Vous êtes sur la page 1sur 30

1

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Salah satu gangguan jiwa yang merupakan permasalahan kesehatan di seluruh
dunia adalah skizofrenia. Para pakar kesehatan jiwa menyatakan bahwa semakin
modern dan industrial suatu masyarakat, semakin besar pula stressor psikososialnya,
yang pada gilirannya menyebabkan orang jatuh sakit karena tidak mampu
mengatasinya. Salah satu penyakit itu adalah gangguan jiwa skizofrenia.
1
Skizofrenia adalah satu istilah untuk beberapa gangguan yang ditandai
dengan kekacauan kepribadian, distorsi terhadap realitas, ketidakmampuan untuk
berfungsi dalam kehidupan sehari-hari. Perasaan dikendalikan oleh kekuatan dari
luar dirinya, waham/delusi dan gangguan persepsi.
1,2,3
Gejala skizofrenia biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa
muda. Prevalensi skizofrenia pada laki-laki dan perempuan adalah adalah sama,
tetapi menunjukkan perbedaan dalam onset dan perjalanan penyakit. Laki-laki
mempunyai onset skizofrenia lebih awal dari pada perempuan. Usia puncak onset
pada laki-laki adalah 15-25 tahun dan pada perempuan 25-35 tahun. Pada
umumnya hasil akhir untuk pasien skizofrenia, lebih baik pada perempuan
dibandingkan dengan laki-laki.
1
Selain itu, diagnosis skizofrenia lebih banyak ditemukan di kalangan sosial
ekonomi rendah. Beberapa pola interaksi keluarga dan faktor genetik diduga
merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya skizofrenia. Gangguan yang
muncul dapat terjadi secara lambat atau datang secara tiba-tiba pada penderita
yang cenderung suka menyendiri yang mengalami stress. Kondisi penderita sering
terlambat disadari keluarga dan lingkungannya karena dianggap sebagai bagian
dari tahap penyesuaian diri.
2,3
Salah satu pembagian skizofrenia adalah skizofrenia hebefrenik.
Skizofrenia hebefrenik disebut juga disorganized type atau kacau balau yang
ditandai dengan inkoherensi, afek datar, perilaku dan tertawa kekanak-kanakan,
yang terpecah-pecah, dan perilaku aneh seperti menyeringai sendiri, menunjukkan
2

gerakan-gerakan aneh, mengucap berulang-ulang dan kecenderungan untuk
menarik diri secara ekstrim dari hubungan sosial.
1,3

1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penulisan referat tentang Skizofrenia
hebefrenik ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Skizofrenia hebefrenik?
2. Bagaimana epidemiologi Skizofrenia hebefrenik?
3. Apa saja faktor risiko dan etiologi dari Skizofrenia hebefrenik?
4. Bagaimana patogenesis dan patofisiologi dari Skizofrenia hebefrenik?
5. Bagaimana gambaran klinis (tanda dan gejala) dari Skizofrenia
hebefrenik?
6. Bagaimana gambaran hasil pemeriksaan status mental pada pasien dengan
Skizofrenia hebefrenik?
7. Bagaimana kriteria diagnosis dari Skizofrenia hebefrenik?
8. Bagaimana penatalaksanaan yang diberikan pada pasien dengan
Skizofrenia hebefrenik?
9. Bagiamana prognosis dari pasien dengan Skizofrenia hebefrenik?

1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum penulisan referat ini adalah untuk meningkatkan
pemahaman kasus tentang Skizofrenia hebefrenik sesuai dengan kompetensi yang
harus dicapai.

1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penulisan referat tentang Skizofrenia hebefrenik ini
adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui Definisi, penyebab dan faktor risiko timbulnya Skizofrenia
hebefrenik.
2. Mengetahui patogenesis dan patofisiologi timbulnya Skizofrenia
hebefrenik.
3

3. Mengetahui tanda dan gejala, serta penegakkan diagnosis Skizofrenia
hebefrenik.
4. Mengetahui pengelolaan dan prognosis dari Skizofrenia hebefrenik.

1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan referat ini adalah untuk dapat menambah
wawasan dan pemahaman tentang Skizofrenia hebefrenik serta dapat dijadikan
sumber informasi bagi pembaca.

























4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi
Skizofrenia adalah satu istilah untuk beberapa gangguan yang ditandai
dengan kekacauan kepribadian, distorsi terhadap realitas, ketidakmampuan untuk
berfungsi dalam kehidupan sehari-hari, perasaan dikendalikan oleh kekuatan dari
luar dirinya, waham/delusi, gangguan persepsi. Sedangkan Skizofrenia hebefrenik
adalah suatu bentuk skizofrenia dengan perubahan afektif yang tampak jelas dan
secara umum juga dijumpai waham dan halusinasi yang bersifat mengambang
serta terputus-putus (fragmentary), perilaku yang tidak bertanggung jawab dan
tidak dapat diramalkan, serta umumnya maneurisme.
1,4
Skizofrenia hebefrenik merupakan suatu bentuk skizofrenia dengan
perubahan prilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, ada
kecenderungan untuk selalu menyendiri, dan prilaku menunjukkan hampa prilaku
dan hampa perasaan, senang menyendiri, dan ungkapan kata yang diulang-ulang,
proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu serta adanya
penurunan perawatan diri pada individu.
1,4

2.2 Epidemiologi dan Faktor Risiko
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Hampir 1 %
penduduk di dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. Berdasarkan data
terakhir yang disampaikan pada konferensi tahunan The American Psychiatric
Association (APA) di Miami, Florida, Amerika Serikat pada Mei 1995,
disebutkan bahwa angka penderita skizofrenia cukup tinggi (Lifetime Prevalence
Rates) mencapai 1/100 penduduk. Selanjutnya dikemukakan bahwa setiap tahun
terdapat 300.000 penderita skizofrenia mengalami episode akut dan setiap
tahunnya 35 % penderita skizofrenia mengalami kekambuhan.
1,3
Di Amerika Serikat prevalensi skizofrenia seumur hidup dilaporkan secara
bervariasi terentang dari 1 sampai 1,5%; konsistensi dengan rentang tersebut,
penelitian Epidemiologi Catchment Area (ECA) yang disponsori oleh National
5

Institute of Mental Health (NIMH) melaporkan prevalensi seumur hidup sebesar
1,3%.
2
Gejala skizofrenia biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa
muda. Prevalensi skizofrenia pada laki-laki dan perempuan adalah adalah sama,
tetapi menunjukkan perbedaan dalam onset dan perjalanan penyakit. Laki-laki
mempunyai onset skizofrenia lebih awal dari pada perempan. Usia puncak onset
pada laki-laki adalah 15-25 tahun dan pada perempuan 25-35 tahun. Pada
umumnya hasil akhir untuk pasien skizofrenia, lebih baik pada perempuan
dibandingkan dengan laki-laki.
1

2.3 Etiologi
4,5
1. Model Diatesis-stress
Menurut model diathesis-stress, seseorang mungkin memiliki kerentanan
spesifik (diathesis) yang bila diaktifkan oleh pengaruh yang penuh tekanan,
memungkinkan timbulnya gejala skizofrenia. Biasanya yang paling umum,
diathesis atau stress dapat berupa stress biologis, lingkungan atau keduanya.

2. Faktor Neurobiologis
a. Integrasi teori biologis
Daerah otak utama yang terlibat dalam skizofrenia adalah struktur
limbik, lobus frontalis, dan ganglia basalis. Thalamus dan batang otak
juga terlibat karena peranan thalamus sebagai mekanisme pengintegrasi
dan batang otak serta otak tengah merupakan lokasi utama bagi neuron
aminergik ascenden.
b. Hipotesis dopamin
Skizofrenia disebabkan karena terlalu banyak aktivitas dopaminergik
dan tidak memperinci apakah hiperaktivitas dopaminergik adalah karena
terlalu banyaknya pelepasan dopamin, terlalu banyaknya reseptor
dopamine atau kombinasi mekanisme tersebut. Neuron dopaminergik
didalam jalur tersebut berjalan dari badan selnya di otak tengah
keneuron dopaminoseptif di sistem limbik dan korteks serebral.

Peranan
penting bagi dopamin dalam patofisiologi skizofrenia adalah penelitian
6

yang mengukur konsentrasi plasma metabolit dopamin utama, yaitu
homovanillic acid pada plasma yang meningkat.
c. Neurotransmitter lainnya
1) Serotonin
Aktivitas serotonin telah berperan dalam perilaku bunuh diri dan
impulsive yang juga dapat ditemukan pada pasien skizofrenik.
2) Norepinefrin
Sistem noradrenergik memodulasi system dopaminergik dengan
cara tertentu sehingga kelainan system noradrenergic predisposisi
pasien untuk relaps.
3) Asam amino
Neurotransmitter asam amino inhibitor gamma-aminobutiric acid
(GABA) mengalami penurunan di hipokampus yang menyebabkan
hiperaktivitas neuron dopaminergik dan noradrenergik
d. Neuropatologi
1) Sistem limbik
Sistem limbik karena peranannya dalam mengendalikan emosi.
Pada penelitian ditemukan penurunan ukuran daerah termasuk
amigdala, hipokampus, dan gyrus parahipokampus.
2) Ganglia basalis
Karena ganglia basalis terlibat dalam mengendalikan pergerakan,
dengan demikian patologi pada ganglia basalis dilibatkan dalam
patologi skizofrenia.
e. Psikoneuroendokrinologi
Beberapa data menunjukan data penurunan konsentrasi luteinzing
hormone-foliccle stimulating hormone (LH/FSH), kemungkinan
dihubungkan dengan onset usia dan lamanya penyakit.

3. Faktor Genetika
Penelitian menunjukkan bahwa seseorang yang menderita skizofrenia jika
anggota keluarga lainnya juga menderita skizofrenia dan kemungkinan
penderita skizofrenia berhubungan dekat dengan saudara tsb (contoh: sanak
7

saudara derajat pertama atau derajat kedua). Petanda kromosom terletak pada
lengan panjang kromosom 5, 11, dan 18; lengan pendek kromosom 15 dan
kromosom X adalah yang paling sering dilaporkan.
a) Populasi umum 1%
b) Saudara Kandung 8%-10%
c) Anak dengan salah satu orang tua skizofrenia 12%-15%
d) Kembar 2 telur (dizigot) 12%-15%
e) Anak dengan kedua orang tua skizofrenia 35%-40%
f) Kembar monozigot 47%-50%

4. Faktor Psikososial
Klinisi harus mempertimbangkan factor psikologis yang mempengaruhi
skizofrenia
a. Teori tentang pasien individual
1) Teori psikoanalitis
Sigmund Freud mendalilkan bahwa skizofrenia disebabkan oleh
fiksasi dalam perkembangan yang terjadi lebih awal dari yang
menyebabkan perkembangan neurosis. Freud juga mendalilkan
bahwa adanya defek ego juga berperan pada skizofrenia.
2) Teori psikodinamika
Pandangan psikodinamika cenderung menganggap hipersensitivitas
terhadap stimulus persepsi yang didasarkan secara konstitusional
sebagai suatu defisit.
3) Teori belajar
Anak-anak yang menderita skizofrenia mempelajari reaksi dan cara
berfikir yang irasional dengan meniru orang tuanya yang mungkin
memiliki masalah emosionalnya sendiri yang bermakna.
b. Teori tentang keluarga
Perilaku keluarga yang patologis bermakna meningkatkan stress
emosional yang harus dihadapi pasien skizofrenik yang rentan.


8

2.4 Patogenesis dan Patofisiologi
5,6
Pada pasien skizofrenia dengan gejala negatif yaitu berkurangnya motivasi
dan emosi terdapat penurunan aliran darah dan ambilan glukosa, terutama di
korteks prefrontalis, dan penurunan jumlah neuron (jumlah substansia gricea).
Selain itu migrasi neuron abnormal selama perkembangan otak secara
patofisiologis sangat bermakna.


Atrofi penonjolan dendrit dari sel pyramidal telah ditemukan di korteks
prefrontalis dan girus singulata. Penonjolan dendrit mengandung sinaps
glutamatergik; sehingga transmisi glutamanergiknya terganggu. Selain itu, pada
area yang terkena, pembentukan GABA dan/atau jumlah neuron GABAergik
tampaknya berkurang sehingga penghambatan sel pyramidal menjadi berkurang.


Makna patofisiologis dikaitkan dengan dopamine; avaibilitas dopamin atau
agonis dopamin yang berlebihan dapat menimbulkan gejala skizofrenia, dan
penghambat reseptor dopamin D
1
dan D
2
dapat digunakan sebagai tatalaksana
skizofrenia. Penurunan reseptor D
2
yang ditemukan di korteks prefrontalis dan
penurunan reseptor D
1
dan D
2
berkaitan dengan gejala negatif skizofrenia, seperti
berkurangnya emosi. Penurunan reseptor dopamin mungkin terjadi akibat
pelepasan dopamin yang meningkat dan hal ini tidak memiliki efek patogenetik.

Pelepasan dan kerja dopamin ditingkatkan oleh beberapa zat yang meningkatkan
perkembangan skizofrenia. Dopamin berperan sebagai transmitter melalui
beberapa jalur:
1. Jalur dopaminergik ke sistem limbik (mesolimbik).
2. Ke korteks (mesokorteks) mungkin penting dalam perkembangan
skizofrenia.
3. Pada sistem tubuloinfundibular, dopamine mengatur pelepasan hormon
hipofisis (terutama penghambatan pelepasan prolaktin)
4. Dopamin mengatur aktivitas motorik pada sistem nigrostriatum.

Serotonin mungkin juga berperan dalam menimbulkan gejala skizofrenia.
Kerja serotonin yang berlebihan dapat menyababkan halusinasi dan banyak obat
antipsikotik akan manghambat reseptor 5-HT
2A
.

9



2.5 Gambaran Klinis
1,4,7
Perjalanan penyakit skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase
prodormal, fase aktif dan fase residual.
Fase prodrormal biasanya timbul gejala-gejala non spesifik yang lamanya
bisa minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik jelas.
Gejala tersebut meliputi: hendaya fungsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi
penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan diri. Perubahan ini akan
mengganggu individu serta membuat resah keluarga dan teman, mereka akan
mengatakan orang ini tidak seperti yang dulu. Semakin lama fase prodormal
semakin buruk prognosisnya.
10

Fase aktif gejala positif/psikotik menjadi jelass seperti tingkah laku
katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek. Hampir semua
individu datang berobat pada fase ini, bila tidak mendapatkan pengobatan, gejala-
gejala tersebut dapat hilang spontan suatu saat mengalami eksaserbasi atau terus
bertahan.
Fase aktif akan diikuti oleh fase residual dimana gejalanya sama dengan
fase prodormal tetapi gejala positif/psikotiknya sudah berkurang. Di samping
gejala-gejala yang terjadi pada ketiga fase diatas, penderita skizofrenia juga
mengalami gangguan kognitif berupa gangguan berbicara spontan, mengurutkan
peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi, konsentrasi hubungan sosial).
Menurut Bleuler, ada 2 kelompok gejala-gejala skizofrenia, yaitu:
1. Gejala primer, yang meliputi:
a. Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah dan isi pikiran). Pada
skizofrenia inti, gangguan memang terdapat pada proses pikiran
b. Gangguan afek dan emosi. Gangguan ini pada skizofrenia berupa:
1) Parathimi, yaitu apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang
dan gembira, pada penderita malah menimbulkan rasa sedih
atau marah.
2) Paramimi, yaitu penderita merasa senang tetapi menangis.
c. Gangguan kemauan, yaitu gangguan dimana banyak penderita
skizofrenia memiliki kelemahan kemauan. Mereka tidak dapat
mengambil keputusan dan tidak dapat bertindak dalam sebuah situasi
menekan. Gangguan kemauan yang timbul antara lain:
1) Negativism, yaitu sikap atau perbuatan negative atau
berlawanan terhadap suatu permintaan
2) Ambivalensi, yaitu sikap atau perbuatan yang negatif atau
berlawanan pada waktu yang bersamaan
3) Otomatisme, yaitu penderitaan merasa kemauannya
dipengaruhi oleh orang lain atau oleh tenaga dari luar, sehingga
dia melakukannya secara otomatis.
d. Gejala psikomotor, disebut juga dengan gejala katatonik. Sebetulnya
gejala katatonik sering mencerminkan gangguan kemauan. Bila
11

gangguan hanya ringan saja, maka dapat dilihat gerakan-gerakan yang
kurang luwes atau agak kaku.
2. Gejala sekunder, yang meliputi:
a. Waham
b. Halusinasi.

Gejala lain yang diungkap adalah:
1. Gejala-Gejala Positif, yaitu penambahan fungsi dari batas normal,
meliputi:
a. Delusi.
b. Halusinasi
2. Gejala-Gejala Negatif, yaitu pengurangan fungsi dari batas normal,
meliputi:
a. Avolisi
b. Alogia
c. Anhedonia
d. Afek Datar
3. Gejala Disorganisasi, yaitu ketidakharmonisan fungsi, meliputi:
a. Disorganisasi dalam pembicaraan (Disorganized Speech)
b. Afek yang tidak pas (inappropriate Affect) dan perilaku yang
disorganisasi

Pada skizofrenia hebefrenik dapat terlihat tanda dan gejala yang khas
antara lain:
1. Inkoherensi yaitu jalan pikiran yang kacau, tidak dapat dimengerti apa
maksudnya. Hal ini dapat dilihat dari kata-kata yang diucapkan tidak ada
hubungannya satu dengan yang lainnya.
2. Alam perasaan yang datar tanpa ekspresi serta tidak serasi atau ketolol-tololan
3. Perilaku dan tertawa kekanak-kanakan, senyum yang menunjukkan rasa puas
diri atau senyum yang hanya dihayati sendiri.
4. Waham yang tidak jelas dan tidak sistematik tidak terorganisasi sebagai satu
kesatuan
12

5. Halusinasi yang terpecah-pecah yang isi temanya tidak terorganisasi sebagai
satu kesatuan.
6. Gangguan proses pikir
7. Perilaku aneh, misalnya menyeringai sendiri, menunjukkan gerakan-gerakan
aneh, berkelakar, pengucapan kalimat yang diulang-ulang dan cenderung
untuk menarik diri secara ekstrim dari hubungan sosial.
Gejala-gejala pencetus respon biologis:
a. Kesehatan: nutrisi kurang, kurang tidur, ketidakseimbangan irama sirkadian,
kelelahan, infeksi, obat-obatan sistem saraf pusat, kurangnya latihan dan
hambatan untuk menjangkau layanan kesehatan
b. Lingkungan: lingkungan yang memusuhi, masalah rumah tangga, kehilangan
kebebasan hidup, perubahan kebiasaan hidup, pola aktivitas sehari-hari,
kesukaran berhubungan dengan orang lain, isoslasi sosial, kurangnya
dukungan sosial, tekanan kerja, stigmatisasi, kemiskinan, kurangnya alat
transportasi dan ketidakmampuan mendapatkan pekerjaan.
c. Sikap/perilaku: merasa tidak mampu, putus asa, merasa gagal, kehilanangan
kendali diri (demoralisasi), merasa punya kekuatan berlebihan dengan gejala
tersebut, mersa malang, bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia
maupun kebudayaan, rendahnya kemampuan sosialisasi, perilaku agresif,
perilaku kekerasan, ketidakadekuatan pengobatan dan penanganan gejala.

2.6 Psikofisiologi
2,7
1. Tahapan halusinasi dan delusi yang biasa menyertai gangguan jiwa.
a. Tahap comforting
Timbul kecemasan ringan disertai gejala kesepian, perasaan berdosa, klien
biasanya mengkompensasikan stresornya dengan koping imajinasi
sehingga merasa senang dan terhindar dari ancaman.
b. Tahap condemning
Timbul kecemasan moderat, cemas biasanya makin meninggi, selanjutnya
penderita merasa mendengarkan sesuatu, merasa takut apabila orang lain
ikut mendengarkan apa yang dia rasakan sehingga timbul perilaku menarik
diri.
13

c. Tahap controlling
Timbul kecemasan berat, penderita berusaha memerangi suara yang timbul
tetapi suara tersebut terus menerus mengikuti, sehingga menyebabkan
penderita susah berhubungan dengan orang lain. Apabila suara tersebut
hilang penderita akan merasa sangat sedih atau kesepian.
d. Tahap concuering
Pasien merasa panik, suara tau ide mengancam apabila tidak diikuti
perilaku penderita dapat mengancam apabila tidak diikuti perilakunya
dapat bersifat merusak atau timbul perilaku suicide.
2. Waham
Kelompok ini ditandai secara khas oleh berkembangnya waham yang
umumnya menetap dan kadang-kadang bertahan seumur hidup. Waham dapat
berupa waham kejar, hipokondrik, kebesaran, cemburu, tubuhnya dibentuk
secara abnormal, merasa dirinya bau dan homoseks.

2.7 Hasil Pemeriksaan Status Mental
1,4
1. Penampilan dan Aktivitas Psikomotor
Penampilan kusut dan acak-acakan, pasien-pasien biasanya banyak bicara dan
banyak bertingkah. Gangguan Psikomotor yang dapat ditemukan seperti
perilaku dan aktivitas yang tak bertanggung jawab, tak dapat diramalkan dan
tanpa tujuan, mannerisme, dan ada kecenderungan untuk selalu menyendiri.
Pasien dapat menunjukkan perilaku dan tertawa kekanak-kanakan, sering
disertai cekikikan, tertawa menyeringai, senyum yang menunjukkan rasa puas
diri atau senyum yang hanya dihayati sendiri, mengibuli secara bersenda
gurau dan ungkapan kata yang diulang-ulang.
Selain itu juga terdapat aktivitas psikomotorik yang abnormal, tidak bertujuan
seperti berlari-lari jalan mondar-mondir, menggoyang-goyangkan badannya,
memukul-mukul tanpa sebab, atau imobilitas yang apatis. Hal ini umumnya
disebabkan adanya halusinasi, kecemasan yang meningkat, kebingungan, atau
adanya dorongan yang tidak dapat dikontrol.
2. Mood dan Afek
14

Respon emosional yang tidak sesuai, alam perasaan yang datar tanpa
ekspresi, maupun afek pasien yang datar atau tumpul.
3. Gangguan Persepsi
Dapat ditemukan halusinasi yang terpecah-pecah yang isi temanya tidak
terorganisasi sebagai satu kesatuan dan adanya depersionalisasi atau double
personality.
4. Proses Berpikir
Proses pikir mengalami disorganisasi digambarkan dengan pembicaraan yang
tak menentu serta inkoheren, banyak bicara yang tak bisa dimengerti,
berteriak-teriak tanpa sebab. Isi pembicaraan sedikit, tersamar, abstrak atau
sangat konkret. Pada respon non verbal didapatkan Pandangan mata terkesan
kosong, tidak ada kontak mata dan tersenyum-senyum, tertawa kecil tanpa
adanya rangsang, atau ekspresi wajah sedih.
Pada isi pikir, dapat ditemukan waham yang tidak jelas dan tidak
terorganisasi sebagai suatu kesatuan, preokupasi yang dangkal dan bersifat
dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lain serta adanya
fantasi-fantasi. Adanya preokupasi, yaitu pikiran terpaku pada sebuah ide
biasanya berkaitan dengan keadaan emosional yang kuat, misalnya
preokupasi dengan anaknya, suami yang sudah meninggal. Pasien dapat
merasakan kekhawatiran yang berlebihan tentang kesehatan fisiknya. Untuk
gangguan pada bentuk dan arus pikir yang sering ditemukan adalah
kelonggaran asosiasi, dimana ide-ide berpindah dari satu subjek ke subjek
lain yang sama selalu tidak ada hubungan atau hubungannya tidak tepat, dan
hal lain tidak disadarinya. Apalagi pelonggaran asosiasi ini terlalu berat dapat
terjadi inkoherensi, percakapan yang tidak dapat dimengerti. Dapat pula
terjadi miskinnya isi pembicaraan dimana isi pembicaraannya masih cukup
tetapi isinya sedikit karena samar, abstrak, atau sangat konkret, berulang-
ulang (stereotipik). Hambat pikir (blocking) dapat pula terjadi, yaitu jalan
pikiran tiba-tiba berhenti di tengah sebuah kalimat. Klien tidak dapat
menerangkan mengapa ia berhenti. Gangguan lain berupa irelevansi, isi
pikiran atau ucapan yang tidak ada hubungannya dengan pertanyaan, atau
dengan hal yang sedang dibicarakan.
15

5. Fungsi Intelektual
Orientasi dan memori biasanya tidak mengalami gangguan. Hal ini dapat
dibedakan dengan gangguan mental organik. Pada skizofrenia berat, dapat
terjadi gangguan pada pikiran abstrak.
6. Insight (tilikan)
Tingkat tilikan terhadap kondisi dirinya dan kebutuhannya. Pasien merasa
dirinya tidak sakit atau bahkan merasa dirinya sakit parah. Pasien dapat
menyadari atau tidak menyadari akan faktorfaktor yang mempengaruhi
tingkah lakunya.

2.8 Penegakkan Diagnosis
Adapun penegakkan diagnosis skizofrenia hebefrenik menurut Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III adalah sebagai
berikut:
4
1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia berdasarkan PPDGJ III:
a. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan
biasanya dua gejalaatau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau
kurang jelas):
thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan,
walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda ; atau
thought insertion or withdrawal = isi yang asing dan luar
masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari luardirinya (withdrawal); dan
thought broadcasting= isi pikirannya tersiar keluar sehingga
orang lain atau umum mengetahuinya;
delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
delusion of passivitiy = waham tentang dirinya tidak berdaya
dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya =
secara jelas merujukke pergerakan tubuh/ anggota gerak atau ke
pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus);
16

delusional perception = pengalaman indrawi yang tidak wajar,
yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasnya bersifat mistik
atau mukjizat;
Halusinasi auditorik:
Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus
terhadap perilaku pasien, atau
Mendiskusikan perihal pasien pasien di antara mereka sendiri
(di antara berbagai suara yang berbicara), atau
Jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu bagian
tubuh.
Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya
setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil,
misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau
kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya
mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan
mahkluk asing dan dunia lain)
b. Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada
secara jelas:
Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila
disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang
setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun
disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap,
atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau
berbulan-bulan terus menerus;
Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang
tidak relevan, atau neologisme;
Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement),
posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea,
negativisme, mutisme, dan stupor;
Gejala-gejala negative, seperti sikap sangat apatis, bicara yang
jarang, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar,
17

biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial
dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua
hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi oleh depresi atau
medikasi neuroleptika;
c. Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama
kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase
nonpsikotik (prodromal)
d. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi
(personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup
tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-
absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.
2. Diagnosis hebefrenik untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia
remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).
3. Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas: pemalu dan senang
menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan
diagnosis. Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya
diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya,
untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar
bertahan. Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat
diramalkan, serta mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu
menyendiri (solitary), dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa
perasaan.
4. Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering
disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied),
senyum sendiri (self-absorbed smiling), atau oleh sikap tinggi hati
(loftymanner), tertawa menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli
secara bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata
yang diulang-ulang (reiterated phrases).
5. Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu
(rambling) serta inkoheren. Gangguan afektif dan dorongan kehendak,
serta gangguan proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham
18

mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting and fragmentary
delusions and hallucinations).
6. Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang
serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan
ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of
purpose).
7. Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap
agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersulit orang
memahami jalan pikiran pasien. Menurut DSM-IV skizofrenia disebut
sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi.

Adapun menurut diagnostic and statistical manual of mental disorder IV-
TR, penegakkan diagnosisnya adalah:
1
1. Gejala karakteristik: dua (atau lebih) poin berikut, masing-masing terjadi
dalam porsi waktu yang signifikan selama periode 1 bulan (atau kurang jika
berhasil diobati):
a. waham.
b. halusinasi.
c. pembicaraan yang janggal (contoh. Sering melantur atau inkoherensia).
d. perilaku yang sangat kacau atau katatonik
e. adanya gejala negatif, yaitu afektif mendatar, alogia atau kehilangan
minat.
Catatan: Hanya dibutuhkan satu gejala dari kriteria A jika waham-nya bizar
atau halusinasinya terdiri atas suara yang terus-menerus memberi komentar
terhadap tingkah laku atau pikiran pasien, atau dua (atau lebih) suara-suara
yang saling bercakap-cakap.
2. Disfungsi sosial atau okupasional: selama suatu porsi waktu yang signifikan
sejak awitan gangguan, terdapat satu atau lebih area fungsi utama, seperti
pekerjaan, hubungan interpersonal, atau perawatan diri, yang berada jauh
dibawah tingkatan yang telah dicapai sebelum awitan (atau apabila
awitan terjadi pada masa anak-anak atau remaja, kegagalan pencapaian tingkat
interpersonal, akademik atau okupasional yang diharapkan)
19

3. Durasi: tanda kontinu gangguan berlansung selama setidaknya 6 bulan.
Periode 6 bulan ini harus mencakup 1 bulan gejala (atau kurang bila telah
berhasil diobati) yang memenuhi kriteria A (yaitu gejala fase aktif) dan dapat
mencakup periode gejala prodromal atau residual. Selama periode gejala
prodromal atau residual ini, tanda gangguan dapat bermanifestasi sebagai
gejala negatif saja atau dua atau lebih gejala dalam kriteria A yang muncul
dalam bentuk yang lebih lemah (seperti kepercayaan-kepercayaan aneh,
pengalaman perseptual yang tidak lazim).
4. Eksklusi gangguan mood dan skizofektif: Gangguan skizoafektif dan mood
dengan ciri psikotik telah disingkirkan baik karena: (1) tidak ada episode
depresi, mania atau campuran mayor yang terjadi bersamaan dengan gejala-
gelala fase aktif, maupun (2) jika episode mood terjadi selama gejala fase
aktif, durasi totalnya relatif singkat dibanding durasi fase aktif dan residual.
5. Eksklusi kondisi medis dan zat: Gangguan tersebut tidak disebabkan oleh efek
fisiologis langsung dari suatu zat (seperti obat-obatan yang disalah gunakan,
obat medis) atau oleh suatu kondisi medis umum.
6. Hubungan dengan suatu gangguan perkembangan pervasif: Jika terdapat
riwayat gangguan autistik atau gangguan perkembangan pervasif lainnya,
diagnosa tambahan skizofernia hanya dibuat bila waham atau halusinasi yang
menonjol juga terdapat selama setidaknya satu bulan (atau kurang jika telah
berhasil diterapi).
1


Untuk skizofrenia tipe hebefrenik (disorganized) menurut DSM-IV-TR
harus memenuhi kriteria berikut:
1
1. Semua hal di bawah ini prominen:
a. Bicara kacau
b. Perilaku kacau
c. Afek datar atau tidak sesuai
2. Tidak memenuhi kriteria tipe katatonik

Klasifikasi perjalanan penyakit longitudinal (dapat diterapkan hanya
setelah sekurangnya 1 tahun berlalu sejak awitan awal gejala fase aktif):
20

1) Episodik dengan gejala-gejala residual anterepisode (episode didefinisikan
sebagai kemunculan kembali gejala psikotik prominen) juga rinci apakah
dengan gejala negatif yang prominen.
2) Episodik tanpa gejala-gejala residual antarepisode.
3) Berkelanjutan (gejala-gejala psikosis prominen terdapat selama seluruh
periode pengamatan) juga rinci apakah dengan gejala negatif yang prominen.
4) Episode tunggal dengan remisi parsial; juga rinci apakah disertai gejala
negatif yang prominen.
5) Episode tunggal dengan remisi sempurna
6) Pola lainnya atau yang tidak terdefinisikan

2.9 Penatalaksanaan
8,9
1. Terapi Somatik (Medikamentosa)
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut
antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan
perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia Terdapat 2 kategori obat
antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu: antipsikotik konvensional dan newer
atypical antipsycotics.
a. Antipsikotik Konvensional
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik
konvensional. Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering
menimbulkan efek samping yang serius. Contoh obat antipsikotik
konvensional antara lain:
1). Haldol (haloperidol) 5). Stelazine (trifluoperazine)
2). Mellaril (thioridazine) 6). Thorazine (chlorpromazine)
3). Navane (thiothixene) 7). Trilafon (perphenazine)
4). Prolixin (fluphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik
konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer
atypical antipsycotic.
Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotik konvensional). Pertama,
pada pasien yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat
21

menggunakan antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang berarti.
Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian
antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan
minum pil secara reguler. Prolixin dan Haldol injeksi dapat diberikan
dalam jangka waktu yang lama (long acting) dengan interval 2-4 minggu
(disebut juga depot formulations). Dengan depot formulation, obat dapat
disimpan terlebih dahulu didalam tubuh lalu dilepaskan secara perlahan-
lahan.
b. Newer Atypcal Antipsycotic
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip
kerjanya tidak spesifik bekerja pada reseptor Dopamin dan juga bekerja
pada neurotransmitter lain, serta sedikit menimbulkan efek samping bila
dibandingkan dengan antipsikotik konvensional. Beberapa contoh newer
atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain:
1) Risperdal (risperidone)
2) Seroquel (quetiapine)
3) Zyprexa (olanzopine)
Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani
pasien-pasien dengan Skizofrenia.

c. Clozaril
Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik
atipikal yang pertama. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek
samping yang jarang tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus yang
jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah seldarah putih yang
berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat
Clozaril harus memeriksakan kadar sel darah putihnya tiap bulan. Para
ahli merekomendasikan penggunaan Clozaril bilapaling sedikit 2 dari
obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.



22

Cara Penggunaan
a. Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer
(efek klinis) yang sama pada dosis ekuivalen, perbedaan terutama pada
efek samping sekunder.
b. Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis
yang dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan
dengan dosis ekuivalen.
c. Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis
dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai,
dapatdiganti dengan obat psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang
tidak sama), dengan dosis ekivalennya dimana profil efek samping
belum tentu sama.
d. Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya
jenisobat antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir
dengan baik efek sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian
sekarang
e. Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
1) Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
2) Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam
3) Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)
4) Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek
samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak
begitu mengganggu kualitas hidup pasien.

Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama
Newer atypical antipsychotic merupakan terapi pilihan untuk penderita
Skizofrenia episode pertama karena efek samping yang ditimbulkan minimal
dan resiko untuk terkena tardive dyskinesia lebih rendah. Biasanya obat
antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat untuk mulai bekerja.
Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan diganti dengan obat
lain, para ahli biasanya akan mencoba memberikan obat selama 6 minggu (2
kali lebih lama pada Clozaril).
23

Pemilihan Obat untuk Keadaan Relaps (Kambuh)
`Biasanya timbul bila penderita berhenti minum obat, untuk itu, sangat
penting untuk mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat.
Terkadang penderita berhenti minum obat karena efek samping yang
ditimbulkan oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi, dokter dapat
menurunkan dosis menambah obat untuk efek sampingnya, atau mengganti
dengan obat lain yang efek sampingnya lebih rendah. Apabila penderita
berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat mengganti obat oral
dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan tiap 2- 4 minggu.
Pemberian obat dengan injeksi lebih simpel dalam penerapannya. Terkadang
pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat sesuai anjuran.
Hal ini merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya dengan obat-obatan
yang lain, misalnya antipsikotik konvensonal dapat diganti dengan newer
atypical lantipsychotic atau diganti dengan antipsikotik atipikal lainnya.
Clozapine dapat menjadi cadangan yang dapat bekerja bila terapi dengan
obat-obatan di atas gagal.

Pengobatan Selama fase Penyembuhan
Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun
setelah sembuh. Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang berhenti
minum obat setelah episode petama Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli
merekomendasikan pasien-pasien Skizofrenia episode pertama tetap
mendapat obat antipskotik selama 12-24 bulan sebelum mencoba
menurunkan dosisnya. Pasien yang menderita Skizofrenia lebih dari satu
episode, atau balum sembuh total padaepisode pertama membutuhkan
pengobatan yang lebih lama. Perlu diingat, bahwa penghentian pengobatan
merupakan penyebab tersering kekambuhan dan makin beratnya penyakit.

Efek Samping Obat-obat Antipsikotik
Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang lama,
sangat penting untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul.
Mungkin masalah terbesar dan terseringbagi penderita yang menggunakan
24

antipsikotik konvensional yaitugangguan (kekakuan) pergerakan otot-otot
yang disebut juga Efek samping Ekstra Piramidal (EEP). Dalam hal ini
pergerakan menjadilebih lambat dan kaku, sehingga agar tidak kaku penderita
harus bergerak (berjalan) setiap waktu, dan akhirnya mereka tidak dapat
beristirahat. Efek samping lain yang dapat timbul adalah tremor padatangan
dan kaki. Kadang-kadang dokter dapat memberikan obat antikolinergik
(biasanya sulfas atropin) bersamaan dengan obat antipsikotik untuk mencegah
atau mengobati efek samping ini.
Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia di mana
terjadi pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan
facial grimace. Kemungkinan terjadinya efek samping ini dapat dikurangi
dengan menggunakan dosis efektif terendah dari obat antipsikotik. Apabila
penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional mengalami tardive
dyskinesia, dokter biasanya akan mengganti antipsikotik konvensional dengan
antipsikotik atipikal. Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan
gangguan fungsi seksual, sehingga banyak penderita yang menghentikan
sendiri pemakaian obat-obatan tersebut. Untuk mengatasinya biasanya dokter
akan menggunakan dosis efektif terendah atau mengganti dengan newer
atypical antipsychotic yang efek sampingnya lebih sedikit. Peningkatan berat
badan juga sering terjadi pada penderita Skizofrenia yang memakan obat. Hal
ini sering terjadi pada penderita yang menggunakan antipsikotik atipikal. Diet
dan olah raga dapat membantu mengatasi masalah ini.
Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic malignant
syndrome, dimana timbul derajat kaku dan termor yang sangat berat yang
juga dapat menimbulkan komplikasi berupa demam, penyakit-penyakit lain.
Gejala-gejala ini membutuhkan penanganan yang segera.

2. Terapi Psikososial
a. Terapi perilaku
Terapi perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan
sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri
sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif
25

adalah didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-
hal yang diharapkan, seperti hak istimewa. Dengan demikian, frekuensi
perilaku mal adaptif atau menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara
sendirian di masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan.
b. Terapi berorientasi-keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan
dalam keadaan remisi parsial, dimana pasien skizofrenia kembali
seringkali mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun
intensif (setiap hari). Setelah periode pemulangan segera, topik penting
yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya
lama dan kecepatannya. Seringkali anggota keluarga, di dalam cara yang
jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk
melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik
tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan dari
penyangkalan tentang keparahan penyakitnya. Ahli terapi harus membantu
keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu
mengecilkan hati. Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi
keluarga adalah efektif dalam menurunkan relaps.
c. Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana,
masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin
terorientasi secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan,
atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial,
meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien
skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya
dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien
skizofrenia.
d. Psikoterapi individual
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam
pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi akan
membantu dan menambah efek terapi farmakologis. Suatu konsep penting
di dalam psikoterapi bagi pasien skizofrenia adalah perkembangan suatu
26

hubungan terapetik yang dialami pasien. Pengalaman tersebut dipengaruhi
oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan
pasien, dan keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan oleh
pasien. Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang
ditemukan di dalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan
hubungan seringkali sulit dilakukan, pasien skizofrenia seringkali kesepian
dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan dan kemungkinan sikap
curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika seseorang mendekati.
Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia, perintah sederhana,
kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah
lebih disukai dari pada informalitas yang prematur dan penggunaan nama
pertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan
yang berlebihan adalah tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai
usaha untuk suapan, manipulasi, atau eksploitasi.

2.10 Prognosis
1,4,7
Prognosis untuk skizofrenia hebefrenik sama dengan skizofrenia tipe
lainnya, prognosisnya pada umumnya kurang begitu menggembirakan. Sekitar
25% pasien dapat kembali pulih dari episode awal dan fungsinya dapat kembali
pada tingkat prodromal (sebelum munculnya gangguan tersebut). Sekitar 25%
tidak akan pernah pulih dan perjalanan penyakitnya cenderung memburuk. Sekitar
50% berada diantaranya, ditandai dengan kekambuhan periodik dan
ketidakmampuan berfungsi dengan efektif kecuali untuk waktu yang singkat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis skizofrenia
1. Keluarga
Pasien membutuhkan perhatian dari masyarakat, terutama dari keluarganya.
jangan membeda-bedakan antara orang yang mengalami Skizofrenia dengan
orang yang normal, karena orang yang mengalami gangguan Skizofrenia
mudah tersinggung.
2. Inteligensi
Pada umumnya pasien Skizofrenia yang mempunyai Inteligensi yang tinggi
27

akan lebih mudah sembuh dibandingkan dengan orang yang inteligensinya
rendah.
3. Pengobatan
Obat memiliki dua kekurangan utama. Pertama hanya sebagian kecil pasien
(kemungkinan 25%) cukup tertolong untuk mendapatkan kembali jumlah
fungsi mental yang cukup normal. Kedua antagonis reseptor dopamine
disertai dengan efek merugikan yang mengganggu dan serius. Namun
pasien skkizofrenia perlu di beri obat Risperidone serta Clozapine.
4. Reaksi Pengobatan
Dalam proses penyembuhan skizofrenia, orang yang bereaksi terhadap obat
lebih bagus perkembangan kesembuhan daripada orang yang tidak bereaksi
terhadap pemberian obat.
5. Stressor Psikososial
Apabila stressor dari skizofrenia ini berasal dari luar, maka akan
mempunayi dampak yang positif, karena tekanan dari luar diri individu
dapat diminimalisir atau dihilangkan. Begitu pula sebaliknya apabila
stressor datangnya dari luar individu dan bertubi-tubi atau tidak dapat
diminimalisir maka prosgnosisnya adalah negatif atau akan bertambah
parah.
6. Kekambuhan
Penderita skizofrenia yang sering kambuh prognosisnya lebih buruk.
7. Gangguan Kepribadian
Prognosis untuk orang yang mempunyai gangguan kepribadian akan sulit
disembuhkan. Besar kecilnya pengalaman akan memiliki peran yang sangat
besar terhadap kesembuhan.
8. Onset
Jenis onset yang mengarah ke prognosis yang baik berupa onset yang
lambat dan akut, sedangkan onset yang tidak jelas memiliki prognosis yang
lebih baik.
9. Proporsi
Orang yang mempunyai bentuk tubuh normal (proporsional) mempunyai
28

prognosis yang lebih baik dari pada penderita yang bentuk tubuhnya tidak
proporsional.
10. Perjalanan penyakit
Pada penderita skizofrenia yang masih dalam fase prodromal prognosisnya
lebih baik dari pada orang yang sudah pada fase aktif dan fase residual.
11. Kesadaran
Kesadaran orang yang mengalami gangguan skizofrenia adalah jernih. Hal
inilah yang menunjukkan prognosisnya baik nantinya.









Prognosis Baik Prognosis Buruk
- Onset lambat
- Faktor pencetus yang jelas
- Onset akut
- Riwayat sosial, seksual
dan pekerjaan premorbid
yang baik
- Gejala gangguan mood
(terutama gangguan
depresif)
- Menikah
- Riwayat keluarga
gangguan mood
- Sistem pendukung yang
baik
- Gejala positif
- Onset muda
- Tidak ada faktor pencetus
- Onset tidak jelas
- Riwayat sosial dan
pekerjaan premorbid yang
buruk
- Perilaku menarik diri atau
autistik
- Tidak menikah, bercerai
atau janda/ duda
- Sistem pendukung yang
buruk
- Gejala negatif
- Tanda dan gejala
neurologist
- Riwayat trauma perinatal
- Tidak ada remisi dalam 3
tahun
- Banyak relaps
- Riwayat penyerangan
29

BAB III
PENUTUP


3.1 Kesimpulan
Adapun beberapa kesimpulan dari penulisan referat ini antara lain sebagai
berikut:
1. Skizofrenia hebefrenik adalah suatu bentuk skizofrenia dengan perubahan
afektif yang tampak jelas dan secara umum juga dijumpai waham dan
halusinasi yang bersifat mengambang serta terputus-putus (fragmentary),
perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tidak dapat diramalkan, serta
umumnya maneurisme.
2. Gejala skizofrenia biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa
muda. Prevalensi skizofrenia pada laki-laki dan perempuan adalah adalah
sama, tetapi menunjukkan perbedaan dalam onset dan perjalanan penyakit.
Laki-laki mempunyai onset skizofrenia lebih awal dari pada perempan.
Usia puncak onset pada laki-laki adalah 15-25 tahun dan pada perempuan
25-35 tahun. Pada umumnya hasil akhir untuk pasien skizofrenia, lebih
baik pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki.
3. Penyebabnya adalah stress, faktor neurobiologi, faktor psikososial, dan
faktor genetika.
4. Perjalanan penyakit skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase
prodormal, fase aktif dan fase residual dengan masing-masing gejala klinis
yang berbeda.
5. Terapi yang diberikan pada pasien Skizofrenia hebefrenik berupa terapi
somatik (medikamentosa) dan terapi psikososial.
6. Ada banyak faktor yang menentukan prognosis dari Skizofrenia
herbefrenik.

3.2 Saran
Dengan diselesaikannya referat ini diharapkan dapat menambah wawasan
dan sumber informasi tentang Skizofrenia bagi pembaca.
30

DAFTAR PUSTAKA


1. Sadock B, Sadock V A. Kaplan & Sadock. Buku Ajar Psikiatri Klinis, Edisi
2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC 2010.
2. Hawari HD. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa. Jakarta: FK-UI 2009.
3. Elvira SD, Hadiskanto G. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: FK-UI 2010.
4. Maslim, Rusdi dr. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkasan
dari PPDGJ III Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya, Jakarta,
2001.
5. Silbernagl, Stefan dan Florian lang. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi.
Jakarta: EGC 2007.
6. Price Sylvia A, Lorraine M. Wilson. Patofisiologi. Ed. 6. Jakarta: EGC 2005.
7. Maramis WR. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Universitas Airlangga 2005.
p.223
8. Maslim, Rusdi. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta: PT Nuh Jaya
2007.
9. Amir Syarif dkk. 2009. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.

Vous aimerez peut-être aussi