Arahan Kaderisasi Tingkat Satu Keluarga Mahasiswa ITB 2013/2014
Bagian I : FILOSOFI KADERISASI
Pernah ada jargon bahwa ada 3 sistem kaderisasi yang paling berhasil yang pernah ada di Indonesia. Yaitu : Militer, PKI (Partai Komunis Indonesia) dan ITB. Mengapa jargon ini menjadi euforia gerakan mahasiswa ITB, bahkan menjadi landasan gerakan? Bagaimana militer membentuk kadernya untuk menjadi laskar bangsa yang siap mengorbankan apa saja untuk kepentingan keamanan dan pertahanan bangsa? Atau bagaimana PKI membentuk kadernya yang loyal, militan, setia dengan kaum komunis? Dan bagaimana dengan ITB sendiri? Sebuah tinjauan. Harfiahnya, kaderisasi berarti membentuk orang menjadi kader, kader berarti pengikut, panji. Sebuah konsekuensi logis sistemik dari organisasi adalah pembentukan kader untuk pendukung dan agen bagi tujuan organisatorisnya. Bahkan organ setingkat budaya selalu adaptif terhadap perkembangan pola pembentukan kaderisasinya. Berpaling dari fakta dan konsekuensi logis tersebut, maka ITB sebagai organ kultural pendidikan juga harus memiliki pola kaderisasi. Secara akademik pola kaderisasinya diterjemahkan dalam kurikulum dan kode etik, upaya ini berusaha membentuk 3 konsep dasar pendidikan tinggi, yakni : pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat (Tri Dharma Perguruan Tinggi). Organ pembentuk ini (berikut dinamakan agen) tertuang dalam skematik gerakan mahasiswa, selaku objek pendidikan tinggi. Pertanyaannya adalah bagaimana agen ini memiliki tingkat adaptif yang tinggi untuk membentuk mahasiswanya menjadi kader yang diinginkan ? Dalam teori Strukturasi Sosial dikenal sistem pemodelan agensi sebagai berikut :
Sistem adaptif agen yang tertuang dalam skema diatas langsung kita kaji ke bentuk pelanggaran agen itu sendiri. Konklusinya, tidak ada metodologi pembentukan kader yang salah dalam sistem selama tidak menyimpang dalam upaya perasionalan tindakan. Intinya adalah hak sebuah sistem secara kultural untuk membentuk kader dengan cara apapun. Implementasi ini yang sering menjustifikasi sebuah sistem terjebak dalam situs tradisi atau tidak. Konklusinya, setiap tindakan yang diikuti rasionalisasi adalah bukan tradisi, tetapi konklusi dari tindakan rasional itu sendiri. Kondisi tindakan yang tidak diakui Monitoring/refleksi Rasionalisasi Motivasi Konsekunsi terhadap tindakan Konsekuensi logis dari tindakan rasional adalah metodologi yang ilmiah. Pertanyaan berikut terhadap konsekuensi logis filosofi kaderisasi yang rasional adalah : apakah tindakan rasional dalam upaya pembentukan kader sudah ilmiah? Berbicara tentang cara berpikir ilmiah selalu terarah pada kesimpulan objektifitas. Jadi, pola pembentukan sistem kaderisasi yang rasional sesuai dengan kondisi aktual sistem akan selalu mengarah ke data. Maka peran agen yang sudah pernah mengikuti pola yang traditif adalah data dan tinjauan, bukan untuk mengarahkan sistem itu untuk tidak lagi bisa keluar dari metodologi yang traditif. Konklusi ideal dari cara berpikir ilmiah :
(sumber : Filosofi kaderisasi dan kaidah-kaidah pendidikan-Ahmad Mukhlis, KL99)
Bagian II : URGENSI KADERISASI TINGKAT I Persepsi awal yang harus kita samakan adalah : Kaderisasi merupakan proses sadar dan mandiri yang dilakukan diri sendiri dimana organisasi dan pengkader hanya merupakan fasilitator, proses ini berorientasi proses dan tidak terikat pada event. SURVEY FORUMS PERUMUSAN MASALAH HIPOTESA KLASIFIKASI MASALAH KESIMPULAN METODOLOGI Tingkat I merupakan proses peralihan dari siswa menjadi mahasiswa, proses peralihan ini membutuhkan perhatian khusus mulai dari masa perluasan sudaut pandang hingga masa adaptasi. Namun, kondisi KM-ITB yang berbasiskan HMJ ini seakan-akan meng-anaktiri-kan massa tingkat I, tidak jelas siapa yang memiliki tanggung jawab penuh terhadap kaderisasi tingkat I ini. Seringnya, HMJ hanya merasa bertanggungjawab terhadap kaderisasi calon massanya saja, sehingga mayoritas HMJ bergabung bersama HMJ sefakultasnya dan akhirnya mengadakan Ospek Fakultas yang rata-rata hanya dilakukan beberapa kali pertemuan saja. Lebih lanjut lagi, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) memiliki penekanan pola pengkaderannya sendiri-sendiri yang lebih berbasis pada keahlian unit tersebut, disini nilai- nilai penting dan dasar dari RUK tingkat I kebanyakan belum dapat dipenuhi oleh UKM, namun hal itu adalah hal yang wajar, mengingat gerak unit memang lebih berbasiska pada kesenangan/hobi tertentu. Namun sebenarnya UKM bisa saja menjadi wadah pengkaderan yang sangat efektif bagi tingkat I. Dilain pihak, biasanya kabinet sebagai koordinator utama KM-ITB menurunkan kaderisasi tingkat I dalam event-event seperti OSKM dan DDAT sementara sejauh ini forum angkatan belum pernah terkelola sebagaimana mestinya. Namun, mengingat kembali bahwa fungsi kabinet hanyalah sebagai koordinator, maka tanpa dukungan yang jelas baik dari aspek penggagasan hingga penjalanan teknis kaderisasi tingkat I dari HMJ, peran kabinet tidak akan pernah dapat terjalankan bagaimana seharusnya. Sejauh ini dapat disimpulkan bahwa, kaderisasi tingkat I belum terkelola dengan baik karena koordinasi, penggagasan, penjalanan teknis dan pembagian teknis yang belum jelas diantara stakeholder di KM-ITB. Belakangan mulai terjadi kelangkaan kader di KM-ITB. Hal tersebut dapat dilihat dari permasalahan SDM yang terjadi di beberapa UKM dan HMJ dimana tejadi kelangkaan kader-kader yang bersedia untuk fokus menjadi penerus organisasi ataupun pelaksana organisasi. Sedikit banyak hal ini dipengaruhi oleh kualitas kaderiasasi yang berjalan di KM- ITB. Salah satu unsur utama yang perlu mendapatkan perhatian khusus adalah, kita tidak pernah mengevaluasi ketercapaian RUK dan hasil kaderisasi di setiap angkatan ditinjau secara KM-ITB. Dari sana sebenarnya dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan kaderisasi di KM-ITB masih terkotak-kotak berdasarkan angkatan dan stakeholdernya masing-masing. Dari RUK Tingkat I kita dapatkan profil Tingkat I sebagai berikut: 1. Mampu mendefinisikan identitas mahasiswanya berdasarkan tujuan pendidikan 2. Mampu memulai perumusan visi hidup berdasarkan ke-Tuhan-an Yang Maha Esa 3. Mampu memaknai kebebasan substansial, yaitu kebebasan yang mampu dipertanggungjawabkan secara akademis, sebagai mahasiswa dan anggota lingkungan kampusnya 4. Mampu mengenal budaya kampus dan memaknainya 5. Memenuhi kompetensi sebagai calon kader HMJ: memiliki kesadaran berorganisasi, kreatif (terjadinya eksplorasi pemikiran) sehingga memiliki pendapat solutif, berkemampuan dan berketahanan kerja sehingga mampu mengembangkan sikap optimis, mengenali kultur fakultas / sekolah dan program studi yang diambilnya 6. Memahami arti pendidikan sebagai investasi masa depan bangsa
Hal yang harus dipahami dari kaderisasi tingkat I ini adalah: Kaderisasi Tingkat I merupakan fondasi bagi tingkat-tingkat yang lainnya. Di dalam kaderisasi tingkat I ini terdapat makna- makna filosofis yang menjadi landasan RUK KM-ITB. Berbeda dengan kaderisasi tingkat II hingga Tingkat IV yang kebanyakan lebih menekankan kedalam aspek teknis, bukannya filosofis. Maka, kegagalan pada kaderisasi tingkat I sebenarnya dapat memberikan efek domino pada kaderisasi selanjutnya, dimana peserta kader tidak menangkap makna sesungguhnya dari menjadi manusia, menjadi mahasiswa(golongan berpendidikan) dan menjadi bagian dari kemahasiswaan KM-ITB. Sehingga dikemudian hari para objek kader tidak menjalankan KM-ITB sebagaimana mestinya.
Bagian III : ARAHAN KADERISASI TINGKAT I DAN PEMBAGIAN PERAN TIAP STAKEHOLDER Ada beberapa stakeholder dalam KM ITB yang menjadi tulang punggung dalam kaderisasi tingkat I, yaitu: Kabinet KM-ITB, HMJ dan UKM. Masing-masing stakeholder ini memiliki kejaran dan tugas yang berbeda dalam kaderisasi tingkat 1 ini. Namun sebelum masuk ke pembagian tugas persepsi yang harus disamakan antara stakeholder ini adalah Kaderisasi merupakan sebuah proses, tidak hanya sekedar bersifat eventual (misal:kaderisasi wilayah,kaderisasi awal) ataupun sekedar bermetode penyampaian materi, yang menjadi inti dari kaderisasi adalah proses penjalanan dan refleksi penjalanan tersebut. HMJ seminimal-minimalnya bertanggungjawab kepada massa TPB fakultasnya. Yang perlu diingat kaderisasi adalah sebuah penjalanan proses sehingga diharapkan HMJ dapat mengkader TPBnya dalam kurun waktu satu tahun. Disamping itu, atas konsekuensi logis dari basis KM-ITB, HMJ berkewajiban untuk memastikan partisipasi TPBnya pada keberjalanan KM-ITB. Hal ini terwakilkan dari fungsi senator tiap HMJ yang sebenarnya tidak hanya bertanggung jawab kepada HMJ-nya saja, tetapi juga pada TPB fakultasnya. Disini seharusnya tiap HMJ memiliki mekanismenya sendiri dalam usaha pencerdasan TPB tentang KM-ITB dan mewadahi segala macam bentuk aspirasi sekaligus mentrigger TPB untuk dapat aktif di dalam KM-ITB. UKMseminimal-minimalnya bertanggungjawab kepada massa TPB yang merupakan massa unitnya. Disini UKM memiliki tantangna tertentu untuk menarik atensi dari TPB agar tertarik dan aktif untuk berorganisasi. Walaupun tiap UKM memiliki nilai jual yang berbeda-beda, UKM tetap merupakan tempat paling tepat bagi TPB untuk dapat mengembangkan dirinya. Tantangan paling utama dari UKM adalah untuk memiliki standardisasi minimal kader mudanya. Di masa lalu, diadakan malam Iota, Tau, Beta sebagai wahana tiap TPB unit untuk unjuk gigi melakukan pagelaran sesuai dengan unitnya masing-masing dan disaksikan dan dievaluasi oleh massa kampus yang lain. Metode ini sebenarnya tepat dalam proses kaderisasi tingkat satu. Tantangan utama pada kaderisasi di UKM adalah memastikan tiap TPB untuk memiliki wahana berekspresi di UKM. Kabinet, yang perlu diingat kabinet hanyalah koordinator dari massa. Maka otomatis kaderisasi secara proses tidak dapat dilakukan oleh kabinet. Kabinet hanya efektif untuk melakukan kaderisasi pasif (sifatnya eventual) yang seharusnya diposisikan untuk menjadi seperti cermin refleksi dari proses (kaderisasi aktif) yang dijalankan oleh HMJ dan UKM. Selain itu, kabinet juga seharusnya dapat melakukan kontrol dan evaluasi terhadapa penjalanan kaderisasi tingkat I di HMJ dan UKM serta ikut serta dalam memecahkan masalah-masalah yang nantinya dihadapi.
Skema umum kaderisasi tingkat I :
Kaderisasi Aktif (HMJ dan UKM) Kaderisasi Pasif (Kabinet) Kaderisasi Tingkat I Kaderisasi Awal Tingkat I (Kabinet) Forum Angkatan (Kabinet) Follow Up OSKM (Kabinet) Kaderisasi Awal Lanjutan (Kabinet), misal:DDAT,pagel aran,kepanitiaan dll Kaderisasi aktif ala HMJ Kaderisasi Aktif ala UKM Titik refleksi kaderisasi aktif HMJ dan UKM Bagian IV : ARAHAN KHUSUS KADERISASI AWAL TINGKAT I (OSKM)
Berdasarkan pemaparan pada Bagian III, terdapat beberapa kebutuhan khusus yang ada pada OSKM 2013, yaitu: Mampu memaknai aspek filosofis dari kemahasiswaan ITB. Mampu memaknai aspek filosofis dari RUK tingkat I yang menjadi fondasi tingkatan selanjutnya. Mampu menimbulkan kesadaran berorganisasi di dalam KM-ITB Mampu menimbulkan ketertarikan untuk ikut serta dalam kegiatan-kegiatan UKM, HMJ ataupun Kabinet. Menjadi wadah awal bagi ITB 2013 untuk aktualisasi diri ataupun melakukan kritik terhadap kondisi lingkungannya. Memperkenalkan wadah-wadah yang ada di kampus ini (misal: UKM, HMJ, dll) untuk menjadi modal awal ITB 2013 aktif dalam kemahasiswaan ITB.
Manajemen waktu dalam 4 langkah: Metode, strategi, dan teknik operasional untuk mengatur waktu sesuai keinginan Anda, menyeimbangkan tujuan pribadi dan profesional
Langkah Strategis Pengawalan Bem Ui 2019 Terhadap Visi, Misi, Serta Janji Kampanye Pasangan Calon Presiden Dan Wakil Presiden Republik Indonesia Di Pemilihan Umum 2019