Vous êtes sur la page 1sur 28

1

PRESENTASI KASUS

PENGGUNAAN ANASTESI UMUM PADA PRIA USIA 30 TAHUN
DENGAN APENDISITIS AKUT










Oleh :
Tenri Ashari Wanahari
G99131087

Pembimbing :
Dr. MH. Sudjito, SpAn-KNA



KEPANITERAAN KLINIK LAB UPF ANESTESIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2013


2

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga presentasi kasus
dengan judul PENGGUNAAN ANESTESI UMUM PADA PRIA USIA 30 TAHUN
DENGAN APENDISITIS AKUT : dapat diselesaikan. Presentasi kasus ini disusun
untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti kepaniteraan klinik di Unit Anestesi
dan Keperawatan Intensif di FK UNS / RSUD dr. Moewardi Surakarta.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. MH. Sudjito, SpAn-KNA, selaku ketua program studi Anestesi dan
Keperawatan Intensif FK UNS / RSUD dr. Moewardi Surakarta dan
pembimbing.
2. Dr. H. Marthunus Judin, Sp An.KAP, selaku kepala bagian Anestesi dan
Keperawatan Intensif FK UNS / RSUD dr. Moewardi Surakarta
3. Prof. Dr. St. Mulyata, SpAnKIC, selaku staf ahli anestesi.
4. Dr. Soemartanto, SpAnKIC, selaku staf ahli anestesi.
5. Dr. Purwoko, SpAn, selaku staf ahli anestesi.
6. Dr. Sugeng, SpAn, selaku staf ahli anestesi.
7. Dr. R. Th Supraptomo, SpAn, selaku staf ahli anestesi.
8. Dr. Heri Dwi P., Sp.An.Mkes, selaku staf ahli anastesi.
9. Dr. Eko S. SpAn, selaku staf ahli anestesi.
10. Dr. Ardana Tri Arianto, M.Si. Med, Sp.An, selaku staf ahli anestesi.
11. Dr. Muh Husni Thamrin, Sp.An, M.Kes selaku staf ahli anestesi.
12. Dr. Bambang Novianto P, Sp.An, M.Kes selaku staf ahli anestesi.
13. Dr. Fitri Hapsari Dewi, Sp.An, selaku staf ahli anestesi.
14. Sony Indrawijaya Sp.An, M.Kes, selaku staf ahli anastesi.
15. Seluruh staf dan paramedis yang bertugas di bagian anestesi RSUD
Dr.Moewardi Surakarta.



3


Saran dan kritikan kami harapkan demi perbaikan laporan ini. Akhirnya
penyusun berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.


Surakarta, Desember 2013

Penyusun


















4

BAB I
PENDAHULUAN

Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai
tindakan meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang
mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien
gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun. Bersama-samacabang
kedokteran lain serta anggota masyarakat ikut aktif mengelola bidang kedokteran
gawat darurat.
Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan (elektif atau darurat)
harus dipersiapkan dengan baik. Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu
operasi terdapat beberapa tahap yang herus dilaksanakan yaitu praanestesi yang
terdiri dari persiapan mental dan fisik pasien, perencanaan anestesi,menentukan
prognosis dan persiapan pada pada hari operasi. Tahap penatalaksanaan anestesi yang terdiri
dari premedikasi, masa anestesi danpemeliharaan. Serta tahap pemulihan dan
perawatan pasca anestesi.
1

Apendisitis merupakan peradangan pada appendiks. Bila diagnosis sudah pasti,
maka terapi yang paling tepat dengan tindakan operatif, yang disebut apendekomi.
Penundaan operasi dapat menimbulkan bahaya, antara lain absesatau perforasi.
Apendisitis akut temasuk operasi emergensi. Pada operasi emergensi, kondisi pasien
harus dipersiapkan seoptimal mungkin. Persiapannya sama seperti operasi elektif,
hanya segala sesuatunya dilakukan saat itu juga. Operasi intra abdominal paling baik
dilakukan dengan anestesia umum endotrakeal.







5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Apendisitis
Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks. Apendisitis pada awalnya
dapat sembuh spontan, namun akan terjadi jaringan parut dan fibrosis. Risiko untuk
terjadinya serangan kembali adalah 50 %. Apendisitis yang parah dapat menyebabkan
apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis.
Terjadinya apendisitis umumnya karena bakteri. Namun terdapat banyak sekali
faktor pencetus, di antaranya sumbatan lumen apendiks,timbunan tinja yang keras
(fekalit), makanan rendah serat, tumor apendiks, dan pengikisan mukosa apendiks
akibat parasit seperti E. hystolitica.
Terdapat gejala awal yang khas, yaitu nyeri pada perut kanan bawah, yang
disebut titik Mc.Burney. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan kadang
muntah. Berbeda dengan apendisitis akut, apendisitis kronis pada palpasi didapatkan
massa atau infiltrat yang nyeri tekan dan leukosit yang sangat tinggi. Pada beberapa
keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis, sehingga dapat menyebabkan terjadinya
komplikasi yang lebih parah. Hal ini sering menjadi penyebab terlambatnya
diagnosis, sehingga lebih dari setengah penderita baru dapat didiagnosis setelah
perforasi.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang akan menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan
bawah. Pada suatu saat, ketika meradang lagi, yang disebut apendisitis eksaserbasi
akut. Bila diagnosis sudah pasti, maka terapi yang paling tepat dengan tindakan
operatif, yang disebut apendektomi. Penundaan operasi dapat menimbulkan bahaya,
antara lain abses atau perforasi.



6

B. Anestesi Umum
Anestesi dapat dibagi dua macam, yaitu anestesi umum dan anestesi regional.
Anestesi umum masih dibagi lagi menurut cara pemberiannya yaitu inhalasi dan
parenteral.
2

Pada kasus ini anestesi yang digunakan adalah anestesi umum, yaitu meniadakan nyeri
secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat reversible. Dalam
memberikan obat-obat anestesi pada penderita yang akan menjalani operasi maka
perlu diperhatikan tujuannya yaitu sebagai premedikasi, induksi, maintenance, dan
lain-lain.
3

Anestesi umum meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran
dan bersifat pulih kembali (reversibel). Komponen anestesi yang ideal terdiri dari :
(1) hipnotik (2) analgesia (3) relaksasi otot. Obat anestesi yang masuk ke pembuluh
darah atau sirkulasi kemudian menyebar ke jaringan. Yang pertama terpengaruh oleh
obat anestesi ialah jaringan kaya akan pembuluh darah seperti otak, sehingga
kesadaran menurun atau hilang, hilangnya rasa sakit, dan sebagainya. Seseorang yang
memberikan anestesi perlu mengetahui stadium anestesi untuk menentukan stadium
terbaik pembedahan itu dan mencegah terjadinya kelebihan dosis. Tanda-tanda
klinis anestesia umum (menggunakan zat anestesi yang mudah menguap, terutama
diethyleter)
4,5,6
:
Stadium I : analgesia dari mulainya induksi anestesi hingga hilangnya
kesadaran.
Stadium II : excitement, dari hilangnya kesadaran hingga mulainya
respirasi teratur, mungkin terdapat batuk, kegelisahan atau muntah.
Stadium III : dari mulai respirasi teratur hingga berhentinya respirasi.
Dibagi 4 plane:
Plane 1 : dari timbulnya pernafasan teratur hingga berhentinya
pergerakan bola mata.
Plane 2 : dari tidak adanya pergerakan bola mata hingga mulainya
paralisis interkostal.
7

Plane 3 : dari mulainya paralisis interkostal hingga total paralisis
interkostal.
Plane 4 : dari kelumpuhan interkostal hingga paralisis diafragma.
Stadium IV : overdosis, dari timbulnya paralysis diafragma hingga
cardiac arrest.

Dalam memberikan obat-obatan pada penderita yang akan menjalani operasi
maka perlu diperhatikan tujuannya yaitu sebagai premedikasi, induksi, maintenance,
dan lain-lain.
7


1. Persiapan Pra Anestesi
Kunjungan pra anestesi pada pasien yang akan menjalani operasi dan pembedahan
baik elektif dan darurat mutlak harus dilakukan untuk keberhasilan tindakan
tersebut. Adapun tujuan pra anestesi adalah :
Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal.
Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yangsesuai
dengan fisik dan kehendak pasien.
Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American
Society Anesthesiology):
ASA I : Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa
kelainan faali, biokimiawi, dan psikiatris. Angka mortalitas 2%.
ASA II : Pasien dengan gangguan sistemik ringansampai dengan sedang
sebagai akibat kelainan bedah atauproses patofisiologis. Angka mortalitas
16%.
ASA III : Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas
harian terbatas. Angka mortalitas 38%.
ASA IV : Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam
jiwa, tidak selalu sembuh dengan operasi. Misal : insufisiensi fungsi
organ, angina menetap. Angka mortalitas 68%.

8

ASA V : Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan operasi
hampir tak ada harapan. Tidak diharapkan hidup dalam 24 jam tanpa
operasi / dengan operasi. Angka mortalitas 98%.

Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency) tanda darurat.
3,4


Macam-macam teknik anestesi yang dapat digunakan
1
:
a. Open drop method : cara ini dapat digunakan untuk anestetik yang
menguap, peralatan sangat sederhana dan tidak mahal. Zat anestetik
diteteskan pada kapas yang diletakkan di depan hidung penderita sehingga
kadar yang dihisap tidak diketahui, dan pemakaiannya boros karena zat
anestetik menguap ke udara terbuka.
b. Semi open drop method : hampir sama dengan open drop, hanya untuk mengurangi
terbuangnya zat anestetik , digunakan masker. Karbondioksida yang
dikeluarkan sering terhisap kembali sehingga dapat terjadi hipoksia. Untuk
menghindarinya dialirkan volume fresh gas flow yang tinggi minimal 3x dari
minimal volume udara semenit.
c. Semi closed method : udara yang dihisap diberikan bersama oksigen
murni yang dapat ditentukan kadarnya kemudian dilewatkan pada vaporizer
sehingga kadar zat anestetik dapat ditentukan. Udara panas yang dikeluarkan akan
dibuang ke udara luar. Keuntungannya dalamnya anestesi dapat diatur
dengan memberikan kadar tertentu dari zat anestetik, dan hipoksia dapat
dihindari dengan memberikan volume fresh gas flow kurang dari 100 %
kebutuhan.
d. Closed method : cara ini hampir sama seperti semi closed hanya udara
ekspirasi dialirkan melalui soda lime yang dapat mengikat CO2, sehingga
udara yang mengandung anestetik dapat digunakan lagi


9

Pada kasus isi dipakai semi closed anestesi karena memiliki beberapa keuntungan,
yaitu :
Konsentrasi inspirasi relatif konstan
Konservasi panas dan uap
Menurunkan polusi kamar
Menurunkan resiko ledakan dengan obat yang mudah terbakar

2. Premedikasi Anestesi
Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi. Adapun tujuan dari
premedikasi antara lain
2
:
memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam.
menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam
membuat amnesia, misal : diazepam, midazolam
memberikan analgesia, misal : pethidin
mencegah muntah, misal : droperidol
memperlancar induksi, misal : pethidin
mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal pethidin
menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal : sulfas atropin.
mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas, misal : sulfas atropindan hiosin

3. Obat-obatan Premedikasi
a. Sulfas Atropin
Sulfas atropin termasuk golongan anti kolinergik. Berguna
untuk mengurangi sekresi lendir dan menurunkan efek bronchial dan kardialyang
berasal dari perangsangan parasimpatis akibat obat anestesi atautindakan operasi.
Efek lainnya yaitu melemaskan otot polos, mendepresi vagal reflek, menurunkan
spasme gastrointestinal, dan mengurangi rasamual serta muntah. Obat ini juga
menimbulkan rasa kering di mulut serta penglihatan kabur, maka lebih baik tidak
diberikan pra anestesi local maupun regional. Dalam dosis toksik dapat
10

menyebabkan gelisah, delirium, halusinasi, dan kebingungan pada pasien. Tetapi
hal ini dapat diatasi dengan pemberian prostigmin 12 mg intravena
4

Sediaan : dalam bentuk sulfat atropin dalam ampul 0,25 dan 0,5 mg.
Dosis : 0,01 mg/ kgBB.
Pemberian : SC, IM, IV

b. Pethidin
Pethidin merupakan narkotik yang sering digunakan untuk premedikasi.
Keuntungan penggunaan obat ini adalah memudahkan induksi, mengurangi
kebutuhan obat anestesi, menghasilkan analgesia pra dan pasca bedah,
memudahkan melakukan pemberian pernafasan buatan , dan dapat diantagonis
dengan naloxon.
Pethidin dapat menyebabkan vasodilatasi perifer, sehingga dapat
menyebabkan hipotensi orthostatik. Hal ini akan lebih berat lagi bila digunakan
pada pasien dengan hipovolemia. Juga dapat menyebabkan depresi pusat pernapasan di medula
yang dapat ditunjukkan dengan respon turunnya CO2, mual dan muntah menunjukkan
adanya stimulasi narkotik pada pusat muntah di medula. Posisi tidur dapat
mengurangi efek tersebut
6

Sediaan : dalam ampul 100 mg/ 2cc.
Dosis : 1 mg/ kgBB.
Pemberian : IV, IM

c. Midazolam
Midazolam merupakan suatu golongan imidazo-benzodiazepindengan sifat
yang sangat mirip dengan golongan benzodiazepine. Merupakan benzodiapin
kerja cepat yang bekerja menekan SSP. Midazolam berikatan dengan reseptor
benzodiazepin yang terdapat diberbagai area di otak seperti di medulla spinalis,
batang otak, serebelum system limbic serta korteks serebri. Efek induksi terjadi
sekitar 1,5 menit setelah pemberian intra vena bila sebelumnya diberikan
11

premedikasi obat narkotika dan 2-2,5 menit tanpa premedikasi
narkotika sebelumnya
1

Midazolam diindikasikan pada premedikasi sebelum induksi anestesi, basal
sedasion sebelum tindakan diagnostic atau pembedahan yang dilakukan di bawah
anestesi local serta induksi dan pemeliharaan selama anestesi. Obat ini
dikontraindikasikan pada keadaan sensitive terhadap golongan benzodiazepine,
pasien dengan insufisiensi pernafasan, acut narrow-angle glaucoma.
2


Dosis premedikasi sebelum operasi :
Pemberian intramuskular pada penderita yang mengalami nyeri sebelum
tindakan bedah, pemberian tunggal atau kombinasi dengan antikolinergik atau
analgesik. Dewasa : 0,07- 0,1 mg/ kg BB secara IM sesuai dengan keadaan
umum pasien, lazimnya diberikan 5mg. Dosis usia lanjut dan pasien lemah 0,025
0,05 mg/ kg BB (IM). Untuk basal sedation pada dewasa tidak melebihi 2,5
mg IV 5-10 menit sebelum permulaan operasi, pada orang tua dosis harus
diturunkan 1- 1,5 mg dengan total dosis tidak melebihi 3,5 mg IV.
2

Midazolam mempunyai efek samping :
Efek yang berpotensi mengancam jiwa : midazolam dapat mengakibatkan
depresi pernafasan dan kardiovaskular, iritabilitas pada ventrikel dan
perubahan pada kontrol baroreflek dari denyut jantung.
Efek yang berat dan ireversibel : selain depresi SSP yang
berhubungandengan dosis, tidak pernah dilaporkan efek samping yang
ireversibel
Efek samping simtomatik : agitasi, involuntary movement,
bingung,pandangan kabur, nyeri pada tempat suntikan, tromboflebitis
dantrombosis.
Midazolam dapat berinteraksi dengan obat alkohol, opioid, simetidin,
ketamin.


12

4. Induksi
Pada kasus ini digunakan Propofol. Propofol adalah campuran 1% obat dalam
air dan emulsi yang berisi 10% soya bean oil, 1,2% phosphatide telur dan 2,25%
glyserol. Dosis yang dianjurkan2,5 mg/kgBB untuk induksi tanpa premedikasi.
Pemberian intravena propofol (2mg/kg) menginduksi anestesi secara cepat.
Rasa nyeri kadang-kadang terjadi di tempat suntikan, tetapi
jarang disertai plebitis atau trombosis. Anestesi dapat dipertahankan dengan infus
propofol yang berkesinambungan dengan opiat, N2O dan/atau anestetik inhalasi lain.
Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi efek ini
disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan curah jantung. Tekanan
sistemik kembali normal dengan intubasi trakea.
Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak,
metabolisme otak dan tekanan intrakranial akan menurun. Keuntungan propofol
karena bekerja lebih cepat dari tiopental dan konfusi pascaoperasi yang minimal.
Efek samping propofol pada sistem pernapasan adanya depresi pernapasan,
apnea, brokospasme dan laringospasme. Pada system kardiovaskuler berupa
hipotensi, aritmia, takikardia, bradikardia, hipertensi. Pada susunan saraf pusat
adanya sakit kepala, pusing, euforia,kebingungan, kejang, mual dan muntah.
3


5. Pemeliharaan
a. Nitrous Oksida /Gas Gelak (N2O)
Merupakan gas yang tidak berwarna, berbau manis dan tidak iritatif, tidak berasa,
lebih berat dari udara, tidak mudahterbakar/meledak, dan tidak bereaksi dengan
soda lime absorber (pengikat CO2). Mempunyai sifat anestesi yang kurang
kuat, tetapi dapat melalui stadium induksi dengan cepat, karena gas ini tidak
larut dalam darah. Gas ini tidak mempunyai sifat merelaksasi otot, oleh karena
itu pada operasi abdomen dan ortopedi perlu tambahan dengan zat relaksasi
otot. Terhadap SSP menimbulkan analgesi yang berarti. Depresi nafas terjadi
pada masa pemulihan, hal ini terjadi karena Nitrous Oksida mendesak oksigen
dalam ruangan-ruangan tubuh. Hipoksia difusi dapat dicegah dengan pemberian
13

oksigen konsentrasi tinggi beberapa menit sebelum anestesi selesai. Penggunaan biasanya
dipakai perbandingan atau kombinasi dengan oksigen. Penggunaan dalam
anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O : O2 adalah sebagai berikut
60% : 40% ; 70% : 30% atau 50% : 50%.
3

.
b. Ethrane (Enflurane)
Merupakan anestesi yang poten. Dapat mendepresi SSP menimbulkan
efek hipnotik. Pada kontrasepsi inspirasi 3 3,5 % dapat menimbulkan perubahan
EEG yaitu epileptiform, karena itu sebaiknya tidak digunakan pada pasien
epilepsi. Dan dapat meningkatkan aliran darah ke otak. Pada anestesi yang
dalam dapat menurunkan tekanan darah disebabkan depresi pada myokardium.
Aritmia jarang terjadi dan penggunaan adrenalin untuk infiltrasi relatif aman.
Pada system pernafasan, mendepresi ventilasi pulmoner dengan menurunkan
volumetidal dan mungkin pula meningkatkan laju nafas. Tidak menyebabkan
hipersekresi dari bronkus. Pada otot, Ethrane menimbulkan efek relaksasi yang
moderat. Menyebabkan peningkatan aktivitas obat pelumpuh otot non
depolarisasi. Penggunaan Ethrane pada operasi sectio cesaria cukup aman pada
konsentrasi rendah (0,5 - 0,8 vol %) tanpa menimbulkan depresi pada fetus.
Berhati-hati pada penggunaan konsentrasi tinggi karena dapat menimbulkan
relaksasi otot uterus.
4

Untuk induksi, Ethrane 2 4 vol % dikombinasikan O2 atau campuran
N2O-O2, sedangkan untuk mempertahankan anestesi diperlukan 0,5 3 %.
Keuntungan dari Ethrane adalah harum, induksi dan pemulihan yang cepat,
tidak ada iritasi, sebagai bronkodilator, relaksasi otot baik, dapat
mempertahankan stabilitas dari sistem kardiovaskuler serta bersifat non emetik.
Sedangkan kerugiannya bersifat myocardial depresan, iritasi pada CNS, ada
kemungkinan kerusakan hati. Sebaiknya dihindari pemberiannya pada pasien
dengan keparahan ginjal.
6



14

c. Halothane (Fluothane)
Berbentuk cairan jernih, sangat mudah menguap dan berbau manis, tidak
tajam dan mempunyai titik didih 50 C. Konsentrasi yang digunakan untuk
anestesi beragam dari 0,23%. Merupakan zat yang poten sehingga membutuhkan
vaporizer yang dikalibrasi untuk mencegah dosis yang berlebihan. Karena
kurang larut dalam darah dibandingkan dengan eter, maka saturasi dalam darah
lebih cepat, sehingga induksi inhalasi relatif lebih cepat dan menyenangkan
untuk pasien. Jika persediaan terbatas maka sebaiknya Halothane digunakan untuk
menstabilkan setelah indeuksi intravena. Pada kondisi klinishalothane tidak
mudah terbakar dan meledak.
2

Halothane memberikan induksi anestesi yang mulus, tetapi mempunyai
sifat analgesi yang buruk. Penggunaan zat ini untuk anestesi secara tunggal
akan menyebabkan depresi kardiopulmoner yang ditandai dengan sianosis,
kecuali bila gas inspirasi mengandung oksigen dengan konsentrasi
tinggi. Halothane mempunyai efek relaksasi otot yang lebih kecil daripada eter,
merupakan suatu bronkodilator. Depresi pusat pernafasan oleh halothane
ditandai dengan pernafasan yang cepat dan dangkal, peningkatan frekuensi
pernafasan ini lebih kecil bila diberikan premedikasi dengan opium. Efek pada
kardiovaskuler adalah depresi langsung pada miokardium dengan penurunan
curah jantung dan tekanan darah, tetapi terjadi vasodilatasi kulit sehingga
mungkin perfusi jaringan lebih baik. Kerugian dari halothane dapat diatasi dengan
dikombinasikan dengan N2O (50 70%) atau trikloroetilen (0,5-1%).
3

.
6. Obat Pelumpuh Otot
a. Suksametonium (Succynil choline).
Terutama digunakan untuk mempermudah/fasilitas intubasi trakea karena
mula kerja cepat (1-2 menit) dan lama kerja yang singkat (35menit). Juga dapat
dipakai untuk memelihara relaksasi otot dengan cara pemberian kontinyu per
infus atau suntikan intermitten. Dosis untuk intubasi 1-2 mg/kgBB/I.V.
4


15

Komplikasi dan efek samping dari obat ini adalah (1)bradikardi,
bradiaritma dan asistole pada pemberian berulang atau terlalu cepat serta pada
anak-anak; (2) takikardi dan takiaritmia; (3) lama kerja memanjang terutama bila
kadar kolinesterase plasma berkurang; (4) peningkatan tekanan intra okuler; (5)
hiperkalemi; (6) dan nyeri otot fasikulasi.
Obat ini tersedia dalam flacon berisi bubuk 100 mg dan 500 mg.
Pengenceran dengan garam fisiologis/aquabidest steril 5 atau 25 ml sehingga
membentuk larutan 2 %. Cara pemberian I.V/I.M/ intralingual/intra bukal.
6,7


b. Atrakurium besylate (tracrium)
Sebagai pelumpuh otot dengan struktur benzilisoquinolin yang memiliki
beberapa keuntungan antara lain bahwa metabolisme di dalam darah (plasma)
melalui suatu reaksi yang disebut eliminasi hoffman yang tidak tergantung fungsi
hati dan fungsi ginjal, tidak mempunyaimefek kumulasi pada pemberian
berulang, tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskuler yang bermakna.
2

Menurut Chapple DJ dkk (1987) dan Tateishi (1989) bahwa pada binatang
atracurium tidak mempunyai efek yang nyata pada CBF, CMR O2 atau ICP.
Metabolitnya yang disebut laudanosin, menembus bloodbrain barrier dan dapat
menimbulkan kejang EEG, tetapi kadar laudanosin pada dosis klinis atracurium
tidak menimbulkan efek ini. Lanier dkk mengatakan bahwa tidak ada perbedaan
ambang kejang dengan lidokain pada kucing yang diberikan atracurium.
pancuronium,atau vecuronium. Obat ini menurunkan MAP tetapi
tidak menyebabkan perubahan ICP. Dosis atracurium untuk intubasi adalah 0,5
mg/kg dandosis pemeliharaan adalah 5-10 ug/kg/menit. Kemasan : 2,5 ml dan
5ml yang berisi 25 mg dan 50 mg atrakurium besylate. Mula kerja pada dosis
intubasi 2-3 menit sedangkan lama kerjanya pada dosis relaksasi 15-35 menit.
3





16

7. Intubasi Endotrakeal
Suatu tindakan memasukkan pipa khusus ke dalam trakea,sehingga jalan
nafas bebas hambatan dan nafas mudah dikendalikan.Intubasi trakea bertujuan
untuk
5
:
Mempermudah pemberian anestesi.
Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas.
Mencegah kemungkinan aspirasi lambung.
Mempermudah penghisapan sekret trakheobronkial.
Pemakaian ventilasi yang lama.
Mengatasi obstruksi laring akut
.
8. Terapi Cairan
Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harusmendekati
jumlah dan komposisi cairan yang hilang. Terapi cairanperioperatif bertujuan
untuk
6
:

Memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilangselama operasi.
Mengatasi syok dan kelainan yang ditimbulkan karena terapi yangdiberikan.

Pemberian cairan operasi dibagi :
a. Pra operasi
Dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa,
muntah,penghisapan isi lambung, penumpukan cairan pada ruang ketiga
sepertipada ileus obstriktif, perdarahan, luka bakar dan lain-lain.
Kebutuhancairan untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml / kg BB / jam.
Setiapkenaikan suhu 10 Celcius kebutuhan cairan bertambah 10-15 %.
2


b. Selama operasi
Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi. Kebutuhancairan
pada dewasa untuk operasi :
17

Ringan = 4 ml/kgBB/jam.
Sedang = 6 ml / kgBB/jam
Berat = 8 ml / kgBB/jam.

Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan kurang
dari 10 % EBV maka cukup digantikan dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali
volume darah yang hilang. Apabila perdarahan lebih dari 10 % maka dapat
dipertimbangkan pemberian plasma / koloid / dekstran dengan dosis 1-2 kali
darah yang hilang.

c. Setelah operasi
Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisitcairan
selama operasi ditambah kebutuhan sehari-hari pasien.
2

.
9. Pemulihan
Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasidan anestesi
yang biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau recoveryroom yaitu ruangan
untuk observasi pasien pasca atau anestesi. Ruangpulih sadar merupakan batu
loncatan sebelum pasien dipindahkan kebangsal atau masih memerlukan
perawatan intensif di ICU. Dengandemikian pasien pasca operasi atau anestesi
dapat terhindar darikomplikasi yang disebabkan karena operasi atau pengaruh
anestesinya.
3









18

BAB III
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn.R
Umur : 30 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Sekib RT 06/08 Banjarsari, Surakarta
Diagnosis pre operatif : Appendisitis Akut
Diagnosis post operasi : Appendisitis Akut
Macam Operasi : Appendiktomi
Macam Anestesi : Anestesi umum
Tanggal masuk : 9 Desember 2013
Tanggal operasi : 9 Desember 2013
No. Register : 846490

B. PEMERIKSAAN PRA ANESTESI
1. Anamnesa
a. Keluhan utama : Nyeri perut kanan bawah
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Sekitar 4 hari SMRS penderita mengeluh perut kanan bawah nyeri,yang
disertai muntah setiap habis 1 jam makan, demam (-), lalupenderita berobat dua
kali ke dokter umum dan diberi obat, tapi karenatidak ada perubahan, pasien
dibawa ke RSDM.BAB terakhir kemarin, BAK tidak ada kelainan.
c. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat mondok karena gejala serupa (-)
Riwayat sakit perut serupa (-)
Riwayat alergi makanan / obat (-)
Riwayat asma dan penyakit paru (-)

19

2. Pemeriksaan fisik : 9 Desember 2013
Keadaan Umum : sakit sedang, kompos mentis, gizi cukup
Tensi : 130/ 90 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Suhu Axiler : 36,8 C
Respirasi : 20x/menit
Berat badan : 60 kg
Mata : Konjungtiva anemis ( - ), sklera ikterik ( - )
Hidung : nafas cuping hidung ( - ), sekret ( - )
Mulut : sianosis ( - ), gigi goyah / palsu ( - )
Telinga : sekret ( - ), pendengaran baik
Leher : glandula thiroid ditengah, pembesaran limfonodi( - ), JVP tidak meningkat
Thorax : retraksi (-),
Pulmo I :Pengembangan paru kanan = kiri
P :Fremitus raba kanan = kiri
P :Sonor-Sonor
A :Suara dasar : vesikuler kanan = kiri
Suara tambahan : wheezing (-)
Jantung I :Ictus cordis tidak tampak
P :Ictus cordis tidak kuat angkat
P :Batas jantung kesan tidak melebar
A :Bunyi jantung I-II intensitas normal,Reguler,
bising (-)
Abdomen :
I: Dinding perut = dinding dada, distended (-), darm contur(-), darm steifung (-)
P:Supel, Nyeri tekan (+) pada perut kanan bawah (McBurney Sign
(+)),defans muskuler (-)
P : Timpani (+), NKCV (-)
A : Peristaltik (+) normal

20

Ekstremitas : oedem ( - ), akral dingin (-)
Pemeriksaan Khusus :
Mc Burney sign (+)
Rovsing sign (+)
Rebound Sign (+)
Obturator sign (+)
Psoas sign (-)
Rectal Toucher : TMSA normal, mukosa licin, ampila normal, prostattidak teraba
membesar, nyeti tekan jan 9,11 (+), massa (-), sarung tanganlender darah (-), feses (+)

3. Pemeriksaan laboratorium :
Darah Urin
Hb : 15,6 g/ dl SGPT : 25 u/L Protein : +1
Hct : 46,1 % Na : 143 Glukosa : -
AE : 5,4 . 106 / uL K : 35 PH : 8
AL : 10,0. 103/uL Cl : 104 Mikros : Eritrosit : +4
AT : 284. 103/uL Jenis lekosit : Lekosit (-)
Gol darah : O Netrofil segmen : 77%
CT : 145 Limfosit : 18%
BT : 3,33 Monosit:5%
GDS : 95 mg/dl HBs Ag (-)
Ur : 24 mg/dl
Cr : 1,6 mg/dl
SGOT : 19 u/L

4. Kesimpulan :
Pasien seorang laki-laki, usia 28 tahun, dengan keluhan utama nyeri perut
kanan bawah, dan didiagnosa : appendisitis akut. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan : Vital Sign : tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 84x/menit, respirasi
21

rate 20x/menit, suhu axiller 36,8
o
C, BB 60 kg. Cor dan pulmo dalam batas normal,
abdomen: didapatkan nyeri kanan bawah, Mc Burney Sign (+)
Pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan Hb 15,6 g/dl, Hct 46,1 %,
AL 10.000 uL, AT 284.000 uL, GDS 95 mg/dl, Ureum 24 mg/dl, Kreatinine 1.6
mg/dl, Natrium 143 mmol/L, Kalium 3.5 mmol/L, ion Calsium 104 mmol/L. Akan
dilakukan appendictomi dengan generalanestesi.
Kelainan sistemik : (-), Kegawatan bedah : (+), Status fisik : ASA II E.

C. RENCANA ANESTESI
1. Persiapan operasi
a. Persetujuan operasi tertulis ( + )
b. Periksa tanda vital dan keadaan umum
c. Puasa > 6 jam atau pasang NGT
d. Oksigenasi 2-3 L / menit
e. Cek obat dan alat anestesi
f. Infus RL 30 tpm makro
2. Jenis anestesi : General anestesi
3. Teknik anestesi : Semi closed inhalasi dengan Endotracheal Tubeno7,5
4. Premedikasi : Sulfas Atropin 0,25 mg I.V, Pethidin 50 mg I.V,midazolam 5 mg iv
5. Induksi : Propofol 120 mg I.V
6. Maintenance : N20 : 02= 3 L : 3L, Ethrane 1-2vol %
7. Pelumpuh otot : Succinyl choline 60mg
8. Monitoring : Tanda vital selama operasi tiap 5 menit, kedalaman anestesi, cairan,
dan perdarahan
9. Pengawasan pasca anestesi di ruang pulih sadar.





22

D. TATA LAKSANA ANESTESI
1. Di ruang persiapan
a. Dilakukan pemeriksaan kembali identitas penderita, persetujuan operasi,
lama puasa > 6 jam, lembar konsul anestesi, obat-obatan dan
perlengkapan yang diperlukan.
b. Pemeriksaan tanda tanda vital
T : 130/90 mmHg
Rr : 20 x/menit
N : 86x/menit
S : 36,6
o
C
Infus RL 30 tpm makro
Mengganti pakaian penderita dengan pakaian operasi
2. Di ruang operasi
a. Jam 20.15 penderita ditidurkan di ruang operasi telentang dilakukan
premedikasi pemberian SA 0,25 mg i.v, petidin 30 mg i.v, sertamidazolam 5
mg iv, kemudian manset dipasang pada lengan kiri.
b. Jam 20.20 dilakukan induksi dengan propofol 120 mg i.v, lalu segera kepala
diekstensikan, face mask didekatkan pada hidung dengan O2 5l/menit. Setelah reflek
bulu mata menghilang, dimasukkan Succinylcholin 600 mg iv, tampak
fasikulasi otot. Sesudah tenang dilakukan intubasi dengan orotrakhea no
7,5. Setelah terpasang baik dihubungkan dengan mesin anestesi untuk
mengalirkan N20 : O2 = 3 : 3 l/menit. Untuk maintenance digunakan etrhane 1-
2 vol %. Infus RL sekitar 30 tetes per menit makro.
c. Jam 20.25 anestesi sudah cukup dalam (napas teratur, pupil terfiksasisentral
dan midriasis,ahli bedah dipersilakan memulai operasi, selamaoperasi
dimonitor tanda vital dan Spa O2 tiap 10 menit.
d. Jam 21.10 operasi hampir selesai , N20 dimatikan, ethrane dimatikan02
dinaikkan sekita 5-6 l/mnt.
e. Jam 21.15 operasi selesai.

23

Monitoring Selama Anestesi
Anestesi mulai jam 20.20 wib.
Operasi mulai jam 20.25 wib
Jam Tensi Nadi SaO2 Keterangan
20.15 20.20 124/76 80 100 SA 0,25 mg, petidin 30 mg, midazolam 5
mg, induksi propofol 8 mg, intubasi,
oksigen 5 l/mnt, ethrane 1-2 vol %
20.25 115/62 80 100 Infus RL operasi dimulai dan monitoring
tanda-tanda vital tiap 10 menit
20.35 136/82 80 99
20.45 130/72 74 99
20.55 126/65 83 100
21.05 124/72 77 100
21.15 135/85 80 100
Anestesi selesai jam 21.10
Operasi selesai jam 21.15

3. Di ruang pemulihan
Jam 21.20 : pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dalam keadaan posisi
terlentang kepala diektensikan, diberikan O2 2-3liter/menit, lendir dihisap dan
tanda tanda vital dimonitoring tiap 10 menit.
Jam 21.45 : pasien sadar penuh
Jam 21.50 : pasien dipindahkan dari ruang pemulihan ke bangsal.
Monitoring Pasca Anastesi
Jam Tensi Nadi RR Keterangan
21.25 130/80 80 20 Oksigen 2-3 l /mnt
21.35 130/80 84 20
21.45 130/80 80 20 Penderita sadar penuh
21.50 130/80 80 20 Penderita pindah ke bangsal

24

BAB IV
PEMBAHASAN

Dari hasil kunjungan pra anestesi baik dari anamnesa, pemeriksaan fisik akan
dibahas masalah yang timbul, baik dari segi medis, bedah maupun anestesi.

A. PERMASALAH DARI SEGI MEDIK
Appendisitis yang merupakan proses radang dapat meningkatkan
metabolisme, dimana kebutuhan cairan meningkat yang menyebabkan penderita
mengalami kehilangan banyak cairan sehingga bisa terjadi dehidrasi atau juga
sepsis.

B. PERMASALAHAN DARI SEGI BEDAH
1. Operasi yang jika tidak dilakukan pembedahan, bisa mengancam jiwapasien,
terutama jika terapi obat tidak respon dapat timbul perforasi.
2. Kemungkinan perdarahan durante dan post operasi, sehingga perludipersiapkan
darah.
3. Iatrogenik (resiko kerusakan organ akibat pembedahan)Dalam mengantisipasi
hal tersebut, maka perlu dipersiapkan jenis danteknik anestesi yang aman untuk
operasi yang lama.

C. PERMASALAHAN DARI SEGI ANESTESI
1. Pemeriksaan pra anestesi
Pada penderita ini telah dilakukan persiapan yang cukup, antara lain :
a. Puasa lebih dari 6 jam.
b. Pemeriksaan laboratorium darah
Permasalahan yang ada adalah :
Bagaimana memperbaiki keadaan umum penderita sebelum dilakukan
anestesi dan operasi.

25


Macam dan dosis obat anestesi yang bagaimana yang sesuai dengan keadaan umum
penderita.

Dalam memperbaiki keadaan umum dan mempersiapkan operasi pada penderita
perlu dilakukan :
Pemasangan infus untuk terapi cairan sejak pasien masuk RS.
Puasa paling tidak 6 jam untuk mengosongkan lambung, sehingga bahaya
muntah dan aspirasi dapat dihindarkan.

Jenis anestesi yang dipilih adalah general anestesi karena pada operasi ini
diperlukan hilangnya kesadaran, rasa sakit dan amnesia dengan menggunakan
premedikasi sulfas atropin dan petidin. Teknik anestesinya semi closed inhalasi
dengan pemasangan endotracheal tube, dan perencanaan ini sudah tepat karena bila
dengan face mask bahaya aspirasi dan terganggunya jalan napas lebih besar.
Selama operasi dipasang ET teknik cepat.

1) Premedikasi
a) Untuk mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus serta mencegah adanya
vagal reflek yang ditimbulkan oleh tindakan bedah itu sendiri maka diberikan
sulfas atropin 0,25 mg IV
b) Untuk mengurangi rasa sakit pra bedah dan pasca bedah,mengurangi kebutuhan obat
anestesi dan memudahkan induksi digunakan Petidin 60 mg IV.
c) Pada pasien ini diberikan midazolam 5 mg (dosis 0,07-0,2 mg/kgBB) berfungsi
untuk hipnotik sedative, dan amnesia retrograde.

2) Induksi
a) Digunakan Propofol 120 mg i.v karena memiliki induksi yang cepat, masa pulih
sadar yang cepat, jarang menimbulkan mual dan muntah, tensi juga kondisi
pernapasan yang normal.
26

b) Untuk mengurangi cedera karena pemasangan ET, merelaksasikan otot saluran
napas untuk sementara maka digunakan Suksinsil kholin

3) Maintenance
Dipakai N2O dan O2 dengan perbandingan 3 L : 3 L, serta ethrane 1-2 vol%.

Terapi Cairan
a. Defisit cairan karena puasa 7 jam
2 cc x 60 kg x 7 jam = 840 cc
b. Kebutuhan cairan selama operasi dan karena trauma operasi selama 1 jam :
kebutuhan dasar selama operasi + kebutuhan operasi sedang
= (4cc x 60 kg x 1 jam) + (6 cc x 60 kg x 1 jam)
= 240+ 360 cc = 600 cc
c. Perdarahan yang terjadi = 150 cc
EBV = 80 cc x 60 kg = 4800 cc
Jadi kehilangan darah = 150/4800 x 100% = 3 %
Diganti dengan cairan kristaloid 3 x 150 = 450 cc
d. Kebutuhan cairan total = 840+ 600 + 450= 1890 cc
e. Cairan yang sudah diberikan :
1) Pra anestesi = 500 cc
2)Saat operasi = 800 cc
Total cairan yang masuk = 1500 cc
Jadi kurang cairan sebesar 490 cc, maka penambahan cairan masih diperlukan
saat pasien di bangsal ditambah kebutuhan cairan perhari selama 24 jam.






27

BAB V
KESIMPULAN

Pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi yang
melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang teliti memungkinkan kita mengetahui kondisi
pasien dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga dapat
mengantisipasinya.
Pada makalah ini disajikan kasus penatalaksanaan anestesi umum pada
operasicito appendictomy pada pasien laki-laki, umur 28 tahun, status fisik ASA II
E.Dengan diagnosis appendicitis akut dengan menggunakan teknik anestesi
semiclosed dengan ET no.7,5, respirasi spontan.
Untuk mencapai hasil maksimal dari anestesi seharusnya permasalahanyang ada
diantisipasi terlebih dahulu sehingga kemungkinan timbulnyakomplikasi anestesi
dapat ditekan seminimal mungkin.
Dalam kasus ini selama operasi berlangsung, tidak ada hambatan yangberarti
baik dari segi anestesi maupun dari tindakan operasinya. Selama di ruangpemulihan
juga tidak terjadi hal yang memerlukan penanganan serius.
Secara umum pelaksanaan operasi dan penanganan anestesi
berlangsungdengan baik meskipun ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian.











28

DAFTAR PUSTAKA

1. Muhardi, M, dkk. (1989). Anestesiologi, bagian Anastesiologi dan TerapiIntensif,
FKUI, CV Infomedia, Jakarta.
2. Tony H., (1998). Anestesi umum dalam Farmakologi dan Terapi, edisi IV. Balai
Penerbit FKUI, Jakarta.
3. Boulton T.H., Blogg C.E., (1994). Anesthesiology, cetakan I. EGC,Jakarta.
4. Morgan G.E., Mikhail M.S., (1992). Clinical Anesthesiology. 1
st
ed. A large
medical Book
5. Wim de Jong, (1996) Buku Ajar lmu Bedah Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
6. Wirjoatmojo, K, (2000). Anestesiologi dan Reanimasi Modul Dasar
Untuk Pendidikan S1 Kedokteran, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional.
7. Dobson Michael B, (1994). Penuntun Praktis Anestesi, cetakan I, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.

Vous aimerez peut-être aussi