Vous êtes sur la page 1sur 13

PEMERIKSAAN SGOT

(SERUM GLUTAMICOXALOACETIC TRANSAMINASE)



Hari/Tanggal : Selasa, 22 April 2014
Pertemuan : IV

I. TUJUAN
1. Tujuan Instruksional Umum
a. Mahasiswa mampu mengetahui prinsip pemeriksaan SGOT pada serum
b. Mahasiswa mampu memahami teknik/cara pemeriksaan SGOT pada sampel
serum
2. Tujuan Instruksional Khusus
a. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan kadar SGOT pada serum
b. Mahasiswa dapat mengetahui kadar SGOT pada serum yang diperiksa

II. METODE
Metode yang digunakan adalah metode spektrofotometri UV berdasarkan IFCC
(International Federation of Clinical Chemistry and Laboratory Medicine) (Modifikasi)

III. PRINSIP
Aspartat amino transperase (ASAT/AST) mengkatalis transaminase dari L-aspartate dan
2-oxogluttarate membentuk L-glutamate dan oxaloacetate> Oxaloacetate direduksi
menjadi L-milate oleh enzim malate dehydrogenase (MDH) dan nicomamide Adenin
denodeotide 9NADH) teroksidasi menjadi NAD. Banyaknya NADH yang teroksidasi
berbanding lurus dengan aktifitas AST dan diukur secara fotometrik pada
spektrofotometer dengan panjang gelombang 340 nm.








IV. DASAR TEORI
1. Hati

Hati adalah organ terbesar di dalam tubuh yang terletak disebelah kanan atas rongga
perut, tepat dibawah diafragma (sekat yang membatasi daerah dada dan perut). Bentuk hati
seperti prisma segitiga dengan sudut siku-sikunya membulat, beratnya sekitar 1,25-1,5 kg
dengan berat jenis 1,05. Ukuran hati pada wanita lebih kecil dibandingkan pria dan semakin
kecil pada orang tua, tetapi tidak berarti fungsinya berkurang. Hati mempunyai kapasitas
cadangan yang besar dan kemampuan untuk regenerasi yang besar pula. Jaringan hati dapat
diambil sampai tiga perempat bagian dan sisanya akan tumbuh kembali sampai ke ukuran
dan bentuk yang normal. Jika hati yang rusak hanya sebagian kecil, belum menimbulkan
gangguan yang berarti (Wijayakusuma, 2008).
Kapiler empedu dan kapiler darah di dalam hati saling terpisah oleh deretan sel-sel
hati sehingga darah dan empedu tidak pernah tercampur. Namun, jika hati terkena infeksi
virus seperti hepatitis, sel-sel hati bisa pecah dan akibatnya darah dan empedu bercampur
(Sabiston, 1992).
Hati berfungsi sebagai faktor biokimia utama dalam tubuh, tempat metabolisme
kebanyakan zat antara. Fungsi hati normal harus dikonfirmasi sebelum operasi terencana
(Widmann, 1992).
2. Fungsi hati
Seperti ukurannya yang besar, hati juga mempunyai peranan besar dan memiliki lebih
dari 500 fungsi. Berikut ini fungsi-fungsi utama hati :
1. Menampung darah
2. Membersihkan darah untuk melawan infeksi
3. Memproduksi dan mengekskresikan empedu
4. Membantu menjaga keseimbangan glukosa darah (metabolisme karbohidrat)
5. Membantu metabolisme lemak
6. Membantu metabolisme protein
7. Metabolisme vitamin dan mineral
8. Menetralisir zat-zat beracun dalam tubuh (detoksifikasi)
9. Mempertahankan suhu tubuh
(Wijayakusuma, 2008).

Enzim-enzim yang mengatalisis pemindahan reversible satu gugus amino antara suatu
asam amino dan suatu asam alfa-keto disebut aminotransferase, atau transaminase oleh tata
nama lama yang masih populer (Saucher dan McPherson, 2002).
Dua aminotransferase yang paling sering diukur adalah alanine aminotransferase
(ALT), yang dahulu disebut glutamate-piruvat transaminase (GPT), dan aspartate
aminotransferase (AST), yang dahulu disebut glutamate-oxaloacetate transaminase
(GOT). Baik ALT maupun AST memerlukan piridoksal fosfat (Vitamin B6) sebagai
kofaktor. Zat ini sering ditambahkan ke reagen pemeriksaan untuk meningkatkan pengukuran
enzim-enzim ini seandainya terjadi defisiensi vitamin b6 (missal, hemodialysis, malnutrisi)
(Joyce, 2007).
Aminotransferase tersebar luas di tubuh, tetapi terutama banyak dijumpai di hati,
karena peran penting organ ini dalam sintesis protein dan dalam menyalurkan asam-asam
amino ke jalur jalur biokimiawi lain. Hepatosit pada dasarnyaa adalah satu-satunya sel
dengan konsentrasi ALT yang tinggi, sedangkan ginjal, jantung, dan otot rangka mengandung
kadar sedang. ALT dalam jumlah yang lebih sedikit dijumpai di pancreas, paru, lima, dan
eritrosit. Dengan demikian, ALT serum memiliki spesifitas yang relative tinggi untuk
kerusakan hati. Sejumlah besar AST terdapat di hati, miokardium, dan otot rangka; eritrosit
juga memiliki AST dalam jumlah sedang. Hepatosit mengandung AST tiga sampai empat
kali lebih banyak daripada ALT (Saucher dan McPherson, 2002).
Aminotransferase merupakan indikator yang baik untuk kerusakan hati apabila
keduanya meningkat. Cedera akut pada hati, seperti karena hepatitis, dapat menyebabkan
peningkatan baik AST maupun ALT menjadi ribuan IU/Liter. Pngukuran aminotransferase
setiap minggu mungkin sangat bermanfaat untuk memantau perkembangan dan pemulihan
hepatitis atau cedera hati lain (Saucher dan McPherson, 2002).
3. Tes Fungsi Hati
Tes fungsi hati, seperti yang disampaikan sebelumnya, mengukur enzim, protein dan
unsur yang dihasilkan atau dilepaskan oleh hati dan dipengaruhi oleh kerusakan hati.
Beberapa dihasilkan oleh sel-sel hati yang rusak dan beberapa mencerminkan kemampuan
hati yang menurun dalam melakukan satu atau beberapa fungsinya. Ketika dilakukan ber-
samaan, tes ini memberikan dokter gambaran kondisi kesehatan hati, suatu indikasi
keparahan akan kerusakan hati, perubahan status hati dalam selang waktu tertentu, dan
merupakan batu loncatan untuk tes diagnosis selanjutnya(Widmann, 1992).

Tes ini biasanya berisi beberapa tes yang dilakukan bersamaan pada contoh darah
yang diambil. Ini bisa meliputi:
a) Alanine Aminotransferase (ALT) suatu enzim yang utamanya ditemukan di hati,
paling baik untuk memeriksa hepatitis. Dulu disebut sebagai SGPT (Serum Glutamic
Pyruvate Transaminase). Enzim ini berada di dalam sel hati/hepatosit. Jika sel rusak,
maka enzim ini akan dilepaskan ke dalam aliran darah.
b) Alkaline Phosphatase (ALP) suatu enzim yang terkait dengan saluran empedu;
seringkali meningkat jika terjadi sumbatan.
c) Aspartate Aminotransferase (AST) enzim ditemukan di hati dan di beberapa tempat
lain di tubuh seperti jantung dan otot. Dulu disebut sebagai SGOT (Serum Glutamic
Oxoloacetic Transaminase), dilepaskan pada kerusakan sel-sel parenkim hati, umum-
nya meningkat pada infeksi akut.
d) Bilirubin biasanya dua tes bilirubin digunakan bersamaan (apalagi pada jaundice):
Bilirubin total mengukur semua kadar bilirubin dalam darah; Bilirubin direk untuk
mengukur bentuk yang terkonjugasi.
e) Albumin mengukur protein yang dibuat oleh hati dan memberitahukan apakah hati
membuat protein ini dalam jumlah cukup atau tidak.
f) Protein total mengukur semua protein (termasuk albumin) dalam darah, termasuk
antibodi guna memerangi infeksi(Ronald, 2002).
Ada beberapa potensi disfungsi hati di mana tes fungsi hati bisa disarankan untuk
dilakukan. Beberapa di antaranya adalah orang yang memiliki riwayat diketahui atau ber-
potensi terpapar virus hepatitis; mereka yang merupakan peminum berat; individu dengan
riwayat keluarga menderita penyakit hati; mereka yang mengonsumsi obat yang kadang dapat
merusak hati.
Tes fungsi hati juga bisa disarankan pada temuan tanda & gejala penyakit hati,
beberapa di antaranya adalah: kelelahan, kelemahan, berkurangnya selera makan, mual, mun-
tah, pembengkakan atau nyeri perut, jaundice, urine gelap, tinja berwarna terang, pruritus
(gatal-gatal)(Ronald, 2002).
4. Manfaat Test Fungsi Hati
Hasil tes fungsi hati bukanlah sebuah media diagnostik untuk kondisi spesifik; mereka
mengindikasikan bahwa terdapat kemungkinan ada suatu masalah pada hati. Pada orang yang
tidak memperlihatkan gejala atau tidak terindentifikasi adanya faktor risiko, hasil tes fungsi
hati yang abnormal bisa mengindikasikan adanya perlukaan hati sementara atau sesuatu yang
terjadi di lokasi lain di dalam tubuh seperti pada otot, pankreas atau jantung. Namun juga
bisa menandakan penyakit hati tahap awal dan memerlukan tes lebih lanjut dan/atau peman-
tauan secara berkala(Ronald, 2004).
5. Pemeriksaan SGOT
SGOT atau juga dinamakan AST (Aspartat aminotransferase) merupakan enzim yang
dijumpai dalam otot jantung dan hati, sementara dalam konsentrasi sedang dijumpai pada otot
rangka, ginjal dan pankreas. Konsentrasi rendah dijumpai dalam darah, kecuali jika terjadi
cedera seluler, kemudian dalam jumlah banyak dilepaskan ke dalam sirkulasi. Pada infark
jantung, SGOT/AST akan meningkat setelah 10 jam dan mencapai puncaknya 24-48 jam
setelah terjadinya infark. SGOT/AST akan normal kembali setelah 4-6 hari jika tidak terjadi
infark tambahan. Kadar SGOT/AST biasanya dibandingkan dengan kadar enzim jantung
lainnya, seperti CK (creatin kinase), LDH (lactat dehydrogenase). Pada penyakit hati,
kadarnya akan meningkat 10 kali lebih dan akan tetap demikian dalam waktu yang lama(Nila,
2011).
SGOT/AST serum umumnya diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, semi
otomatis menggunakan fotometer, atau secara otomatis menggunakan chemistry analyzer.
Nilai rujukan untuk SGOT/AST adalah :
Laki-laki : 0 50 U/L
Perempuan : 0 35 U/L.

Masalah Klinis
Kondisi yang meningkatkan kadar SGOT/AST :
Peningkatan tinggi ( > 5 kali nilai normal) : kerusakan hepatoseluler akut, infark
miokard, kolaps sirkulasi, pankreatitis akut, mononukleosis infeksiosa
Peningkatan sedang ( 3-5 kali nilai normal ) : obstruksi saluran empedu, aritmia
jantung, gagal jantung kongestif, tumor hati (metastasis atau primer), distrophia
muscularis
Peningkatan ringan ( sampai 3 kali normal ) : perikarditis, sirosis, infark paru,
delirium tremeus, cerebrovascular accident (CVA)(Sri Oktaviani, 2013).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
Injeksi per intra-muscular (IM) dapat meningkatkan kadar SGOT/AST
Pengambilan darah pada area yang terpasang jalur intra-vena dapat menurunkan kadar
SGOT/AST
Hemolisis sampel darah
Obat-obatan dapat meningkatkan kadar : antibiotik (ampisilin, karbenisilin,
klindamisin, kloksasilin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, nafsilin, oksasilin,
polisilin, tetrasiklin), vitamin (asam folat, piridoksin, vitamin A), narkotika (kodein,
morfin, meperidin), antihipertensi (metildopa/aldomet, guanetidin), metramisin,
preparat digitalis, kortison, flurazepam (Dalmane), indometasin (Indosin), isoniazid
(INH), rifampin, kontrasepsi oral, teofilin. Salisilat dapat menyebabkan kadar serum
positif atau negatif yang keliru(Sughy, 2012).

V. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
- Mikropipet 100 l
- Mikropipet 500 l
- Yellow tip
- Blue tip
- Tabung reaksi
- Kuvet
- Spektrofotometri
2. Bahan
- Reagen diasys ASAT (GOT) Es monoreagen (dibuat dengan mencampurkan 4
bagian R1 dengan 1 bagian R2, kemudian ditunggu 30 menit)
- Sampel serum

VI. CARA KERJA
1. Disiapkan semua alat dan bahan yang akan diperlukan
2. Sebanyak 1000 l monoreagen ASAT (GOT) dimasukkan ke dalam tabung reaksi
3. Ditambahkan 100 l sampel serum dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah
berisi reagen.
4. Stopwatch dihidupkan setelah sampel ditambahkan ke dalam monoreagen
5. Absorbansi dibaca setelah 1 menit. Absorbansi larutan diukur dengan menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 340 nm
6. Absorbansi dibaca kembali setelah 1,2 menit berikutnya.
7. Hasil data absorbansi sampel dicatat lalu dilakukan perhitungan kadar SGOT dari
sampel serum yang diperiksa.

VII. INTERPRETASI HASIL
1. Dengan aktifasi pyridoxal - S- phosphate
a. Wanita dewasa : < 31 U/L
b. Laki-laki dewasa : < 35 U/L
c. Anak-anak
1 3 Tahun : < 50 U/L
4 6 tahun : < 45 U/L
7 9 tahun : < 40 U/L
10 12 tahun : < 40 U/L
13 15 tahun : < 35 U/L
16 18 tahun : < 35 U/L

2. SGOT tanpa aktifasi pyridoxal S phosphate
a. Wanita dewasa : < 31 U/L
b. Laki-laki dewasa : 35 U/L

VIII. HASIL PENGAMATAN
1. Data hasil pengamatan
Kode sampel : 5
Absorbansi
Blanko 0,00
Sampel 1 menit 0,155
Sampel 2 menit 0,153
Sampel 3 menit 0,153

Selisih data 1 menit dengan data 2 menit : 0,155 0,153 = 0,002
2. Perhitungan Kadar SGOT
ASAT (U/L) = 0,155-0,153 x 1745
= 0,002 x 1745
= 3,49 U/L

3. Gambar Hasil Pengamatan
Gambar Keterangan

Dipipet 1000 l monoreagen kemudian
dimasukkan ke dalam tabung reaksi

Dipipet 100 l sampel kemudian
dimasukkan ke tabung reaksi yang sudah
berisi monoreagen sebanyak 1 ml dan
diinkubasi selama 1 menit

Larutan di tabung reaksi dituang ke kuvet
lalu diukur absorbansinya dengan
spektrofotometer dengan panjang
gelombang 340 nm



PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian pemeriksaan Glutamat Oxaloacetate
Transaminase (GOT). Praktikum ini bertujuan untuk memeriksa fungsi hati dan
menginterpretasikan hasi pemeriksaan yang diperoleh. Berbagai penyakit dan infeksi dapat
menyebabkan kerusakan akut maupun kronis pada hati, menyebabkan peradangan, luka, sum-
batan saluran empedu, kelainan pembekuan darah, dan disfungsi hati. Selain itu, alkohol,
obat-obatan, dan beberapa suplemen herbal, serta racun juga bisa memberikan ancaman. Jika
besarnya kerusakan cukup bermakna, maka akan menimbulkan gejala-gejala seperti jaundice,
urine gelap, tinja berwarna keabuan terang, pruritus, mual, kelelahan, diare, dan berat badan
yang bisa berkurang atau bertambah secara tiba-tiba. Deteksi dini penting dengan diagnosis
lebih awal guna meminimalisir kerusakan dan menyelamatkan fungsi hati.
Salah satu cara untuk mendeteksi adanya kerusakan hati adalah dengan memeriksa
aktivitas enzim Glutamat Oxaloacetate Transaminase (GOT) atau Aspartat Aminotransferase
(AST) dalam serum. Enzim ini terdapat dalam sitoplasma dan mitokondria sel hati. Bila
terjadi kerusakan hati akan terjadi peningkatan permeabilitas membran sel sehingga
komponen-komponen sitoplasma akan keluar dari sel, dan apabila membran intraseluler
seperti mitokondria rusak maka enzim-enzim yang terdapat di dalamnya juga mengalami
peningkatan aktivitas dalam serum. Berdasarkan hal tersebut, maka peningkatan aktivitas
enzim GOT atau AST dalam serum dapat diukur dan dijadikan salah satu parameter
kerusakan fungsi hati.
Namun enzim Glutamat Oxaloacetate Transaminase (GOT) atau Aspartat
Aminotransferase (AST) tidak hanya terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat dalam otot
jantung, otot rangka, pankreas, ginjal, paru-paru, dan otak. Sehingga, jika terjadi peningkatan
aktivitas enzim GOT tidak hanya mengindikasikan adanya kerusakan hati, tetapi akan
berhubungan dengan adanya kerusakan pada organ lain. Hal itu yang menyebabkan
pemeriksaan SGOT kurang spesifik untuk mendeteksi kerusakan hati. Lebih baik
menggunakan pemeriksaan Serum Glutamat Pyruvat Transaminase (SGPT) karena enzim
GPT hanya terdapat dalam sitoplasma sel hati.
Tahap pertama dalam melakukan pemeriksaan GOT adalah memipet sampel serum
sebanyak 100 l dan reagen sebanyak 1000 l ke dalam tabung reaksi menggunakan
mikropipet dengan skala yang sudah diatur sebelumnya. Reagen yang digunakan yaitu reagen
yang sudah dicampur antara reagen 1 dengan reagen II dengan perbandingan 1 :4. Pemipetan
menggunakan mikropipet bertujuan supaya diperoleh volume yang lebih akurat karena
akurasi mikropipet ini sangat tinggi. Tip yang digunakan pun harus diperhatikan
kebersihannya unuk meminimalisir kontaminasi yang mempengaruhi absorbansi sampel.
Keduanya zat dicampur dan diinkubasi selama 1 menit dalam suhu ruang. Inkubasi ini
dilakukan agar serum dan reagen bereaksi. Maka terjadi reaksi :


Reaksi tersebut dikatalisis oleh Malat Dehidrogenase (MDH) yang membutuhkan
NADH dan H
+
. NADH akan mengalami oksidasi menjadi NAD
+
. Banyaknya NADH yang
dioksidasi menjadi NAD
+
sebanding dengan banyaknya enzim GOT. Hal itulah yang akan
diukur secara fotometri. Pada setiap menitnya diukur absorbansinya menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 340 nm karena pada panjang gelombang tersebut,
sampel akan memberikan serapan maksimum. Dilakukan pengukuran dengan menggunakan
spektrofotometer karena mempunyai sensitivitas yang relatif tinggi, pengerjaanya mudah
sehingga pengukuran yang dilakukan cepat, dan mempunyai spesifisitas yang baik.
Kuvet dimasukkan ke dalam Spektrofotometer untuk diukur absorbansinya. Namun
sebelumnya dilakukan blanko terlebih dahulu. Larutan blanko yang digunakan yaitu aquades.
Blanko ini berfungsi supaya alat spektrofotometer mengenal matriks selain sampel sebagai
pengotor. Kemudian setting blank sehingga ketika pengukuran hanya sampel yang diukur
absorbansinya. Setelah itu, kuvet yang berisi sampel dimasukkan ke tempat kuvet dan diihat
absorbansinya pada layar . Kuvet diambil dan diukur lagi setelah interval waktu 1 menit
selama 3 menit. Selama proses pemeriksaan ini, bagian bening kuvet tidak boleh disentuh
oleh tangan karena sumber sinar akan diteruskan melalui bagian bening kuvet. Jika bagian
bening kuvet terkontaminasi oleh tangan, maka akan mempengaruhi nilai absorbansi. Hal ini
akan memungkinkan kesalahan dalam menginterpretasikan data yang diperoleh. Setelah
dilakukan pengukuan aborbansi, data dicatat untuk dihitung dengan rumus dan
diinterpretasikan.
Perhitungan dilakukan dengan mencari selisih dari nilai absorbansi pada menit 1
dengan nilai absorbansi rata-rata pada menit 2 dan 3 kemudian dikalikan dengan factor
konversi yang telah ada dalam kit yang dicocokkan dengan panjang gelombang yang
digunakan. Pada praktikum ini factor konversi yang digunakan yaitu 1745. Dari hasil
pemeriksaan SGOT pada sampel didapatkan nilai absorbansi yaitu 0, 155 pada pengukuran
menit 1, pada menit kedua adalah 0,153, dan 0,153 pada menit ketiga. Dari hasil ini selisih
yang didapat yaitu 0,002, kemudian hasil ini dikalikan dengan 1745. Nilai SGOT yang
didapat dari hasil perhitungan tersebut yaitu 3.,49 IU/ml. Hasil ini meunjukkan kadar yang
normal.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
Injeksi per intra-muscular (IM) dapat meningkatkan kadar SGOT/AST
Pengambilan darah pada area yang terpasang jalur intra-vena dapat menurunkan kadar
SGOT/AST
Hemolisis sampel darah
Obat-obatan dapat meningkatkan kadar : antibiotik (ampisilin, karbenisilin,
klindamisin, kloksasilin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, nafsilin, oksasilin,
polisilin, tetrasiklin), vitamin (asam folat, piridoksin, vitamin A), narkotika (kodein,
morfin, meperidin), antihipertensi (metildopa/aldomet, guanetidin), metramisin,
preparat digitalis, kortison, flurazepam (Dalmane), indometasin (Indosin), isoniazid
(INH), rifampin, kontrasepsi oral, teofilin. Salisilat dapat menyebabkan kadar serum
positif atau negatif yang keliru.
IX. KESIMPULAN
1. Penentuan kadar SGOT pada sampel serum dapat dilakukan dengan metode
Photometri UV-test yang mengacu pada IFCC (International Federation of
Clinical Chemistry and Laboratory Medicine) (Modifikasi)
2. Pemeriksaan Glutamat Oxaloacetate Transaminase (GOT) bertujuan untuk
memeriksa fungsi hati dan menginterpretasikan hasil pemeriksaan yang
diperoleh.
3. Kadar SGOT yang diperoleh pada sampel 5 yaitu sebesar 3,49 U/L, Hasil ini
menunjukkan kadar normal.

DAFTAR PUSTAKA
Apriani, Nila. 2011. Pemeriksaan SGOT. Online. http://nillaaprianinaim.wordpress.com.
Diakses tanggal 24 April 2014
Frances K. Widmann, dkk. 1992. Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium,
edisi 9, cetakan ke-1. Jakarta: EGC.
Joyce LeFever Kee. 2007. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik. Jakarta: EGC.
Nursyam, Sri Oktaviani. 2013. Pemeriksaan SGOT. Online.
http://sovasilinzuensik.blogspot.com. Diakses tanggal 24 April 2014
Sabiston. 1992. Buku Ajar Bedah. Jakarta: EGC.
Sacher, Ronald A. dan McPherson, Richard A. 2002. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium Edisi 11. Jakarta: EGC.
Sughy. 2012. Pemeriksaan SGOT. Online. http://sughy03.blogspot.com. Diakses tanggal 24
April 2014.
Wijayakusuma, Hembing. 2008. Tumpas Hepatitis dengan Ramuan Herbal. Jakarta: Pustaka
Bunda.



























X. PENGESAHAN

Denpasar, 12 Mei 2014
Praktikan



(a.n. Kelompok 5 Genap)



Mengetahui,

Pembimbing I Pembimbing II



(D.G.D. Dharma Santhi, S.Si.,Apt.,M.Si) (Drs. A.A.N. Santa A.P.)



Pembimbing III Pembimbing IV



(Luh Putu Rinawati, A.Md., AK) (Kadek Aryadi Hartawiguna, A.Md.,AK)

Vous aimerez peut-être aussi