Vous êtes sur la page 1sur 12

KEBIJAKAN DIVIDEN

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas kelompok Matakuliah
Manajemen Keuangan II
yang dibina oleh Dr. Dyah Aju Wardhani, M.Si.Ak.



Oleh:
Ahmad Bashofi H. 120422425901
Eka Ardianty W. 120422403173
Moch. Defri K. 110422425507














UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
SEPTEMBER 2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Alloh SWT, karena berkat rahmat,
taufik dan hidayah-Nya makalah ini bisa terselesaikan tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen
Keuangan II pada program keahlian Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas
Negeri Malang.
Makalah ini tidak dapat terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, kami sampaikan terima kasih kepada Ibu Dyah Aju Wardhani selaku
dosen matakuliah, serta teman-teman dan semua pihak yang telah membantu
terselesaikannya Makalah Kebijakan Dividen.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, untuk itu kami mohon saran serta kritik dari para pembaca. Dan
semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para
pembaca pada umumnya.



Malang, September 2014


Penulis










BAB I
PENDAHULUAN

Stice at al (2004:902) menyatakan bahwa deviden adalah pembagian
kepada para pemegang saham dari suatu perusahaan secara proporsional sesuai
dengan jumlah saham yang dipegang oleh masing-masing pemilik. Sedangkan
menurut Skousen et al (2001:757), deviden adalah pendistribusian laba secara
proporsional kepada para pemegang saham sesuai dengan jumlah saham yang
dimilikinya.
Kebijakan dividen merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam
keputusan pendanaan perusahaan. Pendistribusian keuntungan, apakah akan
dibagikan dalam bentuk dividen atau ditahan untuk diinvestasikan kembali dengan
mengharapkan capital gain di masa yang akan datang adalah sebuah keputusan
yang harus diambil oleh pihak manajemen. Namun pada umumnya, setiap
keuntungan bersih yang dihasilkan oleh perusahaan akan dibagi dalam bentuk
dividendan sebagian akan diinvestasikan kembali ke perusahaan. Keputusan inilah
yang disebut sebagai kebijakan dividen.















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kebijakan Dividen
Kebijakan dividen merupakan kebijakan yang harus diambil oleh
manajemen suatu perusahaan untuk memutuskan apakah membayarkan sebagian
keuntungan perusahaan kepada para pemegang saham atau menahannya sebagai
laba ditahan untuk diinvestasikan kembali dengan harapan memperoleh capital
gain. Adapun dividen yang dibayarkan tidak hanya berupa uang tunai, namun juga
dapat berupa saham (menambah kepemilikan).

2.1.1 Jenis-jenis Dividen
Berikut ini adalah beberapa jenis pembayaran dividen yang diberikan
kepada para pemegang saham.
1. Dividen Kas (cash dividen)
Dividen kas adalah dividen yang diberikan oleh perusahaan kepada para
pemegang saham dalam bentuk uang tunai. Pada waktu rapat umum pemegang
saham, perusahaan memutuskan bahwa sejumlah tertentu dari laba perusahaan
akan dibagi dalam bentuk kas dividen. Yang perlu diperhatikan oleh pimpinna
perusahaan adalah apakah jumlah kas yang ada di perusahaan cukup untuk
pembagian dividen tersebut.
Terdapat 3 jenis kas dividen yang dibedakan menurut tingkat pertumbuhan
dividennnya, yaitu:
a. Zero Growth Dividen
Yaitu dividen yang dibagikan secara tetap, sehingga sepanjang perusahaan
itu listing di bursa efek, dividen yang diterima adalah tetap, bukannya
dalam bentuk persentase.
b. Constant Growth Dividen
Yaitu dividen dengan pertumbuhan dividen yang tetap, sehingga setiap
tahunnya akan diperoleh pembagian dividen dengan persentase tetap
seperti periode sebelumnya.

c. Supernormal Dividen
Dividen ini merupakan campuran dari pembagian dividen yang
pertumbuhannya tidak tetap dan pembagian dividen dengan pertumbuhan
tetap.
2. Dividen Utang (script dividen)
Dividen utang adalah suatu surat tanda kesediaan membayar sejumlah uang
tertentu yang diberikan perusahaan kepada para pemegang saham sebagai
dividen. Surat ini berbunga sampai dengan dibayarkan uang tersebut kepada
yang berhak. Pembagian dividen seperti ini biasa dibuat apabila pada waktu
para pemegang saham mengambil keputusan tentang pembagian laba dimana
perusahaan belum mempunyai persediaan uang kas yang cukup untuk
membayar dividen kas.
3. Dividen Aktiva (property dividen)
Dividen aktiva adalah dividen yang diberikan kepada para pemegang saham
dalam bentuk barang-barang. Pembagian dividen berupa barang tergolong
sulit bila dibandingkan dengan pembagian dalam bentuk uang. Namun
perusahaan melakukan ini karena uang tunai perusahaan tertanam dalam
investasi saham di perusahaan lain.
4. Dividen Likuidasi (liquidation dividen)
Dividen likuidasi adalah dividen yang dibayarkan kepada para pemegang
saham dimana sebagian dari jumah tersebut dimaksudkan sebagai pembayaran
pembagian laba sedangkan sebagian lagi dimaksudkan sebagai pengembalian
modal yang ditanam oleh para pemegang saham ke dalam perusahaan tersebut.
5. Dividen Saham (stock dividen)
Dividen saham adalah dividen yang diberikan kepada para pemegang saham
dalam bentuk saham-saham yang dikeluarkan oleh perusahaan itu sendiri. Di
Indonesia saham yang dibagikan sebagai dividen tersebut disebut saham
bonus. Dividen saham dapat berupa saham dengan jenis sama maupun jenis
yang berbeda. Namun demikian, tidak semua saham bonus merupakan
dividen.


2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembayaran Dividen Rendah
Berikut ini adalah beberapa faktor yang menyebabkan munculnya
kebijakan pembayaran dividen menurut Ambarwati (2010:68).
1. Pajak
Tingkat pajak efektif pada pendapatan dalam bentuk dividen lebih besar
daripada pada pendapatan modal (capital gains). Pendapatan modal akan
mendapatkan pembebanan pajak yang lebih rendah dan akan diberi tenggang
waktu sampai saham tersebut terjual. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
perusahaan yang lebih menyukai pembayaran dividen rendah bertujuan untuk
menghemat pembayaran pajak , disamping ingin mendapatkan capital gain.
2. Flotation Cost
Perusahaan memang dapat membayar dividen dengan menjual saham baru,
namun hal itu membutuhkan biaya yang sangat mahal. Jika biaya flotasi
dimasukkan, maka nilai saham akan berkurang jika dilakukan penjualan
saham baru. Perusahaan yang lebih memilih pembayaran dividen rendah
bertujuan untuk menghindari mahalnya biaya flotasi karena perusahaan yang
memilih pembayaran dividen tinggi harus menjual banyak saham baru.
3. Dividend Restriction
Ada banyak kendala yang akan dihadapi perusahaan dalam membayarkan
dividennya. Jika perusahaan ingin membayar dividen tinggi, maka laba
ditahan akan menjadi rendah sehingga kesempatan perusahaan untuk tumbuh
dan berkembang menjadi sulit.

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembayaran Dividen Tinggi
Berikut ini adalah beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya
pembayaran dividen tinggi.
1. Nilai dividen saat ini yang didiskontokan lebih tinggi daripada dividen yang
akan datang jika dinilai saat ini;
2. Harga saham akan tinggi jika perusahaan membayar dividen tinggi;
3. Pemegang saham ingin mendapatkan current income dengan pembayaran
dividen tinggi daripada menginvestasikan kembali kas dengan mengharapkan
keuntungan jangka panjang yang belum pasti;
4. Ketidakpastian resolusi
Menurut Myron Gordon dalam teorinya Bird in The Hand, sesuatu yang pasti
di tangan itulah yang seharusnya kita ambil.

2.1.4 Menetapkan Kebijakan Dividen
Pada umumnya perusahaan cenderung membayar dividen dengan jumlah
yang stabil atau meningkat dengan teratur. Kebijakan ini diambil berdasarkan
asumsi bahwa investor menganggap kenaikan dividen sebagai sinyal positif.
Namun hal ini tidak berarti bahwa dividend payout ratio harus tetap stabil karena
jumlah nominal dividen juga ditentukan oleh keuntungan bersih perusahaan
(EAT). Jika EAT berfluktuasi dari waktu ke waktu maka pembayaran dividen
juga akan berfluktuasi. Pada praktiknya, perusahaan akan menaikkan dividen pada
suatu kisaran tertentu di mana mereka dapat mempertahankannya di masa
mendatang sekalipun terjadi kondisi terburuk.
Menurut Lukas (2006), ada beberapa faktor yang mempengaruhi manajemen
dalam menentukan kebijakan dividen, yaitu:
1. Batasan-batasan dalam kontrak utang
Syarat perjanjian utang adalah pelindung kesepakatan yang biasanya meliputi
batasan untuk pembayaran dividen. Syarat perjanjian utang dinyatakan sebagai
persentase maksimum laba ditahan kumulatif dalam perusahaan, dan hal ini
akan berdampak pada pembayaran dividen.
2. Pembatasan dari saham preferen
Tidak ada pembayaran dividen untuk pemegang saham biasa jika dividen
untuk saham preferen belum terbayar.
3. Likuiditas
Likuiditas perusahaan merupakan pertimbangan utama dalam banyak
keputusan dividen. Manajemen yang ingin mempertahankan likuiditas untuk
menghindari risiko tidak akan membayar dividen dalam jumlah besar.
4. Pengendalian
Manajemen yang ingin mempertahankan kontrol terhadap perusahaan akan
cenderung segan menjual saham baru dan lebih menyukai menahan laba guna
memenuhi kebutuhan dana baru. Hal ini berakibat pada rendahnya nilai
dividen yang akan dibayar.
5. Kebutuhan dana untuk investasi
Perusahaan selalu membutuhkan dana baru untuk diinvestasikan pada proyek-
proyek yang dianggap menguntungkan. Semakin besar kebutuhan dana untuk
investasi, akan semakin kecil dividen yang akan dibayarkan.
6. Fluktuasi laba
Jika laba yang dihasilkan perusahaan cenderung stabil, maka dividen yang
dibagikan relatif besar tanpa takut harus menurunkan dividen jika laba tiba-
tiba turun. Hal ini berlaku sebaliknya.

2.2 Teori Dividen
Berikut ini adalah beberapa isu teoritis yang muncul dan diamati dalam
dividend cut/ omissions oleh Ghosh & Wolridge (1988)(dalam Fatmawati: 1999).
1. Agency Theory
Pembayaran dividen berperan dalam mekanisme monitoring karena membuat
manajer harus menyediakan dana yang mungkin diperoleh dari luar
perusahaan. Dengan demikian dapat mengurangi biaya keagenan. Sementara
itu pemotongan dividen dapat menyediakan dana internal yang bisa digunakan
untuk memenuhi kebutuhan investasi sehingga perusahaan tidak perlu mencari
dana melalui pasra modal. Hal ini meningkatkna biaya keagenan karena
pemegang saham harus meningkatkan control terhadap manajer agar tidak
menggunakan dana tersebut secara tidak bertanggung jawab. Teori ini
memprediksi bahwa harga saham akan turun dengan diumumkannya
pemotongan dan penghapusan dividen. Kebenaran dari teori ini telah
dibuktikan oleh Ghosh dan Wolridge (1988).
2. Signaling Theory
Miller berpendapat bahwa perubahan yang tidak diharapkan dalam
pembayaran dividen merupakan petunjuk bagi investor tentang perubahan laba
yang diperoleh perusahaan yang pada gilirannya akan memicu terjadinya
perubahan harga saham. Dalam kondisi information asymmetri investor
cenderung menginterpretasikan perubahan dividen sebagai perubahan
pandangan manajemen terhadap prospek keuntungan perusahaan. Bukti
empiris menunjukkan bahwa reaksi pasar terhadap perubahan dividen
tergantung pada interpretasi investor terhadap perubahan variable-variabel
dengan event tersebut. Dividend signaling theory berdasarkan pada asumsi
bahwa dividen diperlukan untuk memberikan informasi positif dari manajer
yang mempunyai informasi lengkap tentang kondisi perusahaan yang
sesungguhnya kepada investor yang miskin akan informasi. Fenomena seperti
ini dapat terjadi karena adanya asymmetric information antara manajer dengan
investor.
3. Residual Theory
Teori ini beranggapan bahwa kebijakan dividen dipengaruhi oleh kebutuhan
dana untuk pembiayaan investasi. Implikasi dari teori ini, kebijakan
pemotongan dan penghapusan dividen tanpa disertai penurunan laba
merupakan sinyal untuk meraih kesempatan investasi yang lebih
menguntungkan dan akna menghasilkan kenaikan harga saham.
4. Self-control Theory
Teori ini mengasumsikan bahwa investor memiliki preferensi yang berbeda.
Di satu pihak ada investor yang berwawasan ke depan yang lebih
mementingkan investasi yang mampu menghasilkan keuntungan daripada
menerima dividen. Namun di sisi lain, ada investor yang lebih menyukai
dividen tunai daripada menanamkannya kembali untuk investasi. Investor
yang demikian akan menjual sahamnya apabila mereka membutuhkan dana
tetapi tidak mendapatkannya dari dividen yang diharapkan. Penjualan saham
ini dalam jumlah besar dapat menurunkan harga saham.
5. Pecking Order Theory
Menurut Akhmad (2011),teori ini menggambarkan sebuah tingkatan dalam
pencarian dana perusahaan yang menunjukkan bahwa perusahaan lebih
memilih menggunakan internal equity dalam membiayai investasi dan
mengimplementasikannya sebagai peluang pertumbuhan. Pecking
ordertheorymenyatakan bahwa perusahaan lebih menyukai pendanaan internal
dibandingkan pendanaan eksternal. Teori ini dibangun berdasarkan beberapa
asumsi yang menekankan pada pentingnya financial slack yang cukup di
perusahaan guna mendanai proyek-proyek bagus dengan dana internal.
Internal equity diperoleh dari laba ditahan dan depresiasi atau amortisasi.
Utang diperoleh dari pinjaman kreditur, sedang eksternal equity di peroleh
karena perusahaan menerbitkan saham baru.
Manajamen perusahaan diasumsikan sudah memutuskan berapa banyak laba
perusahaan yang diinvestasikan kembali dan memilih bauran utang-modalnya
untuk mendanai investasi ini. Keputusan untuk membayar dividen yang lebih
besar berarti secara simultan memutuskan untuk menahan sedikit laba dan
akan menghasilkan ketergantungan yang lebih besar pada pendanaan
eksternal. Sebaliknya dengan investasi dan keputusan pendanaan perusahaan
pembayaran dividen kecil yang berarti penahanna laba yang tinggi dengan
lebih sedikit kebutuhan dana modal yang dihasilkan dari luar. Keputusan
dividen perusahaan memiliki dampak langsung pada pendanaan perusahaan.
Jika pembayaran dividen meningkat dan pendanaan untuk mendanai investasi
secara internal berkurang, maka akan berakibat modal tambahan akan
dibutuhkan sehingga perusahaan harus menerbitkan saham biasa atau
mengubah komposisi utangnya.
Pecking order theory menekankan permasalahan informasi asimetri.
Perusahaan yang memiliki finacial slack yang cukup tidak perlu menerbitkan
risky debt atau saham untuk mendanai proyek-proyek barunya sehingga
masalah informasi tidak akan muncul. Perusahaan akan dapat menerima
seluruh proyek bagus tanpa harus merugikan pemegang saham lama. Teori ini
merupakan penjelas perilaku perusahaan yang menahan sebagian laba dan
membuat cadangan kas dalam jumlah yang cukup besar.
6. Maturity Proposition
Faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen
Semakin tinggi dividen yang dibagikan kepada pemegang saham
akanmengurangi kesempatan perusahaan dalam mendapatkan sumber dan
interndalam rangka mengadakan reinvestasi, sehingga dalam jangka panjang
akanmengurangi nilai perusahaan.
Kebutuhan Untuk Melunasi Hutang. Hutang-hutang harus dibayar pppada saat
jatuh tempo, dan untukmembayar hutang-hutang tersebut disediakan dana.
Semakin banyakhutang yang harus dibayar, maka semakin besar dana yang
harusdisediakan sehingga akan mengurangi jumlah dividen yang
harusdibayarkan kepada pemegang saham.







BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kebijakan deviden merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan
dengankeputusan pendanaan perusahaan. Secara definisi, kebijakan deviden
adalahkeputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun
akan dibagikepada pemegang saham dalam bentuk deviden atau akan ditahan
untukmenambah modal guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang.
Pendapat tentang ketidak-relevanan deviden (irrelevant theory).
Pendapatini dikemukakan oleh Modigliani dan Miller, yang memberikan
argumentasi bahwa pembagian laba dalam bentuk deviden tidak relevan
dengan peningkatan kemakmuran atau kekayaan pemegang saham. Karena
deviden pay out ratio hanya merupakan bagian kecil dari keputusan pendanaan
perusahaan, nilai perusahaan ditentukan tersendiri oleh kemampuan aktiva
perusahaan untuk menghasilkan laba atau kebijakan investasi. Deviden adalah
relevan untuk kondisi yang tidak pasti, investor dapat dipengaruhi oleh
kebijakan deviden.
Deviden Saham (Stock Deviden) dan Pemecahan Saham (Stock Split)
seringkali digunakan untuk tujuan berbeda. Dalam pengertian ekonomi hanya
terdapat perbedaan kecil diantara keduanya. Namun dalam pengertian
akuntansi, kedua istilah di atas memiliki perbedaan besar. Prinsip-prinsip
akuntansi memperlakukan distribusi saham yang lebih dari 25% saham yang
beredar sebagai pemecahan saham, sedangkan distribusi yang lebih kecil dari
jumlah itu dapat digolongkan sebagai stock deviden. Jika perusahaan memiliki
kelebihan dana tetapi mempunyai sedikit kesempatan investasi, maka
kelebihan dana tersebut dapat didistribusikan dengan membeli kembali saham
perusahaan atau meningkatkan pembayaran deviden. Dengan pembelian
kembali saham, maka saham yang beredar menjadi lebih sedikit sehingga EPS
(earning per share) dan dividen per lembar sahamsegera meningkat. Sebagai
hasilnya harga pasar perlembar saham akan naik juga






DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, Sri Dwi Ari. 2010. Manajemen Keuangan Lanjut. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Naruli, Akhmad. 2011. Pecking Order Theory. (online)
http://naruli-maestro.blogspot.com/2011/09/pecking-order-theory.html.
Diakses pada 12 September 2014.

Vous aimerez peut-être aussi