Vous êtes sur la page 1sur 31

BAB II

Landasan Teori

II.1 Kerangka Teori dan Literatur
II.1.1 Sejarah singkat
Audit sudah dikenal dahulu pada zaman Mesopotamia dengan ditemukannya
symbol symbol pada angka angka transaksi keuangan seperti titik, cek list, dan lain
lain. Di Mesir audit terlihat dari beberapa transaksi keuangan yang diperiksa oleh auditor,
dan di Romawi audit menggunakan system dengar transaksi keuangan jadi setiap
transaksi disaksikan oleh auditor. Namun seiring dengan perkembangan zaman, audit
dikenal sebagai pemeriksa tentang kegiatan operasional, transaksi keuangan serta
kepatuhan terhadap peraturan atau kebijakan perusahaan.
(http://okydwiprasetyo.blogspot.com/2008/10/sejarah-audit.html ).

II.2. Pengertian Auditing
Terdapat banyak definisi mengenai auditing, berikut ini akan disajikan beberapa
definisi yang berkaitan dengan penelitian penulis :

Menurut Arens, Alvin A., et al, Auditing and Assurance Services An Integrated
Approach, Prentice Hall, 2007 menyatakan bahwa :
Auditing adalah proses pengumpulan dan evaluasi bukti mengenai suatu informasi untuk
menetapkan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi tersebut dengan
kriterianya. Auditing hendaknya dilakukan oleh seseorang yang kompeten dan
independen.

Pengertian menurut Larry E., Rittenberg, Karla J., Audrey A. G., Bradley S.
(2010), menjelaskan bahwa:
At a general level, auditing is a process of (1) gathering evidence to attest to assertions
(usually made by management, but also by other parties), (2) evaluating those assertions
agains objective criteria (e.g., standards for internal control, GAAP, or IFRS), and (3)
communicating the audit conclusion to interested parties (usually outside parties such as
users, but also to management and regulators).

Pengertian Audit menurut James A. Hall, Tommie S. buku terjemahan Fitriasari,
D., Arnos, D. K. (2008):
Audit adalah proses sistematis mengenai mendapatkan dan mengevaluasi secara objektif
bukti yang berkaitan dengan penilaian mengenai berbagai kegiatan dan peristiwa
ekonomi untuk memastikan tingkat kesesuaian antara penilaian penilaian tersebut dan
membentuk kriteria serta menyampaikan hasilnya ke para pengguna yang
berkepentingan.
Dari 3 ahli di atas dapat diambil kesimpulan mengenai audit atau pemeriksaan
akuntansi merupakan suatu proses pemeriksaan secara sistematis untuk mengumpulkan
dan mengevaluasi laporan serta mencocokan dengan standar standar yang berlaku saat
ini. Pemeriksaan itu sendiri dilakukan oleh profesi khusus yang memiliki kemampuan
yang berkompeten, lalu kemudian menghasilkan hasil akhir evaluasi dan pemeriksaan
yang berguna untuk pihak pihak yang berkepentingan seperti manajemen, pemegang
saham, kreditor, dan publik.
II.2.1 Tujuan Audit Operasional
Tunggal, A. W. (2008) menyatakan, Beberapa tujuan dari audit operasional
ialah :
1. Objek dari audit operasional adalah mengungkapkan kekurangan dan ketidakberesan
dalam setiap unsur yang diuji oleh auditor operasional dan untuk menunjukkan
perbaikan apa yang memungkinkan untuk memperoleh hasil yang terbaik dari operasi
yang bersangkutan.
2. Untuk membantu manajemen mencapai administrasi operasi yang paling efisien.
3. Untuk mengusulkan kepada manajemen cara-cara dan alat-alat untuk mencapai tujuan
apabila manjemen organisasi kurang pengetahuan tentang pengelolaan yang efisien.
4. Audit operasional bertujuan untuk mencapai efisiensi dari pengelolaan.
5. Untuk membantu manajemen, auditor operasional berhubungan dengan setiap fase
dari aktivitas usaha yang dapat merupakan dasar pelayanan kepada manajemen.
6. Untuk membantu manajemen pada setiap tingkat dalam pelaksanaan yang efektif dan
efisien dari tujuan dan tanggung jawab mereka. (h.40).

II.2.2 Jenis - jenis audit
Menurut Tunggal, A. W. (2008:9) Auditing umumnya digolongkan menjadi 3
(tiga golongan) yakni, Audit Laporan Keuangan, Audit Kepatuhan, dan Audit
Operasional.

1. Audit Laporan Keuangan
Audit Laporan Keuangan adalah audit yang dilakukan oleh auditor independen
terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya untuk menyatakan
pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Dalam Audit Laporan
Keuangan ini, auditor independen menilai kewajaran Laporan Keuangan atas
dasar kesesuainnya dengan prinsip akuntansi berterima umum. Hasil auditing
terhadap laporan keuangan tersebut disajikan dalam bentuk tertulis berupa laporan
audit, laporan audit ini dibagikan kepada para pemakai informasi keuangan
seperti pemegang saham, kreditur, dan kantor pelayanan pajak.

2. Audit Kepatuhan
Audit kepatuhan adalah audit yang tujuaannya untuk menentukan apakah yang
diaudit sesuai dengan kondisi atau peraturan tertentu. Hasil audit kepatuhan
umumnya dilaporkan kepada pihak yang berwenang membuat kriteria. Audit
kepatuhan banyak dijumpai dalam pemerintahan.

3. Audit Operasional
Audit Operasional merupakan review secara sistematik kegiatan organisasi, atau
bagian daripadanya, dalam hubungannya dengan tujuan tertentu. Tujuan audit
operasional adalah untuk :
1. Mengevaluasi kinerja
2. Mengidentifikasi kesempatan untuk peningkatan
3. Membuat rekomendasi untuk perbaikan
Pihak yang memerlukan audit opersional adalah manajemen atau pihak ketiga.
Hasil audit operasional diserahkan kepada pihak yang meminta dilaksanakannya
audit tersebut.

II.3 Audit Operasional
II.3.1 Pengertian Audit Operasional
Menurut Tunggal, A.W. (2008) menyatakan, Audit operasional merupakan audit
atas operasi yang dilaksanakan dari sudut pandang manajemen untuk menilai ekonomi,
efisiensi dan efektifitas dari setiap dan seluruh operasi, terbatas hanya pada keinginan
manajemen (h.11).
Dalam websitenya, menurut Hidayataullah, Audit Operasional adalah
pengkajian atas setiap bagian organisasi terhadap prosedur operasi standar dan metode
yang diterapkan suatu organisasi dengan tujuan untuk mengevaluasi efisiensi, efektivitas,
dan keekonomisan (3E). (http://hidayat.blog.binusian.org/jenis-jenis-audit-umum/)
Menurut Arens, Elder dan Beasley (2008:13) An operational audit evaluates the
efficiency and effectiveness of any part of an organizations operating procedures and
method. Dalam bahasa Indonesia berarti audit operasional dapat mengevaluasi efisiensi
serta efektivitas dari setiap bagian prosedur organisasi dan metode metode yang
digunakan.

Dalam audit operasional memiliki tujuan apakah prosedur dan metode operasi
suatu organisasi sudah efisien dan efektif. Dalam audit ketaatan, tujuannya berkaitan
dengan apakah organisasi telah menaati undang undang dan peraturan yang berlaku.
Terdapat 3 kategori dalam audit operasional menurut arens dan loebbecke terjemahan
Jusuf A.A (2003) yaitu :
Fungsional:
Merupakan suatu alat penggolongan kegiatan suatu perusahaan. Contohnya seperti
fungsi penagihan, fungsi penjualan, fungsi produksi. Audit fungsional memungkinkan
adanya spesialisasi oleh auditor.
Organisasional:
Menyangkut keseluruhan unit organisasi, seperti departemen, cabang atau anak
perusahaan. Penekanannya kepada seberapa efesien dan efektif fungsi fungsi yang
ada di organisasi.
Penugasan Khusus:
Penugasan khusus dilakukan biasanya atas permintaan pihak manajemen dalam
menentukan penyebab tidak efektifnya sistem pada organisasi.

Audit operasional dilaksanakan oleh salah satu dari 3 kelompok, yaitu auditor
internal, auditor eksternal atau yang disebut kantor akuntan publik, dan auditor
pemerintah. Beberapa sumber yang di pakai audit operasional dalam mengembangkan
kriteria evaluasi khusus, diantaranya adalah kinerja historis, kinerja yang dapat
diperbandingkan, standar rekayasa, diskusi dan kesepakatan. Berikut adalah
penjelasannya:
Kinerja historis adalah kinerja sederhana yang di dasarkan atas hasil aktual atau hasil
audit pada periode sebelumnya. Biasanya membandingkan apakah kinerja perusahaan
menjadi lebih baik atau justru menurun.
Kinerja yang dapat di perbandingkan adalah kesatuan yang bersifat umum. Dalam hal
ini data kinerja dari kesatuan yang dapat di perbandingkan merupakan sumber yang
sangat baik untuk mengembangkan kinerja. Data untuk kesatuan internal biasanya
sudah mencukupi dalam melakukan perbandingan kinerja. Bila diperlukan data dari
pihak luar juga bisa menjadi bahan perbandingan kinerja seperti kelompok industri
dan pihak lembaga pemerintah.
Standar rekayasa mengembangkan kriteria berdasarkan standar standar rekayasa
misalkan untuk menentukan tingkat keluaran produksi contoh lainnya seperti
menentukan tingkat siklus penjualan. Kriteria ini seringkali memakan biaya dan
waktu yang banyak.
Diskusi dan kesepakatan adalah penekanan kepada kriteria obyektif. Cara ini adalah
yang paling sederhana dibanding yang lain karena hanya melibatkan pihak
manajemen dan pihak pihak yang berwenang didalamnya untuk berdiskusi dan
membuat kesepakatan yang sederhana. Biasanya dipakai dalam proses awal audit
sebagai hasil sementara, lalu ditelusuri lebih lanjut guna memperoleh hasil yang
sesuai.
II.3.2 Efisiensi dan Efektifitas
Audit Operasional dikenal sebagai audit yang fokus kepada efektivitas dan
efisiensi organisasi. Efektifitas mengukur seberapa berhasil suatu organisasi mencapai
tujuan dan sasarannya sedangkan Efisiensi mengukur seberapa baik suatu entitas
menggunakan sumberdayanya dalam mecapai tujuannya. Menurut (Bayangkara, 2008)
Berikut adalah penjelasan mengenai efisiensi dan efektifitas:
a. Efisiensi
Berhubungan dengan bagaimana perusahaan melakukan operasinya, sehingga dicapai
optimalisasi penggunaan sumber daya yang di miliki. Efisiensi berhubungan dengan
metode kerja (operasi). Dalam hubungannya dengan konsep input-proses- output,
efisiensi adalah rasio antara input dan output. Seberapa besar output yang di hasilkan
dengan menggunakan sejumlah tertentu input yang di miliki perusahaan.
Metode kerja yang baik akan dapat memandu proses operasi berjalan dengan
mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang di miliki perusahaan. Jadi, efisiensi
merupakan ukuran proses yang menghubungkan antara input dan output dalam
operasional perusahaan.

b. Efektifitas
Dibandingkan dengan efisiensi, yang ditentukan oleh hubungan antara input dan
output, efektifitas ditentukan oleh hubungan antara output yang di hasilkan oleh suatu
pusat tanggung jawab dengan tujuannya. Semakin besar output yang di
kontribusikan terhadap tujuan, maka semakin efektiflah unit tersebut. Efektifitas
cenderung dinyatakan dalam istilah- istilah yang subjektif dan nonalitis, seperti
kinerja kampus A adalah yang terbaik, tetapi kampus B telah menurun dalam tahun-
tahun terakhir.

Menurut Syarifuddin (2008), dalam websitenya mengatakan bahwa, Efisiensi
digunakan untuk menilai sebaik apakah pemakaian sumber daya suatu organisasi yang
digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, sedangkan Efektifitas digunakan
untuk menilai seberapa baik kebijakan-kebijakan organisasi tersebut untuk mencapai
tujuan. Efisiensi dan Efektivitas merupkan dua hal yang saling berkaitan erat satu dengan
lainnya, bisa saja suatu kebijakan organisasi itu sangat efisien akan tetapi tidak efektif
begitupun sebaliknya. (http://syarifuddin.dagdigdug.com/2008/12/09/audit-operasional-
atau-audit-manajemen/)
II.3.3 Perbedaan Audit Operasional dengan Audit Keuangan
Audit Operasional dan Audit Keuangan merupakan bagian dari keseluruhan
kegiatan Audit, untuk itu diperlukannya tim atau kelompok audit untuk setiapnya dibagi
agar menangani bagian Operasional dan bagian Keuangan.
Perbedaan antara Audit operasional dengan Audit keuangan dapat disimpulkan
menurut Safuan dalam websitenya, Berikut adalah perbedaan audit keuangan dengan
audit operasional:
1. Tujuan, tujuan dari audit keuangan adalah pemberian opini atas hasil laporan
keuangan sedangkan audit operasional bertujuan untuk memperbaiki kinerja.
2. Ruang Lingkup, ruang lingkup audit keuangan adalah catatan dari keuangan
perusahaan sedangkan ruang lingkup audit operasional adalah aktivitas operasi
dari perusahaan.
3. Keterampilan Dasar, dalam audit keuangan keterampilan dasar yang harus
dimiliki auditor adalah dalam bidang keuangan (accounting) sedangkan dalam
audit operasional menuntut keterampilan dasar dari berbagai disiplin ilmu.
4. Orientasi Waktu, dalam audit keuangan kegiatan audit yang dilakukan adalah
melihat dari kegiatan yang telah dilakukan masa lalu sedangkan audit operasional
lebih melihat ke arah kegiatan yang telah dilakukan agar lebih baik dimasa depan.
5. Pelanggan, hasil dari audit keuangan biasanya diperuntukkan bagi stakeholder dan
pihak ekternal sedangkan hasil dari audit operasional biasanya diperuntukkan bagi
internal manajemen.
6. Opini, untuk audit keuangan pemberian opini dari hasil audit adalah mandatori
(wajib) sedangkan untuk audit operasional pemberian opini atas hasil audit adalah
diberikan bila perlu.
7. Hasil Audit, hasil audit dari audit keuangan adalah pemberian opini atas laporan
keuangan sedangan hasil audit dari audit operasional adalah pemberian
rekomendasi kepada manajemen.
8. Fokus Audit, fokus audit keuangan adalah kewajaran atas laporan keuangan
sedangkan fokus audit operasional adalah perbaikan aktivitas operasi.
9. Ukuran Keberhasilan, keberhasilan atas audit keuangan adalah pemberian opini
WTP(Wajar Tanpa Pengecualian) atas laporan keuangan sedangkan ukuran
keberhasilan audit operasional adalah tindak lanjut atas rekomendasi yang telah
dibuat.
(http://safuan.blogdetik.com/2011/10/21/perbedaan-audit-operasional-dan-audit-
keuangan/)

II.3.4 Tahapan dalam Proses Perencanaan Audit
Sebelum melakukan kegiatan audit, seorang auditor harus menyusun perencanaan
audit. Menurut Tunggal, A. W. (2008), Tahapan manajemen audit terdiri dari :
1. Menganalisis penugasan Audit
Dapat dilakukan dengan memahami penugasan dan mendefinisikan ruang lingkup
audit.
2. Mengumpulkan fakta fakta
Auditor harus mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan kebijakan
perusahaan, struktur organisasi, system dan prosedur, laporan- laporan. Serta auditor
harus melakukan pengujian walkthrough dan membuat flowchart
3. Melakukan analisis resiko
Semua organisasi perusahaan akan menghadapi factor resiko, oleh karena itu auditor
internal melakukan penilaian resiko. Pada umumnya suatu resiko. akan
mempengaruhi kemampuan suatu organisasi perusahaan untuk bersaing dan
mempertahankan kualitas kualiatas produksi dan jasanya.
4. Mengidentifikasi bukti bukti Audit
Jenis dan bentuk bukti mempengaruhi perencanaan. Jenis bukti yang tersedia
tergantung pada aplikasi computer yang digunakan.
5. Membuat tujuan Audit secara rinci
Tujuan audit mendifinisikan sasaran yang akan dicapai oleh tim audit selama
penugasan audit. Sasaran harus dibuat cukup rinci sehingga mudah dimengerti dan
dapat diukur.
6. Membuat Audit Program
Tujuan pembuatan audit program adalah untuk mengidentifikasi alat dan teknik yang
digunakan selama audit, untuk memilah dan membagi tujuan menjadi beberapa
bagian komponen yang logis dan untuk memperkirakan jumlah sumber daya yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas audit. Tujuan Audit Program adalah
membantu Auditor dlm memberikan perintah kepada asisten mengenai pekerjaan yg
harus dilaksanakan. Audit Program yg baik harus mencantumkan tujuan pemeriksaan,
audit prosedur yg akan dijalankan, kesimpulan pemeriksaan.
7. Menentukan jadwal dan staf Audit.

II.3.5 Manfaat Audit Operasional
Menurut Tunggal, A. W. (2008:42), Manfaat dari Audit Operasional adalah:
a. Memberi informasi operasi yang relevan dan tepat waktu untuk pengambilan
keputusan.
b. Membantu pihak manajemen dalam mengevaluasi catatan, laporan- laporan, dan
pengendalian.
c. Memastikan ketaatan terhadap kebijakan manajerial yang ditetapkan rencana-
rencana, prosedur, serta persyaratan peraturan pemerintah.
d. Mengidentifikasikan area masalah potensial pada tahap dini untuk menentukan
tindakan preventif yang akan diambil.
e. Menilai ekonomisasi dan efisiensi penggunaan sumber daya termasuk
memperkecil pemborosan.
f. Menilai efektivitas dalam mencapai tujuan dan sasaran perusahaan yang telah
ditetapkan.
g. Menyediakan tempat pelatihan untuk personil dalam seluruh fase operasi
perusahaan.

II.3.6 Tahapan Audit Operasional
Mengacu pada Bayangkara (2008), tahap-tahap audit operasional terdiri
dari:
1. Survey pendahuluan (Preliminary Survey)
Survey pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan informasi umum dan latar
belakang mengenai objek yang diaudit. Pada tahap ini dilakukan penelaahan terhadap
berbagai peraturan, ketentuan, dan kebijakan berkaitan dengan aktivitas yang diaudit.
Selain itu juga dilakukan analisis terhadap berbagai informasi yang telah diperoleh
untuk mengidentifikasi hal-hal yang 18 berpotensi mengandung kelemahan. Dari
analisis tersebut, auditor dapat menentukan tentative audit objective.
2. Penelaahan dan pengujian atas sistem pengendalian manajemen (Review &
Testing of Management Control System)
Pada tahap ini, auditor melakukan penelaahan dan pengujian terhadap sistem
pengendalian manajemen dari objek audit. Dari hasil pengujian ini, auditor dapat
lebih memahami pengendalian yang ada sehingga dapat melakukan penilaian
terhadap efektivitas sistem pengendalian manajemen perusahaan serta dapat
mengetahui potensi terjadinya kelemahan pada berbagai aktivitas yang dilakukan.
Hasil pengujian yang dilakukan oleh auditor akan digunakan untuk mendukung
tentative audit objective menjadi firm audit objective.
3. Audit terinci (Detailed Examination)
Pada tahap ini, auditor mengumpulkan bukti-bukti yang cukup dan kompeten untuk
mendukung firm audit objective. Selain itu juga dilakukan pengembangan temuan
untuk mencari keterkaitan antar temuan dalam menguji permasalahan yang berkaitan
dengan tujuan audit. Temuan-temuan tersebut nantinya akan disajikan dalam suatu
kertas kerja audit (KKA) untuk mendukung kesimpulan audit dan rekomendasi yang
diberikan.
4. Pelaporan (Report Development)
Pada tahap ini, auditor mengkomunikasikan hasil audit termasuk rekomendasi yang
diberikan kepada pihak yang berkepentingan (manajemen). Hal ini dilakukan untuk
meyakinkan pihak manajemen tentang keabsahan hasil audit. Laporan disajikan
dalam bentuk komprehensif, yaitu menyajikan temuan-temuan penting hasil audit
untuk mendukung kesimpulan audit dan rekomendasi.
5. Tindak lanjut (Follow Up)
Tahap ini merupakan tahap akhir dari pelaksanaan audit operasional. Tahap ini
bertujuan untuk mendorong pihak manajemen untuk melakukan perbaikan sesuai
dengan rekomendasi yang diberikan. Hasil audit menjadi kurang bermakna apabila
rekomendasi yang diberikan tidak ditindaklanjuti oleh pihak manajemen.


II.3.7 Temuan Audit Operational
Tunggal, A. W. (2008:186) menulis, Suatu yang penting dalam audit adalah
pengembangan temuan-temuan untuk dikomunikasikan kepada pihakpihak lain. Kata
temuan atau finding diartikan sebagai himpunan informasiinformasi mengenai kegiatan,
organisasi, kondisi atau hal-hal lain yang telah dianalisa atau dinilai serta diperkirakan
akan menarik atau berguna untuk pejabat yang berwenang. Penyusunan temuan yang baik
harus mencakup:
a. Kondisi (condition)
Kondisi menggambarkan bagaimana keadaan perusahaan sebenarnya. Pernyataan
kondisi ini memberikan titik referensi kepada temuan yang berkaitan dengan
kriteria yang ada. Satu kesulitan dalam melakukan audit operasional adalah
kondisi yang tampak pada tahap audit terperinci dalam pekerjaan lapangan
seringkali tidak sama persis dengan indikasi awal dalam tahap perencanaan.
b. Kriteria (criteria)
Kriteria menggambarkan bagaimana keadaan yang seharusnya terjadi dalam
perusahaan atau keadaan yang ideal bagi perusahaan. Kriteria yang dapat
digunakan untuk tujuan perbandingan adalah kriteria yang telah diaudit oleh
auditor, antara lain :
(i) Persyaratan tertulis seperti undang undang, peraturan peraturan,
intruksi, kebijakan dan manual, perintah, dan sebagainya
(ii) Tujuan dan sasaran organisasi, departemen , atau unit kerja
(iii) Intruksi lain
(iv) Opini independen dari pakar.
c. Penyebab (cause)
Penyebab menggambarkan mengapa suatu kelemahan dapat terjadi dalam
perusahaan. Berikut adalah beberapa penyebab yang mungkin terjadi :
(i) Perencanaan sistem dan prosedur yang tidak efektif atau lemah
(ii) Struktur organisasi yang membingungkan, tidak efektif atau lemah
(iii) Pembagian wewenang dan tanggung jawab yang tidak efektif.
(iv) Kelemahan dalam efektivitas prosedur ketenagakerjaan seperti
perekrutan, pelatihan, evaluasi, promosi, dan pemecatan.
(v) Komunikasi yang tidak efektif.
d. Akibat (effect)
Akibat menunjukan hasil akhir dari kondisi sebenarnya atau potensial akan terjadi
dalam perusahaan karena adanya kelemahan. Contohnya antara lain:
(i) Kerugian keuangan
(ii) Penggunaan sumber daya yang tidak ekonomis dan efisien
(iii) Tidak tercapainya hasil operasi yang efektif
(iv) Hasil yang dicapai tidak sesuai dengan yang diharapkan
(v) Penurunan moral karyawan dan atmosfer organisasi
e. Rekomendasi (recommendation)
Rekomendasi menjelaskan mengenai apa yang dapat dilakukan oleh perusahaan
untuk memperbaiki kelemahan kelemahan yang ada. Rekomendasi harus
bersifat praktis ( dapat diterapkan ) dan masuk akal sehingga manajemen akan
dengan mudah menerimaanya. Yang harus diperhatiakan dalam menyusun
rekomendasi adalah :
(i) Kalimat harus jelas, sederhana, mudah dimengerti, dan tidak bertele- tele.
(ii) Kelengkapan. Membuat pembaca mengetahui apa saja yang mereka ingin
ketahui mengenai suatu permasalahan, yaitu dengan mengantisipasi
kemungkinan pertanyaan yang akan diajukan oleh pembaca.
(iii) Harus singkat dan ringkas dalam menyimpulkan.
(iv) Harus saling berhubungan. Setiap kalimat harus mendukung kalimat
lainnya dan setiap paragraf harus berhubungan dengan paragraf
sebelumnya dan paragraf berikutnya.
(v) Kalimat harus tegas. Ketegasan diperoleh engan cara mendapatkan inti
subjek sesegera mungkin agar menarik perhatian dan dengan
menggunakan kalimat yang baik.

II.4 Pengendalian Intern
II.4.1 Definisi Pengendalian Intern
Menurut Hery (2011), dalam bukunya yang berjudul Dasar Dasar Pemeriksaan
Akuntansi mengenai audit pengendalian internal, Hubungannya antara audit operasional
dengan pengendalian internal adalah sama sama mengevaluasi dan memberikan
rekomendasi atas kelemahan dan kekurangan sistem atas setiap fungsi dalam sebuah
perusahaan. Tujuan dari pemeriksaan atau audit dan kegiatan pengendalian sama sama
ingin mencapai perbaikan yang lebih efektif dan efisien. Sistem pengendalian internal
terdiri atas kebijakan dan prosedur yang dirancang untuk memberikan kepastian yang
layak bagi manajemen, bahwa perusahaan telah mencapai tujuan dan sasaran.

II.4.2 Tujuan Sistem Pengendalian Intern
Tujuan pengendalian intern menurut Mulyadi dalam Sistem Akuntansi (2008 :
163) adalah :
1. Menjaga Kekayaan Organisasi.
2. Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi.
3. Mendorong efisiensi.
4. Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen yang telah diterapkan.

II.4.3 Unsur unsur Sistem Pengendalian Internal
Mengacu pada COSO yang dikutip oleh Boynton et al (2003)., 5 (lima) unsur
pengendalian intern adalah sebagai berikut :
1. Lingkungan pengendalian.
Faktor faktor yang membentuk lingkungan pengendalian adalah : (a) integritas
dan nilai etika, (b) komitmen terhadap kompetensi, (c) dewan direksi dan komite
audit, (d) filosofi dan gaya operasi manajemen, (e) struktur organisasi, (f)
penetapan wewenang dan tanggung jawab, dan (g) kebijakan dan praktik SDM.
2. Penilaian resiko.
Penilaian resiko merupakan pengidentifikasian resiko resiko yang mungkin
dapat dihadapi oleh perusahaan yang relevan terhadap pencapaian tujuan
perusahaan. Setelah resiko diindentifikasi, maka manajemen dapat menentukan
tindakan tindakan yang akan dilakukan untuk meminimalisir resiko tersebut.
3. Aktivitas pengendalian.
Aktivitas pengendalian merupakan kebijakan dan prosedur untuk memastikan
bahwa perintah manajemen mengenai tindakan yang diperlukan berkenaan
dengan resiko telah dilaksanakan. Prosedur prosedur tersebut mencakup : (a)
pegawai yang kompeten dan perputaran tugas, (b) pemisahan tugas dan tanggung
jawab untuk operasi yang berkaitan, dan (c) review kinerja.
4. Pemantauan.
Pemantauan terhadap sistem pengendalian intern akan mengindentifikasi dimana
letak kelemahannya dan memperbaiki efektivitas pengendalian tersebut. Sistem
pengendalian intern dapat dipantau secara rutin atau melalui evaluasi khusus.
Pemantauan rutin bisa dilakukan dengan mengamati prilaku karyawan, sedangkan
pemantauan melalui evaluasi khusus sering terjadi perubahan perubahan besar
dalam hal strategi, manajemen, dan struktur organisasi.
5. Informasi dan komunikasi
Informasi mengenai lingkungan pengendalian, penilaian resiko, prosedur
pengendalian, dan pemantauan diperlukan oleh manajemen untuk mengarahkan
operasi dan memastikan terpenuhinya peraturan peraturan yang berlaku.
Informasi informasi tersebut kemudian harus dikomunikasikan kepada semua
pihak yang terkait dalam perusahaan.

II.4.4 Hubungan Pengendalian Internal dengan Audit Operasional
Hery (2011) menyatakan bahwa, Hubungan antara audit operasional dengan
sistem pengendalian Internal adalah sistem pengendalian internal di bentuk untuk
membantu mencapai sasaran perusahaan, begitu juga sejalan dengan tujuan kegiatan
audit operasional, dan yang menjadi sasaran penting antara keduanya adalah pencapaian
efektivitas, efisiensi, dan ekonomisasi.



II.5 Pembelian
II.5.1 Pengertian pembelian
Pembelian merupakan titik awal dimana produksi dilakukan, tanpa ada pembelian
maka produksi tidak bisa dijalankan sehingga dapat membuat perusahaan mengalami
kerugian. Menurut Arens dan Loebbecke (2003:588) bentuknya dapat berupa permintaan
perolehan untuk bahan - bahan oleh mandor atau pengawas gudang, reparasi di luar oleh
pegawai kantor atau pabrik, atau asuransi oleh direktur perusahaan yang bertanggung
jawab atas properti dan peralatan.
Menurut Render & Heizer yang diterjemahkan oleh Ariyoto, K. (2001:414),
pengertian pembelian adalah: Pembelian berarti perolehan barang dan jasa. Tujuan dari
pengendalian terhadap aktivitas pembelian adalah untuk: (1) membantu identifikasi
produk dan jasa yang dapat diperoleh secara eksternal, dan (2) mengembangkan,
mengevaluasi, dan menentukan pemasok, harga, dan pengiriman yang terbaik bagi
barang dan jasa tersebut.
Menurut Himayati (2008), Pembelian adalah suatu transaksi dimana perusahaan
membutuhkan barang atau jasa, baik untuk dipakai maupun persediaan yang akan
dijual.
II.5.2 Fungsi- fungsi Pembelian
Mengacu pada pendapat Boynton et al., maka dapat disimpulkan bahwa fungsi-
fungsi dalam pembelian terdiri dari:
1. Fungsi gudang
Fungsi ini bertugas untuk mengajukan permintaan pembelian sesuai dengan
posisi persediaan yang ada di gudang.
2. Fungsi pembelian
Fungsi ini bertanggung jawab untuk menentukan supplier yang akan
digunakan dan kemudian membuat pesanan pembelian.
3. Fungsi penerimaan
Fungsi ini bertanggung jawab untuk menerima barang dari supplier dan
melakukan pemeriksaan terhadap jenis, kualitas, dan kuantitas dari barang yang
diterima.
4. Fungsi akuntansi
Fungsi ini bertanggung jawab untuk mencatat semua kewajiban yang harus
dipenuhi oleh perusahaan dalam rangka transaksi pembelian.

II.5.4 Prosedur pembelian
Setiap kegiatan perusahaan membutuhkan prosedur dan alur pembagian tugas dan
wewenang yang jelas agar kegiatan pada perusahaan disetiap fungsinya dapat berjalan
dengan baik dan seefisien mungkin. Menurut Sandy, T. (2009) dalam websitenya,
Prosedur Pembelian sebagia berikut:
1. Fungsi pembelian dimulai dengan mengetahui kebutuhan untuk mengisi
kembali stok persediaan melalui pengamatan terhadap catatan persediaan.
2. Proses pembelian yang menentukan kuantitas pesanan, memilih pemasok,
dan menyiapkan pesanan pembelian. Informasi ini dikirimkan baik ke
pemasok maupun ke tempat pemrosesan Utang Dagang (UD).
3. Setelah periode waktu, perusahaan menerima item-item persediaan dari
pemasok. Barang yang diterima diperiksa untuk kualitas dan kuantitasnya
dan dikirimkan ke toko-toko atau gudang.
4. Informasi tentang bukti penerimaan persediaan digunakan untuk meng-
update catatan persediaan.
5. Proses Utang Dagang (UD) menerima faktur dari pemasok. UD
merekonsiliasi ini dengan informasi lainnya yang telah dikompilasi untuk
transaksi dan catatan kewajiban tertentu untuk membayar di waktu
tertentu di masa yang akan datang.
6. Buku besar menerima rangkuman informasi dari utang dagang (kenaikan
total dalam kewajiban) dan kontrol persediaan (kenaikan total dalam
persediaan).
(http://titaviolet.wordpress.com/2009/08/01/prosedur-pembelian-dan-
pengeluaran-kas/)

II.5.5 Dokumen yang terkait dalam pembelian
Dokumen merupakan alat untuk membuktikan bahwa baik atau kurangnya
pengendalian pada perusahaan. Dokumen dibutuhkan untuk menilai dan menelusuri
setiap kegiatan/ kejadian baik kegiatan Pembelian, Penjualan, maupun kegiatan lain pada
perusahaan yang sudah terjadi pada masa lalu. Menurut Suarjaya, D. (2010) dalam
websitenya: Dokumen dan catatan yang terdapat dalam proses Persediaan dan
Penyimpanan:
1. Jadwal Produksi (Production Schedule)
Jadwal produksi biasanya disiapkan secara berkala berdasarkan
permintaan yang diperkirakan untuk produk entitas.
2. Laporan Penerimaan (Receiving Report)
Laporan penerimaan mencatat penerimaan barang dari vendor.
3. Permintaan bahan baku (Materials Requisition)
Permintaan bahan baku biasanya digunakan oleh perusahaan manufaktur
untuk menelusuri bahan baku selama proses produksi.
4. Arsip induk persediaan (Inventory master file)
Arsip induk persediaan berisi semua informasi penting yang terkait
dengan persediaan entitas.
5. Berkas induk persediaan perpetual
Berkas induk persediaan perpetual hanya memasukkan informasi
mengenai jumlah unit persediaan yang dibeli, dijual, dan disimpan, atau
informasi mengenai biaya per unit. Untuk pembelian bahan baku, berkas
induk persediaan perpetual diperbarui secara otomatis pada saat perolehan
persediaan diproses sebagai bagian dari pembukuan transaksi perolehan.
6. Informasi data produksi (Production data information)
Dalam perusahaan manufaktur, informasi produksi mengenai transfer
barang dan akumulasi biaya yang terkait di tiap produksi harus dilaporkan.
7. Laporan akumulasi biaya dan varians (Cost accumulation and varians
report)
Sebagian besar system pengendalian persediaan dalam lingkungan
manufaktur menghasilkan laporan yang serupa dengan laporan akumulasi
biaya dan varians. Bahan baku, tenaga kerja, dan biaya overhead
dibebankan ke persediaan sebagai bagian dari proses pabrikasi.
8. Laporan status persediaan (Inventory status report)
Laporan status persediaan memperlihatkan jenis dan jumlah produk di
tangan.
9. Order pengiriman (shipping order)
Dokumen ini dibahas kembali di sini karena salinan dokumen ini
digunakan untuk memindahkan barang dari catatan persediaan perpetual.
(http://dedysuarjaya.blogspot.com/2010/09/fungsi-bisnis-dalam-siklus-
persediaan.html)

II.5.6 Pengendalian intern atas pembelian
Menurut Narko (2007:132), pengendalian internal terhadap pembelian terdiri dari:
a) Pemisahan dari ketiga fungsi pokok, yaitu fungsi operasi, fungsi penyimpanan dan
fungsi pembelian.
b) Transaksi tidak boleh dilakukan hanya oleh satu orang atau oleh satu fungsi.
Tujuannya agar selalu terjadi pengecekkan internal dalam pelaksanaan suatu transaksi
untuk menjamin keamanan, kekayaan perusahaan, dan ketelitian serta keandalan data
akuntansi.
c) Setiap transaksi terjadi dengan otorisasi dari yang berwenang dan dicatat melalui
prosedur tertentu. Hal ini meliputi:
Surat pesanan pembelian diotorisasi oleh fungsi pembelian atau pejabat yang
lebih tinggi.
Surat pesanan pembelian diotorisasi oleh bagian gudang untuk pemesanan
barang yang disimpan dalam gudang.
Bukti kas keluar diotorisasi oleh fungsi keuangan atau pejabat yang lebih
tinggi.
Pencatatan ke dalam akuntansi harus didasarkan atas dokumen sumber yang
dilampiri dengan dokumen pendukung yang lengkap.
d) Perlu diusahakan pelaksanaan yang seharusnya dalam proses pembelian yaitu:
Pembelian dilakukan apabila terdapat kebutuhan akan persediaan.
Penggunaan formulir penting bernomor urut tercetak dan harus
dipertanggungjawabkan oleh bagian di dalam perusahaan yang mempunyai
wewenang untuk menggunakan formulir tersebut.
Supplier dipilih berdasarkan jawaban penawaran harga yang bersaing dari
berbagai supplier.
Fungsi penerimaan melakukan pemeriksaan dan perhitungan barang dari
supplier apabila telah menerima tembusan surat pesanan pembelian yang telah
diotorisasi oleh bagian pembelian.
Bagian hutang mengadakan pengecekan dan pemeriksaan terhadap faktur-
faktur dari supplier yang disesuaikan dengan syarat pembayaran dengan
tujuan untuk mencegah hilangnya kesempatan memperoleh uang tunai.
Terdapat pengecekan harga syarat pembelian dan ketelitian perkalian dalam
faktur dari pemasok sebelum faktur tersebut diproses untuk dibayar.
Secara periodic mengadakan rekonsiliasi catatan- catatan perusahaan untuk
menjamin ketelitian dan kebenaran dari data akuntansi.
Bukti kas keluar dan dokumen pendukungnya dicap Lunas dan dikirim ke
bagian pengeluaran kas dan bank. Setelah itu baru mengeluarkan cek kepada
supplier.

II.6 Persediaan
II.6.1 Pengertian persediaan
Menurut Rangkuti (2007:1), persediaan adalah: Suatu aktiva yang meliputi
barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha
tertentu, atau persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan atau proses
produksi, ataupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu
proses produksi.
Menurut Standar Akuntansi Keuangan atau SAK nomor 14 (2007), Persediaan
adalah aktiva:
1. Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal,
2. Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan, atau
3. Dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses
produksi atau pemberian jasa.

Menurut Herjanto, E. (2007), yang dimaksud dengan persediaan yaitu Bahan
atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu,
misalnya untuk digunakan dalam proses produksi atau perakitan, untuk dijual kembali,
atau untuk suku cadang dari suatu peralatan atau mesin.

II.6.2 Jenis jenis persediaan
Persediaan bisa dikategorikan ke dalam beberapa jenis, menurut Herjanto, E.,
(2007), Berdasarkan fungsinya Persediaan dibedakan atas 4 macam, yaitu:

1. Batch Stock atau Lot Size Inventory
Batch Stock merupakan persediaan yang diadakan karena kita membeli atau membuat
bahan- bahan atau barang- barang dalam jumlah yang lebih besar daripada jumlah
yang dibutuhkan pada saat itu.
2. Fluctuation Stock
Jenis ini merupakan persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi
permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan. Dalam hal ini perusahaan perlu
mengadakan persediaan untuk dapat memenuhi permintaan konsumen, apalagi
tingkat permintaan menunjukkan keadaan yang tidak dapat diramalkan terlebih
dahulu.
3. Anticipation Stock
Anticipation Stock merupakan persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi
permintaan yang dadpat diramalkan terlebih dahulu, seperti menghadapi penjualan
musiman, atau menghadapi penggunaan atau penjualan permintaan yang meningkat.
4. Pipeline inventory, merupakan persediaan yang sedang dalam pengiriman barang dari
pabrik ke tempat yang akan digunakan dan ini disebabkan lamanya waktu
pengiriman.


II.6.3 Sistem Pencatatan dan Metode Penilaian Persediaan
Pencatatan merupakan sarana yang paling penting untuk melakukan pengendalian
terhadap fungsi Persediaan. Menurut Donald E. Kieso, Jerry J. Weygandt dan Terry D.
Waterfield (2008), Terdapat dua metode pencatatan atas Persediaan, yaitu:
Sistem Perpetual
Suatu metode pencatatan persediaan yang memberikan ikhtisar barang yang ada dan
menghendaki agar setiap perubahan yang berkaitan dengan persediaan, baik
pembelian maupun pengeluaran barang, langsung dicatat kedalam perkiraan
Persediaan.
Sistem Periodik
Merupakan metode pencatatan persediaan yang dilakukan secara Periodik dengan
mengadakan perhitungan fisik atas persediaan yang terdapat dalam gudang pada akhir
periode akuntansi.

Untuk penilaian Persediaan, menurut Donald, E. K., Jerry, J. W., Paul, E. K.
(2008), Terdapat empat metode penilaian, yaitu:
Specific identification
Mengidentifikasikan setiap unit yang dijual dan setiap unit yang ada di persediaan.
Harga spesifikasi unit yang dijual termasuk dalam harga pokok persediaan, dan harga
spesifik unit di tangan termasuk dalam persediaan.
Average Cost Method
Didasarkan pada anggapan bahwa unit- unit dalam persediaan dinilai berdasarkan
harga rata- rata semua barang yang tersedia selama suatu periode.
First-in, first-out
Didasarkan pada barang- barang yang digunakan sesuai urutan. Maksudnya adalah
barang yang pertama dibeli adalah barang yang pertama digunakan untuk diolah atau
dijual.
Last-in, first-out
Memasangkan pendapatan dengan biaya barang yang terakhir dibeli. Jika digunakan
pencatatan persediaan periodik, maka akan diasumsikan bahwa total biaya persediaan
yang dijual atau digunakan berasal dari pembelian yang paling akhir.

II.6.4 Sistem Pengendalian Persediaan
Menurut Sawir (2003), dapat disimpulkan bahwa terdapat 3 (tiga) sistem pengendalian
persediaan, yaitu :
1. Sistem Komputerisasi.
Dengan sistem ini, dimungkinkan pencatatan persediaan, pengurangan, dan
pengolahan data persediaan dilakukan dengan sangat cepat, karena adanya alat
bantu seperti scanner, untuk men scan bar codeyang tertera di setiap
produk. Komputer juga dapat menyediakan data mengenai kapan harus dilakukan
pemesanan kembali.
2. Sistem Just In Time.
Metode ini mensyaratkan bahwa persediaan hanya ada pada saat diperlukan dan
pada waktu yang tepat saja. Sistem ini memerlukan adanya sistem informasi
mengenai proses produksi dan persediaan, efisiensi pengadaan barang yang
tinggi, pemasok yang dapat dipercaya, serta sistem penanganan persediaan yang
efisien.
3. Sistem Pengendalian ABC
Metode ini pada prinsipnya memperhatikan faktor harga atau nilai persediaan,
frekuensi pemakaian, resiko kehabisan barang, dan tenggang waktu (lead time).
Barang barang yang nilai, frekuensi pemakaian, dan resiko kehabisan tinggi
dikelompokkan ke dalam kelompok A. Kelompok ini akan menjadi kelompok
barang yang penting untuk diawasi dengan seksama. Barang barang yang relatif
kurang penting dikelompokkan menjadi kelompok B, dan sisanya dikelompokkan
menjadi kelompok C, yang mungkin saja secara kuantitas besar, tetapi nilainya
kecil dibandingkan kelompok A. Dengan menggunakan metode ini, berarti yang
menjadi titik berat perhatian manajemen adalah kelompok A.
II.6.5 Tujuan Audit Operasional atas Pengelolaan Persediaan
Sukrisno Agoes ( 2004 ) menyatakan tujuan pemeriksaan persediaan adalah
sebagai berikut :
Memeriksa apakah terdapat pengendalian internal yang cukup baik atas persediaan.
Untuk memeriksa apakah persediaan yang dicantumkan di neraca benar benar ada
dan dimiliki oleh perusahaan pada tanggal neraca.
Untuk memeriksa apakah metode penilaian persediaan (valuation) sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku di Indonesia.
Untuk memeriksa apakah sistem pencatatan persediaan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku di Indonesia.
Untuk memeriksa apakah terdapat barang barang yang rusak (defective), atau
bergerak lambat (slow moving).
Untuk mengetahui apakah ada persediaan yang dijadikan jaminan kredit
Untuk mengetahui apakah persediaan di asuransikan dengan nilai
pertanggungjawaban yang cukup.
Untuk mengetahui apakah ada perjanjian pembelian atau penjualan persediaan yang
mempunyai pengaruh besar terhadap laporan keuangan.
Untuk memeriksa apakah penyajian persediaan dalam laporan keuangan sudah sesuai
dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.

Vous aimerez peut-être aussi