CA CERVIKS III B PRO RADIASI + ANEMIA + HIDRONEFROSIS +
AZOTEMIA + LEUKOSITOSIS + HIPOALBUMIN
A. CA CERVIKS 1. Pengertian Ca cerviks adalah tumor ganas pada serviks yang paling sering dijumpai pada wanita usia 31-60 tahun, sebagian besar berjenis epidermoid (91%) dan adenokarsinoma (9%). Kanker serviks adalah suatu proses keganasan yang terjadi pada serviks, dimana terdapat kelompok abnormal yang terbentuk oleh sel-sel jaringan disekitarnya tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya 2. Penyebab Penyebab pasti belum diketahui, tetapi diduga : a) Virus HPV (tipe 16 dan 18 : ganas) b) HSV (Herpes SimpleVks Virus) c) HIV (Aids) Faktor Resiko a) Perilaku seksual b) Aktif seksual usia kurang dari 20 tahun c) Multi partner d) PMS / STD e) Riwayat kanker f) Merokok g) Imunitas rendah h) HIV i) Penyakit kronis j) Banyak anak k) Pendidikan dan sosial ekonomi rendah
Sel ca keluar organ kapiler darah tindakan medik Sal limfe Dinding sal suatu system (sal cerna, kemih, nafas) Infiltrasi ke organ V. porta, v. kava, v. pulmonalis metastasis Limf. Regional , Masase, palpasi kasar,sekitar tindakan operasi Perlekatan kel.Limfe. Masuk ke lumen
Organ lain, rongga tubuh Metastasis Hati, paru, pleura, peritoneum, ovarium,tulang, otak, sumsum tulang, kel limfe
4. Pembagian stadium Klasifikasi yang digunakan adalah IFGO (international Federation of Gynecology and Obstetrics) yaitu: a. Tingkat klinik O : karsinoma in situ atau karsinoma intraepitel: membrana basalis masih utuh. b. Tingkat klinik I : pross trebatas pada serviks. 1) a : Membrana basalis sudah rusak dan sel tumor ganas sudah memasuki stroma, tetapi tidak melebihi 1 mm dan sel tumor tidak terdapat dalam pembuluh limfe atau pembuluh darah. 2) Ib.occ : (Ib, occult = Ib yang tersembunyi), secara klinis tumor ini belum tampak sebagai karsinoma, tetapi pada pemeriksaan histologik ternyata tumor telah mengadakan invasi stroma melebihi Ia. 3) Ib : secara klinis sudah diduga adanya tumor ganas dan secara histologik terdapat invasi ke stroma. c. Tingkat klinik II : proses sudah keluar dari seviks dan menjalar ke 2/3 bagian atas vagina dan atau ke parametrium tetapi tidak sampai ke dinding panggul. 1) IIa : penyebaran ke vagina, parametrium masih bebas dari proses. 2) IIb : penyebaran ke parametrium. d. Tingkat klinik III : penyebaran telah sampai ke 1/3 distal vagina atau ke parametrium sampai dinding panggul. 1) IIIa : penyebaran ke vagina, proses di parametrium tidak menjadi persoalan, asal tidak sampai pada dinding panggul. 2) IIIb : penyebaran ke parametrium sampai dinding panggul (tidak ditemukan daerah bebas antara tumor dan dinding panggul), atau proses pada tingkat klinik I dan II tetapi disertai gangguan fungsi ginjal. e. Tingkat klinik IV : tumor telah mencapai mukosa rektum atau kandung kencing atau telah terjadi metastasis ke luar panggul kecil atau ke tempat-tempat jauh. a. IVa : proses sudah keluar dari panggul kecil atau sudah sampai mukosa rektum atau kandung kencing. b. IVb : telah trejadi penyebaran jauh. 5. Manifestasi klinis Menurut Gale tidak ada tanda yang spesifik pada kasus Ca ini. Pada kasus ini tidak selalu tampak tumor, tetapi kadang terjadi perdarahan karena ulserasi pada permukaan cervix. Adanya perdarahan inilah yang mengharuskan wanita ini datang ke pusat pelayanan kesehatan, adanya nyeri abdomen dan punggung bawah mungkin dapat menjadikan petunjuk bahwa penyakit ini telah berkembang dengan sangat cepat. 6. Pemeriksaan diagnostik a. Pemeriksaan skrining dengan menggunakan pap smear (Prostatic Acid Phospatase). b. Pemeriksaan dengan tehnik biopsi di temukan adanya keganasan. c. Pemeriksaan secara radiologis (CT Scan dan MRI) untuk mengetahui apakah sudah ada penyebaran lokal dari Ca tersebut. d. Pemeriksaan laboratorik, misalnya CEA (Carcinogenic Embrionic Antigen), mungkin juga terjadi anemia, penurunan atau terjadi peningkatan trombo. 7. Penatalaksanaan medis Penatalaksanaan yang dilakukan tergantung pada stadium ca serviks itu sendiri. Tindakan medis terbagi 3 yaitu a. histerektomi : suatu tindakan pembedahan yang betujuan untuk mengangkat uterus dan serviks (total) atau salah satunya. Biasanya dilakukan pada stadium Ia Iia. Umur klien sebaiknya sebelum menopause atau bila keadaan umum baik. Dapat juga pada umur kurang dari 65 tahun. Pasien harus bebas dari penyakit resiko tinggi seperti penyakit jantung, ginjal danhepar. b. Radiasi : untuk merusak sel tumor pada serviks serta mematikan parametrial dan nodus limpa padapelvik. Biasanya dilakukan pada stadiumIIb, III, dan IV. Metode radioterapi disesuaikan dengan tujuan kuratif atau paliatif. Untuk tujuan pengobatan kuratif diperlukan metode radiasi gabunganantara brakhiterapi (radiasi intraktiver) dan telerterapi (radiasi eksternal). Biasanya dlakukan pada stadium I IIIb. Bila ca sudah keluar roga panggulmaka radioterapi hanya bersifat paliatif yang diberikan secara selektif pada stadium IVa. c. Kemoterapi : pemberian obat melalui infus, tablet atau intramuskuler. Obat yang diberikan adalah (CAP) Cylophopnopamide Adreamycin Platamin, (PVB) Platamin Veble Bloemycin, dan lain-lain.
8. Komplikasi a. Perdarahan (anemia) b. Cholelithiasisi c. Kelahiran premature, keguguran, tidak dapat hamil d. infeksi
B. RADIOTERAPI CA CERVIKS 1. Pengertian Radioterapi adalah jenis terapi yang menggunakan radiasi tingkat tinggi untuk menghancurkan sel-sel kanker. Baik sel-sel normal maupun sel-sel kanker bisa dipengaruhi oleh radiasi ini. Radiasi akan merusak sel-sel kanker sehingga proses multiplikasi ataupun pembelahan sel-sel kanker akan terhambat. Sekitar 50-60% penderita kanker memerlukan radioterapi. 2. Tujuan Radioterapi a. pengobatan secara radikal, sebagai terapi paliatif yaitu untuk mengurangi dan menghilangkan rasa sakit atau tidak nyaman akibat kanker dan sebagai adjuvant yakni bertujuan untuk mengurangi risiko kekambuhan dari kanker. b. Dengan pemberian setiap terapi, maka akan semakin banyak sel- sel kanker yang mati dan tumor akan mengecil. Sel-sel kanker yang mati akan hancur, dibawa oleh darah dan diekskresi keluar dari tubuh. Sebagian besar sel-sel sehat akan bisa pulih kembali dari pengaruh radiasi. Tetapi bagaimanapun juga, kerusakan yang terjadi pada sel-sel yang sehat merupakan penyebab terjadinya efek samping radiasi. Radiasi mempunyai efek yang sangat baik pada jaringan yang membelah dengan cepat. 3. Dosis Dosis dari radiasi ditentukan dari ukuran, luasnya, tipe dan stadium tumor bersamaan dengan responnya terhadap radioterapi. Perhitungan yang rumit telah dilakukan untuk menentukan dosis dan jadwal radiasi pada rencana terapi. Seringkali pengobatan diberikan dari berbagai sudut yang berbeda untuk mendapatkan efek radiasi yang maksimal terhadap tumor dan efek yang minimal terhadap jaringan yang sehat. Hal-hal yang harus diingat pada radioterapi adalah: efek samping yang terjadi selama radioterapi bisa ditangani, radiasi yang diberikan melalui tubuh pasien dan tidak tertinggal di dalam tubuh sehingga pasien tidak bersifat radioaktif, hanya bagian tubuh pada area radiasi yang dipengaruhi dan sel-sel normal yang terpapar radiasi akan segera memulihkan diri beberapa jam setelah terkena paparan. 4. Persiapan Radioterapi Persiapan radioterapi meliputi pemeriksan laboratorium lengkap, BNO-IVP, pemeriksaan radiologik tulang-tulang pelvis dan lumbal, mempersiapkan mental penderita. Pemeriksaan laboratorium meliputi darah tepi, gula darah, kimia darah, EKG. Bila ada anemia harus dikoreksi dulu, karena keadaan anoksia akan mengurangi kepekaan sel-sel kanker terhadap radiasi, infeksi lokal juga harus diobati dulu dengan antibiotika lokal ataupun sistemik. Pemeriksaan BNO-IVP diperlukan untuk menetapkan fungsi ginjal dan untuk menentukan apakah ureter terkena atau tidak. Mental penderita dipersiapkan dengan cara menjelaskan tentang penyakitnya, cara radiasi (luar atau intrakaviter), efek samping, lama dirawat di rumah sakit, tentang haid dan hubungan seksual di kemudian hari. radiasi meliputi konsultasi, stimulasi, potograf dan block and shields. Konsultasi merupakan tahap paling awal dari pengobatan radioterapi. Pada saat konsultasi, ahli radioterapi akan mengambil data pasien secara akurat, riwayat penyakit serta berbagai pemeriksaan laboratorium lainnya yang mungkin diperlukan, Stimulasi kemudian dilakukan, yakni perencanaan radioterapi yang akan diberikan. Pada tahap ini pasien akan datang ke bagian radioterapi, kemudian berbaring dibawah suatu mesin yang disebut stimulator. Beberapa peralatan mungkin diperlukan untuk mencegah pasien bergerak atau merubah posisi agar pengobatan diberikan pada tempat yang tepat. Kemudian akan dibuat beberapa tanda dan mungkin beberapa foto rontgen yang akan diambil. Foto rontgen yang diambil pada nantinya akan mempermudah ahli radioterapi untuk melakukan pengobatan di kemudian hari, karena pasien akan mendapatkan radioterapi selama beberapa kali. Stimulasi merupaka tahap yang penting dalam proses radioterapi. Perlindungan dan pengaman diperluka selama pasien menjalani pengobatan radioterapi, yang akan melindungi sel-sel normal dari efek radiasi. 5. Jenis Radioterapi Dikenal beberapa jenis radioterapi, yaitu radioterapi eksternal dimana terdapat jarak antara sumber radiasi dengan kulit penderita dengan Cobalt 60 atau linear accelerator. Lapangan operasi digambar lebih dahulu sebelumnya atau pada hari radiasi dan penderita disuruh datang pada jam yang telah ditentukan tanpa persiapan khusus. Brachiterapi yaitu sumber radiasi ditempelkan pada tumor, contohnya brachiterapi intracavitair karsinoma serviks dan radiasi internal dengan memasukkan cairan radioaktif secara oral ataupun intravena.
a. Radioterapi Eksternal Peranan Radioterapi Eksternal Seluruh Panggul (whole pelvis) Radioterapi eksternal pada seluruh panggul (whole pelvis radiation) dapat digunakan untuk radioterapi tumor- tumor yang terletak di panggul seperti karsinoma vesica urinaria, prostat, serviks, uterus dan rektum. Kebijakan apakah metastasis limfonodi dimasukkan dalam target volume lapangan radioterapi eksternal whole pelvis tergantung pada derajat histologi, stadium tumor primer, pola infiltrasi tumor, pola metastasis jauh. Dosis maksimum pada tumor-tumor di panggul tergantung dari dosis toleransi maksimal jaringan normal di panggul. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya dosis radiasi eksternal whole pelvis dalah umur penderita dimana terapi radiasi kurang dapat ditoleransi pada penderita umur tua dengan keadaan umum yang buruk, beberapa keadaan yang menyebabkan turunnya dosis toleransi seperti pada kelainan vaskuler pada diabetes, arteriosklerosis yang diikuti hipertensi, penyakit pada kolon dan rektum sebelumnya, pembedahan maupun kemoterapi yang telah diberikan. Bagian superior panggul secara normal terisi oleh usus halus ileum yang bergerak bebas dengan dosis toleransi maksimum adalah 4 Gy dan 50 Gy dalam 4,5 sampai 5 minggu, sehingga dosis radiasi maksimum whole pelvis tidak boleh melebihi dosis toleransi usus halus sebesar 45 Gy-50 Gy. Dosis yang radikal, lebih tinggi dari 50 Gy, akan menyebabkan adhesi segmen usus yang teradiasi serta atrofi villi chorialis sehingga fungsi absorbsi makanan dan cairan terganggu. CT scan panggul menunjukkan vesica urinaria yang penuh terbukti dapat mendorong usus halus ke superior, keluar lapangan radiasi whole pelvis, sehingga disarankan pada saat radiasi whole pelvis, sebaiknya vesica urinaria penuh. Struktur dalam panggul yang harus dilindungi adalah rektum, sigmoid serta caput femoris yang terkena radiasi lapangan lateral. Proktitis dan tenesmus merupakan efek samping radiasi. Misalnya dengan menggunakan Jodium 131 radioaktif untuk terapi adenokarsinoma papiliferum dan folikular tiroid. b. Radioterapi eksternal pada karsinoma serviks uteri stadium inoperable IIb, IIIA dan IIIb Target volume adalah proksimal vagina, forniks vagina, portio uteri, serviks uteri, korpus uteri, parametrium, salfing, tuba, ovarium, kelenjar limfe regional (Limfonodi paraservikal, limfonodi parailiakal, limfonodi paraaortal) sebagian dinding lateral panggul keras, bagian anterior rektum, bagian posterior vesika urinaria. Teknik radiasi whole pelvis menggunakan sistem box 4 lapangan dengan batas lapangan seperti sudah disebutkan sebelumnya. Dosis yang digunakan adalah 46 Gy- 50 Gy dalam 23-25 fraksi radiasi, 2 Gy per fraksi. Kontribusi dosis dari lapangan anterior 0,6 Gy, lapangan posterior 0,6 Gy, lapangan lateral kanan 0,4 Gy, lapangan lateral kiri 0,4 Gy. Total dalam 1 hari mendapat dosis per fraksi 2 Gy. Kontribusi dosis dapat berubah sesuai bentuk panggul, panggul semakin besar dan pipih maka kontribusi dosis dari lapangan lateral makin kecil < 0,4 Gy, kontribusi dari lapangan anterior dan posterior > 0,6 Gy. c. Brakiterapi Karsinoma Serviks Brakiterapi adalah radiasi dalam jarak yang dekat. Sumber radiasi berbentuk kabel, lempengan yang dimasukkan ke dalam tumor untuk menyalurkan radiasi dengan dosis tinggi. Sumber radioaktif ini adalah cesium, iridium dan iodine. Pengobatan tipe ini sangat efektif untuk beberapa jenis kanker, seperti kanker serviks, beberapa kasus kanker leher dan kepala serta kanker paru-paru. Terdapat dua jenis brakiterapi. Radiasi intrakaviter adalah salah satu jenis brakiterapi dimana sumber radiasi ditempatkan pada suatu gagang dan dimasukkan ke dalam organ tubuh, seperti uterus atau vagina. Radiasi interstisial, pada jenis ini sumber radiasi langsung dimasukkan pada jaringan tubuh dan diletakkan langsung pada tumor. "High dose rate brachytherapy" merupakan jenis brakiterapi yang baru yang sangat populer belakangan ini. Sebuah mesin yang memiliki sumber radiasi dengan aktivitas yang sangat tinggi, kemudian sumber itu disalurkan melalui kateter ke organ yang ada di dekat tumor. Brakiterapi intracaviter pada karsinoma serviks uteri memungkinkan memberikan dosis yang tinggi pada sentral tumor primer di serviks uteri untuk mendapatkan kontrol tumor lokal yang maksimal tanpa melebihi dosis toleransi maksimal pada jaringan normal sekitar tumor. Hal ini dimungkinkan karena uterus normal dan vagina bersifat relatif radioresisten, sehingga penurunan dosis yang tajam pada jarak 2 cm dari source radiactive didalam seviks dan uterus serta vagina akan melindungi jaringan normal sekitar serviks yaitu rektum, vesika urinaria dan intestinum ileum. 6. Efek Samping Radioterapi Efek samping radioterapi bervariasi pada tiap pasien. Secara umum efek samping tersebut tergantung dari dosis terapi, target organ dan keadaan umum pasien. Beberapa efek samping berupa kelelahan, reaksi kulit (kering, memerah, nyeri, perubahan warna dan ulserasi), penurunan sel-sel darah, kehilangan nafsu makan, diare, mual dan muntah bisa terjadi pada setiap pengobatan radioterapi. Kebotakan bisa terjadi tetapi hanya pada area yang terkena radioterapi. Radiasi tidak menyebabkan kehilangan rambut yang total. Pasien yang menjalani radiasi eksternal tidak bersifat radioaktif setelah pengobatan sehingga tidak berbahaya bagi orang di sekitarnya. Efek samping umumnya terjadi pada minggu ketiga atau keempat dari pengobatan dan hilang dua minggu setelah pengobatan selesai. Untuk mengurangi efek samping radioterapi beberapa hal perlu dilakukan. Bila terdapat kelelahan,pasien dianjurkan untuk tetap beraktivitas seperti biasa, bila memang diperlukan maka aktivitas bisa dikurangi, usahakan untuk bisa tidur nyenyak di malam hari serta beristirahat yang cukup. Bila terjadi kehilangan nafsu makan maka sebaiknya pasien dianjurkan untuk makan segala makanan yang diinginkan, makan dalam jumlah kecil tetapi sering, hindari memakan makanan yang kering, minum banyak air, bisa diberikan makanan suplemen untuk meningkatkan nafsu makan. Perubahan kulit yang terjadi bisa dikurangi dengan tidak menggunakan produk- produk pada kulit sebelum radioterapi, menggunakan baju yang tidak terlalu sempit, menggunakan sabun yang lembut dan air hangat pada saat membasuh tubuh, dilarang menggosok terlalu keras pada area yang terkena radioterapi, hindari temperatur yang terlalu panas atau terlalu dingin serta hindari sinar matahari langsung. Pada umumnya efek samping dari radioterapi akan hilang dengan sendiri setelah pengobatan dihentikan. Tetapi pada beberapa kasus yang jarang akan terjadi efek samping yang berkepanjangan karena radiasi menyebabkan kerusakan pada organ dalam yang berhubungan atau berdekatan dengan tempat tumor. C. ANEMIA 1. Pengertian Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit dibawah normal. Anemia bukan merupakan penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau akibat gangguan fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan
2. Tanda dan Gejala a. Lemah, letih, lesu dan lelah b. Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang c. Gejala lanjut berupa kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak tangan menjadi pucat.
3. Klasifikasi Anemia Klasifikasi berdasarkan pendekatan fisiologis: a. Anemia hipoproliferatif, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan oleh defek produksi sel darah merah, meliputi: 1) Anemia aplastik Penyebab: a) agen neoplastik/sitoplastik b) terapi radiasi c) antibiotic tertentu d) obat antu konvulsan, tyroid, senyawa emas, fenilbutason e) benzene f) infeksi virus (khususnya hepatitis Gejala-gejala: a) Gejala anemia secara umum (pucat, lemah, dll) b) Defisiensi trombosit: ekimosis, petekia, epitaksis, perdarahan saluran cerna, perdarahan saluran kemih, perdarahan susunan saraf pusat c) Morfologis: anemia normositik normokromik 2) Anemia pada penyakit ginjal Gejala-gejala: a) Nitrogen urea darah (BUN) lebih dari 10 mg/dl b) Hematokrit turun 20-30% c) Sel darah merah tampak normal pada apusan darah tepi Penyebabnya adalah menurunnya ketahanan hidup sel darah merah maupun defisiensi eritopoitin 3) Anemia pada penyakit kronis Berbagai penyakit inflamasi kronis yang berhubungan dengan anemia jenis normositik normokromik (sel darah merah dengan ukuran dan warna yang normal). Kelainan ini meliputi artristis rematoid, abses paru, osteomilitis, tuberkolosis dan berbagai keganasan 4) Anemia defisiensi besi Penyebab: a) Asupan besi tidak adekuat, kebutuhan meningkat selama hamil, menstruasi b) Gangguan absorbsi (post gastrektomi) c) Kehilangan darah yang menetap (neoplasma, polip, gastritis, varises oesophagus, hemoroid, dll.) Gejala-gejalanya: a) Atropi papilla lidah b) Lidah pucat, merah, meradang c) Stomatitis angularis, sakit di sudut mulut d) Morfologi: anemia mikrositik hipokromik 5) Anemia megaloblastik Penyebab: a) Defisiensi defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat b) Malnutrisi, malabsorbsi, penurunan intrinsik faktor (aneia rnis st gastrektomi) infeksi parasit, penyakit usus dan keganasan, agen kemoterapeutik, infeksi cacing pita, makan ikan segar yang terinfeksi, pecandu alkohol. c) Anemia hemolitika, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan oleh destruksi sel darah merah: d) Pengaruh obat-obatan tertentu e) Penyakit Hookin, limfosarkoma, mieloma multiple, leukemia limfositik kronik f) Defisiensi glukosa 6 fosfat dihidrigenase g) Proses autoimun h) Reaksi transfusi i) Malaria
3Disolusi dalam sel fagositik, system retikaloendotorial Billirubin masuk kedalam darah Heroliisis Hemoglobinemia Hemoglobinuria Sekresi eritropoisis Produksi HB Viskositas darah Resistensi aliran darah ferifer Penurunan transport O2 ke jaringan Anoreksia hipoksia,pucat,lemah kekuatan otot kurang informasi Beban krja jantung
kecemasan Payah jantung
-Gg. perfusi jaringan Gg. Pemenuhan nutrisi kurag dr kebutuhan strok Kerusakan integritas kulit Resiko infeksi Intoleransi aktivitas 5. Pemeriksaan Diagnostik a. Kadar Hb, hematokrit, indek sel darah merah, penelitian sel darah putih, kadar Fe, pengukuran kapasitas ikatan besi, kadar folat, vitamin B12, hitung trombosit, waktu perdarahan, waktu protrombin, dan waktu tromboplastin parsial. b. Aspirasi dan biopsy sumsum tulang. Unsaturated iron-binding capacity serum c. Pemeriksaan diagnostic untuk menentukan adanya penyakit akut dan kronis serta sumber kehilangan darah kronis. 6. Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang hilang: a. Anemia aplastik: 1) Transplantasi sumsum tulang 2) Pemberian terapi imunosupresif dengan globolin antitimosit(ATG) b. Anemia pada penyakit ginjal 1) Pada paien dialisis harus ditangani denganpemberian besi dan asam folat 2) Ketersediaan eritropoetin rekombinan c. Anemia pada penyakit kronis Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan penanganan untuk aneminya, dengan keberhasilan penanganan kelainan yang mendasarinya, besi sumsum tulang dipergunakan untuk membuat darah, sehingga Hb meningkat. d. Anemia pada defisiensi besi 1) Dicari penyebab defisiensi besi 2) Menggunakan preparat besi oral: sulfat feros, glukonat ferosus dan fumarat ferosus. e. Anemia megaloblastik 1) Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila difisiensi disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM. 2) Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus diteruskan selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi. 3) Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan penambahan asam folat 1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan gangguan absorbsi. 7. Komplikasi Komplikasi umum akibat anemia adalah: a. Gagal jantung, b. Parestisia dan c. Kejang.
D. HIDRONEFROSIS 1. Pengertian Hidronefrosis adalah dilatasi pelvis renalis dan calyces, serta atrofi progresif dan pembesaran kistik ginjal, dapat juga disertai pelebaran ureter (hidroureter). Hidronefrosis adalah obstruksi saluran kemih proksimal terhadap kandung kemih yang mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter serta atrofi hebal pada parenkim ginjal (Price, 1995: 818). Hidronefrosis adalah pembengkakan ginjal yang terjadi sebagai akibat akumulasi urin disaluran kemih bagian atas. Hal ini biasanya disebabkan adanya penyumbatan di suatu tempat di sepanjang saluran kemih. 2. Etiologi Adanya akumulasi urin di piala ginjal, akan menyebabkan distensi piala dan kaliks ginjal. Pada saat ini atrofi ginjal terjadi ketika salah satu ginjal sedang mengalami kerusakan bertahap, maka ginjal yang lain akan membesar secara bertahap (hipertrofi kompensatori) akhirnya fungsi renal terganggu. Obstruksi pada fruktus urinarius. Obstruksi parsial atau intermitten disebabkan batu renal yang terbentuk di piala ginjal tetapi masuk ke ureter dan menghambatnya Obstruksi uretra pada pintu kandung kemih akibat pembesaran prostat 3. Patofisiologi Obstruksi pada aliran normal urine menyebabkan urine mengalir balik sehingga tekanan ginjal meningkat. Jika obstruksi terjadi di uretra atau kandung kemih, tekanan balik akan mempengaruhi kedua ginjal. Tetapi jika obstruksi terjadi di salah satu ureter akibat adanya batu atau kekakuan, maka hanya satu ginjal yang rusak. Obstruksi parsial atau intermitten dapat disebabkan oleh batu renal yang terbentuk di piala ginjal tetapi masuk ke ureter dan menghambatnya. Obstruksi dapat diakibatkan oleh tumor yang menekan ureter atau berkas jaringan parut akibat obses atau inflamasi dekat ureter dan menjepit saluran tersebut. Gangguan dapat sebagai akibat dari bentuk sudut abnormal di pangkal ureter atau posisi ginjal yang salah yang menyebabkan ureter kaku. Pada pria lansia, penyebab tersering adalah obstruksi uretra pada pintu kandung kemih akibat pembesaran prostat. Hidronefrosis juga dapat terjadi pada kehamilan akibat pembesaran uterus. Apapun penyebabnya adanya akumulasi urine di piala ginjal akan menyebabkan distensi piala dan kaliks ginjal. Pada saat ini, atrofi ginjal terjadi ketika salah satu ginjal mengalami kerusakan bertahap maka ginjal yang lain akan membesar secara bertahap (hipertrofi komensatori) akhirnya fungsi renal terganggu (Smeltzer, 2001:1442). 4. Tanda dan gejala Hidronefrosis yang mungkin timbul: a. Darah di air seni (hematuria) b. Demam c. Kebocoran urin, biasanya pada akhir buang air kecil d. Kulit yang terasa gatal e. Menderita diare f. Mual g. Muntah-muntah h. Nyeri saat buang air kecil (disuria) i. Panas dingin atau menggigil j. Rasa sakit pada satu sisi tubuh di antara perut bagian atas dan punggung k. Sakit perut l. Sakit punggung yang parah pada sisi ginjal yang terkena, yang menjalar ke daerah pangkal paha 5. Penatalaksanaan Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mengidentifikasi dan memperbaiki penyebab obstruksi untuk menangani infeksi dan untuk mempertahankan serta melindungi fungsi renal. Untuk mengurangi obstruksi, urine harus dialihkan melalui refrostomi atau tipe diversi. Infeksi ditangani dengan agen antimikroloid karena sisa urine dalam kaliks menyebabkan infeksi dan pielonefritis. Pasien dipersiapkan untuk pembedahan yaitu untuk mengangkat lesi obstruktif (batu, tumor, obstruksi ureter). Jika salah satu ginjal rusak berat dan fungsinya hancur, maka nefraktomi (pengangkatan ginjal). E. AZOTEMIA Azotemia adalah kondisi medis yang ditandai dengan abnormalitas level senyawa yang mengandung nitrogen seperti urea, kreatinin, senyawa hasil metabolisme tubuh dan senyawa kaya nitrogen pada darah. Kondisi ini dapat disebabkan oleh filtrasi darah pada ginjal yang kurang memadai.
F. LEUKOSITOSIS Leukositosis adalah keadaan dengan jumlah sel darah putih dalam darah meningkat, melebihi nilai normal. Leukosit merupakan istilah lain untuk sel darah putih, dan biasanya tertera dalam formulir hasil pemeriksaan laboratorium atas permintaan dokter. Peningkatan jumlah sel darah putih ini menandakan ada proses infeksi di dalam tubuh. Nilai normal leukosit adalah kurang dari 10.000/cu mm.
G. HIPOALBUMIN Hipoalbumin merupakan keadaan dimana kadar albumin rendah dalam tubuh. Albumin adalah protein utama pada manusia dengan rasio plasma sekitar 60%. Banyak hormone, obat dan molekul lain, terikat dengan albumin di dalam sirkulasi darah sebelum terlepas dengan menjadi aktif.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KANKER SERVIKS 1. PENGKAJIAN a. Identitas klien b. Riwayat kesehatan sekarang c. Riwayat kesehatan masa lalu d. Riwayat kesehatan keluarga e. Riwayat tumbuh kembang f. Riwayan psikososial g. Pemeriksaan fisik h. Pemeriksaan penunjang 2. DIAGNOSA KEPERAWATAN a. Koping individu tak efektif berhubungan dengan diagnosa malignansi ginekologis dan prognosis yang tak menentu. b. Perubahan konsep diri (peran) berhubungan dengan dampak diagnosis kanker terhadap peran pasien dalam keluarga. c. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan imunosupresi d. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan trombositopeni e. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan anemia dan trombositopenia f. Tidak toleran terhadap aktivitas berhubungan dengan keletihan sekunder akibat anemia dan pemberian kemoterapi g. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksi, mual atau muntah. h. Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan pengobatan berhubungan dengan terbatasnya informasi 3. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN 1. Diagnosa keperawatan 1 Tujuan: Ansietas, kekhawatiran dan kelemahan menurun sampai pada tingkat yang dapat diatasi: mendemonstrasikan kemandirian yang meningkat dalam aktivitas dan proses pengambilan keputusan. Intervensi: a. Gunakan pendekatan yang tenang dan ciptakan suasana lingkungan yang kondusif. R/ Membantu pasien dalam membangun kepercayaan terhadap tenaga kesehatan. b. Evaluasi kemampuan pasien dalam mengambil keputusan. R/ Membantu pengkajian terhadap kemandirian dalam pengambilan keputusan. c. Dorong sikap harapan yang realistis. R/ Meningkatkan kedamaian diri. d. Dukung penggunaan mekanisme pertahanan diri yang sesuai. R/ Meningkatkan kemampuan pasien dalam menguasai masalah. e. Berikan dorongan spritiual. R/ Perasaan dekat dengan Tuhan akan meningkatkan kemampuan pasien beradaptasi dengan kondisinya. 2. Diagnosa keperawatan 2 Tujuan: Mengungkapkan dampak dari diagnosis kanker terhadap perannya dan mendemontrasikan kemampuan untuk menghadapi konflik peran tersebut atau perubahan peran. Intervensi: a. Bantu pasien untuk mengidentifikasi peran yang biasa dilakukan didalam keluarga, kerja dan komunitasnya. R/ Untuk mengkaji atau menggali peran dasar yang di miliki pasien sebelum ia sakit. b. Bantu pasien untuk mengidentifikasi perubahan peran yang spesifik yang dibutuhkan sehubungan dengan penyakitnya. R/ Untuk mengembangkan perubahan peran yang mungkin perlu.
c. Bantu pasien mengidentifikasi strategi yang positif untuk menangani perubahan peran tersebut. R/ Memperbaiki solusi dari potensial konflik peran. d. Diskusikan dengan keluarga untuk berkompensasi terhadap perubahan peran anggota keluarga yang sakit. R/ Komunikasi terbuka membantu dalam mencegah konflik perubahan peran yang berlebihan.
3. keperawatan 3 Tujuan: Potensial infeksi menurun dan tidak terdapat tanda-tanda infeksi. Intervensi: a. Pantau tanda vital tiap 4 jam atau lebih sering jika diperlukan. R/ Demam atau hipotermia dapat mengindikasikan timbulnya infeksi pada klien yang mengalami granulositopenia. b. Tempatkan pasien pada lokasi yang tersendiri. R/ Terhindarnya kontak dengan seseorang yang mengalami infeksi saluran pernafasan atau yang lain menurunkan resiko terjadinya infeksi. c. Bantu pasien dalam menjaga higienitas perseorangan. R/ Menurunkan hadirnya organisme endogen. d. Anjurkan pasien beristirahat sesuai dengan kebutuhan. R/ Keletihan dapat menurunkan fungsi imun. e. Kolaborasi dalam: Pemeriksaan kultur (sputum, urine dan luka terbuka lain), pemberian antibiotika. R/ Pemeriksaan kultur membantu menentukan sensitivitas dan resistensi kuman terhadap antibiotik tertentu. 4. Diagnosa keperawatan 4 Tujuan: Pasien terbebas dari perdarahan dan hipoksia jaringan. Intervensi: a. Kolaborasi dalam pemeriksaan DL (Hb dan Trombo ) secara rutin/ berkala. R/ Penurunan Hb dan trombosit dapat menjadi indikasi dari terjadinya perdarahan. b. Lakukan tindakan yang tidak menyebabkan perdarahan (Hindari trauma, hindari tindakan invasif, anjurkan pasien untuk menggunakan sikat gigi yang berbulu halus). R/ Menurunkan resiko komplikasi dari terjadinya trombositopenia. c. Observasi tanda-tanda perdarahan (Pusing, petekie, sekret yang ada diserta darah, pucat). R/ Secara klinik anemia yang cukup berarti memerlukan transfusi darah. d. Observasi tanda-tanda vital. R/ Munculnya hipotensi dan takikardia mungkin menjadi tanda adanya perdarahan. e. Kolaborasi dalam tindakan transfusi TC (trombosit concentrate). R/ Transfusi diberikan jika Hb mencapai 8 gr% dan trmbosit mencapai 20.000 sel/mm 3 . 5. Diagnosa keperawatan 5 Tujuan: Mampu mengenali dan menangani anemia. Pencegahan terhadap terjadinya komplikasi perdarahan. Intervensi: a. Kolaborasi dalam pemeriksaan Hematokrit dan Hb serta jumlah trombosit. R/ Memberikan informasi yang jelas sebagai bahan untuk melakukan evaluasi respons pasien terhadap transfusi. b. Berikan cairan secara tepat. R/ Mencegah terjadinya hidrasi yang berlebihan. c. Pantau dan atur kecepatan infus. R/ Mencegah terjadinya resiko overload yang dapat meningkatkan beban kerja jantung. d. Kolaborasi dalam pemberian transfusi R/ Pena mbahan sel darah akan membantu meningkatkan perfusi ke jaringan. Diagnosa keperawatan 6 Tujuan: Pasien mampu mempertahankan tingkat aktivitas yang optimal. Pasien akan memaksimalkan energi dengan beristirahat dengan meminimalkan efek keletihan pada aktivitas sehari-hari. Intervensi: a. Kaji pola istirahat serta adanya keletihan pada pasien. R/ Menentukan data dasar untuk membantu pasien yang sering mengalami keletihan. b. Anjurkan kepada pasien untuk mempertahankan pola istirahat/ tidur sebanyak mungkin dengan diimbangi aktivitas. R/ meningkatkan kontrol diri. c. Bantu pasien menrencanakan aktivitas berdasarkan pola istirahat atau keletihan yang dialami. R/ Meningkatkan aktivitas selama proses pencegahan keletihan. d. Anjurkan pada pasien untuk melakukan latihan ringan. R/ Memberikan kesempatan untuk istirahat serta latihan ringan dapat meningkatkan pola istirahat. e. Observasi kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas. R/ Peningkatkan kemampuan berkativitas merupakan indikasi dari ber- kurangnya tingkat keletihan yang dialami pasien. 6. Diagnosa keperawatan 7 Tujuan: Masukan atau intake yang adekuat serta kalori yang mencukupi kebutuhan tubuh. Intervensi: a. Kaji adanya pantangan atau adanya alergi terhadap makanan tertentu. R/ Memberikan data dalam pemberian menu dan pantang atau alergi pasien. b. Kolaborasi dengan gizi dalam pemberian dengan menu yang sesuai dengan diet yang ditentukan. R/ Memberikan perencanaan dalam pemberian nutrisi kepada pasien sesuai dengan diet.
c. Pantau masukan makanan oleh klien. R/ Memberikan informasi untuk evaluasi dan rekomendasi terhadap tindakan selanjutnya. d. Anjurkan agar klien membawa makanan dari rumah jika diperlukan dan disesuaikan dengan diet. R/ Meningkatkan pengembalian pada diet reguler. e. Lakukan perawatan mulut sebelum makan sesuai kebutuhan. R/ Dengan mulut yang bersih akan meningkatkan nafsu makan. 7. Diagnosa keperawatan 8 Tujuan: Pasien dapat mengungkapkan perencanaan pengobatan dan tujuan dari pemberian terapi. Intervensi: a. Baringkan pasien diatas tempat tidur. R/ Memberikan serta meningkatkan rasa nyaman. b. Kaji kepatenan kateter abdomen. R/ Meningkatkan drainase aliran dari terapi. c. Berikan obat premedikasi sesuai dengan pesanan. R/ Mencegah reaksi yang mungkin muncul dalam pemberian terapi. d. Observasi tentang reaksi yang dialami pasien selama dalam pengobatan. R/ Meningkatkan pengenalan dini terhadap masalah yang potensial terjadi. e. Jelaskan kepada pasien efek yang dapat terjadi (dalam waktu lambat, sedang dan cepat). R/ Memberikan informasi terhadap perawatan mandiri.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta Purnomo, BB ( 2000), Dasar-dasar Urologi, Sagung Seto, Jakarta Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jld.II, BP FKUI, Jakarta. Tjokronagoro, M.. Biologi Sel Tumor Maligna. Fakultas Kedokteran UGM, 2001. Radiotherapy. http://www.cancerlinksusa.com/radiation/info.htm. Adrijono. Sinopsis Kanker Ginekologik. Jakarta, Januari 2003.