Vous êtes sur la page 1sur 25

LAPORAN PENDAHULUAN

CA CERVIKS III B PRO RADIASI + ANEMIA + HIDRONEFROSIS +


AZOTEMIA + LEUKOSITOSIS + HIPOALBUMIN


A. CA CERVIKS
1. Pengertian
Ca cerviks adalah tumor ganas pada serviks yang paling
sering dijumpai pada wanita usia 31-60 tahun, sebagian besar
berjenis epidermoid (91%) dan adenokarsinoma (9%).
Kanker serviks adalah suatu proses keganasan yang terjadi
pada serviks, dimana terdapat kelompok abnormal yang terbentuk
oleh sel-sel jaringan disekitarnya tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya
2. Penyebab
Penyebab pasti belum diketahui, tetapi diduga :
a) Virus HPV (tipe 16 dan 18 : ganas)
b) HSV (Herpes SimpleVks Virus)
c) HIV (Aids)
Faktor Resiko
a) Perilaku seksual
b) Aktif seksual usia kurang dari 20 tahun
c) Multi partner
d) PMS / STD
e) Riwayat kanker
f) Merokok
g) Imunitas rendah
h) HIV
i) Penyakit kronis
j) Banyak anak
k) Pendidikan dan sosial ekonomi rendah






3. Patofisiologi
Faktor resiko (seks bebas, merokok, kurang imun, HIV, dll)

Neoplasma non-neoplasma

Maligna benigna
Kista Radang Hipertrofi

Karsinoma Sarkoma
(Ca cerviks)


Menyebar

Kontinuitatum Limfogen Hematogen Implantasi transluminalIatrogenik


Sel ca keluar organ kapiler darah tindakan medik
Sal limfe Dinding sal suatu system
(sal cerna, kemih, nafas)
Infiltrasi ke organ V. porta, v. kava, v. pulmonalis
metastasis Limf. Regional , Masase, palpasi
kasar,sekitar
tindakan
operasi
Perlekatan kel.Limfe. Masuk ke lumen

Organ lain, rongga tubuh Metastasis
Hati, paru, pleura,
peritoneum, ovarium,tulang,
otak, sumsum tulang, kel limfe

4. Pembagian stadium
Klasifikasi yang digunakan adalah IFGO (international
Federation of Gynecology and Obstetrics) yaitu:
a. Tingkat klinik O : karsinoma in situ atau karsinoma
intraepitel: membrana basalis masih utuh.
b. Tingkat klinik I : pross trebatas pada serviks.
1) a : Membrana basalis sudah rusak dan sel tumor ganas
sudah memasuki stroma, tetapi tidak melebihi 1 mm dan sel
tumor tidak terdapat dalam pembuluh limfe atau pembuluh
darah.
2) Ib.occ : (Ib, occult = Ib yang tersembunyi), secara
klinis tumor ini belum tampak sebagai karsinoma, tetapi
pada pemeriksaan histologik ternyata tumor telah mengadakan
invasi stroma melebihi Ia.
3) Ib : secara klinis sudah diduga adanya tumor ganas dan
secara histologik terdapat invasi ke stroma.
c. Tingkat klinik II : proses sudah keluar dari seviks dan
menjalar ke 2/3 bagian atas vagina dan atau ke parametrium
tetapi tidak sampai ke dinding panggul.
1) IIa : penyebaran ke vagina, parametrium masih bebas dari
proses.
2) IIb : penyebaran ke parametrium.
d. Tingkat klinik III : penyebaran telah sampai ke 1/3 distal
vagina atau ke parametrium sampai dinding panggul.
1) IIIa : penyebaran ke vagina, proses di parametrium tidak
menjadi persoalan, asal tidak sampai pada dinding panggul.
2) IIIb : penyebaran ke parametrium sampai dinding panggul
(tidak ditemukan daerah bebas antara tumor dan dinding
panggul), atau proses pada tingkat klinik I dan II tetapi
disertai gangguan fungsi ginjal.
e. Tingkat klinik IV : tumor telah mencapai mukosa rektum atau
kandung kencing atau telah terjadi metastasis ke luar panggul
kecil atau ke tempat-tempat jauh.
a. IVa : proses sudah keluar dari panggul kecil atau sudah
sampai mukosa rektum atau kandung kencing.
b. IVb : telah trejadi penyebaran jauh.
5. Manifestasi klinis
Menurut Gale tidak ada tanda yang spesifik pada kasus Ca
ini. Pada kasus ini tidak selalu tampak tumor, tetapi kadang
terjadi perdarahan karena ulserasi pada permukaan cervix.
Adanya perdarahan inilah yang mengharuskan wanita ini datang
ke pusat pelayanan kesehatan, adanya nyeri abdomen dan
punggung bawah mungkin dapat menjadikan petunjuk bahwa
penyakit ini telah berkembang dengan sangat cepat.
6. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan skrining dengan menggunakan pap smear
(Prostatic Acid Phospatase).
b. Pemeriksaan dengan tehnik biopsi di temukan adanya
keganasan.
c. Pemeriksaan secara radiologis (CT Scan dan MRI) untuk
mengetahui apakah sudah ada penyebaran lokal dari Ca
tersebut.
d. Pemeriksaan laboratorik, misalnya CEA (Carcinogenic
Embrionic Antigen), mungkin juga terjadi anemia, penurunan
atau terjadi peningkatan trombo.
7. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan yang dilakukan tergantung pada stadium ca
serviks itu sendiri. Tindakan medis terbagi 3 yaitu
a. histerektomi : suatu tindakan pembedahan yang betujuan untuk
mengangkat uterus dan serviks (total) atau salah satunya.
Biasanya dilakukan pada stadium Ia Iia. Umur klien
sebaiknya sebelum menopause atau bila keadaan umum
baik. Dapat juga pada umur kurang dari 65 tahun.
Pasien harus bebas dari penyakit resiko tinggi seperti
penyakit jantung, ginjal danhepar.
b. Radiasi : untuk merusak sel tumor pada serviks serta mematikan
parametrial dan nodus limpa padapelvik. Biasanya
dilakukan pada stadiumIIb, III, dan IV. Metode
radioterapi disesuaikan dengan tujuan kuratif
atau paliatif. Untuk tujuan pengobatan kuratif diperlukan
metode radiasi gabunganantara brakhiterapi (radiasi
intraktiver) dan telerterapi (radiasi eksternal).
Biasanya dlakukan pada stadium I IIIb. Bila ca sudah
keluar roga panggulmaka radioterapi hanya bersifat
paliatif yang diberikan secara selektif pada stadium IVa.
c. Kemoterapi : pemberian obat melalui infus, tablet atau
intramuskuler. Obat yang diberikan adalah (CAP)
Cylophopnopamide Adreamycin Platamin, (PVB) Platamin Veble
Bloemycin, dan lain-lain.

8. Komplikasi
a. Perdarahan (anemia)
b. Cholelithiasisi
c. Kelahiran premature, keguguran, tidak dapat hamil
d. infeksi

B. RADIOTERAPI CA CERVIKS
1. Pengertian
Radioterapi adalah jenis terapi yang menggunakan
radiasi tingkat tinggi untuk menghancurkan sel-sel kanker. Baik
sel-sel normal maupun sel-sel kanker bisa dipengaruhi oleh
radiasi ini. Radiasi akan merusak sel-sel kanker sehingga proses
multiplikasi ataupun pembelahan sel-sel kanker akan terhambat.
Sekitar 50-60% penderita kanker memerlukan radioterapi.
2. Tujuan Radioterapi
a. pengobatan secara radikal, sebagai terapi paliatif
yaitu untuk mengurangi dan menghilangkan rasa sakit
atau tidak nyaman akibat kanker dan sebagai
adjuvant yakni bertujuan untuk mengurangi risiko
kekambuhan dari kanker.
b. Dengan pemberian setiap terapi, maka akan semakin banyak sel-
sel kanker yang mati dan tumor akan mengecil. Sel-sel kanker
yang mati akan hancur, dibawa oleh darah dan diekskresi
keluar dari tubuh. Sebagian besar sel-sel sehat
akan bisa pulih kembali dari pengaruh radiasi. Tetapi
bagaimanapun juga, kerusakan yang terjadi pada sel-sel yang
sehat merupakan penyebab terjadinya efek samping radiasi.
Radiasi mempunyai efek yang sangat baik pada jaringan yang
membelah dengan cepat.
3. Dosis
Dosis dari radiasi ditentukan dari ukuran,
luasnya, tipe dan stadium tumor bersamaan dengan
responnya terhadap radioterapi. Perhitungan yang rumit telah
dilakukan untuk menentukan dosis dan jadwal radiasi
pada rencana terapi. Seringkali pengobatan diberikan
dari berbagai sudut yang berbeda untuk mendapatkan efek radiasi
yang maksimal terhadap tumor dan efek yang minimal terhadap
jaringan yang sehat.
Hal-hal yang harus diingat pada radioterapi
adalah: efek samping yang terjadi selama radioterapi
bisa ditangani, radiasi yang diberikan melalui tubuh
pasien dan tidak tertinggal di dalam tubuh sehingga pasien
tidak bersifat radioaktif, hanya bagian tubuh pada area radiasi
yang dipengaruhi dan sel-sel normal yang terpapar
radiasi akan segera memulihkan diri beberapa jam setelah
terkena paparan.
4. Persiapan Radioterapi
Persiapan radioterapi meliputi pemeriksan laboratorium
lengkap, BNO-IVP, pemeriksaan radiologik tulang-tulang pelvis
dan lumbal, mempersiapkan mental penderita. Pemeriksaan
laboratorium meliputi darah tepi, gula darah, kimia
darah, EKG. Bila ada anemia harus dikoreksi dulu,
karena keadaan anoksia akan mengurangi kepekaan sel-sel kanker
terhadap radiasi, infeksi lokal juga harus diobati dulu
dengan antibiotika lokal ataupun sistemik.
Pemeriksaan BNO-IVP diperlukan untuk menetapkan fungsi
ginjal dan untuk menentukan apakah ureter terkena atau
tidak. Mental penderita dipersiapkan dengan cara
menjelaskan tentang penyakitnya, cara radiasi (luar atau
intrakaviter), efek samping, lama dirawat di rumah
sakit, tentang haid dan hubungan seksual di kemudian hari.
radiasi meliputi konsultasi, stimulasi, potograf dan
block and shields. Konsultasi merupakan tahap paling awal
dari pengobatan radioterapi. Pada saat konsultasi, ahli
radioterapi akan mengambil data pasien secara akurat, riwayat
penyakit serta berbagai pemeriksaan laboratorium lainnya yang
mungkin diperlukan, Stimulasi kemudian dilakukan, yakni
perencanaan radioterapi yang akan diberikan. Pada
tahap ini pasien akan datang ke bagian radioterapi,
kemudian berbaring dibawah suatu mesin yang
disebut stimulator.
Beberapa peralatan mungkin diperlukan untuk
mencegah pasien bergerak atau merubah posisi agar
pengobatan diberikan pada tempat yang tepat. Kemudian akan dibuat
beberapa tanda dan mungkin beberapa foto rontgen yang akan
diambil. Foto rontgen yang diambil pada nantinya akan
mempermudah ahli radioterapi untuk melakukan pengobatan
di kemudian hari, karena pasien akan mendapatkan radioterapi
selama beberapa kali. Stimulasi merupaka tahap yang penting
dalam proses radioterapi. Perlindungan dan pengaman
diperluka selama pasien menjalani pengobatan radioterapi,
yang akan melindungi sel-sel normal dari efek radiasi.
5. Jenis Radioterapi
Dikenal beberapa jenis radioterapi, yaitu radioterapi
eksternal dimana terdapat jarak antara sumber radiasi dengan
kulit penderita dengan Cobalt 60 atau linear accelerator.
Lapangan operasi digambar lebih dahulu sebelumnya atau
pada hari radiasi dan penderita disuruh datang pada
jam yang telah ditentukan tanpa persiapan khusus.
Brachiterapi yaitu sumber radiasi ditempelkan pada tumor,
contohnya brachiterapi intracavitair karsinoma serviks dan
radiasi internal dengan memasukkan cairan radioaktif
secara oral ataupun intravena.


a. Radioterapi Eksternal
Peranan Radioterapi Eksternal Seluruh Panggul (whole
pelvis) Radioterapi eksternal pada seluruh panggul (whole
pelvis radiation) dapat digunakan untuk radioterapi tumor-
tumor yang terletak di panggul seperti karsinoma vesica
urinaria, prostat, serviks, uterus dan rektum. Kebijakan
apakah metastasis limfonodi dimasukkan dalam target volume
lapangan radioterapi eksternal whole pelvis tergantung
pada derajat histologi, stadium tumor primer, pola
infiltrasi tumor, pola metastasis jauh. Dosis
maksimum pada tumor-tumor di panggul tergantung dari
dosis toleransi maksimal jaringan normal di panggul.
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya dosis
radiasi eksternal whole pelvis dalah umur penderita
dimana terapi radiasi kurang dapat ditoleransi pada penderita
umur tua dengan keadaan umum yang buruk, beberapa keadaan yang
menyebabkan turunnya dosis toleransi seperti pada
kelainan vaskuler pada diabetes, arteriosklerosis
yang diikuti hipertensi, penyakit pada kolon dan
rektum sebelumnya, pembedahan maupun kemoterapi yang
telah diberikan. Bagian superior panggul secara
normal terisi oleh usus halus ileum yang bergerak
bebas dengan dosis toleransi maksimum adalah 4 Gy dan 50 Gy
dalam 4,5 sampai 5 minggu, sehingga dosis radiasi maksimum
whole pelvis tidak boleh melebihi dosis toleransi usus halus
sebesar 45 Gy-50 Gy.
Dosis yang radikal, lebih tinggi dari 50 Gy, akan
menyebabkan adhesi segmen usus yang teradiasi serta atrofi
villi chorialis sehingga fungsi absorbsi makanan
dan cairan terganggu. CT scan panggul menunjukkan
vesica urinaria yang penuh terbukti dapat mendorong
usus halus ke superior, keluar lapangan radiasi whole pelvis,
sehingga disarankan pada saat radiasi whole pelvis, sebaiknya
vesica urinaria penuh.
Struktur dalam panggul yang harus dilindungi adalah
rektum, sigmoid serta caput femoris yang terkena radiasi
lapangan lateral. Proktitis dan tenesmus merupakan
efek samping radiasi. Misalnya dengan menggunakan
Jodium 131 radioaktif untuk terapi adenokarsinoma
papiliferum dan folikular tiroid.
b. Radioterapi eksternal pada karsinoma serviks uteri stadium
inoperable IIb, IIIA dan IIIb
Target volume adalah proksimal vagina, forniks
vagina, portio uteri, serviks uteri, korpus uteri,
parametrium, salfing, tuba, ovarium, kelenjar limfe regional
(Limfonodi paraservikal, limfonodi parailiakal, limfonodi
paraaortal) sebagian dinding lateral panggul keras, bagian
anterior rektum, bagian posterior vesika urinaria. Teknik
radiasi whole pelvis menggunakan sistem box 4 lapangan dengan
batas lapangan seperti sudah disebutkan sebelumnya.
Dosis yang digunakan adalah 46 Gy- 50 Gy dalam 23-25
fraksi radiasi, 2 Gy per fraksi. Kontribusi dosis dari
lapangan anterior 0,6 Gy, lapangan posterior 0,6 Gy, lapangan
lateral kanan 0,4 Gy, lapangan lateral kiri 0,4 Gy. Total
dalam 1 hari mendapat dosis per fraksi 2 Gy.
Kontribusi dosis dapat berubah sesuai bentuk panggul, panggul
semakin besar dan pipih maka kontribusi dosis dari lapangan
lateral makin kecil < 0,4 Gy, kontribusi dari lapangan
anterior dan posterior > 0,6 Gy.
c. Brakiterapi Karsinoma Serviks
Brakiterapi adalah radiasi dalam jarak yang
dekat. Sumber radiasi berbentuk kabel, lempengan
yang dimasukkan ke dalam tumor untuk menyalurkan
radiasi dengan dosis tinggi. Sumber radioaktif ini adalah
cesium, iridium dan iodine. Pengobatan tipe ini sangat efektif
untuk beberapa jenis kanker, seperti kanker serviks, beberapa
kasus kanker leher dan kepala serta kanker paru-paru.
Terdapat dua jenis brakiterapi. Radiasi
intrakaviter adalah salah satu jenis brakiterapi
dimana sumber radiasi ditempatkan pada suatu gagang dan
dimasukkan ke dalam organ tubuh, seperti uterus atau
vagina. Radiasi interstisial, pada jenis ini sumber
radiasi langsung dimasukkan pada jaringan tubuh dan diletakkan
langsung pada tumor. "High dose rate brachytherapy" merupakan
jenis brakiterapi yang baru yang sangat populer belakangan
ini. Sebuah mesin yang memiliki sumber radiasi
dengan aktivitas yang sangat tinggi, kemudian sumber
itu disalurkan melalui kateter ke organ yang ada di dekat
tumor.
Brakiterapi intracaviter pada karsinoma serviks
uteri memungkinkan memberikan dosis yang tinggi pada
sentral tumor primer di serviks uteri untuk
mendapatkan kontrol tumor lokal yang maksimal tanpa melebihi
dosis toleransi maksimal pada jaringan normal sekitar tumor.
Hal ini dimungkinkan karena uterus normal dan
vagina bersifat relatif radioresisten, sehingga penurunan
dosis yang tajam pada jarak 2 cm dari source radiactive
didalam seviks dan uterus serta vagina akan melindungi
jaringan normal sekitar serviks yaitu rektum, vesika urinaria
dan intestinum ileum.
6. Efek Samping Radioterapi
Efek samping radioterapi bervariasi pada tiap pasien.
Secara umum efek samping tersebut tergantung dari dosis terapi,
target organ dan keadaan umum pasien. Beberapa efek samping
berupa kelelahan, reaksi kulit (kering, memerah, nyeri,
perubahan warna dan ulserasi), penurunan sel-sel darah,
kehilangan nafsu makan, diare, mual dan muntah bisa terjadi pada
setiap pengobatan radioterapi. Kebotakan bisa terjadi
tetapi hanya pada area yang terkena radioterapi. Radiasi
tidak menyebabkan kehilangan rambut yang total. Pasien
yang menjalani radiasi eksternal tidak bersifat radioaktif
setelah pengobatan sehingga tidak berbahaya bagi orang di
sekitarnya. Efek samping umumnya terjadi pada minggu ketiga atau
keempat dari pengobatan dan hilang dua minggu setelah pengobatan
selesai.
Untuk mengurangi efek samping radioterapi beberapa
hal perlu dilakukan. Bila terdapat kelelahan,pasien dianjurkan
untuk tetap beraktivitas seperti biasa, bila memang
diperlukan maka aktivitas bisa dikurangi, usahakan untuk bisa
tidur nyenyak di malam hari serta beristirahat yang cukup. Bila
terjadi kehilangan nafsu makan maka sebaiknya pasien
dianjurkan untuk makan segala makanan yang diinginkan, makan
dalam jumlah kecil tetapi sering, hindari memakan makanan yang
kering, minum banyak air, bisa diberikan makanan suplemen untuk
meningkatkan nafsu makan. Perubahan kulit yang
terjadi bisa dikurangi dengan tidak menggunakan produk-
produk pada kulit sebelum radioterapi, menggunakan baju
yang tidak terlalu sempit, menggunakan sabun yang lembut dan air
hangat pada saat membasuh tubuh, dilarang menggosok terlalu
keras pada area yang terkena radioterapi, hindari
temperatur yang terlalu panas atau terlalu dingin serta
hindari sinar matahari langsung. Pada umumnya efek samping
dari radioterapi akan hilang dengan sendiri setelah
pengobatan dihentikan. Tetapi pada beberapa kasus yang
jarang akan terjadi efek samping yang berkepanjangan karena
radiasi menyebabkan kerusakan pada organ dalam yang
berhubungan atau berdekatan dengan tempat tumor.
C. ANEMIA
1. Pengertian
Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel
darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit dibawah
normal. Anemia bukan merupakan penyakit, melainkan merupakan
pencerminan keadaan suatu penyakit atau akibat gangguan fungsi
tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila terdapat
kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke
jaringan


2. Tanda dan Gejala
a. Lemah, letih, lesu dan lelah
b. Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang
c. Gejala lanjut berupa kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan
telapak tangan menjadi pucat.

3. Klasifikasi Anemia
Klasifikasi berdasarkan pendekatan fisiologis:
a. Anemia hipoproliferatif, yaitu anemia defisiensi jumlah sel
darah merah disebabkan oleh defek produksi sel darah merah,
meliputi:
1) Anemia aplastik
Penyebab:
a) agen neoplastik/sitoplastik
b) terapi radiasi
c) antibiotic tertentu
d) obat antu konvulsan, tyroid, senyawa emas, fenilbutason
e) benzene
f) infeksi virus (khususnya hepatitis
Gejala-gejala:
a) Gejala anemia secara umum (pucat, lemah, dll)
b) Defisiensi trombosit: ekimosis, petekia, epitaksis,
perdarahan saluran cerna, perdarahan saluran kemih,
perdarahan susunan saraf pusat
c) Morfologis: anemia normositik normokromik
2) Anemia pada penyakit ginjal
Gejala-gejala:
a) Nitrogen urea darah (BUN) lebih dari 10 mg/dl
b) Hematokrit turun 20-30%
c) Sel darah merah tampak normal pada apusan darah tepi
Penyebabnya adalah menurunnya ketahanan hidup sel darah
merah maupun defisiensi eritopoitin
3) Anemia pada penyakit kronis
Berbagai penyakit inflamasi kronis yang
berhubungan dengan anemia jenis normositik normokromik
(sel darah merah dengan ukuran dan warna yang normal).
Kelainan ini meliputi artristis rematoid, abses paru,
osteomilitis, tuberkolosis dan berbagai keganasan
4) Anemia defisiensi besi
Penyebab:
a) Asupan besi tidak adekuat, kebutuhan meningkat selama
hamil, menstruasi
b) Gangguan absorbsi (post gastrektomi)
c) Kehilangan darah yang menetap (neoplasma, polip,
gastritis, varises oesophagus, hemoroid, dll.)
Gejala-gejalanya:
a) Atropi papilla lidah
b) Lidah pucat, merah, meradang
c) Stomatitis angularis, sakit di sudut mulut
d) Morfologi: anemia mikrositik hipokromik
5) Anemia megaloblastik
Penyebab:
a) Defisiensi defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam
folat
b) Malnutrisi, malabsorbsi, penurunan intrinsik faktor
(aneia rnis st gastrektomi) infeksi parasit, penyakit
usus dan keganasan, agen kemoterapeutik, infeksi
cacing pita, makan ikan segar yang terinfeksi, pecandu
alkohol.
c) Anemia hemolitika, yaitu anemia defisiensi jumlah sel
darah merah disebabkan oleh destruksi sel darah merah:
d) Pengaruh obat-obatan tertentu
e) Penyakit Hookin, limfosarkoma, mieloma multiple,
leukemia limfositik kronik
f) Defisiensi glukosa 6 fosfat dihidrigenase
g) Proses autoimun
h) Reaksi transfusi
i) Malaria


4. Clinical Pathway
Hemolisis Perdarahan Penekanan sum-sum tulang
Kekurangan nutrisi

3Disolusi dalam sel fagositik, system retikaloendotorial
Billirubin masuk kedalam darah
Heroliisis
Hemoglobinemia
Hemoglobinuria
Sekresi eritropoisis
Produksi HB
Viskositas darah
Resistensi aliran darah ferifer
Penurunan transport O2 ke jaringan
Anoreksia hipoksia,pucat,lemah kekuatan otot
kurang informasi Beban krja jantung

kecemasan Payah jantung



-Gg. perfusi
jaringan
Gg. Pemenuhan nutrisi
kurag dr kebutuhan
strok
Kerusakan
integritas kulit
Resiko infeksi
Intoleransi
aktivitas
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Kadar Hb, hematokrit, indek sel darah merah, penelitian sel
darah putih, kadar Fe, pengukuran kapasitas ikatan besi,
kadar folat, vitamin B12, hitung trombosit, waktu perdarahan,
waktu protrombin, dan waktu tromboplastin parsial.
b. Aspirasi dan biopsy sumsum tulang. Unsaturated iron-binding
capacity serum
c. Pemeriksaan diagnostic untuk menentukan adanya penyakit akut
dan kronis serta sumber kehilangan darah kronis.
6. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab
dan mengganti darah yang hilang:
a. Anemia aplastik:
1) Transplantasi sumsum tulang
2) Pemberian terapi imunosupresif dengan globolin
antitimosit(ATG)
b. Anemia pada penyakit ginjal
1) Pada paien dialisis harus ditangani denganpemberian besi
dan asam folat
2) Ketersediaan eritropoetin rekombinan
c. Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak
memerlukan penanganan untuk aneminya, dengan keberhasilan
penanganan kelainan yang mendasarinya, besi sumsum tulang
dipergunakan untuk membuat darah, sehingga Hb meningkat.
d. Anemia pada defisiensi besi
1) Dicari penyebab defisiensi besi
2) Menggunakan preparat besi oral: sulfat feros, glukonat
ferosus dan fumarat ferosus.
e. Anemia megaloblastik
1) Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin
B12, bila difisiensi disebabkan oleh defekabsorbsi atau
tidak tersedianya faktor intrinsik dapat diberikan vitamin
B12 dengan injeksi IM.
2) Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus
diteruskan selama hidup pasien yang menderita anemia
pernisiosa atau malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi.
3) Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan
penambahan asam folat 1 mg/hari, secara IM pada pasien
dengan gangguan absorbsi.
7. Komplikasi
Komplikasi umum akibat anemia adalah:
a. Gagal jantung,
b. Parestisia dan
c. Kejang.

D. HIDRONEFROSIS
1. Pengertian
Hidronefrosis adalah dilatasi pelvis renalis dan calyces,
serta atrofi progresif dan pembesaran kistik ginjal, dapat juga
disertai pelebaran ureter (hidroureter).
Hidronefrosis adalah obstruksi saluran kemih proksimal terhadap
kandung kemih yang mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan
dalam pelvis ginjal dan ureter serta atrofi hebal pada parenkim
ginjal (Price, 1995: 818).
Hidronefrosis adalah pembengkakan ginjal yang terjadi sebagai
akibat akumulasi urin disaluran kemih bagian atas. Hal ini
biasanya disebabkan adanya penyumbatan di suatu tempat di
sepanjang saluran kemih.
2. Etiologi
Adanya akumulasi urin di piala ginjal, akan menyebabkan distensi
piala dan kaliks ginjal. Pada saat ini atrofi ginjal terjadi
ketika salah satu ginjal sedang mengalami kerusakan bertahap, maka
ginjal yang lain akan membesar secara bertahap (hipertrofi
kompensatori) akhirnya fungsi renal terganggu.
Obstruksi pada fruktus urinarius.
Obstruksi parsial atau intermitten disebabkan batu renal yang
terbentuk di piala ginjal tetapi masuk ke ureter dan menghambatnya
Obstruksi uretra pada pintu kandung kemih akibat pembesaran
prostat
3. Patofisiologi
Obstruksi pada aliran normal urine menyebabkan urine mengalir
balik sehingga tekanan ginjal meningkat. Jika obstruksi terjadi di
uretra atau kandung kemih, tekanan balik akan mempengaruhi kedua
ginjal. Tetapi jika obstruksi terjadi di salah satu ureter akibat
adanya batu atau kekakuan, maka hanya satu ginjal yang rusak.
Obstruksi parsial atau intermitten dapat disebabkan oleh batu
renal yang terbentuk di piala ginjal tetapi masuk ke ureter dan
menghambatnya. Obstruksi dapat diakibatkan oleh tumor yang menekan
ureter atau berkas jaringan parut akibat obses atau inflamasi
dekat ureter dan menjepit saluran tersebut. Gangguan dapat sebagai
akibat dari bentuk sudut abnormal di pangkal ureter atau posisi
ginjal yang salah yang menyebabkan ureter kaku.
Pada pria lansia, penyebab tersering adalah obstruksi uretra pada
pintu kandung kemih akibat pembesaran prostat. Hidronefrosis juga
dapat terjadi pada kehamilan akibat pembesaran uterus.
Apapun penyebabnya adanya akumulasi urine di piala ginjal akan
menyebabkan distensi piala dan kaliks ginjal. Pada saat ini,
atrofi ginjal terjadi ketika salah satu ginjal mengalami kerusakan
bertahap maka ginjal yang lain akan membesar secara bertahap
(hipertrofi komensatori) akhirnya fungsi renal terganggu
(Smeltzer, 2001:1442).
4. Tanda dan gejala Hidronefrosis yang mungkin timbul:
a. Darah di air seni (hematuria)
b. Demam
c. Kebocoran urin, biasanya pada akhir buang air kecil
d. Kulit yang terasa gatal
e. Menderita diare
f. Mual
g. Muntah-muntah
h. Nyeri saat buang air kecil (disuria)
i. Panas dingin atau menggigil
j. Rasa sakit pada satu sisi tubuh di antara perut bagian atas dan
punggung
k. Sakit perut
l. Sakit punggung yang parah pada sisi ginjal yang terkena, yang
menjalar ke daerah pangkal paha
5. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mengidentifikasi dan
memperbaiki penyebab obstruksi untuk menangani infeksi dan untuk
mempertahankan serta melindungi fungsi renal.
Untuk mengurangi obstruksi, urine harus dialihkan melalui
refrostomi atau tipe diversi. Infeksi ditangani dengan agen
antimikroloid karena sisa urine dalam kaliks menyebabkan infeksi
dan pielonefritis. Pasien dipersiapkan untuk pembedahan yaitu
untuk mengangkat lesi obstruktif (batu, tumor, obstruksi ureter).
Jika salah satu ginjal rusak berat dan fungsinya hancur, maka
nefraktomi (pengangkatan ginjal).
E. AZOTEMIA
Azotemia adalah kondisi medis yang ditandai dengan abnormalitas
level senyawa yang mengandung nitrogen seperti urea, kreatinin,
senyawa hasil metabolisme tubuh dan senyawa kaya nitrogen pada
darah. Kondisi ini dapat disebabkan oleh filtrasi darah pada
ginjal yang kurang memadai.

F. LEUKOSITOSIS
Leukositosis adalah keadaan dengan jumlah sel darah putih dalam
darah meningkat, melebihi nilai normal. Leukosit merupakan
istilah lain untuk sel darah putih, dan biasanya tertera dalam
formulir hasil pemeriksaan laboratorium atas permintaan dokter.
Peningkatan jumlah sel darah putih ini menandakan ada proses
infeksi di dalam tubuh. Nilai normal leukosit adalah kurang dari
10.000/cu mm.

G. HIPOALBUMIN
Hipoalbumin merupakan keadaan dimana kadar albumin rendah dalam
tubuh. Albumin adalah protein utama pada manusia dengan rasio
plasma sekitar 60%. Banyak hormone, obat dan molekul lain,
terikat dengan albumin di dalam sirkulasi darah sebelum terlepas
dengan menjadi aktif.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KANKER SERVIKS
1. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
b. Riwayat kesehatan sekarang
c. Riwayat kesehatan masa lalu
d. Riwayat kesehatan keluarga
e. Riwayat tumbuh kembang
f. Riwayan psikososial
g. Pemeriksaan fisik
h. Pemeriksaan penunjang
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Koping individu tak efektif berhubungan dengan diagnosa
malignansi ginekologis dan prognosis yang tak menentu.
b. Perubahan konsep diri (peran) berhubungan dengan dampak
diagnosis kanker terhadap peran pasien dalam keluarga.
c. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan imunosupresi
d. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan
trombositopeni
e. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan anemia dan
trombositopenia
f. Tidak toleran terhadap aktivitas berhubungan dengan keletihan
sekunder akibat anemia dan pemberian kemoterapi
g. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksi, mual atau muntah.
h. Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan pengobatan
berhubungan dengan terbatasnya informasi
3. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Diagnosa keperawatan 1
Tujuan:
Ansietas, kekhawatiran dan kelemahan menurun sampai pada
tingkat yang dapat diatasi: mendemonstrasikan kemandirian yang
meningkat dalam aktivitas dan proses pengambilan keputusan.
Intervensi:
a. Gunakan pendekatan yang tenang dan ciptakan suasana
lingkungan yang kondusif.
R/ Membantu pasien dalam membangun kepercayaan terhadap
tenaga kesehatan.
b. Evaluasi kemampuan pasien dalam mengambil keputusan.
R/ Membantu pengkajian terhadap kemandirian dalam pengambilan
keputusan.
c. Dorong sikap harapan yang realistis.
R/ Meningkatkan kedamaian diri.
d. Dukung penggunaan mekanisme pertahanan diri yang sesuai.
R/ Meningkatkan kemampuan pasien dalam menguasai masalah.
e. Berikan dorongan spritiual.
R/ Perasaan dekat dengan Tuhan akan meningkatkan kemampuan
pasien beradaptasi dengan kondisinya.
2. Diagnosa keperawatan 2
Tujuan:
Mengungkapkan dampak dari diagnosis kanker terhadap perannya
dan mendemontrasikan kemampuan untuk menghadapi konflik peran
tersebut atau perubahan peran.
Intervensi:
a. Bantu pasien untuk mengidentifikasi peran yang biasa
dilakukan didalam keluarga, kerja dan komunitasnya.
R/ Untuk mengkaji atau menggali peran dasar yang di miliki
pasien sebelum ia sakit.
b. Bantu pasien untuk mengidentifikasi perubahan peran yang
spesifik yang dibutuhkan sehubungan dengan penyakitnya.
R/ Untuk mengembangkan perubahan peran yang mungkin perlu.

c. Bantu pasien mengidentifikasi strategi yang positif untuk
menangani perubahan peran tersebut.
R/ Memperbaiki solusi dari potensial konflik peran.
d. Diskusikan dengan keluarga untuk berkompensasi terhadap
perubahan peran anggota keluarga yang sakit.
R/ Komunikasi terbuka membantu dalam mencegah konflik
perubahan peran yang berlebihan.

3. keperawatan 3
Tujuan:
Potensial infeksi menurun dan tidak terdapat tanda-tanda
infeksi.
Intervensi:
a. Pantau tanda vital tiap 4 jam atau lebih sering jika
diperlukan.
R/ Demam atau hipotermia dapat mengindikasikan timbulnya
infeksi pada klien yang mengalami granulositopenia.
b. Tempatkan pasien pada lokasi yang tersendiri.
R/ Terhindarnya kontak dengan seseorang yang mengalami
infeksi saluran pernafasan atau yang lain menurunkan
resiko terjadinya infeksi.
c. Bantu pasien dalam menjaga higienitas perseorangan.
R/ Menurunkan hadirnya organisme endogen.
d. Anjurkan pasien beristirahat sesuai dengan kebutuhan.
R/ Keletihan dapat menurunkan fungsi imun.
e. Kolaborasi dalam: Pemeriksaan kultur (sputum, urine dan luka
terbuka lain), pemberian antibiotika.
R/ Pemeriksaan kultur membantu menentukan sensitivitas dan
resistensi kuman terhadap antibiotik tertentu.
4. Diagnosa keperawatan 4
Tujuan:
Pasien terbebas dari perdarahan dan hipoksia jaringan.
Intervensi:
a. Kolaborasi dalam pemeriksaan DL (Hb dan Trombo ) secara
rutin/ berkala.
R/ Penurunan Hb dan trombosit dapat menjadi indikasi dari
terjadinya perdarahan.
b. Lakukan tindakan yang tidak menyebabkan perdarahan (Hindari
trauma, hindari tindakan invasif, anjurkan pasien untuk
menggunakan sikat gigi yang berbulu halus).
R/ Menurunkan resiko komplikasi dari terjadinya
trombositopenia.
c. Observasi tanda-tanda perdarahan (Pusing, petekie, sekret
yang ada diserta darah, pucat).
R/ Secara klinik anemia yang cukup berarti memerlukan
transfusi darah.
d. Observasi tanda-tanda vital.
R/ Munculnya hipotensi dan takikardia mungkin menjadi tanda
adanya perdarahan.
e. Kolaborasi dalam tindakan transfusi TC (trombosit
concentrate).
R/ Transfusi diberikan jika Hb mencapai 8 gr% dan trmbosit
mencapai 20.000 sel/mm
3
.
5. Diagnosa keperawatan 5
Tujuan:
Mampu mengenali dan menangani anemia. Pencegahan terhadap
terjadinya komplikasi perdarahan.
Intervensi:
a. Kolaborasi dalam pemeriksaan Hematokrit dan Hb serta jumlah
trombosit.
R/ Memberikan informasi yang jelas sebagai bahan untuk
melakukan evaluasi respons pasien terhadap transfusi.
b. Berikan cairan secara tepat.
R/ Mencegah terjadinya hidrasi yang berlebihan.
c. Pantau dan atur kecepatan infus.
R/ Mencegah terjadinya resiko overload yang dapat
meningkatkan beban kerja jantung.
d. Kolaborasi dalam pemberian transfusi
R/ Pena mbahan sel darah akan membantu meningkatkan perfusi
ke jaringan.
Diagnosa keperawatan 6
Tujuan:
Pasien mampu mempertahankan tingkat aktivitas yang optimal.
Pasien akan memaksimalkan energi dengan beristirahat dengan
meminimalkan efek keletihan pada aktivitas sehari-hari.
Intervensi:
a. Kaji pola istirahat serta adanya keletihan pada pasien.
R/ Menentukan data dasar untuk membantu pasien yang sering
mengalami keletihan.
b. Anjurkan kepada pasien untuk mempertahankan pola istirahat/
tidur sebanyak mungkin dengan diimbangi aktivitas.
R/ meningkatkan kontrol diri.
c. Bantu pasien menrencanakan aktivitas berdasarkan pola
istirahat atau keletihan yang dialami.
R/ Meningkatkan aktivitas selama proses pencegahan keletihan.
d. Anjurkan pada pasien untuk melakukan latihan ringan.
R/ Memberikan kesempatan untuk istirahat serta latihan ringan
dapat meningkatkan pola istirahat.
e. Observasi kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.
R/ Peningkatkan kemampuan berkativitas merupakan indikasi
dari ber- kurangnya tingkat keletihan yang dialami pasien.
6. Diagnosa keperawatan 7
Tujuan:
Masukan atau intake yang adekuat serta kalori yang mencukupi
kebutuhan tubuh.
Intervensi:
a. Kaji adanya pantangan atau adanya alergi terhadap makanan
tertentu.
R/ Memberikan data dalam pemberian menu dan pantang atau
alergi pasien.
b. Kolaborasi dengan gizi dalam pemberian dengan menu yang
sesuai dengan diet yang ditentukan.
R/ Memberikan perencanaan dalam pemberian nutrisi kepada
pasien sesuai dengan diet.

c. Pantau masukan makanan oleh klien.
R/ Memberikan informasi untuk evaluasi dan rekomendasi
terhadap tindakan selanjutnya.
d. Anjurkan agar klien membawa makanan dari rumah jika
diperlukan dan disesuaikan dengan diet.
R/ Meningkatkan pengembalian pada diet reguler.
e. Lakukan perawatan mulut sebelum makan sesuai kebutuhan.
R/ Dengan mulut yang bersih akan meningkatkan nafsu makan.
7. Diagnosa keperawatan 8
Tujuan:
Pasien dapat mengungkapkan perencanaan pengobatan dan tujuan
dari pemberian terapi.
Intervensi:
a. Baringkan pasien diatas tempat tidur.
R/ Memberikan serta meningkatkan rasa nyaman.
b. Kaji kepatenan kateter abdomen.
R/ Meningkatkan drainase aliran dari terapi.
c. Berikan obat premedikasi sesuai dengan pesanan.
R/ Mencegah reaksi yang mungkin muncul dalam pemberian
terapi.
d. Observasi tentang reaksi yang dialami pasien selama dalam
pengobatan.
R/ Meningkatkan pengenalan dini terhadap masalah yang
potensial terjadi.
e. Jelaskan kepada pasien efek yang dapat terjadi (dalam waktu
lambat, sedang dan cepat).
R/ Memberikan informasi terhadap perawatan mandiri.





DAFTAR PUSTAKA

Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta
Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta
Purnomo, BB ( 2000), Dasar-dasar Urologi, Sagung Seto, Jakarta
Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jld.II, BP FKUI,
Jakarta.
Tjokronagoro, M.. Biologi Sel Tumor Maligna. Fakultas Kedokteran UGM,
2001.
Radiotherapy. http://www.cancerlinksusa.com/radiation/info.htm.
Adrijono. Sinopsis Kanker Ginekologik. Jakarta, Januari 2003.

Vous aimerez peut-être aussi