Vous êtes sur la page 1sur 8

Tugas dr. Sukasihati, Sp.

KK

NAMA : HAFIZHAH ABIZAR
NIM : 0908113677

KORTIKOSTEROID

Definisi
Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di bagian
korteks kelenjar adrenal sebagai tanggapan atas hormon adrenokortikotropik (ACTH) yang
dilepaskan oleh kelenjar hipofisis. Golongan glukokortikoid adalah kortikosteroid yang efek
utamanya terhadap penyimpanan glikogen hepar dan khasiat anti-inflamasinya nyata,
sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit kecil atau tidak berarti. Prototip
untuk golongan ini adalah kortisol dan kortison, yang merupakan glukokortikoid alam.
Terdapat juga glukokortikoid sintetik, misalnya prednisolon, triamsinolon, dan betametason.
Golongan mineralokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap
keseimbangan air dan elektrolit menimbulkan efek Retensi Na+ dan deplesi K+, sedangkan
pengaruhnya terhadap penyimpanan glikogen hepar sangat kecil. Oleh karena itu
mineralokortikoid jarang digunakan dalam terapi. Prototip dari golongan ini adalah
desoksikortikosteron. Umumnya golongan ini tidak mempunyai khasiat anti-inflamasi yang
berarti, kecuali 9 -fluorokortisol, meskipun demikian sediaan ini tidak pernah digunakan
sebagai obat anti-inflamasi karena efeknya pada keseimbangan air dan elektrolit terlalu besar.



Farmakologi

Hormon steroid adrenal disintesis dari kolestrol yang terutama berasal dari plasma.
Korteks adrenal mengubah asetat menjadi kolestrol, yang kemudian dengan bantuan enzim
diubah lebih lanjut menjadi kortikosteroid dengan 21 atom karbon dan androgen lemah
dengan 19 atom karbon. Sebagian besar kolesterol yang digunakan untuk steroidogenesis ini
berasal dari luar (eksogen), baik pada keadaan basal maupun setelah pemberian ACTH.

Klasifikasi kortikosteroid
Kortikosteroid sistemik
Sediaan kortikosteroid dapat dibedakan menjadi tiga golongan berdasarkan masa
kerjanya, antara lain kerja singkat (<12 jam), kerja sedang (12-36 jam), dankerja lama (>36
jam).


Tabel perbandingan potensi relatif dan dosis ekuivalen sediaan kortikosteroid

Kortikosteroid Potensi Lama kerja Dosis ekuivelen (mg)*
Retensi
natrium
Anti-
inflamasi

Kortisol
(hidrokortison)
1 1 S 20
Kortison 0,8 0,8 S 25
Kortikosteron 15 0,35 S -
6--metilprednisolon 0,5 5 I 4
Fludrokortison
(mineralkortikoid)
125 10 I -
Prednison 0,8 4 I 5
Prednisolon 0,8 4 I 5
Triamnisolon 0 5 I 4
Parametason 0 10 L 2
Betametason 0 25 L 0,75
Deksametason 0 25 L 0,75

Keterangan:
* hanya berlaku untuk pemberian oral atau IV.
S : kerja singkat (t1/2 biologik 8-12 jam);
I : intermediate, kerja sedang (t1/2 biologik 12-36 jam);
L: kerja lama (t1/2 biologik 36-72 jam)

Kortikosteroid topikal
Kortikosteroid topikal dibagi menjadi 7 golongan besar, diantaranya berdasarkan anti-
inflamasi dan antimitotik. Golongan I yang paling kuat daya antiinflamasi dan antimitotiknya
(superpoten). Sebaliknya golongan VII yang terlemah (potensi lemah).


I Super poten Betamethasone dipropionate 0,05%
Diflurasone diacetate 0,05%
Clobetasol propionate 0,05%
Halobetasol propionate 0,05%
II Potensi tinggi Amcionide 0,1%
Betamethasone dipropionate 0,05%
Mometasone fuorate 0,01%
Diflurasone diacetate 0,05%
Halcinonide 0,01%
Fluocinonide 0,05%
Desoximetasone 0,05% dan 0,25%
III Potensi tinggi Triamcinolone acetonide 0,1%
Fluticasone propionate 0,005%
Amcinonide 0,1%
Betamethasone dipropionate 0,05%
Diflurasone diacetate 0,05%
Fluocinonide 0,05%
Desoximetasone 0,05%
Betamethasone valerate 0,01%
IV Potensi medium Triamcinolone acetonide 0,1%
Flurandrenolide 0,05%
Mometasone furoate 0,1%
Fluacinolone acetonide 0,025%
Hydrocortisone valerate 0,2%
V Potensi medium Flurandrenolide 0,05%
Fluticasone propionate 0,05%
Prednicarbate 0,1%
Betamethasone dipropionate 0,05%
Triamcinolone acetonide 0,1%
Hydrocortisone butyrate 0,1%
Fluocinolone acetonide 0,025%
Desonide 0,05%
Betamethasone valerate 0,1%
Hydrocortisone valerate 0,2%
VI Potensi medium Aclometasone 0,05%
Triamcinolone acetonide 0,1%
Hydrocortisone butyrate 0,1%
Fluocinolone acetonide 0,01%
Desonide 0,05%
Betamethasone valerate 0,1%
VII Potensi lemah Obat topikal dengan hidrokortison, deksametason,
glumetalon, prednisolon, dan metilprednisolon


Mekanisme kerja kortikosteroid
Kortikosteroid sistemik
Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Pada
beberapa jaringan, misalnya hepar, hormon steroid merangsang transkripsi dan sintesis
protein spesifik; pada jaringan lain, misalnya sel limfoid dan fibroblast hormon steroid
merangsang sintesis protein yang sifatnya menghambat atautoksik terhadap sel-sel limfoid,
hal ini menimbulkan efek katabolik. Pengaruh kortikosteroid terhadap fungsi dan organ tubuh
ialah sebagai berikut:

a. Metabolisme karbohidrat dan protein
Glukokortikoid meningkatkan kadar glukosa darah sehingga merangsang pelepasan
insulin dan menghambat masuknya glukosa kedalam sel otot. Glukokortikoid juga
merangsang lipase dan menyebabkan lipolisis. Peningkatan kadar insulin merangsang
lipogenesis dan sedikit menghambat lipolisis sehingga hasil akhirnya adalah peningkatan
deposit lemak, peningkatan pelepasan asam lemak, dan gliserol ke dalam darah.

Hormon ini menyebabkan glukoneogenesis di perifer dan di hepar. Di perifer steroid
mempunyai efek katabolik. Efek katabolik inilah yang menyebabkan terjadinya atrofi
jaringan limfoid, pengurangan massa jaringan otot, terjadi osteoporosis tulang, penipisan
kulit, dan keseimbangan nitrogen menjadi negatif. Asam amino tersebut dibawa ke hepar dan
digunakan sebagai substrat enzim yang berperan dalam produksi glukosa dan glikogen.


b. Metabolisme lemak
Pada penggunaan glukokortikoid dosis besar jangka panjang atau pada sindrom cushing,
terjadi gangguan distribusi lemak tubuh yang khas. Lemak akan terkumpul secara berlebihan
pada depot lemak; leher bagian belakang (buffalo hump), daerah supraklavikula dan juga di
muka (moon face), sebaliknya lemak di daerah ekstremitas akan menghilang.



c. Keseimbangan air dan elektrolit.
Mineralokortikoid dapat meningkatkan reabsorpsi Na
+
serta ekskresi K
+
dan H
+
di tubuli
distal. Dengan dasar mekanisme inilah, pada hiperkortisisme terjadi: retensi Na yang disertai
ekspansi volume cairan ekstrasel, hipokalemia, dan alkalosis.


d. Sistem kardiovaskular
Kortikosteroid dapat mempengaruhi sistem kardiovaskular secara langsung dan tidak
langsung. Pengaruh tidak langsung ialah terhadap keseimbangan air dan elektrolit; misalnya
pada hipokortisisme, terjadi pengurangan volume yang diikuti peningkatan viskositas darah.
Bila keadaan ini didiamkan akan timbul hipotensi dan akhirnya kolaps kardiovaskular.
Pengaruh langsung steroid terhadap sistem kardiovaskular antara lain pada kapiler, arteriol,
dan miokard.


e. Otot rangka
Untuk mempertahankan otot rangka agar dapat berfungsi dengan baik, dibutuhkan
kortiosteroid dalam jumlah cukup. Tetapi apabila hormon ini berlebihan, timbul gangguan
fungsi otot rangka tersebut. Disfungsi otot pada insufisiensi adrenal diakibatkan oleh
gangguan sirkulasi. Pada keadaan ini tidak terjadi kerusakan otot maupun sambungan saraf
otot. Pemberian transfuse atau kortisol dapat mengembalikan kapasitas kerja otot..


f. Susunan saraf pusat
Pengaruh kortikosteroid terhadap SSP dapat secara langsung dan tidak langsung.
Pengaruhnya secara tidak langsung disebabkan efeknya pada metabolisme karbohidrat,
sistem sirkulasi, dan keseimbangan elektrolit. Adanya efek steroid pada SSP ini dapat dilihat
dari timbulnya perubahan mood, tingkah laku, EEG, dan kepekaan otak, terutama untuk
penggunaan waktu lama atau pasien penyakit Addison.


g. Elemen pembentuk darah
Glukokortikoid dapat meningkatkan kadar hemoglobin dan jumlah sel darah merah,
hal ini terbukti dari seringnya timbul polisitemia pada sindrom Cushing. Sebaliknya pasien
Addison dapat mengalami anemia normokromik normositik yang ringan.


h. Efek anti-inflamasi dan imunosupresif
Kortisol dan analog sintetiknya dapat mencegah atau menekan timbulnya gejala
inflamasi akibat radiasi, infeksi, zat kimia, mekanik, atau alergen. Secara mikroskopik obat
ini menghambat fenomena inflamasi dini yaitu edema, deposit fibrin, dilatasi kapiler, migrasi
leukosit ke tempat radang dan aktivitas fagositosis. Selain itu juga dapat menghambat
manifestasi inflamasi yang telah lanjut yaitu proliferasi kapiler dan fibroblast, pengumpulan
kolagen dan pembentukan sikatriks. Hal ini karena efeknya yang besar terhadap
konsentrasi,distribusi dan fungsi leukosit perifer dan juga disebabkan oleh efek supresinya
terhadap sitokin dan kemokin inflamasi serta mediator inflamasi lipid dan glukolipid lainnya.
Inflamasi, tanpa memperhatikan penyebabnya, ditandai dengan ekstravasasi dan infiltrasi
leukosit kedalam jaringan yang mengalami inflamasi. Peristiwa tersebut diperantarai oleh
serangkaian interaksi yang komplek dengan molekul adhesi sel, khusunya yang berada pada
sel endotel dan dihambat oleh glukokortikoid. Sesudah pemberian dosis tunggal
glukokortikoid dengan masa kerja pendek, konsentrasi neutrofil meningkat, sedangkan
limfosit, monosit dan eosinofil dan basofil dalam sirkulasi tersebut berkurang jumlahnya.
Perubahan tersebut menjadi maksimal dalam 6 jam dan menghilang setelah 24 jam.
Peningkatan neutrofil tersebut disebabkan oleh peningkatan aliran masuk ke dalam darah dari
sumsum tulang dan penurunan migrasi dari pembuluh darah, sehingga menyebabkan
penurunan jumlah sel pada tempat inflamasi.

Glukokortikoid dapat menyebabkan vasokonstriksi apabila digunakan langsung pada
kulit, yang diduga terjadi dengan menekan degranulasi sel mast. Glukokortikoid juga
menurunkan permeabilitas kapiler dengan menurunkan jumlah histamine yang dirilis oleh
basofil dan sel mast. Penggunaan kortokosteroid dalam klinik sebagai antiinflamasi
merupakanterapi paliatif, yaitu hanya gejalanya yang dihambat sedangkan penyebabnya tetap
ada. Konsep terbaru memperkirakan bahwa efek imunosupresan dan antiinflamasi yang
selama ini dianggap sebagai efek farmakologi kortikosteroid sesungguhnya secara fisiologis
merupakan mekanisme protektif.


i. Jaringan limfoid dan sistem imunologi
Glukokortikoid tidak menyebabkan lisis jaringan limfoid yang masif, golongan obat
ini dapat mengurangi jumlah sel pada leukemia limfoblastik akut dan beberapa keganasan sel
limfosit. Kortikosteroid bukan hanya mengurangi jumlah limfosit tetapi juga respons
imunnya. Kortikosteroid juga menghambat inflamasi dengan menghambat migrasi leukosit ke
daerah inflamasi.


j. Pertumbuhan
Penggunaan glukokortikoid dalam waktu lama dapat menghambat pertumbuhan anak, karena
efek antagonisnya terhadap kerja hormon pertumbuhan di perifer. Terhadap tulang,
glukokortikoid dapat menghambat maturasi dan proses pertumbuhan memanjang.


Mekanisme Kerja Kortikosteroid Topikal
Peran kortikosteroid sebagai antiinflamasi terutam berhungungan dengan
vasokonstriksi, menurunkan permeabilitas membran, efek imunosupresan, dan antimitotik.
Inflamasi merupakan reaksi jaringan terhadap rangsangan, yaitu sebagai upaya pertahanan
tubuh terhadap rangsangan tersebut. Reaksi ini merupakan rangkaian proses yang cukup
rumit, antara lain terjadi perubahan mikrosirkulasi dengan meningkatnya permeabilitas
kapiler sehingga cairan dan elemen darah keluar ke ruang interstisial serta migrasi leukosit
ketempat radang. Selain itu terjadi pelepasan mediator kimia sitotoksik, misalnya histamin,
bradikinin, eosinophylic chemotactic factor of anaphylaxis (ECF-A), slow reacting substance
of anaphylaxis (SRS-A), leukotrien, prostaglandin, dll.

Efek vasokonstriksi kortikosteroid akan menurunkan permeabilitas membran
sehingga mengurangi ekstravasasi cairan keluar serta mengurangi edema dan rasa sakit akibat
penekanan jaringan sekitarnya.

Kortikosteroid menstabilkan membran lisosom sehingga menghambat pelepasan
mediator kimia sitotoksik, misalnya histamin, kinin prostaglandin, dll yang menyebabkan
gejala inflamasi. Prorse mitosis atau pembelahan sel dihambat dengan mengurangi transkripsi
RNA sehingga menghambat sintesis DNA yang menyebabkan pengurangan hiperplasia
epidermis. Dalam keadaan lebih lanjut akan menyebabkan atropi dermis dan epidermis. Efek
ini tampak pada preparat yang terhalogenisasi. Selain itu kortikosteroid dapat mempengaruhi
stimulasi limfokin dalam proses imun dengan menghambat migrasi zat efektor imun pada
tempat radang.


Penggunaan klinik
Berdasarkan cara penggunaannya kortikosteroid dapat dibagi dua yaitu kortikosteroid
sistemik dan kortikosteroid topikal. Kortikosteroid topikal adalah obat yang digunakan di
kulit pada tempat tertentu dan merupakan terapi topikal yang memberi pilihan untuk para ahli
kulit dengan menyediakan banyak pilihan efek pengobatan yang diinginkan, diantaranya
termasuk melembabkan kulit, melicinkan, atau mendinginkan area yang dirawat.
Kortikosteroid topikal dengan potensi kuat belum tentu merupakan obat pilihan
untuk suatu penyakit kulit. Perlu diperhatikan bahwa kortikosteroid topikal bersifat
paliatif dan supresif terhadap penyakit kulit dan bukan merupakan pengobatan kausal.
Biasanya pada kelainan akut dipakai kortikosteroid dengan potensi lemah contohnya pada
anak-anak dan usia lanjut, sedangkan pada kelainan subakut digunakan kortikosteroid sedang
contonya pada dermatitis kontak alergik, dermatitis seboroik dan dermatitis intertriginosa.
Jika kelainan kronis dan tebal dipakai kortikosteroid potensi kuat contohnya pada psoriasis,
dermatitis atopik, dermatitis dishidrotik, dan dermatitis numular.

Pada dermatitis atopik yang penyebabnya belum diketahui, kortikosteroid dipakai
dengan harapan agar remisi lebih cepat terjadi. Yang harus diperhatikan adalah
kadar kandungan steroidnya. Dermatosis yang kurang responsif terhadap kortikosteroid ialah
lupus eritematousus diskoid, psoriasis di telapak tangan dan kaki, vitiligo, granuloma anulare,
sarkoidosis, liken planus, pemfigoid, eksantema fikstum. Erupsi eksematosa biasanya diatasi
dengan salep hidrokortison 1%. Pada penyakit kulit akut dan berat serta pada eksaserbasi
penyakit kulit kronik, kortikosteroid diberikan secara sistemik.
Pada pemberian kortikosteroid sistemik yang paling banyak digunakan adalah
prednison karena telah lama digunakan dan harganya murah. Bila ada gangguan
hepar digunakan prednisolon karena prednison dimetabolisme di hepar menjadi prednisolon.
Kortikosteroid yang memberi banyak efek mineralkortikoid jangan dipakai pada pemberian
long term (lebih dari sebulan). Pada penyakit berat dan sukar menelan, misalnya
toksik epidermal nekrolisis dan sindrom Stevens-Jhonson harus diberikan kortikosteroid
dengan dosis tinggi secara intravena. Jika masa kritis telah diatasi dan penderita telah dapat
menelan diganti dengan tablet prednison.

Dosis dan mekanisme pemberian
Pada saat memilih kortikosteroid topikal dipilih yang sesuai, aman, efek samping
sedikit dan harga murah, disamping itu ada beberapa faktor yang perlu di pertimbangkan
yaitu jenis penyakit kulit, jenis vehikulum, kondisi penyakit yaitu stadium penyakit,
luas/tidaknya lesi, dalam/dangkalnya lesi dan lokalisasi lesi. Perlu juga dipertimbangkan
umur penderita.
2
Steroid topikal terdiri dari berbagai macam vehikulum dan bentuk dosis
salep, krim, lotion (bedak kocok) dan gel.
Pada umumnya dianjurkan pemakaian salep 2-3 x/hari sampai penyakit tersebut
sembuh. Perlu dipertimbangkan adanya gejala takifilaksis. Takifilaksis ialah menurunnya
respons kulit terhadap glukokortikoid karena pemberian obat yang berulang-ulang berupa
toleransi akut yang berarti efek vasokonstriksinya akan menghilang, setelah diistirahatkan
beberapa hari efek vasokonstriksi akan timbul kembali dan akan menghilang lagi bila
pengolesan obat tetap dilanjutkan. Lama pemakaian kortikosteroid topikal sebaiknya tidak
lebih dari 4-6 minggu untuk . Steroid potensi lemah dan tidak lebih dari 2 minggu untuk
potensi kuat.
Ada beberapa cara pemakaian dari kortikosteroid topikal, yakni :
1. Pemakaian kortikosteroid topikal poten tidak dibenarkan pada bayi dan anak.
2. Pemakaian kortikosteroid poten orang dewasa hanya 40 gram per minggu, sebaiknya
jangan lebih lama dari 2 minggu. Bila lesi sudah membaik, pilihlah salah satu dari
golongan sedang dan bila perlu diteruskan dengan hidrokortison asetat 1%.
3. Apabila diagnosis suatu dermatosis tidak jelas, jangan pakai kortikosteroid poten
karena hal ini dapat mengaburkan ruam khas suatu dermatosis. Tinea dan scabies
incognito adalah tinea dan scabies dengan gambaran klinik tidak khas disebabkan
pemakaian kortikosteroid.
Kortikosteroid secara sistemik dapat diberikan secara intralesi, oral, intramuskular,
intravena. Pemilihan preparat yang digunakan tergantung dengan keparahan penyakit. Pada
suatu penyakit dimana kortikosteroid digunakan karena efek samping seperti pada alopesia
areata, kortikosteroid yang diberikan adalah kortikosteroid dengan masa kerja yang panjang.
Kortikosteroid biasanya digunakan setiap hari atau selang sehari. Initial dose yang digunakan
untuk mengontrol penyakit rata-rata dari 2,5 mg hingga beberapa ratus mg setiap hari. Jika
digunakan kurang dari 3-4 minggu, kortikosteroid diberhentikan tanpa tapering off. Dosis
yang paling kecil dengan masa kerja yang pendek dapat diberikan setiap pagi untuk
meminimal efek samping karena kortisol mencapai puncaknya sekitar jam 08.00 pagi dan
terjadi umpan balik yang maksimal dari seekresi ACTH. Sedangkan pada malam hari
kortikosteroid level yang rendah dan dengan sekresi ACTH yang normal sehingga dosis
rendah dari prednison (2,5 sampai 5mg) pada malam hari sebelum tidur dapat digunakan
untuk memaksimalkan supresi adrenal pada kasus akne maupun hirsustisme.
Penggunaan glukokortikoid jangka panjang yaitu lebih dari 3 sampai 4 minggu perlu
dilakukan penurunan dosis secara perlahan-lahan untuk mencari dosis pemeliharaan dan
menghindari terjadi supresi adrenal. Cara penurunan yang baik dengan menukar dari dosis
tunggal menjadi dosis selang sehari diikuti dengan penurunan jumlah dosis obat. Untuk
mencegah terjadinya supresi korteks kelenjar adrenal kortikosteroid dapat diberikan selang
sehari sebagai dosis tunggal pada pagi hari (jam8), karena kadar kortisol tertinggi dalam
darah pada pagi hari. Keburukan pemberian dosis selang sehari ialah pada hari bebas obat
penyakit dapat kambuh. Untuk mencegahnya, pada hari yang seharusnya bebas obat masih
diberikan kortikosteroid dengan dosis yang lebih rendah daripada dosis pada hari pemberian
obat. Kemudian perlahan-lahan dosisnya diturunkan. Bila dosis telah mencapi 7,5 mg
prednison, selanjutnya pada hari yang seharusnya bebas obat tidak diberikan kortikosteroid
lagi. Alasannya ialah bila diturunkan berarti hanya 5 mg dan dosis ini merupakan dosis
fisiologik. Seterusnya dapat diberikan dapat diberikan selang sehari.

Berikut berbagai penyakit yang dapat diobati dengan kortikosteroid beserta dosisnya :
Nama penyakit Macam kortikosteroid dan dosisnya sehari
Dermatitis
Erupsi alergi obat ringan
SJS berat dan NET
Eritrodermia
Reaksi lepra
DLE
Pemfigoid bulosa
Pemfigus vulgaris
Pemfigus foliaseus
Pemfigus eritematosa
Psoriasis pustulosa
Reaksi Jarish-Herxheimer
Prednison 4x5 mg atau 3x10mg
Prednison 3x10 mg atau 4x10 mg
Deksametason 6x5 mg
Prednison 3x10 mg atau 4x10 mg
Prednison 3x10 mg
Prednison 3x10 mg
Prednison 40-80 mg
Prednison 60-150 mg
Prednison 3x20 mg
Prednison 3x20 mg
Prednison 4x10 mg
Prednison 20-40 mg

Monitor
Dasar evaluasi yang digunakan sebelum dilakukan pengobatan kortikosteroid
untuk mengurangi potensi terjadinya efek samping adalah riwayat personal dan keluarga
dengan perhatian khusus kepada penderita yang memiliki predisposisi diabetes, hipertensi,
hiperlipidemia, glaukoma dan penyakit yang terpengaruh dengan pengobatan steroid.
Tekanan darah dan berat badan harus tetap di ukur. Jika dilakukan pengobatan jangka lama
perlu dilakukan pemeriksaan mata, pengukuran densitas tulang spinal dengan menggunakan
computed tomography (CT), dual-photon absorptiometry, atau dual-energy xray
absorptiometry (DEXA).
2


Efek samping
Pada penggunan kortikosteroid topikal, efek samping dapat terjadi apabila :
1. Penggunaan kortikosteroid topikal yang lama dan berlebihan.
2. Penggunaan kortikosteroid topikal dengan potensi kuat atau sangat kuat atau
penggunaan sangat oklusif.
efek samping kortikosteroid dibagi menjadi beberapa tingkat yaitu
3


Efek Epidermal
Yaitu penipisan epidermal, dan inhibisi dari melanosit.


Efek Dermal
Terjadi penurunan sintesis kolagen dan pengurangan pada substansi dasar.


Efek Vaskular
Yaitu Vasodilatasi dan fenomena rebound.


Sedangkan efek samping kortikosteroid sistemik secara umum adalah sebagai berikit

No. Tempat Efek samping
1 Saluran cerna Hipersekresi asam lambung, mengubah
proteksi gaster, ulkus peptikum/perforasi,
pankreatitis, ileitis regional, kolitis ulseratif.
2 Otot Hipotrofi, fibrosis, miopati panggul/bahu.
3 Susunan saraf pusat Perubahan kepribadian (euforia, insomnia,
gelisah, mudah tersinggung,
psikosis, paranoid, hiperkinesis, kecendrungan
bunuh diri), nafsu
makan bertambah
4 Tulang Osteoporosis, fraktur, kompresi vertebra,
skoliosis, fraktur tulang panjang.
5 Kulit Hirsutisme, hipotropi, strie atrofise, dermatosis
akneiformis, purpura,
Telangiektasis
6 Mata Glaukoma dan katarak subkapsular posterior
7 Darah Kenaikan Hb, eritrosit, leukosit dan limfosit
8 Pembuluh darah Kenaikan tekanan darah
9 Kelenjar korteks adrenal Atrofi
10 Metabolisme protein,
KH, dan lemak
Kehilangan protein (efek katabolik),
hiperlipidemia,gula meninggi, obesitas, buffalo
hump, perlemakan hati.
11 Elektrolit Retensi Na/air, kehilangan kalium (astenia,
paralisis, tetani, aritmia
kor)
12 Sistem imunitas Menurun, rentan terhadap infeksi, reaktivasi
TB dan herpes simplek, keganasan dapat
timbul.

Kontraindikasi pada kortikosteroid terdiri dari kontraindikasi mutlak dan relatif. Pada
kontraindikasi absolut, kortikosteroid tidak boleh diberikan pada keadaan infeksi jamur yang
sistemik, herpes simpleks keratitis, hipersensitivitas biasanya kortikotropin dan
preparatintravena. Sedangkan kontraindikasi relatif kortikosteroid dapat diberikan dengan
alasan sebagai life saving drugs.

Vous aimerez peut-être aussi