Meningkatkan Cakupan Penemuan Pneumonia Balita Dan
Deteksi Dini Pneumonia Di Wilayah Puskesmas Srengat
Disusun Oleh: dr. Davin Pratama Cahyadi
Pembimbing: dr. Hadi Siswoyo Pandie
WAHANA PUSKESMAS SRENGAT KECAMATAN SRENGAT KABUPATEN BLITAR PERIODE JULI SEPTEMBER 2014
2 DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... 2 BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................................ 4 1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 4 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 5 1.3 Tujuan Kegiatan .................................................................................................. 5 1.3.1 Tujuan Umum.............................................................................................. 5 1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................................. 5 1.4 Manfaat Kegiatan ................................................................................................ 5 1.4.1 Manfaat Bagi Puskesmas ............................................................................ 5 1.4.2 Manfaat Bagi Masyarakat ........................................................................... 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................. 6 2.1 Definisi Pneumonia (Daru, 2001) ........................................................................ 6 2.2 Definisi Infeksi Saluran Pernafasan Atas ............................................................. 6 2.3 Epidemiologi Pneumonia .................................................................................... 7 2.3.1 Sebaran Pneumonia .................................................................................... 7 2.3.2 Determinan Pneumonia .............................................................................. 8 2.4 Klasifikasi Pneumonia (Depkes, 2008) .............................................................. 11 2.5 Diagnosa Pneumonia ........................................................................................ 11 2.6 Lama Perawatan ............................................................................................... 12 2.7 Pencegahan Pneumonia ................................................................................... 12 2.7.1 Pencegahan Primer ................................................................................... 12 2.7.2 Pencegahan Sekunder ............................................................................... 12 2.7.3 Pencegahan Tertier ................................................................................... 13 BAB 3 DESKRIPSI EPIDEMIOLOGI ...................................................................................... 14 3.1 Gambaran Wilayah Kecamatan Srengat ........................................................... 14 3.1.1 Geografis ................................................................................................... 14 3.1.2 Demografi ................................................................................................. 15 3.1.3 Sarana Kesehatan ...................................................................................... 16 BAB 4 SURVEILANS PNEUMONIA KOMUNITAS SRENGAT................................................ 19 BAB 5 PEMBAHASAN ......................................................................................................... 20
3 BAB 6 PENUTUP ................................................................................................................ 21 6.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 21 6.2 Saran ................................................................................................................. 21 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 22
4
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dari data kunjungan pasien Puskesmas Srengat, di dapatkan jumlah kunjungan dengan diagnosa infeksi saluran pernafasan atas cukup tinggi, namun dapatan kasus infeksi saluran pernafasan bawah sangat minimal dibawah surveilans maupun belum memenuhi standart pelayanan minimal dalam hal deteksi dini kasus pneumonia di wilayah kerja puskesmas srengat, sehingga penulis ingin membahas tentang topik Pneumonia. Penyakit Pneumonia adalah infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh agen infeksius. Pneumonia merupakan salah satu penyebab utama kematian pada balita. Sekitar 156 juta kasus pneumonia baru per tahun terjadi di seluruh dunia dan menjadi penyebab kematian 1,5 juta anak usia di bawah lima tahun (balita) setiap tahun. Namun penyebab kematian utama pada balita ini termasuk dalam kelompok pembunuh yang terlupakan karena kurangnya edukasi dan tingkat kesadaran yang rendah masyarakat. Pembangunan di bidang kesehatan bertujuan meningkatkan kualitas hidup manusia dan derajat kesehatan masyarakat dalam aspek pencegahan, penyembuhan dan pemulihan penyakit. Pelaksanaan Program Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (P2ISPA) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan upaya pencegahan serta pemberantasan penyakit menular yang ditujukan pada kelompok usia balita dalam bentuk upaya penanggulangan pneumonia. Kejadian pneumonia pada masa balita berdampak jangka panjang yang akan muncul pada masa dewasa yaitu penurunan fungsi paru. Badan Kesehatan Dunia (WHO atau World Health Organization) tahun 2005 menyatakan, kematian balita akibat pneumonia di seluruh dunia sekitar 19% atau berkisar 1,6 2,2 juta. Dimana sekitar 70% terjadi di negara-negara berkembang, terutama di Afrika dan Asia Tenggara. Berdasarkan data PKP Program Wajib Puskesmas Srengat Tahun 2013 dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, Cakupan penemuan penderita pneumonia balita target sasaran 100% namun tercatat pada data dasar PKP hanya ditemukan 120 orang balita (30,23%) yang terpenuhi untuk cakupan penemuan kasus pneumonia pada balita, padahal target pada tahun 2013 5
adalah 100 %. Hal ini terjadi kemungkinan karena kurangnya pengetahuan masyarakat / tenaga paramedis di wilayah kerja puskesmas srengat belum terlatih dalam membedakan ISPA dengan Pneumonia karena sekilas tanda dan gejala antara pneumonia dengan infeksi saluran pernafasan atas serupa namun tidak sama, penyakit pneumonia tidak jarang hanya dianggap sebagai batuk pilek biasa, dan penemuan kurang, karena kurangnya penemuan kasus secara aktif oleh kader-kader desa, dan tidak optimalnya pelaporan dan pencatatan angka kejadian pneumonia di desa.
1.2 Rumusan Masalah Bagaimana cara meningkatkan cakupan penemuan pneumonia pada balita di Puskesmas Srengat Kab. Blitar dan deteksi dini pneumonia pada balita ? 1.3 Tujuan Kegiatan 1.3.1 Tujuan Umum Meningkatkan cakupan penemuan pneumonia balita di Puskesmas Srengat dan deteksi dini pneumonia pada balita sehingga meningkatkan kewaspadaan ibu-ibu & Tenaga Kesehatan / Paramedis 1.3.2 Tujuan Khusus Meningkatkan pengetahuan tentang gejala awal pneumonia pada tenaga medis untuk dapat melatih kader desa. 1.4 Manfaat Kegiatan 1.4.1 Manfaat Bagi Puskesmas 1. Meningkatkan penemuan kasus sampai memenuhi target yang seharusnya. 2. Membantu upaya tenaga kesehatan untuk memperluas dan meningkatkan pelayanan 1.4.2 Manfaat Bagi Masyarakat Dapat mencegah masyarakat yang memiliki anak balita terhindar dari penyakit pneumonia dan menghindari kematian yang disebabkan pneumonia.
6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Pneumonia (Daru, 2001) Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi akut pada bronkus yang disebut bronchopneumonia. Gejala penyakit pneumonia ini berupa nafas cepat dan nafas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas nafas cepat adalah frekuensi pernafasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali per menit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. (Depkes, 2009)
2.2 Definisi Infeksi Saluran Pernafasan Atas ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut yang nama istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut, dengan pengertian sebagai berikut: 2.2.1 Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. (Daru 2001).
2.2.2. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan.
2.2.3. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA, proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.
Secara anatomis ISPA digolongkan kedalam dua golongan yaitu Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut (ISPaA) dan Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut (ISPbA). Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut adalah infeksi akut yang menyerang saluran pernafasan atas yaitu batuk, pilek, sinusitis, otitis media) 7
(infeksi pada telinga tengah), dan faringitis (infeksi pada tenggorokan). Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut biasa disebut ISPA ringan atau bukan pneumonia.
Sedangkan Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut adalah infeksi yang menyerang saluran pernafasan bawah yang biasa dalam bentuk pneumonia. ISPbA dibagi dalam tiga kelompok yaitu Pneumonia sangat berat, Pneumonia berat, dan Pneumonia.
1. Pneumonia sangat berat : kesulitan bernafas dengan stridor (ngorok), kejang, adanya nafas cepat dan penarikan dinding dada ke dalam, anak mengalami mengi, dan sulit menelan makanan atau minuman. 2. Pneumonia berat : kesulitan bernafas tanpa stridor (ngorok), ada penarikan dinding dada ke dalam, nafas cepat, mengi, dapat menelan makanan atau minuman. 3. Pneumonia : nafas cepat tanpa penarikan dinding dada ke dalam dan dalam keadaan mengi (mengeluarkan bunyi saat menarik nafas).
2.3 Epidemiologi Pneumonia Data SKRT tahun 1995 menunjukkan bahwa 20,9% kematian bayi disebabkan oleh pneumonia dan merupakan penyebab kematian nomor dua pada bayi. Sedangkan pada anak balita 21,9% kematiannya disebabkan oleh pneumonia dan merupakan penyebab kematian nomor satu dari semua penyebab kematian pada anak balita. Hasil SDKI tahun 1997 menyebutkan bahwa prevalensi pneumonia menurut jenis kelamin lebih tinggi terjadi pada anak laki- laki 9,4%, sedangkan pada anak perempuan 8,5%.
Hasil SDKI pada tahun 2001 menunjukkan bahwa prevalensi pneumonia paling tinggi terjadi pada anak usia 1-4 tahun yaitu 33,76% dan prevalensi pada anak usia < 1 tahun yaitu sebesar 31%. Menurut WHO tahun 2005 proporsi kematian balita dan bayi karena pneumonia di dunia adalah sebesar 19% dan 26%
2.3.1 Sebaran Pneumonia
Sebaran Menurut Tempat : Angka kematian balita tahun 1995 di Indonesia masih tinggi mencapai 31% dari seluruh kematian penduduk Indonesia, dengan perincian 22,4% di Jawa dan Bali dan 43,5% sampai 55,1% di kawasan Timur Indonesia. Menurut SKRT tahun 1995 di daerah Jawa dan Bali angka kematian akibat sistem pernafasan 8
sebesar 32,1% pada bayi dan 38,8% pada balita. Sedangkan di luar Jawa dan Bali kematian akibat sistem pernafasan sebesar 28% pada bayi dan 33,3% pada balita. 1
Data SDKI tahun 1997 di daerah Jawa dan Bali angka prevalensi pneumonia pada balita sebesar 8 per 100 balita. Sedangkan di luar Jawa dan Bali prevalensi pneumonia pada balita sebesar 10 per 100 balita. Hasil SDKI pada tahun 1997 menunjukkan bahwa prevalensi pneumonia di daerah perkotaan dan daerah pedesaan sedikit mengalami penurunan yaitu daerah perkotaan sebesar 8 per 100 balita dan daerah pedesaan sebesar 9 per 100 balita. Namun pada hasil SDKI pada tahun 2001 menunjukkan bahwa prevalensi pneumonia di daerah pedesaan sedikit mengalami kenaikan yaitu sebesar 11 per 100 balita dan di daerah perkotaan sebesar 8 per 100 balita.
Sebaran Menurut Waktu : Dari data SDKI tahun 1991, 1994, dan 1997 dapat diketahui bahwa prevalensi pneumonia pada balita telah mengalami sedikit penurunan yaitu dengan prevalensi 10% pada tahun 1991, 10% untuk tahun 1994, dan 9% untuk tahun 1997.
2.3.2 Determinan Pneumonia
Faktor Host terdiri dari : 1. Jenis Kelamin Menurut Pedoman Program Pemberantasan Penyakit ISPA untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita (2002), anak laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena ISPA dibandingkan dengan anak perempuan.
2. Umur Tingginya kejadian pneumonia terutama menyerang kelompok usia bayi dan balita. Faktor usia merupakan salah satu faktor risiko kematian pada balita yang sedang menderita pneumonia. Semakin tua usia balita yang sedang menderita pneumonia maka akan semakin kecil risiko meninggal akibat pneumonia dibandingkan balita yang berusia muda. 3. Status Gizi 9
Kelompok umur yang rentan terhadap penyakit-penyakit kekurangan gizi adalah kelompok bayi dan anak balita. Penyebab langsung timbulnya gizi kurang pada anak adalah makanan tidak seimbang dan penyakit infeksi. Kedua penyebab tersebut saling berpengaruh. Timbulnya Kekurangan Energi Protein (KEP) tidak hanya karena kurang makan tetapi juga karena penyakit, terutama diare dan ISPA. Anak yang tidak memperoleh makanan cukup dan seimbang, daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah. Dalam keadaan demikian, anak mudah diserang penyakit infeksi.
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit pneumonia pada anak antara lain adanya kekurangan energi protein. Anak dengan daya tahan tubuh yang terganggu akan menderita pneumonia berulang-ulang atau tidak mampu mengatasi penyakit pneumonia dengan sempurna. Status gizi pada balita berdasarkan hasil pengukuran anthropometri dengan melihat kriteria yaitu: Berat Badan per Umur (BB/U), Tinggi Badan per Umur (TB/U), Berat Badan per Tinggi Badan (BB/TB). 4. Status Imunisasi Imunisasi merupakan salah satu cara menurunkan angka kesakitan dan angka kematian pada bayi dan anak. Dari seluruh kematian balita, sekitar 38% dapat dicegah dengan pemberian imunisasi secara efektif. Imunisasi yang tidak lengkap merupakan faktor risiko yang dapat meningkatkan insidens ISPA terutama pneumonia.
Penyakit pneumonia lebih mudah menyerang anak yang belum mendapat imunisasi campak dan DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) oleh karena itu untuk menekan tingginya angka kematian karena pneumonia, dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi seperti imunisasi DPT dan campak. Imunisasi yang dianjurkan sesuai dengan pemberian imunisasi nasional yaitu BCG (pada usia 0-11 bulan), DPT I-III (pada usia 2-11 bulan), Polio I-IV (pada usia 2-11 bulan), Hepatitis B I-III (pada usia 0-9 bulan), dan Campak (pada usia 9-11 bulan).
10
Faktor Agent terdiri dari : Pneumonia umumnya disebabkan oleh bakteri seperti Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenzae dan Staphylococcus aureus. Penyebab pneumonia lainnya adalah virus golongan Metamyxovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Othomyxovirus, dan Herpesvirus
Faktor Lingkungan Sosial : 1. Pekerjaan Orang Tua Penghasilan keluarga adalah pendapatan keluarga dari hasil pekerjaan utama maupun tambahan. Tingkat penghasilan yang rendah menyebabkan orang tua sulit menyediakan fasilitas perumahan yang baik, perawatan kesehatan dan gizi anak yang memadai. Rendahnya kualitas gizi anak menyebabkan daya tahan tubuh berkurang dan mudah terkena penyakit infeksi termasuk penyakit pneumonia.
2. Pendidikan Ibu Tingkat pendidikan ibu yang rendah juga merupakan faktor risiko yang dapat meningkatkan angka kematian ISPA terutama Pneumonia. Tingkat pendidikan ibu akan berpengaruh terhadap tindakan perawatan oleh ibu kepada anak-yang menderita ISPA.2 Jika pengetahuan ibu untuk mengatasi pneumonia tidak tepat ketika bayi atau balita menderita pneumonia, akan mempunyai risiko meninggal karena pneumonia sebesar 4,9 kali jika dibandingkan dengan ibu yang mempunyai pengetahuan yang tepat.
Faktor Lingkungan Fisik 1. Polusi udara dalam ruangan/rumah Rumah atau tempat tinggal yang buruk (kurang baik) dapat mendukung terjadinya penularan penyakit dan gangguan kesehatan, diantaranya adalah infeksi saluran nafas.28 Rumah kecil yang penuh asap, baik yang berasal dari kompor gas, pemakaian kayu sebagai bahan bakar maupun dari asap kendaraan bermotor, dan tidak memiliki sirkulasi udara yang memadai akan mendukung penyebaran virus atau bakteri yang mengakibatkan penyakit infeksi saluran pernafasan yang berat.
Insiden pneumonia pada anak kelompok umur kurang dari lima tahun mempunyai hubungan bermakna dengan kedua orang tuanya yang mempunyai kebiasaan merokok. Anak dari perokok aktif yang merokok dalam rumah akan 11
menderita sakit infeksi pernafasan lebih sering dibandingkan dengan anak dari keluarga bukan perokok.
2. Kepadatan Hunian Di daerah perkotaan, kepadatan merupakan salah satu masalah yang dialami penduduk kota. Hal ini disebabkan oleh pesatnya pertumbuhan penduduk kota dan mahalnya harga tanah di perkotaan. Salah satu kaitan kepadatan hunian dan kesehatan adalah karena rumah yang sempit dan banyak penghuninya, maka penghuni mudah terserang penyakit dan orang yang sakit dapat menularkan penyakit pada anggota keluarga lainnya.
Perumahan yang sempit dan padat akan menyebabkan anak sering terinfeksi oleh kuman yang berasal dari tempat kotor dan akhirnya terkena berbagai penyakit menular.
2.4 Klasifikasi Pneumonia (Depkes, 2008) a. Klasifikasi Pneumonia untuk golongan umur < 2 bulan i. Pneumonia berat, adanya nafas cepat yaitu frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih. ii. Bukan Pneumonia, batuk pilek biasa. b. Klasifikasi Pneumonia untuk golongan umur 2 bulan < 5 tahun i. Pneumonia berat, adanya nafas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah. ii. Pneumonia, bila disertai nafas cepat, usia 2 bulan <1 tahun 50 kali per menit, untuk usia 1 tahun - <5 tahun 40 kali per menit. iii. Bukan pneumonia, batuk pilek biasa tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam dan tidak ada nafas cepat.
2.5 Diagnosa Pneumonia Dalam pelaksanaan program P2 ISPA, penentuan klasifikasi pneumonia berat dan pneumonia adalah sekaligus merupakan penegakan diagnosis, sedangkan penentuan klasifikasi bukan pneumonia tidak dianggap sebagai penegakan diagnosis. Jika keadaan penyakit seorang balita termasuk dalam klasifikasi bukan pneumonia maka diagnosis penyakitnya kemungkinan adalah batuk pilek biasa, faringitis, tonsillitis, otitis atau penyakit ISPA non-pneumonia lainnya. (Depkes, 2008) 12
2.6 Lama Perawatan Penentuan lama perawatan pada pasien rawat inap, termasuk bagi penderita pneumonia sangat bervariasi. Hal ini tergantung dari jenis penyakit, tindakan medis rumah sakit dan sebagainya. Menurut penelitian Ester (2004) di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan tahun 2002-2003 lama rawatan penderita penderita pneumonia pada bayi yang dirawat inap adalah 12 hari sebesar 95,7% dan > 12 hari sebesar 4,3%.33 Menurut penelitian Hasibuan (2006) di Rumah Sakit Umum Daerah Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2001-2005 lama rawatan rata-rata penderita pneumonia pada balita adalah 7,27 hari.
2.7 Pencegahan Pneumonia 2.7.1 Pencegahan Primer Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko terhadap kejadian pneumonia. Upaya yang dapat dilakukan antara lain: 9 a. Memberikan imunisasi campak pada usia 9 bulan dan imunisasi DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali yaitu pada usia 2, 3, dan 4 bulan. b. Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara memberikan ASI pada bayi neonatal sampai berumur 2 tahun dan makanan yang bergizi pada balita.Di samping itu, zat-zat gizi yang dikonsumsi bayi dan anak-anak juga perlu mendapat perhatian. c. Mengurangi polusi lingkungan seperti polusi udara dalam ruangan dan polusi di luar ruangan. d. Mengurangi kepadatan hunian rumah.
2.7.2 Pencegahan Sekunder Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk mencegah orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit, menghindari komplikasi, dan mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan sekunder meliputi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat sehingga dapat mencegah meluasnya penyakit dan terjadinya komplikasi. Upaya yang dapat dilakukan antara lain: 9 13
a. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral dan penambahan oksigen. b. Pneumonia : diberikan antibiotik kotrimoksasol oral, ampisilin atau amoksilin. c. Bukan Pneumonia : perawatan di rumah saja. Tidak diberikan terapi antibiotik. Bila demam tinggi diberikan parasetamol. Bersihkan hidung pada anak yang mengalami pilek dengan menggunakan lintingan kapas yang diolesi air garam. Jika anak mengalami nyeri tenggorokan, beri penisilin dan dipantau selama 10 hari ke depan.
Gambar 1 . Penilaian, klasifikasi, dan tindakan / pengobatan balita yang menderita batuk atau sukar bernapas. 2.7.3 Pencegahan Tertier Tujuan utama dari pencegahan tertier adalah mencegah agar tidak munculnya penyakit lain atau kondisi lain yang akan memperburuk kondisi balita, mengurangi kematian serta usaha rehabilitasinya. Pada pencegahan tingkat ini dilakukan upaya untuk mencegah proses penyakit lebih lanjut seperti perawatan dan pengobatan. 9 Upaya yang dilakukan dapat berupa: A. Melakukan perawatan yang ekstra pada balita di rumah, beri antibiotik selama 5 hari, anjurkan ibu untuk tetap kontrol bila keadaan anak memburuk. B. Bila anak bertambah parah, maka segera bawa ke sarana kesehatan terdekat agar penyakit tidak bertambah berat dan tidak menimbulkan kematian.
14
BAB 3 DESKRIPSI EPIDEMIOLOGI
3.1 Gambaran Wilayah Kecamatan Srengat 3.1.1 Geografis 3.1.1.1 Letak Wilayah Puskesmas Srengat terletak di Kelurahan Srengat Kabupaten Blitar, yang termasuk dalam wilayah pembantu Bupati Blitar di Srengat. Puskesmas Srengan ini termasuk dalam wilayah kecamatan yang berada pada wilayah Blitar bagian utara, yaitu sebelah utara Sungai Brantas yang membelah Kabupaten Blitar menjadi dua bagian. Dengan ibukota di Kelurahan Srengat berjarak sekitar 12 km, dari kota Blitar dengan arah Barat. Batas batas wilayah: - Barat : Kecamatan Wonodadi - Utara : Kecamatan Ponggok dan Kecamatan Udanawu - Timur : Sanankulon dan Kecamatan Ponggok - Selatan : Kabupaten Tulungagung 3.1.1.2 Luas Wilayah Puskesmas Srengat dengan wilayah 53,98 km2 dibagi menjadi 16 desa/kelurahan. Desa Purwokerto merupakan desa terluas dengan luas 5,08km2 atau 9,41% dari luas Kecamatan Srengat. Desa yang mempunyai luas wilayah terkecil Srengat adalah kelurahan Dandong dengan wilayah hanya 1,73 km2 atau 3,20% dari luas wilayah Kecamatan Srengat. Dari 16 desa/kelurahan di Kecamatan Srengat tersebut terbagi lagi menjadi 39 dusun/lingkungan, 89 RW dan 341 RT. Desa Ngaglik, Selokajang dan Maron merupakan desa terjauh dari ibukota kecamatan, yaitu masing masing mempunyai jarak 8 km dan 6 km dari ibukota kecamatan yang berada di Kelurahan Srengat. 3.1.1.3 Keadaan Wilayah Wilayah Puskesmas Srengat scara umum mudah dijangkau dengan kendaraan roda dua maupun roda empat. Sarana transportasi cukup memadai dengan sarana jalan 15
antar desa maupun antara desa dengan kecamatan cukup baik. Desa Ngaglik, Selokajang dan Maron adalah desa terjauh dari ibukota kecamatan, yaitu masing-masing mempunyai jarak 8 km dan 6 km dari ibukota kecamatan yang berada di Kelurahan Srengat. 3.1.2 Demografi 1. Jumlah Penduduk : 59.120 Jiwa 2. Jumlah Kepala Keluarga : 21.014 KK 3. Pemeluk Agama : Islam : 55.214 Jiwa Katolik : 465 Jiwa Kristen : 1.918 Jiwa Budha : 254 Jiwa Hindu : 50 Jiwa 4. Mata Pencaharian : ABRI : 142 Jiwa PNS : 1.268 Jiwa Swasta : 6.897 Jiwa Petani : 4.077 Jiwa Buruh Tani : 1.609 Jiwa Peternakan : 179 Jiwa Perikanan : 769 Jiwa Perdagangan : 1.697 Jiwa Pertukangan : 677 Jiwa 5. Sarana Pendidikan : TKK : 54 Buah SD/MI : 45 / 10 Buah SLTP/MTs : 10 / 2 Buah SLTA/MA : 3 / 1 Buah Pondok Pesantren : 14 Buah 6. Tingkat Pendidikan Tidak Tamat SD : 2.629 Jiwa Tamat SD : 11.482 Jiwa Tamat SLTP : 12.088 Jiwa Tamat SLTA : 3.818 Jiwa Tamat Akademi : 1.128 Jiwa 16
3.1.3 Sarana Kesehatan
Sarana kesehatan merupakan faktor yang sangat penting berpengaruh dalam usaha meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Namun demikian peningkatan upaya program-program kesehatan tidak akan berhasil guna dan berdaya guna jika tidak memperhatikan baik linhkungan fisik maupun lingkungan sosial budaya selain itu sumber daya yang memegabgba peranan penting, baik sumber daya yang memegang peranan yang sangat penting baik sumber daya yang lainnya. 1. Fasilitas Gedung a. Jumlah puskesmas induk : 1 Buah b. Jumlah puskesmas pembantu : 3 Buah c. Jumlah Polindes : 13 Buah d. Jumlah Posyandu : 75 Buah 2. Sarana Transportasi a. Puskesmas Keliling : 1 Buah b. Sepeda Motor : 8 Buah 3. Sarana Obat obatan 4. Sarana Ruang Perawatan a. Kapasitas perawatan tempat tidur di Puskesmas Srengat 15 Tempat Tidur untuk perawatan umum 2 Tempat Tidur untuk persalinan umum 5. Ketenagaan Puskesamas Srengat 1 Dokter : 2 orang 2 Dokter gigi : 1 orang 3 Jumlah dokter mahir jiwa : 1 orang 4 Sarjana Kesehatan Masyarakat : 0 orang 5 Bidan : 18 orang
- P2B
18 orang
- D3 Kebidanan
18 orang 6 Bidan di desa : 16 orang 7 Perawat Kesehatan : 10 orang
- SPK
1 orang
- D3 Keperawatan
10 orang
- S1 Keperawatan
1 orang 8 Perawat Gigi : 1 orang 17
9 Perawat mahir jiwa : 0 orang 10 Sanitarian/D3 Kesling : 1 orang 11 Petugas Gizi/ D3 Gizi : 1 orang 12 Asisten Apoteker : 1 orang 13 Analis laboratorium/D3 Laboratorium : 1 orang 14 Juru Imunisasi / juru malaria : 0 orang 15 Tenaga Administrasi : 6 orang 16 Sopir , penjaga : 0 orang 17 Lain lain : 0 orang
6. Peran Serta Masyarakat Srengat : 1 Jumlah Dukun Bayi : 4 orang 2 Jumlah kader Posyandu : 375 kader 3 Jumlah Kader Poskesdes : 54 orang 4 Jumlah kader Tiwisada : 100 orang 5 Jumlah Guru UKS : 1 orang 6 Jumlah Santri Husada : 20 orang 7 Jumlah Kader Lansia : 130 kader 8 Jumlah kelompok Usia lanjut : 29 kelompok 9 Jumlah kelompok batra : 43 kelmpok 10 Jumlah Posyandu : 75 posyandu 11 Jumlah Polindes : 12 Polindes 12 Jumlah Poskesdes : 16 poskesdes 13 Jumlah Poskestren : 2 pos 14 Jumlah Pos UKK : 1 pos 15 Jumlah Saka Bhakti Husada : 20 SBH 16 Jumlah Organisasi Masyarakat/LSM peduli kesehatan : 0 buah 17 Jumlah Panti Asuhan : 2 buah 18 Jumlah Panti Wreda : 0 buah 19 Jumlah Posyandu Lansia : 29 posyandu 20 Jumlah UKBM lainnya : 16 Pos 21 Jumlah Kader Kes.jiwa : 0 orang
18
7. Dana / Anggaran Kesehatan Anggaran rutin APBD Anggaran alokasi dana yang didapat lewat Din.Kes.Kabupaten Blitar, yang mana bersumber dari: 1. DAU Kab. Blitar. 2. Dana Jamkesmas. 3. DAU Propinsi. 4. JPKM. 5. BPJS. 8. Pelayanan Kesehatan Secara Umum Pelaksanaan ada 6 pokok. Program yang telah ditetapkan pemerintah dalam hal ini Dep.Kes RI Telah dilaksanakan oleh Puskesmas Srengat walaupun ada beberapa bagian yang belum terlaksana secara optimal. Pelayanan yang telah dilaksanakan di Puskesmas Srengat adalah sebagai berikut: 1. Kesehatan Ibu dan Anak. 2. KB. 3. Perbaikan Gizi. 4. Kesehatan Lingkungan. 5. Pencegahan dan pemberantasan penyakit. 6. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat. 7. Pengobatan. 8. Usahan Kesehatan Sekolah. 9. Perawatan Kesehatan Masyarakat. 10. Kesehatan Gigi dan Mulut. 11. Kesehatan Jiwa. 12. Laboratorium sederhana. 13. Unit Gawat Darurat.
9. Jumlah balita yg ditimbang (D) :3923 Balita Jumlah Balita yang ada (S) : 3969 Balita Persentase D/S = 98,84 %
19
BAB 4 SURVEILANS PNEUMONIA KOMUNITAS SRENGAT
Peranan surveilans dalam dunia kesehatan sangatlah penting. Hal ini dikarenakan surveilans merupakan kegiatan pemantauan berkesinambungan terhadap beberapa indikator untuk dapat melakukan deteksi dini adanya masalah yang mungkin timbul agar dapat melakukan tindakan atau intervensi sehingga keadaan yang lebih buruk dapat dicegah.Surveilans terdiri dari tiga komponen antara lain pemantauan berkala, deteksidini, dan intervensi. Ketiga komponen tersebut jika diterapkan secara efektif dapat memberikan manfaat antara lain : 1. Mengetahui luas dan beratnya masalah pada situasi terakhir 2. Mengetahui daerah yang harus mendapat prioritas 3. Memperkirakan kebutuhan sumberdaya yang diperlukan untuk intervensi 4. Mengetahui target sasaran yang paling tepat 5. Mengevaluasi keberhasilan program
Indikator keberhasilan dalam surveilans Penemuan Penderita Pneumonia Balita adalah Cakupan penemuan Penderita Pneumonia dengan rumus (Jumlah Kasus pneumonia yang ditemukan x 100% / Target penderita di wilayah kerja) dimana jumlah target penderita = 10% x Jumlah balita diwilayah kerja. Sehubungan dengan upaya untuk mendapatkan permasalahan di masyarakat, maka peran data primer ataupun sekunder dari puskesmas yang didapatkan dari hasil surveilans terkait. Berdasarkan PKP Puskesmas Srengat Januari Desember 2013 dilaporkan bahwa didapatkan hanya 3,02% Cakupan penemuan, tetapi minimal temuan kasus 30,23 % yang harus terpenuhi untuk cakupan penemuan kasus pneumonia pada balita, padahal target pada tahun 2013 adalah 100 %.
20
BAB 5 PEMBAHASAN
Pneumonia adalah infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh agen infeksius. Pneumonia merupakan salah satu penyebab utama kematian pada balita. Sekitar 156 juta kasus pneumonia baru per tahun terjadi di seluruh dunia dan menjadi penyebab kematian 1,5 juta anak usia di bawah lima tahun (balita) setiap tahun. Namun penyebab kematian utama pada balita ini termasuk dalam kelompok pembunuh yang terlupakan karena kurangnya edukasi dan tingkat kesadaran yang rendah masyarakat. Badan Kesehatan Dunia (WHO atau World Health Organization) tahun 2005 menyatakan, kematian balita akibat pneumonia di seluruh dunia sekitar 19% atau berkisar 1,6 2,2 juta. Dimana sekitar 70% terjadi di negara-negara berkembang, terutama di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang, Jawa Timur tahun 2005 menyatakan terdapat 1.176 kasus pneumonia dimana penderita penyakit ini didominasi anak-anak di bawah umur lima tahun. Tingginya mortalitas bayi dan balita karena pneumonia menyebabkan penanganan penyakit pneumonia menjadi sangat penting artinya. Berdasarkan PKP Puskesmas Srengat Januari s/d Desember 2013 dilaporkan bahwa didapatkan hanya 3,02 % (120 Anak) dari 3969 Balita yang terpenuhi untuk cakupan penemuan kasus pneumonia pada balita, padahal target pada tahun 2013 adalah 100 % atau minimal cakupan temuan kasus tercapai (10% dari jumlah balita) yaitu 30,23%. Hal ini terjadi kemungkinan karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pneumonia dan hanya menganggap sebagai batuk pilek biasa karena kurang mendalam mendapatkan informasi tentang tanda dan gejala pneumonia, kurangnya penemuan kasus secara aktif oleh kader-kader desa, dan tidak optimalnya pelaporan dan pencatatan angka kejadian pneumonia di desa. Selain itu, Petugas para medis tidak melatih para kader dengan baik ini disebabkan, padahal partisipasi ibu dalam kegiatan kesehatan sudah cukup baik ini diambil dari satu indikator ibu-ibu balita berpartisipasi dalam posyandu sudah baik berdasarkan data D/S Puskesmas Srengat.
21 BAB 6 PENUTUP 6.1 Kesimpulan Berdasarkan data-data dari puskesmas srengat, partisipasi masyarakat dalam bidang kesehatan untuk anak-anak sudah baik dalam data ditunjukan D/S sudah tinggi, namun dalam pencatatan temuan kasus hanya 3% dari 20,23% cakupan target minimal temuan kasus, masih jauh dari target puskesmas srengat (100%) ini dapat disebabkan tenaga medis belum mantap dalam memilah pasien pneumonia dan pencatatan yang tidak baik. Diharapkan dalam 1 tahun terjadi peningkatan cakupan penemuan pneumonia balita di Puskesmas Srengat dan deteksi dini pneumonia pada balita. Karena begitu pentingnya deteksi dini penyakit pneumonia karena jika terlambat resiko meninggal cukup tinggi.
6.2 Saran 1. Setelah Mini Project ini, diharapkan seluruh Tenaga Kesehatan Berperan Aktif untuk menemukan kasus pneumonia. 2. Seluruh Tenaga Medis Menggerakan dan Melatih Semua Kader Masyarakat untuk berpartisipasi dalam Menemukan Kasus Pneumonia sehingga Mencapai Target Puskesmas Srengat. 2. Melakukan Sampling Data/Riset Tingkat Pengatahuan tentang Penyakit Pneumonia 3. Meningkatkan Kesadaran Pelaporan Data sejujur-jujurnya setiap Kasus ke Puskesmas dan Posyandu, sehingga analisa masalah penemuan kasus lebih mudah. 4. Membuat Leflet tentang Gejala Peneumonia.
22 DAFTAR PUSTAKA
Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut . Jakarta : Depkes RI.
Tim Redaksi. 2010. Situasi Pneumonia Balita di Indonesia. Buletin Jendela Epidemiologi. Vol.3: 1-10.
Dewa, Daru. 2001. Hubungan Perawatan di Rumah terhadap Perubahan Status ISPA bukan Pneumonia Menjadi Pneumonia di Kabupaten Kotabaru. Yogyakarta:Unit Perpustakaan dan Informasi Kedokteran Fakultas Kedokteran UniversitasGadjah Mada.