Vous êtes sur la page 1sur 29

LAPORAN PENDAHLUAN

CKD DENGAN ANEMIA



A. Konsep Dasar CKD
1. Pengertian
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi
ginjal yang bersifat persisiten dan irreversible
(Mansjoer, dkk, 2000).
Gagal ginjal kronik merupakan penyakit ginjal
tahap akhir yang progresif dan irreversible dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga
terjadi uremia (Smeltzer dan Bare, 2002).
Gagal ginjal kronik adalah suatu sindrome klinis
yang disebabkan penurununan fungsi ginjal yang
bersifat menahun, berlangsung progresif, dan cukup
lanjut (Sarwono, 2001).

2. Klasifikasi
Klasifikasi CKD berdasarkan tingkat LFG, yaitu :
a. Stadium I
Kelainan ginjal yang ditandai dengan
albuminuria persisten dan LFG nya yang masih normal
yaitu > 90 ml/menit/1,72 m3.
b. Stadium II
Kelainan ginjal dengan albuminuria persisten
dan LFG antara 60-89 ml/menit/1,73 m3.
c. Stadium III
Kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59
ml/menit/1,73 m3.
d. Stadium IV
Kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29
ml/menit/1,73 m3.
e. Stadium V
Kelainan ginjal dengan LFG < 15 ml/menit/1,73
m3.



3. Etiologi
Menurut Kowalk, Welsh, dan Mayer (2011) penyebab
dari gagal ginjal kronik adalah:
a. Penyakit glomerulus yang kronis (Glumerulonefritis)
b. Infeksi kronis (seperti Pielonefritis kronis dan
tuberkulosis)
c. Anomali kongenital (penyakit polikistik ginjal)
d. Penyakit vaskuler (hipertensi, nefrosklerosis)
e. Obstruksi renal (batu ginjal)
f. Penyakit kolagen (lupus eritematosus)
g. Preparat nefrotoksik (terapi aminoglikosid yang
lama)
h. Penyakit endokrin (nefropati diabetik)

4. Tanda dan Gejala
Menurut Smeltzer dan Bare (2002) manifestasi
klinik gagal ginjal kronik adalah:
a. Kardiovaskuler
1) Hipertensi
2) Pitting edema
3) Edema periorbital
4) Pembesaran vena leher
5) Friction rub perikardial
b. Pulmoner
1) Krekels
2) Nafas dangkal
3) Kusmaul
4) Sputum kental dan liat
c. Gastrointestinal
a. Anoreksia, mual dan muntah
b. Perdarahan saluran GI
c. Ulserasi dan perdarahan pada mulut
d. Konstipasi / diare
e. Nafas berbau amonia





d. Muskuloskeletal
1) Kram otot
2) Kehilangan kekuatan otot
3) Fraktur tulang
4) Foot drop
e. Integumen
a. Warna kulit abu-abu mengkilat
b. Kulit kering, bersisik
c. Pruritus
d. Ekimosis
e. Kuku tipis dan rapuh
f. Rambut tipis dan kasar
f. Reproduksi
a. Amenore
b. Atrofi testis

5. Patofisiologi
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme
protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin)
tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap system tubuh. Semakin banyak timbunan produk
sampah, maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala
uremia membaik setelah dialysis.
Gangguan klirens renal. Banyak masalah muncul
pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan
klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan
oleh ginjal.
Penurunun laju filtrasi glomerulus atau GFR
dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk
pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunnya filtrasi
glomerulus atau akibat tidak berfungsinya glomeruli
klirens kretinin akan menurun dan kadar kreatinin
serum akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea
darah atau BUN biasanya meningkat.



Retensi cairan dan natrium. Ginjal juga tidak
mampu untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin
secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir. Respon
ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan
dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien
sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko
terjadinya odema, gagal jantung kongestif, dan
hipertensi.
Asidosis. Dengan semakin berkembangnya penyakit
renal, terjadi asidosis metbolik seiring dengan
ketidakmampuan ginjal mengekskerikan muatan asam atau
H yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama
ketidakmampuan tubulus ginjal untuk menyekresi ammonia
atau NH3- dan mengabsorpsi natrium bikarbonat atau
HCO3-. Penurunan ekskresi prostat dan asam organic
lain juga terjadi.
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi
erotropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usie sel
darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecendrungan
untuk mengalami perdarahan akibat status uremik
pasien, terutama dari saluran gastrointestinal.
Eritropoetin, sutu substansi normal yang diproduksi
oleh ginjal, menstimilasi sum-sum tulang untuk
menghasilkan sel darah merah. Pada gagal ginjal,
produksi eritropoetin menurundan nemia berat terjadi,
disertai keletihan, angina dan nafas sesak.
Ketidakseimbangan kalsium dan fospat.
Abnormalitas utama yang lain pada gagal ginjal kronis
adalah gangguan metabolisme kalsium dan fospat. Kadar
serum kalsium dan fospat tubuh memiliki hubnungan
saling timbalk balik, jika salah satunya meningkat,
yang lain akan turun. Dengan menurunnya filtrasi
melalui glomerulus ginjal, terdapat meningkatan kadar
fospat serum dan sebaliknya penurunan kdar serum
kalsium. Penurunun kadar kalsium serum meyebabkan
sekresi parathorhormon dari kelenjar paratiroid. Namun



demikian, pada gagal ginjal, tubuh tidak berespon
secara normal terhadap peningkatan sekresi
parathormon, dan akibatnya, kalsium di tulang menurun,
menyebabkan perubahan pada tulang dan penyakit tulang.
Selain itu, metabolit aktif vitamin D (1,25-
dihidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di
ginjal menurun seiring sengan berkembangnya gagal
ginjal.
Penyakit tulang uremik, sering disebut
osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks
kalsium, fospat, dan kesimbangan parathormon.
Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan
gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang
mendasari, ekskresi protein dala urin, dan adanya
hipertensi. Pasien yang mengekskresikan secara
signifikan sejumlah protein atau mengalami peningkatan
tekanan darah cenderung akan cepat memburuk daripada
mereka yang tidak mengalami kondisi ini.

6. Pemeriksaan penunjang
a. Radiologi. Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal
dan menilai derajat dari komplikasi yang terjadi.
b. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar
ginjal (batu a/ obstruksi). Dehidrasi akan
memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu penderita
diharapkan tidak puasa.
c. IVP (Intra Vena Pielografi) untuk menilai sistem
pelviokalises dan ureter. Pemeriksaan ini mempunyai
resiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu,
misalnya : usia lanjut, DM, dan Nefropati Asam
Urat.
d. USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal
parenkim ginjal, kepadatan parenkim ginjal, antomi
sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung
kemih serta prostat.
e. Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan



kiri, lokasi dari gangguan (vaskuler, parenkim,
ekskresi ), serta sisa fungsi ginjal.
f. Pemeriksaan radiologi jantung untuk mencari
kardiomegali, efusi perikardial.
g. Pemeriksaan radiologi tulang untuk mencari
osteodistrofi (terutama untuk falanks jari),
kalsifikasi metastasik.
h. Pemeriksaan radiologi paru untuk mencari uremik
lung; yang terkhir ini dianggap sebagai bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograd bila dicurigai
obstruksi yang reversibel.
j. EKG untuk melihat kemungkinan :hipertropi ventrikel
kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia, gangguan
elektrolit (hiperkalemia).
k. Pemeriksaan Laboratorium yang umumnya dianggap
menunjang, kemungkinan adanya suatu Gagal Ginjal
Kronik :
1. Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh
adanya anemia, dan hipoalbuminemia.
2. Anemia normositer normokrom, dan jumlah
retikulosit yang rendah.
3. Ureum dan kreatinin : Meninggi, biasanya
perbandingan antara ureum dan kreatinin lebih
kurang 20 : 1. Ingat perbandingan bisa meninggi
oleh karena perdarahan saluran cerna, demam,
luka bakar luas, pengobatan steroid, dan
obstruksi saluran kemih.
4. Perbandingan ini berkurang : Ureum lebih kecil
dari Kreatinin, pada diet rendah protein, dan
Tes Klirens Kreatinin yang menurun.
5. Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan.
6. Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal
ginjal lanjut bersama dengan menurunnya
diuresis.
7. Hipokalsemia dan Hiperfosfatemia : terjadi
karena berkurangnya sintesis 1,24 (OH)2 vit D3



pada GGK.
8. Fosfatase lindi meninggi akibat gangguan
metabolisme tulang, terutama Isoenzim fosfatase
lindi tulang.
9. Hipoalbuminemis dan Hipokolesterolemia; umumnya
disebabkan gangguan metabolisme dan diet rendah
protein.
10. Peninggian Gula Darah , akibat gangguan
metabolisme karbohidrat pada gagal ginjal,
(resistensi terhadap pengaruh insulin pada
jaringan ferifer)
11. Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme
lemak, disebabkan, peninggian hiormon inslin,
hormon somatotropik dan menurunnya lipoprotein
lipase.
12. Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi
menunjukan pH yang menurun, BE yang menurun,
HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun, semuanya
disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal
ginjal.

7. Panatalaksanaan Medis
Tujuan pelaksanaan adalah untuk mempertahankan
fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin. Seluruh
factor yang berperan pada gagal gnjal tahap akhir dan
factor yang dapat dipulihkan ( misalnya obstruksi )
diidentifikasi dan ditaangani.
Komplikasi potensial gagal gnjal kronis yang
memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan
mencakup :
a. Hiperkalemia akbat penurunan eksresi, asisosis
metabolic, kataboisme, dan masukan diet berlebih
b. Perikarditis, efusi Pericardial, dan temponade
jantung akibat retensi produk sampah urenik dan
dialysis yang tidak adekuat.



c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta
malfungsi system rennin-angiotensin-aldosteron
d. Anemia akibat penurunan eritropoitin, penurunan
rentang usia sel darah merah, pendarahan
gastrointestinal akibat iritasi dan kehilangan
darah selama hemodialisis
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metastatic akibat
retensi posfat, kadar kalsium serum yang rendah,
metabolism vitamin D abnormal dan peningkatan
kadar aluminium.
Komplikasi dapat dicegah atau dihambat dengan
pemberian antihipertensif, eritropoitin, suplemen
besi, agens pengikat posfat dan supermen kalsium.
Pasien juga perlu mendapat penangan dialysis yang
adekuat untuk menurunkan kadar produk sampah uremik
dalam darah.
Pada umumnya pada keadaan gagal ginjal kronik,
etiologi tidak dapat diobati lagi. Usaha harus
ditujukan untuk mengurangi gejala, mencegah
kerusakan/pemburukan faal ginjal yang terdiri :
a. Pengendalian hipertensi
Tekanan darah sedapat mungkin harus
dikendalikan. Dengan obat tertentu tekanan darah
dapat diturunkan tanpa mengurangi faal ginjal,
misalnya dengan beta bloker, alpa metildopa,
vasodilator. Mengurangi intake garam dalam rangka
ini harus hati-hati karena tidak semua renal
failure disertai retensi Natrium.
b. Pengendalian Kalium dalam darah
Mengendalikan K darah sangat penting, karena
peninggian K dapat menimbulkan kematian mendadak.
Yang pertama harus diingat ialah jangan menimbulkan
hiperkalemia karena tindakan kita sendiri seperti
obat-obatan, diet buah,dan lain-lain. Selain dengan
pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat
didiagnosa dengan EEG, dan EKG. Bila terjadi



hiperkalemia maka pengobatannya dengan mengurangi
intake K, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian
infus glukosa.
c. Penanggulangan Anemia
Anemia merupakan masalah yang sulit
ditanggulangi pada CRF. Usaha pertama harus
ditujukan mengatasi faktor defisiensi, kemudian
mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat
diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan
akan dapat meninggikan Hb. Transfusi darah hanya
dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat,
misalnya ada insufisiensi koroner.
d. Penanggulangan asidosis
Pada umumnya asidosis baru bergejala pada
taraf lebih lanjut. Sebelum memberi pengobatan yang
khusus faktor lain harus diatasi dulu, khususnya
dehidrasi. Pemberian asam melalui makanan dan obat-
obatan harus dihindari. Natrium bikarbonat dapat
diberikan per oral atau parenteral. Pada permulaan
100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena
perlahan-lahan. kalau perlu diulang. Hemodialisis
dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi
asidosis.
e. Pengobatan dan pencegahan infeksi
Ginjal yang sakit lebih mudah mengalami
infeksi dari pada biasanya. Pasien CRF dapat
ditumpangi pyelonefritis di atas penyakit dasarnya.
Adanya pyelonepritis ini tentu memperburuk lagi
faal ginjal. Obat-obat anti mikroba diberi bila ada
bakteriuria dengan perhatian khusus karena banyak
diantara obat-obat yang toksik terhadap ginjal atau
keluar melalui ginjal. Tindakan yang mempengaruhi
saluran kencing seperti kateterisasi sedapat
mungkin harus dihindarkan. Infeksi ditempat lain
secara tidak langsung dapat pula menimbulkan
permasalahan yang sama dan pengurangan faal ginjal.



f. Pengurangan protein dalam makanan
Intervensi diet juga perlu pada gangguan
fungsi renal dan mencakup pengaturan yang cermat
terhadap masukan protein, masukan cairan untuk
mengganti cairan yang hilang, masukan natrium untuk
mengganti natrium yang hilang, dan pembatasan
kalium. Pada saat yang sama, masukkan kalori yang
adekuat dan suplemen vitamin harus dianjurkan.
Protein akan dibatasi karena urea, asam urat, dan
asam organik- hasil pemecahan makanan dan protein
jaringan-akan menumpuk secara cepat dalam darah
jika terdapat gangguan pada klirens renal. Protein
yang dikonsumsi harus memiliki nilai biologis
tinggi (produk susu, telur, daging). Potein
mengandung nilai biologis yang tinggi adalah
substansi protein lengkap dan menyuplai asam amino
utama yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
perbaikan sel. Biasanya cairan yang diperbolehkan
adalah 500-600 ml untuk 24 jam. Kalori diperoleh
dari karbohidrat dan lemak untuk mencegah
kelemahan. Pemberian vitamin juga penting karena
diet rendah protein tidak cukup memberikan
komplemen vitamin yang diperlukan. Selain itu,
pasien dialisis mungkin kehilangan vitamin-larut
air melalui darah selama penanganan dialisis.
g. Pengobatan neuropati
Neuropati timbul pada keadaan yang lebih
lanjut. Biasanya neuropati ini sukar diatasi dan
merupakan salah satu indikasi untuk dialisis. Pada
pasien yang sudah dialisispun neuropati masih dapat
timbul.
h. Dialisis
Dasar dialisis adalah adanya darah yang
mengalir dibatasi selaput semi permiabel dengan
suatu cairan (cairan dialisis) yang dibuat
sedemikiam rupa sehingga komposisi elektrolitnya



sama dengan darah normal. Dengan demikian
diharapkan bahwa zat-zat yang tidak diinginkan dari
dalam darah akan berpindah ke cairan dialisis dan
kalau perlu air juga dapat ditarik kecairan
dialisis. Tindakan dialisis ada dua macam yaitu
hemodialisis dan peritoneal dialisis yang merupakan
tindakan pengganti fungsi faal ginjal sementara
yaitu faal pengeluaran/sekresi, sedangkan fungsi
endokrinnya tidak ditanggulangi.
i. Transplantasi
Dengan pencangkokkan ginjal yang sehat ke
pembuluh darah pasien CRF maka seluruh faal ginjal
diganti oleh ginjal yang baru. Ginjal yang sesuai
harus memenuhi beberapa persaratan, dan persyaratan
yang utama adalah bahwa ginjal tersebut diambil
dari orang/mayat yang ditinjau dari segi imunologik
sama dengan pasien. Pemilihan dari segi imunologik
ini terutama dengan pemeriksaan HLA .

B. Konsep dasar Anemia
1. Pengertian
Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya
hitung sel darah merah dan kadar hemoglobin dan
hematokrit dibawah normal. Anemia bukan merupakan
penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan
suatu penyakit atau akibat gangguan fungsi tubuh.
Secara fisiologis anemia terjadi apabila terdapat
kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen
ke jaringan.
Anemia adalah gejala dari kondisi yang
mendasari, seperti kehilangan komponen darah, elemen
tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan
untuk pembentukan sel darah merah, yang mengakibatkan
penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah (Doenges,
1999).



Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai
normal sel darah merah, kualitas hemoglobin dan volume
packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah
(Price, 2006 : 256).

2. Penyebab
Penyebab tersering dari anemia adalah kekurangan
zat gizi yang diperlukan untuk sintesis eritrosit,
antara lain besi, vitamin B12 dan asam folat.
Selebihnya merupakan akibat dari beragam kondisi
seperti perdarahan, kelainan genetik, penyakit kronik,
keracunan obat, dan sebagainya. Penyebab umum dari
anemia:
a. Perdarahan hebat
b. Akut (mendadak)
c. Kecelakaan
d. Pembedahan
e. Persalinan
f. Pecah pembuluh darah
g. Penyakit Kronik (menahun)
h. Perdarahan hidung
i. Wasir (hemoroid)
j. Ulkus peptikum
k. Kanker atau polip di saluran pencernaan
l. Tumor ginjal atau kandung kemih
m. Perdarahan menstruasi yang sangat banyak
n. Berkurangnya pembentukan sel darah merah
o. Kekurangan zat besi
p. Kekurangan vitamin B12
q. Kekurangan asam folat
r. Kekurangan vitamin C
s. Penyakit kronik
t. Meningkatnya penghancuran sel darah merah
u. Pembesaran limpa
v. Kerusakan mekanik pada sel darah merah
w. Reaksi autoimun terhadap sel darah merah



x. Hemoglobinuria nokturnal paroksismal
y. Sferositosis herediter
z. Elliptositosis herediter
aa. Kekurangan G6PD
bb. Penyakit sel sabit
cc. Penyakit hemoglobin C
dd. Penyakit hemoglobin S-C
ee. Penyakit hemoglobin E
ff. Thalasemia (Burton, 1990)

3. Tanda dan Gejala
a. Lemah, letih, lesu dan lelah
b. Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang
c. Gejala lanjut berupa kelopak mata, bibir, lidah,
kulit dan telapak tangan menjadi pucat.

C. KONSEP DASAR HEMODIALISA
1. Pengertian
Hemodialysis adalah bentuk dialysis yang
menggunakan mesin (alat dialysis ginjal) untuk
membuang kelebihan cairan, bahan kimia dan produk sisa
dari darah. (Litin, 2009)
Hemodialysis adalah terapi pengganti ginjal pada
pasien gagal ginjal akut, gagal ginjal kronis, dan
gagal ginjal terminal melalui mesin. Hemodialysis
termasuk jenis membrane dialysis selain cangkok
ginjal. Kelebihan dengan hemodialysis adalah pasien
hanya datang ke rumah sakit minimal 2 kali perminggu
sedangkan cangkok ginjal hanya dapat digantikan dengan
ginjal asli yang diberikan oleh donor ginjal. (Rizal,
2011)
Terapi hemodialisa adalah suatu teknologi tingkat
tinggi sebagai terapi pengganti untuk mengeluarkan
sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari
peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium,
hydrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain



melalui membrane semi permeable sebagai pemisah darah
dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi
proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan
bahwa hemodialisa adalah suatu terapi pengganti ginjal
yang menggunakan mesin ginjal buatan untuk
mengeluarkan cairan dan produk limbah dalam tubuh
kita, dimana menggantikan ginjal yang sudah tidak
dapat berfungsi dengan baik lagi.

2. Tujuan Hemodialisa
Sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa
mempunyai tujuan :
1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea,
kreatinin dan asam urat.
2. Membuang kelebihan air.
3. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer
tubuh.
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit
tubuh.
5. Memperbaiki status kesehatan penderita.

3. Proses Hemodialisa
Mekanisme proses pada mesin hemodialisa, darah
dipompa dari tubuh masuk kedalam mesin dialysis lalu
dibersihkan pada dialyzer (ginjal buatan), lalu darah
pasien yang sudah bersih dipompakan kembali ke tubuh
pasien.
Mesin dialysis yang paling baru telah dilengkapi
oleh system komputerisasi dan secara terus menerus
memonitor array safty-critical parameter, mencangkup
laju alir darah dan dialysate, tekanan darah, tingkat
detak jantung, daya konduksi, pH dan lain-lain. Bila
ada yang tidak normal, alarm akan berbunyi. Dalam
hemodialysis memerlukan akses vascular (pembuluh
darah) hemodialysis (AVH) yang cukup baik agar dapat



diperoleh aliran darah yang cukup besar, yaitu
diperlukan kecepatan darah sebesar 200 300 ml/menit
secara kontinyu selama hemodialysis 4 5 jam.
AVH dapat berupa kateter yang dipasang di pembuluh
darah vena di leher atau paha yang bersifat temporer.
Untuk yang peramanen dibuat hubungan antara arteri dan
vena, biasanya di lengan bawah disebut arteriovenous
fistula, lebih populer bila disebut (brescia) cimino
fistula. Kemudian darah dari tubuh pasien masuk ke
dalam sirkulasi darah mesin hemodialysis yang terdiri
dari selang inlet/arterial (ke mesin) dan selang
outlet/venous (dari mesin ke tubuh), kedua ujungnya
disambung ke jarum dan kanula yang ditusuk ke pembuluh
darah pasien. Darah setelah melalui selang inlet masuk
ke dialisar. Jumlah darah yang menempati sirkulasi
darah di mesin berkisar 200 ml. Dalam dialiser darah
dibersihkan, sampah-sampah secara kontinyu menembus
membrane dan menyeberang ke kompartemen dialisat, di
pihak lain cairan dialisat mengalir dalam mesin
hemodialysis dengan kecepatan 500 ml/menit masuk ke
dalam dialiser pada kompartemen dialisat. Cairan
dialisat merupakan cairan yang pekat dengan bahan
utama elektrolit dan glukosa, cairan ini dipompa masuk
ke mesin sambil dicampur dengan air bersih yang telah
mengalami proses pembersihan yang rumit (water
treatment). Selama proses hemodialysis, darah pasien
diberi heparin agar tidak membeku bila berada di luar
tubuh yaitu dalam sirkulasi darah mesin.
Prinsip hemodialysis sama seperti metoda dialysis.
Melibatkan difusi zat terlarut ke sembarang suatu
selaput semipermeable. Prinsip pemisahan menggunakan
membran ini terjadi pada dialyzer. Darah yang
mengandung sisa-sisa metabolisme dengan konsentrasi
yang tinggi dilewatkan pada membrane semipermeable
yang terdapat dalam dialyzer, dimana dalam dialyzer



tersebut dialirkan dialysate dengan arah yang
berlawanan (counter current).
Driving force yang digunakan adalah perbedaan
konsentrasi zat yang terlarut berupa racun seperti
partikel-parttikel kecil, seperti urea, kalium, asam
urea, fosfat dan kelebihan khlorida pada darah dan
dialysate. Semakin besar konsentrasi racun tersebut di
dalam darah dan dialisat maka proses difusi semakin
cepat. Berlawanan dengan peritoneal dialysis, dimana
pengangkutan adalah antar kompartemen cairan yang
statis, hemodialysis bersandar pada pengangkutan
konvektif dan menggunakan konter mengalir, dimana bila
dialysate mengalir ke dalam berlawanan arah dengan
mengalir axtracorporeal sirkuit. Metode ini dapat
meningkatkan efektifitas dialysis.
Dialysate yang digunakan adalah larutan ion mineral
yang sudah disterilkan, urea dan sisa metabolisme
lainnya, seperti kalium dan fosfat, berdifusi ke dalam
dialysate. Selain itu untuk memisahkan yang terlarut
dalam darah digunakan prinsip ultrafiltrasi. Driving
force yang digunakan pada ultrafiltrasi ini adalah
perbedaan tekanan hidrostatik antara darah dan
dialyzer. Tekanan darah yang lebih tinggi dari
dialyzer memaksa air melewati membrane. Jika tekanan
dari dialyzer diturunkan maka kecepatan ultrafiltrasi
air dan darah akan meningkat.
Jika kedua proses ini digabungkan, maka akan
didapatkan darah yang bersih setelah dilewatkan
melalui dialyzer. Prinsip inilah yang digunakan pada
mesin hemodialysis modern, sehingga keefektifannnya
dalam menggantikan peran ginjal sangat tinggi. (Rizal,
2011).

4. Alasan dilakukan Hemodialisa
Hemodialisa dilakukan jika gagal ginjal menyebabkan:
1. Kelainan fungsi otak (ensefalopati uremik)



2. Perikarditis (peradangan kantong jantung)
3. Asidosis (peningkatan keasaman darah) yang tidak
memberikan respon terhadap pengobatan
4. Gagal jantung
5. Hiperkalemia (kadar kalium yang sangat tinggi dalam
darah)

5. Frekuensi Hemodialisa
Frekuensi, tergantung kepada banyaknya fungsi
ginjal yang tersisa, tetapi sebagian besar penderita
menjalani dalisa sebanyak 3 kali/minggu. Program
dialisa dikatakan berhasil jika :
1. Penderita kembali menjalani hidup normal
2. Penderita kembali menjalani diet yang normal
3. Jumlah sel darah merah sulit ditoleransi
4. Tekanan darah normal
5. Tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif
Dialisa bisa digunakan sebagai pengobatan jangka
panjang untuk gagal ginjal kronis atau sebagai
pengobatan sementara sebelum penderita menjalani
pencangkokan ginjal. Pada gagal ginjal akut, dialisa
dilakukan hanya selama beberapa hari atau beberapa
minggu, sampai fungsi ginjal kembali normal.
6. Komplikasi Hemodialisa
Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan
Terra (2005) selama tindakan hemodialisa sering sekali
ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain :
1. Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu
berjalannya hemodialisa sampai mendekati waktu
berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali
terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang
cepat dengan volume yang tinggi.
2. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian
dialisat asetat, rendahnya dialysate natrium,



penyakit jantung aterosklerotik, neuropati
otonomik, dan kelebihan tambahan cairan.
3. Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia
selama dialisa, penurunan kalsium, magnesium,
kalium dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh
terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.
4. Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara
primer dapat diakibatkan dari osmol-osmol lain dari
otak dan bersihan urea yang kurang cepat
dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu
gradient osmotic diantara kompartemen-kompartemen
ini. Gradient osmotic ini menyebabkan perpindahan
air ke dalam otak yang menyebabkan edema serebri.
Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada
pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan
azotemia berat.
5. Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting
yang perlu dimonitor pada pasien yang mengalami
gangguan fungsi kardiopulmonar.
6. Perdarahan
Uremia menyebabkan gangguan fungsi trombosit.
Fungsi trombosit dapat dinilai dengan mengukur
waktu perdarahan. Pengguanaan heparin selama
hemodialisa juga merupakan factor resiko terjadinya
perdarahan.
7. Gangguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual
dan muntah yang disebabkan karena hipoglikemi.
Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit
kepala. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada
akses vaskuler.





8. Pembekuan darah
Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis
pemberian heparin yang tidak sesuai ataupun
kecepatan putaran darah yang lambat.

D. Kensep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata
Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada
usia lanjut (50-70 th), usia muda, dapat terjadi
pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.
b. Keluhan utama
Kencing sedikit, tidak dapat kencing,
gelisah, tidak selera makan (anoreksi), mual,
muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas
berbau (ureum), gatal pada kulit.
c. Riwayat penyakit
1) Sekarang
Diare, muntah, perdarahan, luka bakar,
rekasi anafilaksis, renjatan kardiogenik.

2) Dahulu
Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi
saluran kemih, payah jantung, hipertensi,
penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign
Prostatic Hyperplasia, prostatektomi.
3) Keluarga
Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus
(DM).
d. Tanda vital
Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan
lemah, hipertensi, nafas cepat dan dalam
(Kussmaul), dyspnea.

e. Pemeriksaan Fisik :
1) Pernafasan (B 1 : Breathing)



Gejala:
Nafas pendek, dispnoe nokturnal, paroksismal,
batuk dengan/tanpa sputum, kental dan banyak.
Tanda:
Takhipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, Batuk
produktif dengan / tanpa sputum.
2) Cardiovascular (B 2 : Bleeding)
Gejala:
Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi
nyeri dada atau angina dan sesak nafas, gangguan
irama jantung, edema.
Tanda
Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum,
piting pada kaki, telapak tangan, Disritmia
jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik,
friction rub perikardial, pucat, kulit coklat
kehijauan, kuning.kecendrungan perdarahan.
3) Persyarafan (B 3 : Brain)
Kesadaran: Disorioentasi, gelisah, apatis,
letargi, somnolent sampai koma.

4) Perkemihan-Eliminasi Uri (B 4 : Bladder)
Gejala:
Penurunan frekuensi urine (Kencing sedikit
(kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua
dan pekat, tidak dapat kencing), oliguria, anuria
(gagal tahap lanjut) abdomen kembung, diare atau
konstipasi.
Tanda:
Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat,
berawan) oliguria atau anuria.
5) Pencernaan - Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)
Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum,
hiccup, gastritis erosiva dan Diare
6) Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Gejala:



Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri
kaki, (memburuk saat malam hari), kulit gatal,
ada/berulangnya infeksi.
Tanda:
Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area
ekimoosis pada kulit, fraktur tulang, defosit
fosfat kalsium,pada kulit, jaringan lunak, sendi
keterbatasan gerak sendi.

f. Pola aktivitas sehari-hari
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien gagal ginjal kronik terjadi
perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat
karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gagal
ginjal kronik sehingga menimbulkan persepsi yang
negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk
tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan
yang lama, oleh karena itu perlu adanya
penjelasan yang benar dan mudah dimengerti
pasien.

2) Pola nutrisi dan metabolisme
Anoreksia, mual, muntah dan rasa pahit
pada rongga mulut, intake minum yang kurang. dan
mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang
dapat mempengaruhi status kesehatan klien.
Peningkatan berat badan cepat (oedema) penurunan
berat badan (malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu
hati, mual muntah, bau mulut (amonia), Penggunaan
diuretic, Gangguan status mental, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran, kejang, rambut
tipis, kuku rapuh.
3) Pola Eliminasi



Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari),
warna urine kuning tua dan pekat, tidak dapat
kencing. Penurunan frekuensi urine, oliguria,
anuria (gagal tahap lanjut) abdomen kembung,
diare atau konstipasi, Perubahan warna urine,
(pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau
anuria.
4) Pola tidur dan Istirahat
Gelisah, cemas, gangguan tidur.
5) Pola Aktivitas dan latihan
Klien mudah mengalami kelelahan dan lemas
menyebabkan klien tidak mampu melaksanakan
aktivitas sehari-hari secara maksimal, Kelemahan
otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
6) Pola hubungan dan peran
Kesulitan menentukan kondisi. (tidak mampu
bekerja, mempertahankan fungsi peran).
7) Pola sensori dan kognitif
Klien dengan gagal ginjal kronik cenderung
mengalami neuropati / mati rasa pada luka
sehingga tidak peka terhadap adanya trauma. Klien
mampu melihat dan mendengar dengan baik/tidak,
klien mengalami disorientasi/ tidak.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh
akan menyebabkan penderita mengalami gangguan
pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya
biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan dan gangguan peran pada
keluarga (self esteem).
9) Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem
pembuluh darah di organ reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi seksual, gangguan
kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada



proses ejakulasi serta orgasme. Penurunan libido,
amenorea, infertilitas.
10) Pola mekanisme/penanggulangan stress dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan
penyakit yang kronik, faktor stress, perasaan
tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan,
karena ketergantungan menyebabkan reaksi
psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan,
mudah tersinggung dan lainlain, dapat
menyebabkan klien tidak mampu menggunakan
mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada
harapan, tak ada kekuatan. Menolak, ansietas,
takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan
penurunan fungsi tubuh serta gagal ginjal kronik
dapat menghambat klien dalam melaksanakan ibadah
maupun mempengaruhi pola ibadah klien.


2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan
penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk
pengiriman oksigenasi ke sel/hipoksi
b. Perubahan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh b.d
anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan
perubahan membran mukosa mulut.
c. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan umum.
3. Intervensi
a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan
penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk
pengiriman oksigenasi ke sel/hipoksia.
1) Tujuan
Perfusi jaringan yang sesuai.



2) Kriteria Hasil
a) Tidak ada sianosis sentral atau perifer
b) Kulit hangat atau kering.
c) Status mental biasa
3) Intervensi
a) Observasi perubahan status mental.
Rasional: Gelisah, bingung, disorientasi atau
perubahan sensori atau motor
dapatmenunjukkan aliran darah,
hipoksia atau cidera faskuler
serebral (CSV) sebagai akibat
emboli sistemik
b) Observasi warna dan suhu kulit atau membrane
mukosa.
Rasional: Kulit pucat/sianosis, kaku membrane
bibir atau lidah menunjukkan
vasokontriksi/syok dan gangguan
aliran sistemik.
c) Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional: Memaksimalkan transport oksigen ke
jaringan.
d) Tinggikan kaki atau telapak bila di tempat
tidur atau kursi.
Rasional: Menurunkan status vena di kaki dan
pengumpulan darah pada vena pelvis
untuk menurunkan resiko pembentukan
thrombus.
e) Kaji untuk respon verbal melambat, mudah
terangsang, bingung.
Rasonal: Dapat mengindikasikan gangguan
fungsi serebral karena hipoksia
atau defisiensi vitamin B12.

b. Perubahan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh b.d
anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan
perubahan membran mukosa mulut.



1. Tujuan
Mempertahankan masukan nutrisi yang
adekuat
2. Hasil yang diharapkan
a) Mengkonsumsi protein yang mengandung nilai
biologis tinggi
b) Memilih makanan yang menimbulkan nafsu makan
dalam batasan diet
c) Mengkonsumsi makana tinggi kalori dalam
batasan diet
d) Mematuhi medikasi sesuai jadwal untuk
mengatasi anoreksia dan tidak menimbulkan
rasa kenyang
e) Menjelaskan dengan kata-kata sendiri rasional
pembatasan diet dengan hubungannya dengan
kadar kreatinin dan urea
f) Mengkonsulkan daftar makanan yang dapat
diterima
g) Melaporkan peningkatan nafsu makanan
h) Menunjukkan tidak adanya pertambahan atau
penurunan berat badan yang cepat
i) Menunjukkan turgor kulit yang normal tanpa
edema, kadar albumin plsma dapat diterima
3. Rencana tindakan
a) Kaji status nutrisi
1. Perubahan berat badan
2. Pengukuran antropometrik
3. Nilai laboratorium (elektrolit serum,
BUN,kreatinin,dan kadar besi)
Rasional: Menyediakan data dassar untuk
memantau perubahan dan mengevaluasi
intervensi
b) Kaji pola diet nutrisi
1. Riwayat diet
2. akanan kesukaan
3. Hitung kalori



Rasional: Pola diet dahulu dan sekarang dapat
dipertimbangkan dalam menyusun menu
c) Kaji faktor yang berperan dalam merubah
masukan nutrisi.
1. Anoreksia, mual, atau muntah
2. Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien
3. Depresi
4. Kurang memahami pembatasan diet
5. Stomatitis
Rasional: Menyediakan informasi mengenai
factor lain yang dapat diubah atau
dihilangkan untuk meningkatkan
masukan diet.
d) Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam
batas-batas diet
Rasional: Mendorong peningkatan masukan diet
e) Tingkatkan masukan protein yang mengandung
nilai biologis tinggi ,telur ,produk susu,
daging.
Rasional: Protein lengkap diberikan untuk
mencapai keseimbangan nitrogen yang
diperlukan untuk pertumbuhan dan
penyembuhan
f) Anjurkan cemilan tinggi kalori, rendah
protein, rendah natrium diantara waktu makan.
Rasonal: Mengurangi makanan dan protein yang
dibatasi dan menyediakan kalori
untuk energi, membagi protein untuk
pertumbuhan dan penyembuhan
jaringan
g) Ubah jadwal medikasi sehingga medikasi ini
tidak segera diberikan sebelum makan.
Rasional: Ingesti medikasi sebelum makan
menyebabkan anoreksia dan rasa
kenyang



h) Jelaskan rasional pembatasan diet dan
hubungannya dengan penyakit ginjal dan
peningkatan urea dan kadar kreatinin
Rasional: Meningkatkan pemahaman pasien
tentang hubungan antara diet, urea,
kadar kreatinin dengan penyakit
renal
i) Sediakan daftar makanan yang dianjurkan
secara tertulis dan anjurkan untuk
memperbaiki rasa tanpa menggunakan natriun
atau kalium.
Rasional: Daftar yang dibuat menyediakan
pendekatan positif terhadap
pembatasn diet dan merupakan
referensi untuk pasien dan keluarga
yang dappat digunakan di rumah
j) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama
makan
Rasional: Faktqor yang tidak menyenangkan
yang berperan dalam menimbulkan
anoreksia dihilangkan
k) Timbang berat badan harian
Rasional: Untuk memantau status cairan dan
nutrisi
l) Kaji bukti adanya masukan protein yang tidak
adekuat
1. Pembentukan edema
2. Penyembuhan yang lambat
3. Penurunan kadar albumin serum
Rasional: Masukan protein yang tidak adekuat
dapat menyebabkan penurunan albumin
dan protein lain,pembentukam edema,
dan perlambatan penyembuhan
c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
umum
1) Tujuan



Peningkatan intoleransi aktifitas.
2) Kriteria Hasil
a) Menunjukkan pernafasan normal.
b) Mendapatkan istirahat yang cukup.
c) TD dalam keadaan normal
3) Intervensi
a) Observasi adanya tanda kerja fisik (dispnea,
sesak nafas, kunang-kunang, keletihan.
Rasional: Merencanakan istirahat yang tepat
b) Antisipasi dan bantu dalam aktifitas
kehidupan sehari-hari.
Rasional: Untuk mencegah kelelahan
c) Beri pengalihan aktifitas.
Rasional: Meningkatkan istirahat dengan tenang
serta mencegah kebosanan dan menarik
diri.
d) Pilih teman sekamar yang sesuai dengan usia
dan minat yang sama.
Rasional: Untuk mendorong kepatuhan pada
kebutuhan istirahat.

e) Pertahankan posisi fowler tinggi.
Rasional: Untuk pertukaran udara ug optimal.
f) Ukur tanda vital selama istirahat.
Rasional: Untuk menentukan nilai dasar
perbandingan selama periode
aktifitas.












DAFTAR PUSTAKA


Herdman, T.Heather; alih bahasa: Sumarwati, Made.
Widiarti, Dwi. Tiar, Estu; editor edisi bahasa
Indonesia: Monica Ester 2010. Diagnosis
keperawatan definisi dan klasifikasi 2009-2011.
Jakarta:EGC
Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3.
Media Aeusculapius FKUI: Jakarta
Nanda NIC-NOC 2009-2011
Smeltzer dan Brenda. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner dan Suddarth Edisi 8.
Jakarta:EGC

Vous aimerez peut-être aussi