Evaluation : Perdarahan berkurang
d. Planning : 1. Diagnostik : BMA
2. Terapetik : Inj ranitidin 2x1 amp (stop)
Methylprednisolon 125 mg 3x1
3. Monitoring : Tanda vital, keluhan utama, dan
darah rutin.
4. Edukasi : Tetap
24



Tanggal 19 April 2014
Problem: Perdarahan gusi
a. Subjective :
Perdarahan gusi(+), nyeri ulih hati (+), mual (+), pucat (+), ekimosis
pada lengan, perut, dan tungkai (+), pucat (+), nyeri semua regio (+)
, mual (+), dan gatal pada kulit (+).
b. Objective :
TD = 130/80 mm Hg RR = 24 kali/menit
N = 68 kali/menit T = 36,5
o
C
Tabel 5. Hasil pemeriksaan darah rutin tanggal 19 April 2014.
Pemeriksaan Hasil Referensi Satuan
Hemoglobin 6,1 14,0-18,0 g/dL
Lekosit 2.7 4.0-10.5 ribu/uL
Eritrosit 2,28 4,50-6,00 juta/uL
Trombosit 9 150.000-450.000 ribu/uL
Hematokrit 19,2 42,00-52,00 vol%
MCV 84,5 80,0-97,0 Fl
MCH 26,7 27,0-32,0 Pg
MCHC 31,7 32,0-38,0 %

c. Evaluation : Perdarahan berkurang
d. Planning : 1. Diagnostik : BMA
2. Terapetik : Tetap
3. Monitoring : Tanda vital dan keluhan utama
4. Edukasi : Tetap

25



Tanggal 20 April 2014
Problem: Perdarahan pada gusi
a. Subjective :
Perdarahan gusi(+), nyeri ulih hati (+), mual (+), pucat (+), ekimosis
pada lengan, perut, dan tungkai (+), pucat (+), nyeri semua regio
(+), mual (+), rasa tebal pada kaki (+), dan gatal pada kulit (+).
b. Objective :
TD = 150/80 mm Hg RR = 20 kali/menit
N = 68 kali/menit T = 36,3
o
C
Konjungtiva anemis (+)
c. Evaluation : Perdarahan berkurang
d. Planning : 1. Diagnostik : BMA
2. Terapetik : Tetap
3. Monitoring : Tanda vital, keluhan utama, dan
darah rutin.
4. Edukasi : Tetap

Tanggal 21 April 2014
Problem: perdarahan pada gusi
a. Subjective :
26

Perdarahan gusi(+), nyeri ulih hati (+), mual (+), pucat (+), ekimosis
pada lengan, perut, dan tungkai (+), pucat (+), nyeri semua regio (+),
mual (+), rasa tebal pada kaki (+), dan gatal pada kulit (+).
b. Objective :
TD = 150/80 mm Hg RR = 20 kali/menit
N = 68 kali/menit T = 36,5
o
C
Tabel 6. Hasil pemeriksaan darah rutin tanggal 21 April 2014.
Pemeriksaan Hasil Referensi Satuan
Hemoglobin 6,0 14,0-18,0 g/dL
Lekosit 2.6 4.0-10.5 ribu/uL
Eritrosit 2,03 4,50-6,00 juta/uL
Trombosit 2 150.000-450.000 ribu/uL
Hematokrit 15,7 42,00-52,00 vol%
MCV 77,5 80,0-97,0 Fl
MCH 29,6 27,0-32,0 Pg
MCHC 38,2 32,0-38,0 %

c. Evaluation : Perdarahan berkurang
d. Planning : 1. Diagnostik : BMA
2. Terapetik : Tetap
3. Monitoring : Keluhan utama, tanda vital, dan
darah rutin.
4. Edukasi : Tetap

Tanggal 22 April 2014
Problem: Perdarahan pada gusi
a. Subjective :
27

Perdarahan gusi(+), nyeri ulih hati (+), mual (+), pucat (+), ekimosis
pada lengan, perut, dan tungkai (+), pucat (+), nyeri semua regio (+),
mual (+), rasa tebal pada kaki (+), dan gatal pada kulit (+).

b. Objective :
TD = 140/80 mm Hg RR = 20 kali/menit
N = 70 kali/menit T = 36,3
o
C
Tabel 7. Hasil pemeriksaan darah rutin tanggal 22 April 2014.
Pemeriksaan Hasil Referensi Satuan
Hemoglobin 5,3 14,0-18,0 g/dL
Lekosit 2,4 4.0-10.5 ribu/uL
Eritrosit 1,99 4,50-6,00 juta/uL
Trombosit 9 150.000-450.000 ribu/uL
Hematokrit 16,6 42,00-52,00 vol%
MCV 83,6 80,0-97,0 Fl
MCH 26,6 27,0-32,0 Pg
MCHC 31,9 32,0-38,0 %

Tabel 8. Hasil pemeriksaan sumsum tulang tanggal 22 April 2014.
Pemeriksaan Hasil Total (%) Nilai normal
Blas 0,0 22,5 0,3 - 0,5
Promielosit 1,0 1,0 - 8,0
Mielosit 4,5 5,0 - 19,0
Metamielosit 1,5 13,0 - 32,0
Batang 3,5 10,0 - 30,0
Segmen 11,5 10,0 - 30,0
Basofil 0,0 0,0 - 0,7
Eosinofil 0,5 0,5 - 4,0
Rubriblast 0,5 16,5 0,2 - 0,6
Prorubrisit 1,0 1,4 - 2,0
Rubrisit 7,0 8,0 - 21,0
Metarubrisit 8,0 1,0 3,0
Limfosit 56,0 3,0 17,0
Monosit 2,5 0,5 5,0
Plasmosit 2,5 0,1 2,0
28

Histiosit
Sel tidak dikenal Tidak ditemukan
Rasio M : E 1,36 : 1 2 4 : 1
Sediaan pulas : Wright
Partikel : Ada
Kepadatan sel : Menurun
Sel lemak : Ada, banyak
Sistem eritropoiesis : Aktifitas menurun
Sistem granulopoiesis : Aktifitas menurun
Sistem Trombopoiesis : Aktifitas menurun
Kesan :
Sumsum tulang tampak hiposeluler. Sistem eritropoiesis, sistem
granolopoiesis, dan sistem trombopoiesis aktifitas menurun, dengan rasio
M : E 1,36 : 1. Didapatkan peningkatan sel limfosit (56%) didalam
sumsum tulang, pansitopenia dan netropenia di darah tepi.
Kesimpulan :
Anemia Aplastik
c. Evaluatian : Perdarahan bertambah
d. Planning : 1. Diagnostik : BMA
2. Terapetik : Tetap
3. Monitoring : Keluhan utama dan tanda vital
4. Edukasi : Tetap

Tanggal 23 April 2014
29

Problem: Batuk darah dan perdarahan gusi
a. Subjective :
Perdarahan gusi(+), batuk darah (+), nyeri ulih hati (+), mual (+),
pucat (+), ekimosis pada lengan, perut, dan tungkai (+), pucat (+),
nyeri semua regio (+), mual (+), rasa tebal pada kaki (+), dan gatal
pada kulit (+).
b. Objective :
TD = 140/80 mm Hg RR = 18 kali/menit
N = 88 kali/menit T = 36,3
o
C
Tabel 9. Hasil pemeriksaan darah rutin tanggal 23 April 2014.
Pemeriksaan Hasil Referensi Satuan
Hemoglobin 5,7 14,0-18,0 g/dL
Lekosit 3,9 4.0-10.5 ribu/uL
Eritrosit 1,94 4,50-6,00 juta/uL
Trombosit 4 150.000-450.000 ribu/uL
Hematokrit 14,8 42,00-52,00 vol%
MCV 76,4 80,0-97,0 Fl
MCH 29,4 27,0-32,0 Pg
MCHC 38,5 32,0-38,0 %

c. Assessment : Hemaptoe ec dd
1. Anemia Aplastik
2. TB Paru
d. Planning : 1. Diagnostik : BTA (sewaktu, pagi, sewaktu) dan
Rontgen thorax
2. Terapetik : (+) Codein 10 gr 3x1
3. Monitoring : Keadaan umum dan keluhan utama
4. Edukasi : Tetap
30


Tanggal 24 April 2014
Problem: Hemaptoe dan perdarahan gusi
a. Subjective : Mimisan (-), perdarahan gusi(+), nyeri uluh hati (+),
gatal pada kulit (+), ekstremitas dirasa tebal (+), batuk
berdarah (+).
b. Objective :
TD = 140/80 mm Hg RR = 18 kali/menit
N = 82 kali/menit T = 36,5
o
C
Hasil Foto Thorax
Cor : Ukuran membesar
Pulmo :Tampak fibrosis dan tampak honey comb
Sinus :Tajam
Kesimpulan :Cardiomegaly, TB paru lama, dan bronkiektasis

Tabel 10 Hasil Pemeriksaan Sputum BTA (Sewaktu, pagi, sewaktu)
Pemeriksaan Hasil
Nilai
Rujukan
Satuan Metoda
Mikrobiologi
Makroskopik
Makroskopik sputum sewaktu Mucoid campur darah
Makroskopik sputum pagi Mucoid campur darah
Makroskopis sputum sewaktu Mucoid campur darah
Mikroskopik
Mikroskopik sputum sewaktu Negative Pengecatan Zn
Mikroskopik sputum pagi Negative Pengecatan Zn
Mikroskopik sputum sewaktu Negative Pengecatan Zn

c. Assessment : Hemaptoe ec dd
1. Anemia Aplastik
31

d. Planning : 1. Diagnostik : EKG, MDT
2. Terapetik : Tetap
3. Monitoring : Tetap
4. Edukasi : Tetap
Tanggal 25 April 2014
Problem: Hemaptoe dan perdarahan pada gusi
a. Subjective : Mimisan (-), perdarahan gusi(+), nyeri uluh hati (+),
gatal pada kulit (+), ekstremitas dirasa tebal (+), dan
batuk berdarah (+).
b. Objective :
TD = 130/80 mm Hg RR = 18 kali/menit
N = 80 kali/menit T = 36,3
o
C
c. Evaluation : Hemaptoe dan perdarahan pada gusi berkurang
d. Planning : 1. Diagnostik : -
2. Terapetik : Tetap
3. Monitoring : Keadaan umum dan keluhan utama
4. Edukasi : Tetap
Tanggal 26 April 2014
Problem: Hemaptoe dan perdarahan pada gusi
a. Subjective : Mimisan (-), perdarahan gusi(+), nyeri uluh hati (+),
gatal pada kulit (+), ekstremitas dirasa tebal (+), dan
batuk berdarah (+).
b. Objective :
32

TD = 130/80 mm Hg RR = 18 kali/menit
N = 80 kali/menit T = 36,3
o
C
c. Evaluation : Hemaptoe dan perdarahan pada gusi berkurang
d. Planning : 1. Diagnostik : -
2. Terapetik : Kemoterapi tanggal 9 Mei 2014
3. Monitoring : Keadaan umum dan keluhan utama
4. Edukasi : Tetap

Tanggal 27 April 2014
Problem: Hemaptoe dan perdarahan gusi
a. Subjective : Mimisan (-), perdarahan gusi(+), nyeri uluh hati (+),
gatal pada kulit (+), ekstremitas dirasa tebal (+), dan
batuk berdarah (+).
b. Objective :
TD = 120/70 mm Hg RR = 18 kali/menit
N = 82 kali/menit T = 36,2
o
C
c. Evaluation : Hemaptoe dan perdarahan pada gusi berkurang
d. Planning : 1. Diagnostik : -
2. Terapetik : Kemoterapi tanggal 9 Mei 2014
3. Monitoring : Tetap
4. Edukasi : Tetap

Tanggal 28 April 2014
33

Problem: Hemaptoe dan perdarahan gusi
a. Subjective : Mimisan (-), perdarahan gusi(+), nyeri uluh hati (+),
gatal pada kulit (+), ekstremitas dirasa tebal (+), batuk
berdarah (+).
b. Objective :
TD = 130/80 mm Hg RR = 18 kali/menit
N = 80 kali/menit T = 36,3
o
C
c. Evaluation : Hemaptoe dan perdarahan berkurang
d. Planning : 1. Diagnostik : -
2. Terapetik : Kemoterapi tanggal 9 Mei 2014
3. Monitoring : Keadaan umum dan keluhan utama
4. Edukasi : Tetap

Tanggal 29 April 2014
Problem: Hemaptoe dan perdarahan gusi
a. Subjective : Mimisan (-), perdarahan gusi(+), nyeri uluh hati (+),
gatal pada kulit (+), ekstremitas dirasa tebal (+), batuk
berdarah (+), memar pada perut, lengan dan tungkai.
b. Objective :
TD = 120/70 mm Hg RR = 18 kali/menit
N = 83 kali/menit T = 36,2
o
C

Tabel 11. Hasil pemeriksaan darah rutin tanggal 29 April 2014.
34

Pemeriksaan Hasil Referensi Satuan
Hemoglobin 4,3 14,0-18,0 g/dL
Lekosit 2,6 4.0-10.5 ribu/uL
Eritrosit 1,43 4,50-6,00 juta/uL
Trombosit 4 150.000-450.000 ribu/uL
Hematokrit 11,8 42,00-52,00 vol%
MCV 82,7 80,0-97,0 Fl
MCH 30,1 27,0-32,0 Pg
MCHC 36,4 32,0-38,0 %

c. Evaluation : Hemaptoe dan perdarahan gusi masih
d. Planning : 1. Diagnostik : -
2. Terapetik : Kemoterapi tanggal 9 Mei 2014
3. Monitoring : Keadaan umum dan keluhan utama
4. Edukasi : Tetap

Tanggal 30 April 2014
Problem: Hemaptoe dan perdarahan gusi
a. Subjective : Mimisan (-), perdarahan gusi(+), nyeri uluh hati (+),
gatal pada kulit (+), ekstremitas dirasa tebal (+), batuk
berdarah (+), memar pada perut, lengan dan tungkai.
b. Objective :
TD = 130/80 mm Hg RR = 18 kali/menit
N = 80 kali/menit T = 36,3
o
C
c. Evaluation : Hemaptoe dan perdarahan gusi berkurang
d. Planning : 1. Diagnostik : -
2. Terapetik : Kemoterapi tanggal 9 Mei 2014
3. Monitoring : Tetap
35

4. Edukasi : Tetap



Tanggal 1 Mei 2014
Problem: Hemaptoe dan perdarahan gusi
a. Subjective : Mimisan (-), perdarahan gusi(+), nyeri uluh hati (+),
gatal pada kulit (+), ekstremitas dirasa tebal (+), batuk
berdarah (+), memar pada perut, lengan dan tungkai.
b. Objective :
TD = 130/80 mm Hg RR = 18 kali/menit
N = 80 kali/menit T = 36,3
o
C
c. Evaluation : Hemaptoe dan perdarahan gusi berkurang
d. Planning : 1. Diagnostik : -
2. Terapetik : Kemoterapi tanggal 9 Mei 2014
3. Monitoring : Keadaan umum dan keluhan utama
4. Edukasi : Tetap

Tanggal 2 Mei 2014
Problem: Hemaptoe dan perdarahan gusi
a. Subjective : Mimisan (-), perdarahan gusi(+), nyeri uluh hati (+),
gatal pada kulit (+), ekstremitas dirasa tebal (+), batuk
berdarah (+), memar pada perut, lengan dan tungkai.
36

b. Objective :
TD = 130/80 mm Hg RR = 18 kali/menit
N = 80 kali/menit T = 36,3
o
C
c. Evaluation : Hemaptoe dan perdarahan gusi berkurang
d. Planning : 1. Diagnostik : -
2. Terapetik : Kemoterapi tanggal 9 Mei 2014
3. Monitoring : Keadaan umum dan keluhan utama
4. Edukasi : Tetap

Tanggal 3 Mei 2014
Problem: Hemaptoe dan perdarahan gusi
a. Subjective : Mimisan (-), perdarahan gusi(+), nyeri uluh hati (+),
gatal pada kulit (+), ekstremitas dirasa tebal (+), batuk
berdarah (+), memar pada perut, lengan dan tungkai.
b. Objective :
TD = 130/70 mm Hg RR = 18 kali/menit
N = 64 kali/menit T = 36,3
o
C
c. Evaluation : Hemaptoe dan perdarahan gusi berkurang
d. Planning : 1. Diagnostik : -
2. Terapetik : Kemoterapi tanggal 9 Mei 2014
3. Monitoring : Keadaan umum dan keluhan utama
4. Edukasi : Tetap

37

Pukul 00.15
Subjective : Nyeri regio epigastrium
Objective :
TD = 70/60 mmHg RR = 18 kali/menit
N = 119 kali/menit T= 36,3
o
C
Evaluation : Nyeri regio epigastrium
Planning : 1. Diagnostik : -
2. Terapetik : Konsul dr. Nurul (00.20)
1.Tidak terhubung
Konsul dr. Nida (00.55 wita)
1. Dopamin 5 ug/KgBB/menit
3. Monitoring : Keadaan umum dan tanda vital
4. Edukasi :
Pukul 01.15
Subjective : Nyeri regio epigastrium
Objective :
TD = 70/40 mmHg RR = 20 kali/menit
N = 110 kali/menit T= 37,1
o
C
Evaluation : Nyeri regio epigastrium dan sesak
Planning : 1. Diagnostik : -
2. Terapetik : 0
2
3 lpm
3. Monitoring : Keadaan umum dan tanda vital
4. Edukasi : -
38

Pukul 02.15
Subjective : Nyeri regio epigastrium
Objective :
TD = 70/50 mmHg RR = 24 kali/menit
N = 109 kali/menit T= 37,6
o
C
Evaluation : Nyeri regio epigastrium
Planning : 1. Diagnostik : -
2. Terapetik : Konsul dr. Nurul (00.20)
1.Tidak terhubung
Konsul dr. Nida (00.55 wita)
1. Dopamin 5 ug/KgBB/menit
3. Monitoring : Keadaan umum dan tanda vital
4. Edukasi :

Pukul 03.15
Subjective : Nyeri regio epigastrium
Objective :
TD = 60/30 mmHg RR = 24 kali/menit
N = 119 kali/menit T= 37,6
o
C
Evaluation : Nyeri regio epigastrium
Planning : 1. Diagnostik : -
2. Terapetik : Konsul dr. Nurul (00.20)
1.Tidak terhubung
39

Konsul dr. Nida (00.55 wita)
1. Dopamin 5 ug/KgBB/menit
3. Monitoring : Keadaan umum dan tanda vital
4. Edukasi : -
Pukul 04.15
Subjective : Nyeri regio epigastrium
Objective :
TD = 70/40 mmHg RR = 24 kali/menit
N = 118 kali/menit T= 37,1
o
C
Evaluation : Nyeri regio epigastrium
Planning : 1. Diagnostik : -
2. Terapetik : Konsul dr. Nurul (00.20)
1.Tidak terhubung
Konsul dr. Nida (00.55 wita)
1. Dopamin 5 ug/KgBB/menit
3. Monitoring : Keadaan umum dan tanda vital
4. Edukasi : -

Pukul 05.20
Pasien meninggal di depan keluarga, perawat, dan dokter muda



40





BAB IV
PEMBAHASAN

Anemia aplastik adalah anemia yang disertai oleh pansitopenia pada darah
tepi yang disebabkan kelainan primer pada sumsum tulang. Pansitopenia sendiri
adalah suatu keadaan yang ditandai oleh adanya anemia, leukopenia, dan
trombositopenia. Gejala-gejala yang timbul akan sesuai dengan jenis sel-sel darah
yang mengalami penurunan. Jika eritrosit yang menurun maka akan menimbulkan
gejala anemia dari ringan sampai berat, antara lain lemah, letih, lesu, pucat,
pusing, sesak nafas, penurunan nafsu makan, dan palpitasi. Bila terjadi
leukositopenia maka terjadi peningkatan resiko infeksi, penampakan klinis yang
paling sering nampak adalah demam dan nyeri. Dan bila terjadi trombositopenia
maka akan mudah mengalami pendarahan seperti perdarahan gusi, epistaksis,
petekia, ekimosa dan lain-lain. Meskipun kriteria definitif di atas banyak
mengandalkan pemeriksaan fisik dan laboratorik, pada kasus ini, pasien tetap
dilakukan anamnesis untuk menelusuri perjalanan penyakitnya. Dari anamnesis,
informasi yang didapatkan mengarah langsung ke anemia aplastik. Informasi
tersebut antara lain mimisan, perdarahan pada gusi, memar pada lengan dan
tungkai, demam, pucat, nyeri uluh hati, pusing, mual, dan kaki terasa kebal.
41

Secara teoritis, tanda dari anemia aplastik pada orang dewasa dapat
memperlihatkan anemia, leukopenia, dan trombositopenia.
Dari pemeriksaan fisik, tanda vital pasien masih dalam batas normal.
Konjungtiva anemis dan memar pada lengan dan tungkai ditemukan dan dapat
mendukung diagnosis anemia aplastik, sedangkan kelainan lainnya hanya berupa
nyeri perut pada semua regio. Diagnosis anemia aplastik pada kasus ini
ditegakkan dengan dilakukannya BMA (pemeriksaan sumsum tulang) pada
tanggal 22 April 2014 dan ditemukannya sistem eritropoiesis, sistem
granolopoiesis, dan sistem trombopoiesis aktifitas menurun, dengan didapatkan
peningkatan sel limfosit (56%) didalam sumsum tulang, pansitopenia, dan
netropenia di darah tepi. Diagnosis banding MDS, dapat disingkirkan dengan hasil
pemeriksaan BMA tanggal 22 April 2014 dimana didapatkan sumsum tulang yang
hiposeluler.
Pada kasus ini, pasien diberikan terapi suportif berupa cairan NS, drip
adona, transfusi PRC 2 kol, dan tranfusi TC 10 kolf untuk mendukung
metabolisme dalam melakukan perbaikan jaringan selama proses pengobatan.
Injeksi ranitidin diberikan pada pasien untuk mengurangi asam lambung atau
dispepsia yang umum terjadi pada pasien-pasien rawat inap lama dimana
kebanyakan dari mereka mengalami ansietas akibat pengalaman sakitnya. Injeksi
Asam traneksamat

bersifat competitive inhibitor dari aktivator plasminogen dan
penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan menghancurkan fibrinogen, fibrin
dari faktor pembekuan darah lain, oleh karena itu asam traneksamat dapat
42

digunakan untuk membantu mengatasi perdarahan seperti epistaksis dan
perdarahan gusi pada pasien.
Selain terapi suportif dan simptomatik di atas, pasien juga diberikan terapi
definitif sesuai diagnosis. Secara teoritis, gejala-gejala yang timbul akan sesuai
dengan jenis sel-sel darah yang mengalami penurunan akibat kelainan sistem
imun. Keadaan ini dapat dikontrol dengan pemberian obat kortikosteroid Pada
kasus ini, diberikan metylprednison sebagai terapi definitif yang dimaksud di atas.
Untuk anemia aplastik sendiri, juga diberikan terapi ini dimana prednison berguna
dalam kelainan sistem imun.
Karena pasien memiliki nilai Hb di bawah 10 g/dL, maka diberikan pula
transfusi PRC untuk mengoreksi hal ini. Sebenarnya transfusi darah bukan tanpa
adanya komplikasi, komplikasi berupa infeksi dapat terjadi pada pasien-pasien
yang mendapat transfusi.
Outcome terapi imunosupresif tergantung pada usia pasien, 5 tahun
ketahanan hidup dicapai lebih dari 90% pasien anak-anak yang dilaprkan dalam
penelitian terbaru, sedangkan pada pasien dewasa berusia lebih dari 60 tahun,
ketahanan hidup anemia aplastik setelah terapi imunosupresif sekitar 50%.
BAB V
PENUTUP

Telah dilaporkan kasus seorang laki-laki berusia 67 tahun yang
didiagnosis anemia aplastik. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Pasien telah ditatalaksana
43

dengan terapi suportif, simptomatik, dan definitif dengan pemberian
methylprenisolon. Setelah pasien dirawat selama 18 hari dari tanggal 16 April s/d
3 Mei 2014 dan akhirnya pasien meninggal dunia pada tanggal 3 Mei 2014 pukul
05.20 wita diduga karena perdarahan saluran cerna.

DAFTAR PUSTAKA

1. Young NS. Aplastic anemia, myelodysplasia, and related bone marrow failure
syndromes. In: Kasper DL, Fauci AS, et al (eds). Harrisons Principle of Internal
Medicine. 16th ed. New York: McGraw Hill, 2007:617-25.
2. Widjanarko A, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V.
Jakarta: Interna Publishing; 2009.
3. Shadduck RK. Aplastic anemia. In: Lichtman MA, Beutler E, et al (eds).
William Hematology 7th ed. New York : McGraw Hill Medical; 2007:213-30.
4. Young NS. The Pathophysiology of Acquired Aplastic Anemia. [Online]
[Accessed 2014 April]. Avaliable from: (www.ishapd.org/2004/2005/078.pdf).
5. Sylvia A Price, Lorraine M Wilson. Patofisiologi volume 1 edisi 6. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2005.
6. Smith EC, Marsh JC. Acquired aplastic anaemia, other acquired bone marrow
failure disorders and dyserythropoiesis. In: Hoffbrand AV, Catovsky D, et al
(eds). Post Graduate Haematology 5
th
edition. USA: Blackwell Publishing,
2005;190-206.
7. Hillman RS, Ault KA, Rinder HM. Hematology in Clinical Practice 4
th
ed. New
York: Lange McGraw Hill, 2005; 129-200.
8. Gupta K, Iskandar SS, Daeihagh P, et al. Distribution of pathologic findings in
individuals with nephrotic proteinuria according to serum albumin. Nephrol Dial
Transplant. May 2008;23(5):1595-9.
9. Linker CA. Aplastic anemia. In: McPhee SJ, Papadakis MA, et al (eds). Current
Medical Diagnosis and Treatment. New York: Lange McGraw Hill, 2007;510-11.
44

10. Paquette R, Munker R. Aplastic Anemias. In: Munker R, Hiller E, et al (eds).
Modern Hematology Biology and Clinical Management 2nd ed. New Jersey:
Humana Press, 2007 ;207-16.
11. Sevgi Yetgin, Baris Kuskonmaz, Selin Aytac, et al. The evaluation of acquired
aplastic anemia in children and unexpected frequency of varicella-zoster virus
association: The Turkish Journal of Pediatrics, Hacettepe University Faculty of
Medicine, Ankara, Turkey, 2008; 50: 342-348.
12. Rangan A, Choudary R, Sinha S, et al. Secondary Myelofibrosis in a Case of
Aplastic Anaemia A Case Report Journal of Clinical and Diagnostic Research.
2009; 60: 1587-1590.

Vous aimerez peut-être aussi