POST OPERASI APENDIKTOMI ATAS INDIKASI APENDISITIS AKUT DI RUANG CEMPAKA RS PANTI WALUYO SURAKARTA
DISUSUN OLEH : RAFI DEVIA RAHMAN NIM. P.10119
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2013
i
STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT PADA NY. W DENGAN POST OPERASI APENDIKTOMI ATAS INDIKASI APENDISITIS AKUT DI RUANG CEMPAKA RS PANTI WALUYO SURAKARTA
Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH : RAFI DEVIA RAHMAN NIM. P. 10119
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2013
ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Rafi Devia Rahman NIM : P. 10119 Program Studi : DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Judul Karya Tulis Ilmiah : ASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT PADA NY.W DENGAN POST OPERASI APENDIKTOMI ATAS INDIKASI APENDISITIS AKUT DIRUANG CEMPAKA RS PANTIWALUYO SURAKARTA
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai dengan ketentuan akademik yang berlaku.
Surakarta, Juni 2013 Yang Membuat Pernyataan
Rafi Devia Rahman P. 10119
iii
iv
v
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirrobilalamin puji syukur kehadirat Allah SWT atas karunia, nikmat dan hidayah-Nya serta sholawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad SAW, tauladan sejati sampai akhir zaman sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Karya Tulis Ilmiah dengan judul ASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT PADA NY. W DENGAN POST OPERASI APENDIKTOMI ATAS INDIKASI APENDISITIS AKUT DIRUANG CEMPAKA RS PANTIWALUYO SURAKARTA. Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu hingga tersusunnya Karya Tulis Ilmiah ini, kepada yang terhormat : 1. Dra. Agnes Sri Harti, M.Si selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta. 2. Setiyawan, S.Kep., Ns., selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan sekaligus dosen pembimbing, yang telah memberikan arahan, masukan serta motivasi pada karya tulis ini hingga dapat terselesaikan. 3. Erlina Windyastuti, S.Kep., Ns., selaku Sekretaris Ketua Prodi DIII Keperawatan yang telah memberikan sarana dan prasarana demi terselesainya Karya Tulis Ilmiah ini.
vi
vii
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME......................................................... ii LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................ iii LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ iv KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi DAFTAR ISI ....................................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .............................................................................. 1 B. Tujuan Penulisan .......................................................................... 5 C. Manfaat Penulisan ........................................................................ 6 BAB II LAPORAN KASUS A. Identitas Klien............................................................................... 8 B. Pengkajian .................................................................................... 8 C. Perumusan Masalah Keperawatan ................................................ 12 D. Perencanaan Keperawatan ............................................................ 12 E. Implementasi Keperawatan .......................................................... 13
viii
F. Evaluasi Keperawatan .................................................................. 15 BAB III PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN A. Pembahasan .................................................................................. 18 B. Kesimpulan ................................................................................... 31 Daftar Pustaka Lampiran Daftar Riwayat Hidup
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Keterangan Selesai Pengambilan Data Lampiran 2 Asuhan Keperawatan Lampiran 3 Format Pendelegasian Pasien Lampiran 4 Log Book Lampiran 5 Lembar Konsultasi Karya Ilmiah
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Petugas kesehatan khususnya perawat dalam hal ini memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan untuk memberikan suatu pelayanan kesehatan yang baik kepada masyarakat. Kesehatan dan gaya hidup dipengaruhi oleh perkembangan zaman. Salah satu contohnya adalah kurangnya konsumsi makanan berserat dalam menu sehari- hari, diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya masalah kesehatan yaitu apendisitis (Sulistiyawati, Hasneli, Novayelinda, 2012). Hasil survey pada tahun 2008 Angka kejadian apendisitis dinegara maju lebih tinggi dari pada negara berkembang, Amerika menangani 11 kasus/10.000 kasus apendisitis setiap tahun. Menurut data RSPAD Gatot Subroto, jumlah pasien yang menderita apendisitis di Indonesia adalah sekitar 32% dari jumlah populasi penduduk Indonesia (Sulistyawati, Hasneli, Novayelinda, 2012). Apendisitis akut adalah peradangan pada apendiks vermiformis, dan jarang terjadi pada usia dibawah dua tahun, banyak pada dekade kedua dan ketiga, tetapi dapat terjadi pada semua usia (Grace, 2006). Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya. 2
Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks karena parasit E.histolytica. penelitian epidemologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan berpengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatkan pertumbuhan kuman flora kolon biasa yang mempermudah timbulnya apendisitis akut (Sjamsuhidajat, 2004). Menurut Yusrizal (2012) dalam bukunya Mansjoer (2000), keluhan apendisitis biasanya bermula dari nyeri didaerah umbilikus atau periumbilikus yang disertai dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan beralih kekuadran kanan bawah, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang juga terjadi diare, mual dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen bawah akan semakin progresif, dan dengan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya juga muncul. Bila tanda rovsing, psoas, dan obturator positif, akan semakin meyakinkan diagnosa klinis. Bila didiagnosis klinis sudah jelas, tindakan yang paling tepat dan merupakan satu-satunya pilihan yang baik adalah apendiktomi. Pada 3
apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotik, kecuali pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforate. Penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Apendiktomi bisa dilakukan secara terbuka maupun tertutup dengan cara laparoskopi. Bila apendiktomi terbuka, insisi McBurney paling banyak dipilih oleh ahli bedah. Pada penderita yang didiagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila tersedia laparoskop, tindakan laparoskopi didiagnostik pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak (Sjamsuhidajat, 2004). Apendiktomi merupakan pembedahan atau operasi klasik pengangkatan apendiks. Apendiktomi direncanakan pada infiltrat periapendikuler tanpa pus yang telah ditenangkan. Sebelumnya pasien diberi antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian dilakukan apendiktomi (Sjamsuhidajat, 2004). Tindakan apendiktomi merupakan peristiwa kompleks sebagai ancaman potensial atau aktual kepada integritas seseorang baik biopsikososial spritual yang dapat menimbulkan respon berupa nyeri. Rasa nyeri tersebut biasanya timbul setelah operasi. Nyeri merupakan sensasi subjektif, rasa yang tidak nyaman biasanya berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial (Siswati, 2010). 4
Nyeri adalah suatu gejala kompleks dengan aspek psikologis (nosisepsi : deteksi saraf terhadap nyeri) dan psikologis (ansietas, depresi), dan merupakan konsekuensi pembedahan yang tidak dapat dihindari (Grace, 2006). Nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadinya kapan saja seseorang mengatakan bahwa ia merasa nyeri. Secara umum nyeri dibagi menjadi dua, yaitu nyeri akut dan nyeri kronik (Potter, 2005). Nyeri akut adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa International Association for the Study of Pain; awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung kurang dari enam bulan (Herdman, 2009). Nyeri akut post operasi apendiktomi adalah suatu reaksi yang kompeks pada jaringan yang terluka pada proses pembedahan yang dapat menstimulasi hypersensitivitas pada system syaraf pusat, nyeri ini hanya dapat dirasakan setelah adanya prosedur operasi. lokasi pembedahan mempunyai efek yang sangat penting yang hanya dapat dirasakan oleh pasien yang mengalami nyeri post operasi apendiktomi (Anonim, 2012). Berdasarkan hasil pengamatan penulis saat melakukan praktek keperawatan di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta sebagian besar pasien dengan tindakan pembedahan mengakibatkan munculnya masalah keperawatan nyeri, penulis menjumpai Ny. W dengan post operasi 5
apendiktomi atas indikasi apendisitis akut dengan keluhan nyeri akut didukung oleh data subyektif Ny. W mengatakan nyeri di perut kanan bawah didaerah luka post operasi, dan data obyektif pasien tampak lemas, merintih kesakitan. Nyeri akut merupakan manifestasi yang harus diatasi baik biologis, psikologis, sosial, kultural, spiritual maupun dampak dari penyakit yang dialami Ny. W karena nyeri mengganggu hubungan dan kemampuan individu untuk mempertahankan perawatan dirinya (Nurcahyani, 2009). Jika nyeri akut tidak dikontrol dapat menyebabkan proses rehabilitasi pasien tertunda dan hospitalisasi menjadi lama. Hal ini karena pasien memfokuskan semua perhatiannya pada nyeri yang dirasakan. Ketika pasien merasakan nyeri, pasien tidak dapat menikmati kehidupannya dengan nyaman (Nurhafizah dan Erniyati, 2012). Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik melakukan pengelolaan studi kasus asuhan keperawatan dalam bentuk Karya Tulis Ilmiah dengan judul Asuhan Keperawatan Nyeri Akut Pada Ny. W Dengan Post Operasi Apendiktomi Atas Indikasi Apendisitis Akut di Ruang Cempaka RS Panti Waluyo Surakarta.
B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Melaporkan kasus nyeri dan mampu menerapkan asuhan keperawatan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan pada Ny. W dengan 6
post operasi apendiktomi atas indikasi apendisitis akut di ruang Cempaka RS Panti Waluyo Surakarta. 2. Tujuan Khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Ny. W dengan nyeri post operasi apendiktomi atas indikasi apendisitis akut. b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny. W dengan nyeri post operasi apendiktomi atas indikasi apendisitis akut. c. Penulis mampu menyusun rencana keperawatan pada Ny. W dengan nyeri post operasi apendiktomi atas indikasi apendisitis akut. d. Penulis mampu melakukan implementasi keperawatan pada Ny. W dengan nyeri post operasi apendiktomi atas indikasi apendisitis akut. e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Ny. W dengan nyeri post operasi apendiktomi atas indikasi apendisitis akut. f. Penulis mampu menganalisis kondisi nyeri pada Ny. W dengan nyeri post operasi apendiktomi atas indikasi apendisitis akut.
C. Manfaat Penulisan Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis mengharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu: 1. Bagi Penulis Menambah ilmu pengetahuan dan wawasan serta pengalaman belajar dibidang ilmu keperawatan.
7
2. Bagi Rumah Sakit Hasil Karya Tulis Ilmiah ini dapat digunakan sebagai tambahan refrensi yang bertujuan untuk mengembangkan ilmu kesehatan khususnya bidang keperawatan untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan nyeri post operasi apendiktomi. 3. Bagi Institusi Pendidikan a. Menambah refrensi dibidang ilmu kesehatan mengenai asuhan keperawatan nyeri post operasi apendiktomi. b. Dapat digunakan sebagai bahan acuan masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan langsung dalam Karya Tulis Ilmiah untuk tenaga kesehatan khususnya perawat.
8
BAB II LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien Pasien bernama Ny. W, beralamat di Krasihan RT. 03 RW. 06 Baki, Sukoharjo. Usia 31 tahun, bekerja sebagai ibu rumah tangga dengan pendidikan terakhir SLTA. Ny. W masuk RS Panti Waluyo Surakarta pada tanggal 25 April 2013 melalui IGD dengan diagnosa medis Apendisitis Akut. Selama dirumah sakit, penanggung jawab dari Ny. W yaitu Ny. J yang merupakan ibu Ny. W.
B. Pengkajian Pengkajian dilakukan pada tanggal 25 April 2013 jam 15.40 WIB. Metode yang digunakan autoanamnese dan alloanamnese, didapatkan hasil pengkajian data riwayat penyakit, Ny. W mengatakan nyeri perut bagian kanan bawah dirasa sejak kurang lebih satu tahun yang lalu, tidak pernah berobat sebelumnya karena dikira hanya maag, Ny. W datang ke IGD pada tanggal 25 April 2013 pukul 10.45 WIB dengan membawa hasil USG pada tanggal 24 April 2013 pukul 09.20 WIB dari RS Panti Waluyo Surakarta, Instruksi dr G Sp.pD dengan gambaran apendisitis untuk segera dioperasi, Ny. W sudah puasa sejak pukul 08.00 WIB. Terapi di IGD infus ringer laktat 20 tetes per menit, injeksi ketorolac 10 mg. Ny. W dilakukan operasi atau 9
pembedahan pada tanggal 25 April 2013 pukul 11.25 WIB selesai pukul 13.20 WIB. Pada saat dilakukan pengkajian diruang Cempaka RS Panti Waluyo Surakarta tanggal 25 April 2013 pukul 15.40 WIB, Ny. W mengeluh nyeri perut post operasi, nyeri dirasa timbul saat bergerak, kualitas nyeri perih dan terasa panas seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 4 (0-10), dan nyeri hilang timbul, Ny. W tampak lemah. Pada riwayat yang pernah dialami, Ny. W mengatakan tidak mempunyai penyakit apendisitis sebelumnya. tidak pernah mengalami kecelakaan, dirawat di rumah sakit, ataupun menjalani operasi, hanya sakit biasa seperti demam, pilek, dan batuk. Riwayat kesehatan keluarga, Ny. W mengatakan keluarga tidak ada yang mempunyai penyakit apendisitis, dan salah satu keluarga yang mempunyai penyakit keturunan yaitu diabetes militus diderita kakek dan neneknya. Menurut Gordon, pola kesehatan fungsional terdiri dari 11 yang terdiri dari : pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan, pola nutrisi dan eliminasi, pola eliminasi, pola aktivitas dan latihan, pola istirahat tidur, pola kognitif dan perseptul, pola persepsi dan konsep diri, pola hubungan dan peran, pola seksualitas dan reproduksi, pola mekanisme koping, dan pola nilai dan keyakinan. Pada kasus ini Ny. W mengalami masalah pola eliminasi Buang Air Kecil (BAK), sebelum sakit BAK 7 kali sehari, warna kuning, berbau khas. Selama sakit pasien mengatakan merasakan nyeri luka post operasi sehingga 10
belum bisa melakukan toileting secara mandiri, BAK dengan terpasang Dower Cateter 1000 cc per hari, warna kuning, berbau khas. Pada pola aktivitas dan latihan masalah yang dialami Ny. W yaitu sebelum sakit mampu melakukan aktivitas harian dengan mandiri. Selama sakit mengatakan untuk aktivitas, makan, dan berpindah dibantu orang lain, untuk toileting dibantu dengan alat. Pada pola perceptual, masalah yang dialami Ny. W yaitu sebelum sakit pasien mengatakan tidak mengalami gangguan kesadaran, gangguan pendengaran, ataupun gangguan penglihatan. Selama sakit pasien mengatakan tidak ada gangguan kesadaran, gangguan pendengaran, ataupun gangguan penglihatan, pada luka post operasi apendiktomi terasa nyeri, nyeri dirasa saat bergerak, kualitas nyeri seperti ditusuk-tusuk, diperut kanan bawah kuadran 4, skala nyeri 4 (0-10), nyeri hilang timbul. Ny. W tampak lemah dan merintih kesakitan. Pada pemeriksaan fisik Ny. W composmentis dengan nilai GCS 15 (EVM). Tekanan darah 100/70 mmHg, frekuensi nadi 84 kali per menit, frekuensi pernapasan 20 kali per menit dan suhu 38C. Pada pemeriksaan fisik abdomen, dilakukan dengan cara Inspeksi, Auskultasi, Perkusi, Palpasi (IAPP). Inspeksi meliputi ada luka post operasi diperut kanan bawah, tertutup kassa, warna kulit sekitar luka tidak kemerahan, umbilikus bersih. Auskultasi peristaltik usus 5 kali per menit. Suara perut saat diperkusi tidak terkaji. Pada saat palpasi, terdapat nyeri tekan pada bagian perut kanan bawah kuadran 4 atau daerah post operasi apendiktomi. 11
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada Ny. W. meliputi pemeriksaan laboratorium, Ultra Sonografi. Hasil dari pemeriksaan laboratorium tanggal 25 April 2013 pukul 11.00 WIB pre operasi meliputi Limfosit 14.3% (nilai normal : 22-44); Monosit 10.4% (nilai normal : 0-7); MCV 75fL (nilai normal : 80-96); MCH 2fL (nilai normal : 28-33); kreatinin 0.59 mg/dl (nilai normal : 0.6-1.1). Hasil pemeriksaan USG pada tanggal 24 April 2013 jam 09.23 WIB dilakukan di RS Panti Waluyo Surakarta dengan hasil hepar, vesica felea, pancreas, kedua ren, lien, vesica urinaria, maupun prostat dalam batas normal; secara sonografi adanya gambaran adneksitis kanan, small simple cyst ovarii kiri. Pada region Mc Burney tampak stuktur tubuler blind end non kompresi, menyongkong gambaran apendisitis. Tanggal 25 April 2013 pukul 10.25 WIB, Ny. W diberi terapi infus ringer laktat 20 tetes per menit pada tangan sebelah kiri, dan terpasang DC, pada tanggal 26 April 2013 pukul 07.40 WIB, mendapat terapi injeksi taxegram 1gram/12 jam untuk saluran urogenital gonore tidak terkomplikasi disebabkan neuseria (ISO, 2010). Torasic 10 mg/8 jam untuk terapi somatik jangka pendek nyeri akut serajad sedang-berat (ISO, 2010). Gastridin 150 mg/12 jam untuk tungkak lambung dan usus dua belas jari (ISO, 2010). Tanda-tanda vital meliputi tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 84 kali per menit, pernapasan 20 kali per menit dan suhu 38C.
12
C. Perumusan Masalah Pada kasus Ny. W dari hasil pengkajian didapatkan data subyektif Ny. W mengeluh nyeri perut post operasi, nyeri dirasa timbul saat bergerak, kualitas nyeri perih dan terasa panas seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 4 (0- 10), nyeri hilang timbul, dan data obyektif Ny. W tampak lemah dan merintih kesakitan, ada luka post operasi diperut kanan bawah, tertutup kassa, warna kulit sekitar luka tidak kemerahan, tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 84 kali per menit, pernapasan 20 kali per menit dan suhu 38C. Maka penulis melakukan analisa data sehingga dapat diangkat masalah keperawatan utama yaitu nyeri akut. Berdasarkan hasil perumusan masalah tersebut, penulis menegakkan prioritas diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (pembedahan apendiktomi).
D. Perencanaan Rencana tindakan keperawatan yang dilakukan pada Ny. W dengan tujuan dan kriteria hasil yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan nyeri teratasi dengan kriteria hasil yaitu pasien mengatakan nyeri berkurang atau hilang dengan skala nyeri 0-3 (0-10), pasien tampak rileks, dan tanda-tanda vital dalam batas normal (tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 60-100 kali per menit, pernapasan 16-24 kali per menit, suhu 36- 37,5C). Perencanaan yang dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan pada Ny. W, antara lain kaji tanda-tanda vital dan kaji ulang intensitas nyeri 13
dengan rasional untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan merupakan indikator secara dini untuk dapat memberikan tindakan selanjutnya, berikan posisi yang nyaman (semifowler atau supinasi) dengan rasional untuk meningkatkan kenyamanan pasien, ajarkan tehnik relaksasi (nafas dalam) atau distraksi (mendengarkan musik, menonton tv, imajinasi pemandangan) dengan rasional untuk mengurangi nyeri, kolaborasi advice dokter pemberian obat analgetik dengan rasional untuk mencapai kesembuhan sesuai advice dokter.
E. Implementasi Pada tanggal 25 April 2013 penulis melakukan beberapa implementasi yaitu mengkaji tanda-tanda vital pada pukul 15.45 WIB dengan respon subyektif yaitu Ny. W mengatakan bersedia, dan respon obyektif Ny. W tampak lemah, tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 84 kali per menit, pernapasan 20 kali per menit dan suhu 38C; mengkaji karakteristik nyeri (PQRST) pada pukul 15.55 WIB dengan respon subyektif yaitu Ny. W mengeluh nyeri perut post operasi, nyeri dirasa saat bergerak, seperti ditusuk- tusuk, diperut kanan bawah (kuadran 4), skala 4 (0-10), nyeri hilang timbul dan respon obyektif Ny. W tampak lemah dan merintih kesakitan, terdapat luka tertutup kassa di luka post operasi, warna kulit sekitar luka tidak kemerahan, posisi Ny. W supinasi; mengkaji pola aktivitas pukul 16.05 WIB dengan respon subyektif Ny. W mengatakan lemas, dalam melakukan aktivitas tidak bisa mandiri dan respon obyektif tampak ADL pasien dibantu keluarga. 14
Pada tanggal 26 April 2013 pukul 07.40 WIB, penulis melakukan beberapa implementasi yaitu: mengkaji tanda-tanda vital dengan respon subyektif Ny. W bersedia, dan respon obyektif Ny. W tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 92 kali permenit, pernapasan 20 kali per menit, suhu 38,5C; memberikan terapi injeksi taxegram, torasic, gastridin pukul 08.00 WIB dengan respon subyektif Ny. W bersedia, dan respon obyektif injeksi yang diberikan taxegram 2x1 gram, torasic 3x10 mg, gastridin 2x150 mg melalui intravena; mengkaji karakteristik nyeri (PQRST) pukul 08.45 WIB dengan respon subyektif yaitu Ny. W mengeluh nyeri perut post operasi, nyeri dirasa saat bergerak, seperti ditusuk-tusuk, diperutk kanan bawah (kuadran 4), skala 4(0-10), nyeri hilang timbul dan respon obyektif Ny. W tampak lemah dan merintih kesakitan, terdapat luka tertutup kassa di luka post operasi, warna kulit sekitar luka tidak kemerahan; memberikan relaksasi (nafas dalam) pukul 09.15 WIB dengan respon subyektif Ny. W bersedia melaksanakan, dan respon obyektif tampak Ny. W kooperati; memberikan posisi miring kanan kiri pukul 09.25 WIB dengan respon subyektif Ny. W mengatakan lemas, bisa miring kanan kiri, skor 2, dan respon obyektif tampak Ny. W kooperatif. Pada tanggal 27 April 2013 pukul 07.45 WIB, penulis melakukan beberapa implementasi yaitu: mengkaji tanda-tanda vital dengan respon subyektif Ny. W bersedia, dan respon obyektif Ny. W tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 82 kali permenit, pernapasan 20 kali per menit, suhu 37C; mengkaji karakteristik nyeri (PQRST) pukul 07.55 dengan respon subyektif yaitu Ny. W mengatakan nyeri perut post operasi sudah berkurang, nyeri tidak 15
timbul saat bergerak, seperti ditusuk-tusuk, diperuk kanan bawah (kuadran 4), skala 3(0-10), nyeri hilang timbul dan respon obyektif Ny. W tampak lemah dan merintih kesakitan, terdapat luka tertutup kassa di luka post operasi, warna kulit sekitar luka tidak kemerahan; memberikan terapi injeksi taxegram, torasic, gastridin pukul 08.20 WIB dengan respon subyektif Ny. W bersedia, dan respon obyektif injeksi yang diberikan taxegram 2x1 gram, torasic 3x10 gram, gastridin 2x150 mg melalui intravena; memberikan relaksasi (nafas dalam) pukul 09.15 WIB dengan respon subyektif Ny. W bersedia melaksanakan, dan respon obyektif tampak Ny. W kooperatif; merawat luka operasi pukul 09.30 WIB dengan respon subyektif Ny. W bersedia dibersihkan lukanya, dan respon obyektif tidak ada tanda-tanda infeksi atau kemerahan disekitar luka Ny. W; memberikan mobilisasi duduk pukul 09.45 WIB dengan respon subyektif Ny. W mengatakan sudah bisa duduk sendiri, tanpa bantuan keluarga dalam melakukan aktifitas, skor 0, dan respon obyektif tampak Ny. W kooperatif.
F. Evaluasi Evaluasi yang dilakukan selama tiga hari yaitu pada tanggal 25 April 2013, 26 April 2013 dan 27 April 2013 dengan metode SOAP. Pada tanggal 25 April 2013 pukul 16.20 WIB, evaluasi yang diperoleh yaitu Ny. W mengatakan nyeri perut kanan bawah diluka post operasi, nyeri timbul saat bergerak, kualitas seperti ditusuk-tusuk, skala 4, nyeri hilang timbul. Ny. W tampak lemah, merintih, tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 84 kali per menit, 16
pernapasan 20 kali per menit dan suhu 38C, terdapat luka tertutup kassa pada abdomen kanan bawah, warna kulit sekitar luka tidak kemerahan. Masalah keperawatan nyeri akut belum teratasi, intervensi dilanjutkan meliputi kaji tanda-tanda vital, kaji karakteristik nyeri, berikan posisi yang nyaman (supine atau semi-fowler), kolaborasi dengan tim medis lain yaitu pemberian analgesik. Pada tanggal 26 April 2013 pukul 11.25 WIB, evaluasi yang diperoleh Ny. W mengatakan nyeri perut kanan bawah diluka post operasi, nyeri dirasa saat bergerak, kualitas seperti ditusuk-tusuk, skala 4, nyeri hilang timbul. Ny. W tampak lemah, merintih, tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 92 kali per menit, pernapasan 20 kali per menit dan suhu 38,5C, terdapat luka tertutup kassa pada abdomen kanan bawah, warna kulit sekitar luka tidak kemerahan. Masalah keperawatan nyeri akut belum teratasi, intervensi dilanjutkan meliputi kaji tanda-tanda vital, kaji karakteristik nyeri, berikan posisi yang nyaman (supine atau semi-fowler), kolaborasi dengan tim medis lain yaitu pemberian analgesik. Pada tanggal 27 April 2013 pukul 11.45 WIB, evaluasi yang diperoleh Ny. W mengatakan nyeri perut kanan bawah diluka post operasi sudah berkurang, nyeri sudah tidak timbul saat bergerak, kualitas nyeri seperti ditusuk-tusuk, skala 3, nyeri hilang timbul. Ny. W tampak lemah, merintih, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 82 kali per menit, pernapasan 20 kali per menit dan suhu 37C, terdapat luka tertutup kassa pada abdomen kanan bawah, warna kulit sekitar luka tidak kemerahan. Masalah keperawatan nyeri 17
akut belum teratasi, intervensi dilanjutkan meliputi kaji tanda-tanda vital, kaji karakteristik nyeri, berikan posisi yang nyaman (supine atau semi-fowler), kolaborasi dengan tim medis lain yaitu pemberian analgesik.
18
BAB III PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
A. Pembahasan Pada bab ini penulis akan membahas tentang kesenjangan teori dan tindakan proses asuhan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 25-27 April 2013 di ruang Cempaka RS. Panti Waluyo Surakarta. Pembahasan tentang proses asuhan keperawatan ini meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana tindakan keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi. 1. Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama di dalam memberikan asuhan keperawatan. Perawat harus mengumpulkan data tentang status kesehatan pasien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan. Kebenaran data sangat penting dalam merumuskan diagnosa keperawatan, merencanakan asuhan keperawatan, serta melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah-masalah klien. Pengumpulan data ini juga harus dapat menggambarkan status kesehatan klien dan kekuatan masalah-masalah yang dialami oleh klien (Hutahaean, 2010). Sumber data didapatkan dari pasien, keluarga, atau orang yang terkait, anggota tim kesehatan, rekam medis, dan catatan lainnya (Hutahaean, 2010). 19
Menurut Sjamsuhidajat (2004), manifestasi apendisitis akut didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun todak disertai rangsangan peritoneum lokal. Gejalanya nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral didaerah epigastrium di sekitar umbilicus, keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah, nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney. Pada kasus Ny. W mengatakan nyeri perut bagian kanan bawah dirasa sejak kurang lebih satu tahun yang lalu sebelum dirawat di rumah sakit, Pada saat melakukan pengkajian, penulis tidak mengkaji apakah Ny. W sebelum pembedahan apendektomi mengeluh demam, mual, muntah, maupun hilangnya nafsu makan. Ini merupakan kekurangan penulis saat melakukan pengkajian. Kunci diagnosis biasanya terletak pada anamnesis yang khas seperti diatas tersebut (Sjamsuhidajat, 2004), tetapi pada kasus Ny. W dengan hasil gambaran ultrasonografi bisa meningkatkan akurasi diagnosis. Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis apendisitis akut masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus. Kesalahan diagnosis lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan dengan lelaki mengingat pada perempuan, terutama yang masih muda sering timbul gangguan yang menyerupai apendisitis akut. Keluhan itu berasal dari genetalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau gangguan ginekologi lainnya. Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis apendisitis akut, bila diagnosis meragukan, 20
sebaiknya penderita diobservasi di rumah sakit dengan frekuensi setiap 1- 2jam. Ultrasonografi dapat meningkatkan akurasi diagnostik (Sjamsuhidajat, 2004). Pada Ny. W pemeriksaan USG pada tanggal 24 April 2013 jam 09.23 WIB dilakukan di RS Panti Waluyo Surakarta dengan hasil hepar, vesica felea, pancreas, kedua ren, lien, vesica urinaria, maupun prostat dalam batas normal; secara sonografi adanya ganbaran adneksitis kanan, small simple cyst ovarii kiri. Pada region Mc Burney tampak stuktur tubuler blind end non kompresi, menyongkong gambaran apendisitis. Menurut Sjamsuhidajat (2004), diagnosis apendisitis akut baru dapat ditegakkan jika semua syarat terpenuhi yaitu riwayat nyeri perut kanan bawah yang lebih dari dua minggu, terbukti terjadi radang akut apendiks baik secara makroskopik maupun mikroskopik, dan keluhan menghilang pasca apendiktomi. Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satu-satunya pilihan yang baik adalah apendektomi. Berdasarkan tanda dan gejala serta hasil pemeriksaan penunjang yang menyebukan instruksi dr G Sp.PD dengan gambaran apendisitis untuk segera dioperasi, Ny. W dilakukan operasi atau pembedahan pada tanggal 25 April 2013 pukul 11.25 WIB selesai pukul 13.20 WIB. Apendiktomi merupakan pembedahan atau operasi klasik pengangkatan apendiks. Apendiktomi direncanakan pada infiltrat periapendikuler tanpa pus yang telah ditenangkan. Sebelumnya pasien 21
diberi antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian dilakukan apendiktomi (Sjamsuhidajat, 2004). Tindakan apendiktomi merupakan peristiwa kompleks sebagai ancaman potensial atau aktual kepada integritas seseorang baik biopsikososial spritual yang dapat menimbulkan respon berupa nyeri. Rasa nyeri tersebut biasanya timbul setelah operasi. Nyeri merupakan sensasi subjektif, rasa yang tidak nyaman biasanya berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial (Siswati, 2010). Pada pengkajian Ny. W didapatkan nyeri secara teori termasuk dalam kategori nyeri akut. Hal ini disebabkan oleh karena nyeri akut terjadi setelah terjadinya cedera akut, penyakit, atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat dengan intensitas yang bervariatif (ringan sampai berat) dan berlangsung untuk waktu singkat (Prasetyo, 2010). Pada pola kognitif dan perceptual dijelaskan bahwa pasien dengan pembedahan abdomen terutama apendiktomi, pada umumnya tidak mengalami gangguan pendengaran, penglihatan, maupun pembau. Biasanya pada pola kognitif dan perceptual muncul adanya nyeri dengan menggunakan metode Provocate, Quality, Region, Severe, Time (PQRST) (Potter, 2005). Provocate (P) merupakan penyabab terjadinya nyeri dari penderita. Kasus pada Ny. W nyeri yang dirasakan setelah pembedahan apendiktomi adalah nyeri dirasa saat bergerak. Pada tindakan pembedahan abdomen atau apendiktomi merupakan penyebab terjadinya nyeri karena 22
adanya trauma atau insisi pembedahan, karena saat bergerak bisa memicu atau faktor terjadinya nyeri. Quality (Q) merupakan kualitas nyeri yang diungkapkan secara subyektif oleh pasien (Potter, 2005). Ny. W mengatakan kualitas nyeri seperti ditusuk-tusuk. Kualitas nyeri pada pasien pembedahan biasanya terasa panas dan tertusuk-tusuk karena adanya insisi. Region (R) merupakan area dimana nyeri dirasakan. Ny. W merasakan nyeri di perut kanan bawah kuadran 4. Pada pembedahan abdomen, nyeri dirasakan pada letak anatomi yang mengalami tindakan pembedahan. Severe (S) merupakan parameter dari tingkatan nyeri dimana pada insisi abdomen. Ny. W mengatakan skala nyeri 4, nyeri akan terasa sedang setelah pembedahan dan akan berkurang dalam beberapa waktu yang didukung dengan pemberian analgesik. Pengukuran skala nyeri terdiri dari Verbal Description Scale (VSD), Numerical Rating Scale (NRS), dan Visual Analog Scale (VAS). Pada kasus Ny. W, penulis mengkategorikan skala nyeri kedalam data subyektif karena penulis menggunakan skala nyeri numerik dimana hasil dari skala numerik merupakan apa yang diungkapkan oleh pasien. Time (T) merupakan waktu saat nyeri muncul. Ny. W mengatakan nyeri hilang timbul. Pada post-apendiktomi nyeri akan terasa terus-menerus setelah efek anestesi menghilang kemudian akan berkurang secara periodik (Potter, 2005). Pada pengkajian fisik abdomen, perawat memerlukan pengkajian fisik dan neurologis berdasarkan riwayat nyeri klien. Daerah yang sangat 23
nyeri harus diperiksa untuk melihat apakah palpasi atau manipulasi pada daerah tersebut meningkatkan sensasi nyeri. Selama melakukan pemeriksaan umum, perawat memperhatikan adanya petunjuk-petunjuk yang mengindikasikan nyeri (Potter, 2005). Pada pemeriksaan fisik abdomen, dilakukan dengan cara Inspeksi, Auskultasi, Perkusi, Palpasi (IAPP). Inspeksi meliputi ada luka post operasi diperut kanan bawah, tertutup kassa, warna kulit sekitar luka tidak kemerahan, umbilikus bersih. Hal ini terjadi karena pada tanggal 25 April 2013 pukul 11.25 WIB pasien dilakukan pembedahan apendiksitis sehingga menimbulkan luka insisi pembedahan. Auskultasi peristaltik usus 5 kali per menit. Suara perut saat diperkusi tidak terkaji. Pada saat palpasi, terdapat nyeri tekan pada bagian perut kanan bawah (kuadran 4) atau daerah post operasi apendiktomi, karena luka insisi post operasi apendisitis itulah yang menyebabkan nyeri dimana secara anatomis luka apendisitis pada kuadran kanan bawah (Sjamsuhidajat, 2004). Hasil dari pemeriksaan penunjang laboratorium tanggal 24 April 2013 pukul 09.23 WIB meliputi Limfosit 14.3% (nilai normal : 22-44); Monosit 10.4% (nilai normal : 0-7); MCV 75fL(nilai normal : 80-96); MCH 2fL (nilai normal : 28-33); kreatinin 0.59 mg/dl (nilai normal : 0.6- 1.1). Hasil pemeriksaan USG dengan hasil hepar, vesica felea, pancreas, kedua ren, lien, vesica urinaria, maupun prostat dalam batas normal; secara sonografi adanya ganbaran adneksitis kanan, small simple cyst 24
ovarii kiri. Pada region Mc Burney tampak stuktur tubuler blind end non kompresi, menyongkong gambaran apendisitis. Terapi yang diberikan pada Ny. W pada tanggal 26 April 2013 pukul 08.00 WIB adalah terapi injeksi taxegram 1gram/12 jam untuk saluran urogenital gonore tidak terkomplikasi disebabkan neuseria. Pada kasus Ny. W diberikan antibiotik karena luka operasi dapat kemungkinan terjadi infeksi luka post operasi. Injeksi torasic 10 mg/8 jam untuk terapi somatik jangka pendek nyeri akut serajad sedang-berat. Injeksi gastridin 150mg/12 jam untuk tungkak lambung dan usus dua belas jari, pada kasus Ny. W gastridin untuk mencegah mual efek anestesi post operasi (ISO, 2010).
2. Diagnosa Keperawatan Menurut Hutahaean (2010) dalam bukunya Nanda (1990) diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan merupakan dasar dalam penyusunan rencana tindakan asuhan keperawatan. Diagnosa keperawatan yang muncul adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (pembedahan apendiktomi). Pada kasus Ny. W ditemukan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (pembedahan apendiktomi). Hal ini sesuai teori bahwa sesuai dengan refrensi yang menyatakan bahwa nyeri akut post operasi apendiktomi 25
adalah suatu reaksi yang kompeks pada jaringan yang terluka pada proses pembedahan yang dapat menstimulasi hypersensitivitas pada system syaraf pusat, nyeri ini hanya dapat dirasakan setelah adanya prosedur operasi. lokasi pembedahan mempunyai efek yang sangat penting yang hanya dapat dirasakan oleh pasien yang mengalami nyeri post operasi apendiktomi (Anonim, 2012). Nyeri akut pada kasus Ny. W diprioritaskan penulis hal ini disebabkan oleh karena jika nyeri akut tidak dikontrol dapat menyebabkan proses rehabilitasi pasien tertunda dan hospitalisasi menjadi lama. Hal ini karena pasien memfokuskan semua perhatiannya pada nyeri yang dirasakan. Ketika pasien merasakan nyeri, pasien tidak dapat menikmati kehidupannya dengan nyaman (Nurhafizah dan Erniyati, 2012). Hal ini didukung dengan hasil pengkajian pada tanggal 25 April 2013 pukul 15.40 WIB didapatkan hasil data subyektif Ny. W mengeluh nyeri perut post operasi, nyeri dirasa timbul saat bergerak, kualitas nyeri perih dan terasa panas seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 4 (0-10), Ny. W tampak lemah dan nyeri hilang timbul, dan data obyektif Ny. W tampak lemah dan merintih kesakitan, ada luka post operasi diperut kanan bawah, tertutup kassa, warna kulit sekitar luka tidak kemerahan, tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 84 kali per menit, pernapasan 20 kali per menit dan suhu 38C. Etiologi dari diagnosa keperawatan adalah agen cedera fisik dari pembedahan (NANDA, 2009) hal ini didasarkan dari hasil pengkajian data subyektif Ny. W mengeluh nyeri perut post operasi, nyeri dirasa timbul 26
saat bergerak, kualitas nyeri perih dan terasa panas seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 4 (0-10), Ny. W tampak lemah dan nyeri hilang timbul, dan data obyektif Ny. W tampak lemah dan merintih kesakitan, ada luka post operasi diperut kanan bawah, tertutup kassa, warna kulit sekitar luka tidak kemerahan, tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 84 kali per menit, pernapasan 20 kali per menit dan suhu 38C, karena ketika bagian tubuh terluka oleh tekanan, potongan, sayatan, dingin atau kekurangan oksigen pada sel, maka bagian tubuh yang terluka akan mengeluarkan berbagai macam substansi intraseluler dilepaskan keluar ekstraseluler maka akan mengiritasi nosiseptor.
3. Rencana dan Tindakan Keperawatan Perencanaan adalah bagian dari tahap proses keperawatan yang meliputi tujuan perawatan, penetapan kriteria hasil, penetapan rencana tindakan yang akan diberikan kepada klien untuk memecahkan masalah yang dialami klien serta rasional dari masing-masing rencana tindakan yang akan diberikan kepada klien (Hutahaean, 2010). Intervensi keperawatan disesuaikan dengan kondisi klien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan dapat diselesaikan dengan SMART yaitu S (specific) dimana tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti ganda, M (measurable) dimana tujuan keperawatan harus dapat diukur, khususnya tentang perilaku pasien : dapat dilihat, didengar, diraba, dirasakan, dan dibau. A (achievable) dimana harus dapat dicapai, R 27
(reasonable) dimana tujuan harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, T (time) mempunyai batasan waktu yang jelas (Nursalam, 2008:81). Rencana tindakan keperawatan yang dilakukan pada Ny. W dengan tujuan dan kriteria hasil yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam karena penulis melaksanakan praktek selama 3 hari dan sudah termasuk pengkajian dan memberikan asuhan keperawatan kepada pasien. Namun, menurut teori yang ada masalah nyeri tidak dapat diatasi dalam waktu singkat dan perlu penanganan terlebih dahulu karena nyeri post operasi dapat menjadi faktor penting yang mempengaruhi persepsi pasien tentang perkembangan dan kesembuhannya, selama 3x24 jam diharapkan nyeri teratasi dengan kriteria hasil yaitu pasien mengatakan nyeri berkurang atau hilang dengan skala nyeri 0-3 (0-10) karena menurut keparahan nyeri skala tersebut adalah landasan nyeri yang paling ringan jadi harapannya penulis dapat memberikan asuhan keperawatan dengan hasil tersebut, pasien tampak rileks, dan tanda-tanda vital dalam batas normal (tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 60-100 kali per menit, pernapasan 16-24 kali per menit, suhu 36-37,5C). Rencana keperawatan yang dilakukan oleh penulis berdasarkan NIC (Nursing Intervension Clasification) dan NOC (Nursing Outcome Clasification) pada Ny. W antara lain yaitu, kaji tanda-tanda vital untuk mendeteksi adanya perubahan system tubuh (Hidayat, 2004), dan kaji ulang intensitas nyeri yang bertujuan indikator tunggal yang paling dapat dipercaya tentang keberadaan dan intensitas nyeri dan apapun yang 28
berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengkajian ini membantu untuk mengatasi nyeri (Potter, 2005). Berikan posisi yang nyaman, memberikan rencana tindakan keperawatan yaitu berikan posisi yang nyaman (supine atau semi-fowler) dengan rasional agar pasien rileks dan membantu mengurangi rasa nyeri. Posisi ini dipilih karena penulis belum mengetahui keadaan pasien. Selain itu, setelah pembedahan pasien mungkin dibaringkan dalam berbagai posisi untuk meningkatkan rasa nyaman dan menghilangkan nyeri (Brunner & Suddarth, 2002). Ajarkan tehnik relaksasi (nafas dalam) atau distraksi (mendengarkan musik, menonton tv, imajinasi pemandangan), dengan memberikan relaksasi (nafas dalam). Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental dan fisik dari ketegangan dan stress, sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Saat pasien melakukan relaksasi pernafasan dalam dengan diafragma dengan teratur, perawat melokalisasi daerah yang mengalami ketegangan otot, merasakannya, menegangkan otot tersebut, kemudian mengendorkan dengan sepenuhnya dengan merelaksasikan otot (Prasetyo, 2010). Kolaborasi advice dokter pemberian obat analgetik dengan rasional untuk mencapai kesembuhan sesuai advice dokter. Pada kasus Ny. W, penulis melakukan rencana tindakan keperawatan selama 3x24 jam karena penulis melaksanakan praktek selama 3 hari dan sudah termasuk pengkajian dan memberikan asuhan keperawatan kepada pasien. Namun, menurut teori yang ada masalah nyeri 29
tidak dapat diatasi dalam waktu singkat dan perlu penanganan terlebih dahulu karena nyeri post operasi dapat menjadi faktor penting yang mempengaruhi persepsi pasien tentang perkembangan dan kesembuhannya. Lebih tinggi nyeri yang dirasakan pasien, maka makin rendah harapan sembuh menurut pasien berdasarkan sifat subyektif nyeri, sulit mendapatkan hubungan langsung antara intensitas nyeri dengan tingkat komplikasi post operasi secara fisik dan psikologis (Anonim, 2012).
4. Implementasi Menurut Nursalam (2008) dalam Iyer et al (1996 ) implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan ditunjukkan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai yang diharapkan. Oleh karena itu rencana intervensi yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah klien. Implementasi pada Ny. W, dapat dilakukan penulis sesuai rencana tindakan keperawatan yang ada. Saat melakukan tindakan keperawatan, penulis tidak mengalami kesulitan karena pasien kooperatif. Ada beberapa tindakan keperawatan yang dilakukan penulis diluar rencana tindakan keperawatan antara lain memberikan mobilisasi dini posisi miring kanan kiri dan duduk, memberikan mobilisasi dini yang bertujuan untuk mempercepat pemulihan dan mencegah terjadinya komplikasi pasca bedah, karena tirah baring lama seperti terjadinya dekubitus, kekakuan atau 30
penegangan otot-otot di seluruh tubuh, gangguan sirkulasi darah, gangguan pernafasan, dan gangguan peristaltik maupun berkemih (Sulistyawati, Hasneli, dan Novayalenda, 2012). Merawat luka operasi, melihat kebutuhan perawatan luka dilakukan penulis karena luka operasi dapat menyebabkan infeksi dimana infeksi dapat berkembang menjadi selulitis, abses, dan sepsis karena adanya pathogen yang berkembangbiak sehingga menyebabkan nyeri (Sjamsuhidajat, 2005). Mengkaji pola aktivitas, karena pasien merasa sangat kesakitan saat bergerak pasca efek anestesi operasi tersebut hilang, sehingga pasien merasa takut untuk beraktivitas (Sulistyawati, Hasneli, dan Novayalenda, 2012).
5. Evaluasi Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan dan merupakan tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasi dicapai (Hutahaean, 2010). Evaluasi pada Ny. W dilakukan dengan metode SOAP. Pada evaluasi tanggal 25 April pukul 16.20 WIB -26 April 2013 pukul 11.25 WIB, evaluasi yang diperoleh Ny. W mengatakan nyeri perut kanan bawah diluka post operasi, nyeri timbul saat bergerak, kualitas seperti ditusuk- tusuk, skala 4, nyeri hilang timbul. Ny. W tampak lemah, merintih, tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 84 kali per menit, pernapasan 20 kali per menit 31
dan suhu 38C, terdapat luka tertutup kassa pada abdomen kanan bawah, warna kulit sekitar luka tidak kemerahan. Masalah keperawatan nyeri akut belum teratasi, intervensi dilanjutkan meliputi kaji tanda-tanda vital, kaji karakteristik nyeri, berikan posisi yang nyaman (supine atau semi-fowler), kolaborasi dengan tim medis lain yaitu pemberian analgesik. Pengelolaan, penulis belum mampu mengatasi masalah keperawatan nyeri akut karena masa penyembuhan pasien masih memerlukan waktu dan karena keterbatasan waktu penulis tidak dapat mengobservasi pasien selama 24 jam sehingga rencana tindakan keperawatan dilanjutkan pada hari ketiga kelolaan. Pada tanggal 27 April 2013 atau hari ke tiga post-operasi. Sedangkan pada evaluasi hari ketiga pengelolaan, pasien mengatakan masih merasakan nyeri walaupun skala nyeri berkurang. Ini menandakan adanya masalah keperawatan nyeri akut tidak teratasi oleh karena belum sesuai dengan kriteria hasil yang telah ditetapkan oleh penulis sehingga intervensi perlu dilanjutkan. Penulis belum mampu mengatasi masalah nyeri akut secara sempurna atau dengan skala 0 pada batasan waktu 3X24 jam dan melanjutkan rencana tindakan keperawatan post-operasi apendiktomi melalui pendelegasian asuhan keperawatan.
32
A. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan Berdasarkan data diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : a. Pada pengkajian, pasien merupakan post-operasi apendiktomi atas indikasi apendisitis akut dan didapatkan data subyektif Ny. W mengeluh nyeri perut post operasi, nyeri dirasa timbul saat bergerak, kualitas nyeri perih dan terasa panas seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 4 (0-10), nyeri hilang timbul, dan data obyektif Ny. W tampak lemah dan merintih kesakitan, ada luka post operasi diperut kanan bawah, tertutup kassa, warna kulit sekitar luka tidak kemerahan, tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 84 kali per menit, pernapasan 20 kali per menit dan suhu 38C. b. Diagnosa keperawatan yang muncul yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (pembedahan apendiktomi). Nyeri merupakan sensasi subjektif, rasa yang tidak nyaman biasanya berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial (Siswati, 2010). c. Rencana tindakan keperawatan yang diberikan untuk mengatasi nyeri yaitu kaji tanda-tanda vital dan kaji ulang intensitas nyeri dengan rasional untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan merupakan indikator secara dini untuk dapat memberikan tindakan selanjutnya, berikan posisi yang nyaman dengan rasional untuk meningkatkan kenyamanan pasien, ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam) atau distraksi (mendengarkan musik, menonton tv, imajinasi pemandangan) 33
dengan rasional untuk mengurangi nyeri, kolaborasi advice dokter pemberian obat analgetik dengan rasional untuk mencapai kesembuhan sesuai advice dokter. d. Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengurangi nyeri pada Ny. W adalah kaji tanda-tanda vital dan kaji ulang intensitas nyeri dengan rasional untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan merupakan indikator secara dini untuk dapat memberikan tindakan selanjutnya, berikan posisi yang nyaman dengan rasional untuk meningkatkan kenyamanan pasien, ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam) atau distraksi (mendengarkan musik, menonton tv, imajinasi pemandangan) dengan rasional untuk mengurangi nyeri, kolaborasi advice dokter pemberian obat analgetik dengan rasional untuk mencapai kesembuhan sesuai advice dokter. e. Evaluasi menggunakan metode SOAP. Masalah nyeri belum teratasi secara maksimal (skala 0-3) atau masalah teratasi sebagian dan intervensi dihentikan karena pasien dinyatakan boleh pulang atau diperbolehkan rawat jalan oleh dokter yang merawat. f. Analisa nyeri pada Ny. W yaitu Ny. W mengeluh nyeri perut post operasi, nyeri dirasa timbul saat bergerak, kualitas nyeri perih dan terasa panas seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 4 (0-10), dan nyeri hilang timbul, Ny. W tampak lemah. sehingga setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari, Ny. W mengatakan nyeri perut kanan bawah diluka post operasi sudah berkurangi, skala 3, kualitas 34
nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri timbul saat bergerak. Ny. W tampak lemah, merintih, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 82 kali per menit, pernapasan 20 kali per menit dan suhu 37C, terdapat luka tertutup pada abdomen kanan bawah.
2. Saran Berdasarkan adanya uraian diatas maka penulis memberikan saran sebagai berikut: a. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan Diharapkan institusi pelayanan kesehatan dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan sesuai Standart Operasional Prosedur (SOP) di berbagai rumah sakit. b. Bagi Tenaga Kesehatan Diharapkan tenaga kesehatan menyadari pentingnya penerapan asuhan keperawatan yang konsisten dan sesuai dengan teori dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien, sehingga pasien akan mendapatkan perawatan yang holistik dan komprehensif. c. Bagi institusi pendidikan Diharapkan agar dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang berkualitas dan professional, guna terciptanya perawat-perawat yang profesional, terampil, cekatan dan handal dalam memberikan asuhan keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Landasan Teori. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24501/4/Chapter II.pdf Diakses tanggal 1 Mei 2013
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC
Grace, Price A dan Borley, Neil A. 2006. At a Glance Ilmu Bedah; Edisi 3, Jakarta: Erlangga
Herdman, T. heather. (2010), Diagnosa Keperawatan: definisi dan klasifikasi 2009-2011. alih bahasa, Made sumarwati, Dwi Widiarti, Estu Tiar. EGC,Jakarta.
Hidayat, Aziz Alimul. 2004. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC
Hutahaean, Serri.2010. Konsep dan Dokumentasi Proses Keperawatan.Jakarta: Tran Info Media.
ISO.2010. ISO Indonesia. Jakarta: PT. ISFI
Nurcahyani, Novi.2009. Asuhan Keperawatan Klien Tn. A Dengan Post Apendiktomi Di Ruang Umar RS Roemani Muhammadiyah Semarang. http://digilib.unimus.ac.id. Diakses tanggal 30 April 2013
Nurhafizah & Erniyati.2012. Strategi Koping dan Intensitas Nyeri Pasien Post Operasi Di Ruang Rindu B2A RSUP H. Adam Malik Medan. http://portalgaruda.org/download_article.php%3Farticle%3D59022. Diakses tanggal 1 Mei 2013
Nursalam.2008. Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktik. Jakarta: Salemba Medika
Potter & Perry.2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep Proses dan Praktik. Jakarta: EGC
Prasetyo, Nian Sigit.2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Jakarta: Graha Ilmu
Siswati, Sri. 2011. Pengaruh Masase Kulit Terhadap Penurunan Rasa Nyeri Pada Pasien Post Apendiktomi Di Rindu B2 RSUP H. Adam Malik Medan 2010.
http://www.umnaw.com/.../12.%20Hj.Sri%20Siswati,%20SST,%20S.Pdf. Diakses tanggal 30 April 2013
Sjamsuhidajat, R dan Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
Sulistiyawati, Hasneli, Y dan Novayelinda, R. (2012), Efektivitas Mobilisasi Dini Terhadap Penyembuhan Luka Post Operasi Apendisitis. http://Repository.unri.ac.id/bitstream/123456789/1895/1/MANUSKRIP_ 3.Pdf. Diakses tanggal 29 April 2013. Yusrizal. 2012. Pengaruh Tehnik Relaksasi Nafas Dalam dan Masase Terhadap Penurunan Skala Nyeri pada pasien pasca apendiktomi di Ruangan Bedah RSUD DR. M. Zein Painan Thun 2012. http://repository.unand.ac.id/17872/1/YUSRIZAL.pdf. Diakses tanggal 30 April 2013