Vous êtes sur la page 1sur 21

1

BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit kronik yang
ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam saluran pernapasan yang tidak
sepenuhnya reversibel. PPOK akhir akhir ini menjadi penyakit yang semakin
menarik untuk dibicarakan oleh karena prevalensi dan angka mortalitasnya yang
terus meningkat. Penyebab utama dari PPOK adalah asap rokok.
1,2

PPOK merupakan penyakit paru yang dapat menganggu aktifitas manusia
sehari - hari. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa PPOK
menyebabkan kematian lebih dari 2,75 juta jiwa per tahunnya, dan penyakit itu
merupakan penyebab kematian urutan keempat di dunia bersama dengan
HIV/AIDS. WHO bahkan memprediksi pada tahun 2030, PPOK akan menjadi
penyebab kematian nomor tiga di dunia. Hal ini dikaitkan dengan seiring
meningkatnya penggunaan tembakau dan rokok di seluruh dunia.
2,3
Di Indonesia pada tahun 2007 diperkirakan terdapat 4,8 juta jiwa penderita
PPOK. Prevalensi lebih tinggi pada laki laki daripada perempuan dan meningkat
dengan bertambahnya usia. Data kunjungan pasien di Rumah Sakit Persahabatan
menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus PPOK. Pada tahun 2000 PPOK
menduduki peringkat ke-5 dari jumlah penderita yang berobat jalan dan
menduduki peringkat ke-4 dari penserita yang dirawat. Kunjungan rawat jalan
pasien PPOK di RS persahabatan Jakarta meningkat dari 616 pada tahun 2000
menjadi 1735 pada tahun 2007. Morbiditas dan mortalitas penderita PPOK
dihubungkan dengan eksaserbasi yang terjadi.
4

PPOK eksaserbasi akut adalah suatu keadaan yang ditandai dengan
perubahan dari variasi harian normal sesak napas, batuk dan atau sputum,
onsetnya akut dan dapat menyebabkan perubahan pengobatan pada pasien dengan
PPOK yang mendasarinya. Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya
perburukan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya, dipicu oleh infeksi bakteri
atau virus atau polusi lingkungan. Eksaserbasi oleh kuman menyebabkan
perburukan fungsi paru, morbiditas dan mortalitas yang tinggi, sehingga
diperlukan penanganan yang adekuat dan efisien.
5,6
2

Berbagai faktor berperan pada perjalanan penyakit ini, antara lain faktor
resiko yaitu faktor yang menimbulkan atau memperburuk penyakit seperti
kebiasaan merokok, polusi udara, polusi lingkungan, infeksi, genetik dan
perubahan cuaca. Derajat obtruksi saluran napas yang terjadi, dan identifikasi
komponen yang memugkinkan reversibilitas. Yang pada akhirnya faktor-faktor
tersebut memyebabkan perburukan makin lebih cepat terjadi. Untuk melakukan
penatalaksanaan PPOK perlu diperhatikan faktor-faktor tersebut, sehingga
pengobatan PPOK menjadi lebih baik.
6,7

























3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat
dicegah dan diobati, ditandai dengan hambatan aliran udara yang tidak
sepenuhnya reversibel, bersifat progresif dan berhubungan dengan respon
inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun / berbahaya, disertai efek
ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat berat penyakit. PPOK adalah
penyakit paru kronik yang progresif artinya penyakit ini berlangsung seumur
hidup dan semakin memburuk secara lambat dari tahun ke tahun.
7,8

Karakteristik hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan oleh
gabungan antara obstruksi saluran napas kecil (obstruksi bronkiolitis) dan
kerusakan parenkim (emfisema) yang bervariasi pada setiap individu. PPOK
seringkali timbul pada usia pertengahan akibat merokok dalam waktu yang lama.
Merokok merupakan penyebab utama terjadinya PPOK. PPOK sendiri juga
mempunyai efek sistemik yang bermakna sebagai petanda sudah terdapat kondisi
komorbid lainnya. Dampak PPOK pada setiap individu tergantung derajat keluhan
(khususnya sesak dan penurunan kapasitas latihan), efek sistemik dan gejala
komorbid lainnya. Hal tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh derajat keterbatasan
aliran udara. Gambaran bronkitis kronik dan emfisema dapat dilihat pada gambar
1.
2,7
Gambar 1. Gambaran Bronkitis Kronik dan Emfisema

Dikutip dari: www.tumblr.com

4

PPOK eksaserbasi akut adalah suatu keadaan yang ditandai dengan
perubahan dari variasi harian normal sesak napas, batuk dan atau sputum, dan
onsetnya akut. Eksaserbasi merupakan peningkatan lebih lanjut respon inflamasi
dalam saluran pernapasan pasien PPOK. Eksaserbasi akut pada PPOK berarti
timbulnya perburukan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya, dipicu oleh
infeksi bakteri atau virus atau polusi lingkungan.
7,9


II.2 Epidemiologi
Data prevalensi PPOK pada populasi dewasa saat ini bervariasi pada setiap
negara di seluruh dunia. Tahun 2000, prevalensi PPOK di Amerika dan Eropa
berkisar 5-9% pada individu usia >45 tahun. Data penelitian lain menunjukkan
prevalensi PPOK bervariasi dari 7,8% 32,1% di beberapa kota Amerika Latin.
Prevalensi PPOK di Asia Pasifik rata-rata 6,3% yang terendah 3,5% di Hongkong
dan Singapura dan tertinggi 6,7% di Vietnam. Untuk Indonesia, penelitian COPD
working group tahun 2002 di 12 negara Asia Pasifik menunjukkan estimasi
prevalensi PPOK Indonesia sebesar 5,6%. Data kunjungan pasien di RS
Persahabatan menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus PPOK. Pada tahun
2000 PPOK menduduki peringkat ke 5 dari jumlah penderita yang berobat jalan
dan menduduki peringkat 4 dari penderita yang dirawat. Kunjungan rawat jalan
pasien PPOK di RS Persahabatan jakarta meningkat dari 616 pada tahun 2000
menjadi 1735 pada tahun 2007.
7

Prevalensi PPOK diperkirakan akan meningkat sehubungan dengan
peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia, pergeseran pola penyakit infeksi
yang menurun sedangkan penyakit degeneratif meningkat serta meningkatnya
kebiasaan merokok dan polusi udara. Merokok merupakan salah satu faktor risiko
terbesar PPOK. Berdasarkan hasil penelitian, prevalensi PPOK meningkat dari
tahun ke tahun, dari sekitar 6% di periode tahun 1960-1979 mendekati 10% di
periode 2000-2007. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu
penyebab utama kesakitan dan kematian di seluruh dunia. Menurut prediksi
WHO, PPOK yang saat ini merupakan penyebab kematian ke-5 di seluruh dunia
diperkirakan pada tahun 2020 akan menjadi penyebab kematian ketiga di seluruh
5

dunia. Sebagai pengingat pentingnya masalah PPOK, WHO menetapkan hari
PPOK sedunia (COPD day) diperingati setiap tanggal 18 November.
2,4


II.3 Faktor Resiko PPOK
7

Identifikasi faktor resiko merupakan langkah penting dalam pencegahan
dan penatalaksanaan PPOK. Meskipun saat ini pemahaman faktor resiko PPOK
dalam banyak hal masih belum lengkap, diperlukan pemahaman interaksi dan
hubungan antara faktor-faktor risiko sehingga memerlukan investigasi lebih
lanjut.
2,7
Beberapa studi longitudinal telah mengikuti populasi hingga 20 tahun,
termasuk periode dan perinatal yang penting dalam membentuk masa depan
individu yang berisiko PPOK. Pada dasarnya semua risiko PPOK merupakan hasil
dari interaksi lingkungan dan gen. Misalnya, dua orang dengan riwayat merokok
yang sama, hanya satu yang berkembang menjadi PPOK, karena perbedaan
dalam predisposisi genetik untuk penyakit ini, atau dalam berapa lama mereka
hidup. Status sosial ekonomi dapat dihubungkan dengan berat badan lahir anak
yang dapat berdampak pada pertumbuhan dan pengembangan paru. Beberapa hal
yang berkaitan dengan risiko timbulnya PPOK sampai saat ini dapat dilihat pada
tabel 1.
7

Tabel 1. Risiko PPOK
7

1. Asap rokok
2. Polusi udara
Dalam ruangan
Diluar ruangan
3. Stres oksidatif
4. Gen
5. Tumbuh kembang paru
6. Sosial ekonomi

II.4 Patogenesis PPOK
Inflamasi saluran napas pasien PPOK merupakan amplifikasi respons
inflamasi normal akibat iritasi kronik seperti asap rokok. Peradangan merupakan
elemen kunci terhadap patogenesis PPOK. Inflamasi paru diperberat oleh stres
oksidatif dan kelebihan protease. Inhalasi asap rokok atau gas berbahaya lainnya
6

mengaktifkan makrofag dan sel epitel untuk melepaskan faktor kemotaktik yang
merekrut lebih banyak makrofag dan neutrofil. Kemudian makrofag dan neutrofil
ini melepaskan protease yang merusak elemen struktur pada paru. Protease
sebenarnya dapat diatasi dengan antiprotease endogen, namun tidak
berimbangnya antiprotease terhadap dominasi aktifitas protease yang pada
akhirnya akan menjadi predisposisi terhadap perkembangan PPOK.
7,10

Sel sel inflamasi PPOK ditandai dengan pola tertentu yang melibatkan
neutrofil, makrofag dan limfosit. Sel sel ini melepaskan mediator inflamasi dan
berinteraksi dengan sel sel struktural dalam saluran udara dan parenkim paru.
Sel sel inflamasi yang muncul pada penyakit PPOK dapat dilihat pada tabel 2.
7
Tabel 2. Sel inflamasi pada PPOK
7

Neutrofil : meningkat dalam sputum perokok. Peningkatan neutrofil pada PPOK
sesuai dengan beratnya penyakit. Neutrofil ditemukan sedikit pada jaringan.
Keduanya mungkin berhubungan dengan hipersekresi dan pelepasan protease.
Makrofag : banyak ditemukan di lumen saluran napas, parenkim paru dan cairan
bronchoalveolar lavage (BAL). berasal dari monosit yang mengalami diferensiasi
di jaringan paru. Makrofag meningkatkan mediator inflamasi dan protease pada
pasien PPOK sebagai respons terhadap asap rokok dan menunjukkan fagositosis
yang tidak sempurna.
Limfosit T : sel CD4+ dan CD8+ meningkat pada dinding saluran napas dan
parenkim paru, dengan peningkatan CD8+ lebih besar dari CD4+. Peningkatan sel
TCD8+ (Tc1) dan sel Th1 yang mensekresikan interferon- dan mensekresikan
reseptor kemokin CXCR3, mungkin merupakan sel sitotoksik untuk sel-sel
alveolar yang berkontribusi terhadap kerusakan alveolar.
Limfosit B : meningkat dalam saluran napas perifer dan folikel limfoid sebagai
respons terhadap kolonisasi kuman dan infeksi saluran napas.
Eosinofil : meningkat di dalam sputum dan dinding saluran napas selama
eksaserbasi
Sel epitel : mungkin diaktifkan oleh asap rokok sehingga menghasilkan mediator
inflamasi.

7

Inflamasi kronik mengakibatkan metaplasia pada dinding epitel bronkial,
hipersekresi mukosa, peningkatan massa otot halus, dan fibrosis. Terdapat pula
disfungsi silier pada epitel, menyebabkan terganggunya klirens produksi mukus
yang berlebihan. Secara klinis, proses inilah yang bermanifestasi sebagai bronkitis
kronik, ditandai dengan batuk produktif kronik. Pada parenkim paru,
penghancuran elemen struktural yang dimediasi protease menyebabkan emfisema.
Kerusakan sekat alveolar menyebabkan berkurangnya tingkat elastisitas pada paru
dan kegagalan dinamika saluran udara akibat rusaknya sokongan pada saluran
udara kecil non-kartilago. Keseluruhan proses ini mengakibatkan obstruksi paten
pada saluran napas dan timbulnya gejala karakteristik untuk PPOK. Gambaran
patologi dari mekanisme ini dapat dilihat pada gambar 2.
7,14

Gambar 2. Patologi dari PPOK

Dikutip dari: www.qiagen.com


8

II.5 Etiologi PPOK Eksaserbasi Akut
PPOK eksaserbasi akut terjadi karena dipicu oleh infeksi bakteri atau virus
atau polusi lingkungan. Infeksi bakteri adalah penyebab terbanyak PPOK
eksaserbasi akut, sekitar 70 75 %. Dan lebih dari 60% disebabkan oleh
Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae atau Moraxella catrhalis.
7,12

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 50 orang pasien yang
dirawat karena eksaserbasi akut di ruang rawat inap penyakit dalam RSUP Adam
Malim Medan, pola kuman pada eksaerbasi akut meliputi Klebsiella pneumonia
(20,37%), Staphylococcus aureus (18,52%), Klebsiella ozaeane (11,11%) dan
Pseudomonas aeruginosa (9,26%). Pseudomonas aeruginosa ditemukan
berhubungan dengan PPOK derajat berat. Mikroorganisme penyebab PPOK
eksaerbasi akut secara lengkap dapat dilihat pada tabel 3.
6


Tabel 3. mikroorganisme patogen penyebab PPOK eksaserbasi akut

Dikutip dari: www.ncbi.nlm.nih.gov

II.6 Patogenesis PPOK Eksaserbasi Akut
Inhalasi asap rokok dan partikel berbahaya lainnya menyebabkan
inflamasi di saluran napas dan paru seperti yang terlihat pada pasien PPOK.
Respons inflamasi abnormal ini menyebabkan kerusakan jaringan parenkim yang
9

mengakibatkan emfisema dan menggangu mekanisme pertahanan yang
mengakibatkan fibrosis saluran napas kecil. Perubahan patologis menyebabkan
udara terperangkap dan keterbatasan aliran udara yang bersifat progresif.
2,7

Eksaserbasi merupakan peningkatan lebih lanjut proses inflamasi dalam
saluran napas pasien PPOK. Mekanisme inflamasi yang mengakibatkan
eksaserbasi PPOK masih banyak yang belum diketahui. Pada eksaserbasi ringan
dan sedang terdapat peningkatan neutrofil, beberapa studi lainnya juga
menemukan eosinofil dalam sputum dan dinding saluran napas. Hal ini berkaitan
dengan peningkatan konsentrasi mediator tertentu, termasuk TNF alfa, LTB4 dan
IL-8, serta peningkatan biomarker stres oksidatif.
7
Selama eksaserbasi terlihat peningkatan hiperinflasi dan terperangkapnya
udara, dengan pengurangan aliran ekspirasi, sehingga terjadi peningkatan sesak
napas. Terjadi juga perburukan abnormalitas V
A
/ Q yang mengakibatkan
hipoksemia berat.
7

Pemahaman kita tentang patogenesis eksaserbasi akut terutama berkaitan
dengan infeksi bakteri, telah terlihat kemajuan yang signifikan dalam beberapa
tahun terakhir. Respon kekebalan dalam kombinasi dengan antibiotik yang tepat,
mampu mengontrol proliferasi bakteri yang menginfeksi. Namun, karena
variabilitas antigenik antara strain dari spesies bakteri, antibodi yang berkembang
dengan strain menginfeksi biasanya strain yang spesifik, dan tidak memberikan
perlindungan kepada host dari strain antigen berbeda dari spesies yang sama. Hal
ini memungkinkan proses infeksi bakteri berulang dan eksaserbasi pada pasien
ini. Untuk patogenesis infeksi bakterial pada PPOK eksaserbasi akut dapat dilihat
pada gambar 3.
7,13








10

Gambar 3. Patogenesis Infeksi Bakterial pada PPOK Eksaserbasi Akut

dikutip dari: www. ncbi.nim.nih.gov


II.7 Diagnosis
Diagnosis dari PPOK eksaserbasi akut berdasarkan atas riwayat penyakit,
tanda klinis dan beberapa hasil laboratorium juga dapat membantu jika ada.
II.7.1 Riwayat medis
Meningkatnya sesak napas, gejala utama dari eksaserbasi, biasanya
bersamaan dengan adanya mengi dan rasa berat pada dada (chest
tightness), peningkatan batuk dan produksi sputum, perubahan warna dan
kekeruhan sputum dan demam.
9,14

Eksaserbasi juga dapat ditemukan dengan beberapa gejala non
spesifik seperti takikardia dan takipneu, malaise, insomnia, mengantuk,
fatigue, depresi, penurunan toleransi latihan, demam. Peningkatan volume
sputum dan purulensi menunjukkan bakteri sebagai penyebabnya.
7,9

II.7.2 Pemeriksaan Keparahan
Pemeriksaan derajat keparahan dari eksaserbasi akut berdasarkan
atas riwayat medis pasien sebelum eksaserbasi, komorbid sebelumnya,
gejala, pemeriksaan fisik, pengukuran gas darah arteri dan pemeriksaan
11

yang lainnya. Jika dapat dilakukan, pemeriksaan analisa gas darah
sebelumnya sangat bermanfaat untuk dibandingkan dengan hasil AGD
pada episode akut. Penilaian tanda klinis untuk menentukan tingkat
keparahan dari PPOK eksaserbasi akut dan derajat dari eksaserbasi dapat
dilihat pada tabel 4 dan tabel 5.
9,14

Tabel 4. Diagnosis dari PPOK eksaserbasi akut: tanda klinis untuk
menentukan tingkat keparahan.
14

Penggunaan otot otot pernafasan tambahan
Pergerakan dinding dada paradoksikal
Perburukan atau onset baru sianosis sentral
Perkembangan dari edema perifer
Hemodinamik tidak stabil
Perburukan status mental.

Tabel 5. Derajat Eksaserbasi
13

Derajat eksaserbasi Tipe Eksaserbasi Karakteristik
Berat Tipe 1 Sesak bertambah, produksi
sputum meningkat,
perubahan warna sputum
(sputum menjadi lebih
purulen)
Sedang Tipe 2 Memilliki 2 gejala diatas
Ringan Tipe 3 Memiliki 1 gejala diatas
ditambah gejala minor atau
tanda:
- Batuk
- Mengi
- Demam tanpa sebab lain
- Infeksi saluran napas atas
lebih dari 5 hari
- Peningkatan frekuensi
pernafasan >20% nilai dasar
- Frekuensi nadi meningkat
>20% nilai dasar


12

Pemeriksaan yang dapat membantu menilai derajat beratnya eksaserbasi:
14

Pulse oximetry, yaitu suatu metode noninvasive untuk memonitoring
saturasi oksigen (SpO
2
) dari hemoglobin. Pulse oximetry digunakan untuk
menentukan terapi tambahan oksigen. Pengukuran dari gas darah arterial
Foto thoraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru
lain.
EKG untuk mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai dengan P
pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan
Laboratorium darah, dapat mengetahui adanya polisitemia, anemia atau
leukositosis.
Sputum yang purulen selama eksasrbasi dapat dijadikan indikasi untuk
pemberian terapi antibiotik empirik. Hemophilus influenzae, Streptococcus
pneumoniae, dan Moraxella cattarhalis adalah bakteri tersering penyebab
PPOk eksaserbasi akut. Pada GOLD 3 dan GOLD 4 Pseudomonas
aeruginosa menjadi penting. Jika infeksi pada eksaserbasi akut tidak
respon terhadap antibiotik awal yang diberikan, kultur sputum dan tes
sensitifitas antibiotik sebaiknya dilakukan.
Kelainan tes biokimia termasuk elektrolit dan hiperglikemia dapat
berhubungan dengan adanya eksaserbasi akut.
Spirometri tidak direkomendasikan selama eksaserbasi karena sulit
dilakukan dan pengukuran menjadi tidak akurat.

II.8 Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut
Prinsip penatalaksanaan PPOK pada eksaserbasi akut adalah mengatasi
segera eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya gagal napas. Bila telah
terjadi gagal napas segera atasi untuk mencegah kematian.
7
II.8.1 Dukungan Pernapasan
a. Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan kronik yang
menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi
seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ organ
lain.
16
Terapi oksigen merupakan komponen penting tatalaksana
eksaserbasi di rumah sakit. Terapi oksigen diberikan pada pasien
hipoksemia dengan target saturasi dari 88 92%.
14

13

Pada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang pertama
dan utama, bertujuan untuk memperbaiki hipoksemia dan mencegah
keadaan yang mengancam jiwa. Dapat dilakukan di ruang gawat darurat,
ruang rawat, atau di ICU. Sebaiknya pertahankan PaO2 >60 mmHg atau
saturasi O2 >90%, evaluasi ketat hiperkapnia. Gunakan sungkup dengan
kadar yang sudah ditentukan (venturi masks) 24%, 28%, atau 32%. Bila
terapi oksigen tidak dapat mencapai kondisi oksigenasi adekuat, harus
digunakan ventilasi mekanis. Dalam penggunaan ventilasi mekanis
usahakan dengan Noninvasive Positive Pressure Ventilation (NIPPV), bila
tidak berhasil ventilasi mekanis digunakan dengan intubasi.
b. Dukungan Ventilasi
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan
gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada
pasien PPOK derajat berat dengan gagal napas kronik. Ventilasi mekanik
dapat digunakan di rumah sakit, diruang ICU.
7

Dukungan ventilasi pada eksaserbasi akut dapat menggunakan
ventilasi mekanik noninvasive (dengan nasal kanul atau masker) atau
ventilasi invasive (dengan orotrakeal tube atau trakeostomi).
14

- Ventilasi Mekanik Noninvasive
Ventilasi mekanik noninvasive atau tanpa intubasi digunakan pada
PPOK dengan gagal napas kronik dan dapat digunakan selama
dirumah. Bentuk ventilasi mekanik tanpa intubasi adalah noninvasive
intermitten positif pressure (NIPPV) atau negative pressure
ventilation (NPV).
7

Indikasi penggunaan NIPPV adalah sesak napas sedang sampai
berat dengan penggunaan muskulus respirasi dan abdominal
paradoksal, asidosis sedang sampai berat pH <7.30 7.35, frekuensi
napas >25x/menit. NPV tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan
obstruksi saluran napas atas, disamping harus menggunakan
perlengkapan yang tidak sederhana.
7

- Ventilasi Mekanik Invasive
14

Indikasi penggunaan ventilasi mekanis invasive yaitu: sesak
napas berat dengan penggunaan otot pernapasan tambahan dan
pergerakan abdominal paradoksal, frekuensi pernapasan >35x/menit,
hipoksemia yang mengancam jiwa (PaO
2
< 40 mmHg), asidosis berat
pH <7,25 dan hiperkapnia, henti napas, somnolen, gangguan
kesadaran, komplikasi kardiovaskular (hipotensi, syok, gagal
jantung), komplikasi lain (gangguan metabolisme, sepsis, pneumonia,
emboli paru, barotrauma, efusi pleura masif), telah gagal dalam
penggunaan NIPPV.
7


II.8.2 Terapi farmakologis
Terdapat tiga golongan pengobatan untuk PPOK eksaserbasi akut,
yaitu bronkodilator, kortikosteroid dan antibiotik.
7

a. Bronkodilator
Bila rawat jalan
2
agonis dan antikolinergik harus diberikan
dengan peningkatan dosis. Nebuliser dapat digunakan agar bronkodilator
lebih efektif. Hati hati dengan penggunaan nebuliser yang memakai
oksigen sebagai kompresor, karena penggunaan oksigen 8 10 liter untuk
menghasilkan uap dapat menyebabkan retensi CO
2
. Golongan xantin
diberikan bersama sama dengan bronkodilator lainnya karena
mempunyai efek memperkuat otot diafragma. Dalam perawatan di rumah
sakit, bronkodilator diberikan secara intravena dan nebuliser, dengan
pemberian lebih sering perlu monitor ketat terhadap timbulnya palpitasi
sebagai efek samping bronkodilator.
7,14


b. Antibiotik
Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman. Pemberian
antibiotik di rumah sakit sebaiknya per drip atau intravena, sedangkan
untuk rawat jalan bila eksaserbasi sedang sebaiknya diberikan antibiotik
kombinasi, bila ringan dapat diberikan tunggal.
7,14

Antibiotik bermanfaat untuk pasien PPOK eksaserbasi dengan
tanda klinis infeksi saluran napas (misalnya meningkatnya sputum).
7,9

15

Hasil penelitian randomized controlled trial (RCT) menunjukkan
hasil yang cukup bermakna apabila antibiotik diberikan pada pasien PPOK
yang memiliki tiga atau dua dari gejala kardinal dibawah ini:
7,14

- Sesak napas yang bertambah
- Betambahnya jumlah / volume sputum
- Purulensi sputum
Penelitian pada pasien PPOK eksaserbasi di poliklinik rawat jalan
menunjukkan hubungan antara purulensi sputum dengan terdapatnya
bakteri. Antibiotik dapat diberikan pada pasien yang memiliki satu dari
dua gejala kardinal (sesak napas yang bertambah atau bertambahnya
jumlah sputum) tetapi kriteria PPOK eksaserbasi tersebut belum
tervalidasi pada penelitian lain. Pada sebuah penelitian PPOK eksaserbasi
menggunakan ventilasi mekanis yang tidak diberikan antibiotik akan
meningkatkan mortalitas dan meningkatkan angka kejadian pneumonia
nosokomial. Lama pemberian antibiotik pada pasien PPOK adalah 3 7
hari.
7

Antibiotik diberikan pada:
- Pasien PPOK eksaserbasi dengan semua gejala kardinal (sesak napas
yang bertambah, meningkatnya jumlah sputum, dan bertambahnya
purulensi sputum)
- Pasien PPOk eksaserbasi dengan dua dari gejala kardinal, apabila salah
satunya adalah bertambahnya purulensi sputum
- Pasien PPOK eksaserbasi berat yang membutuhkan ventilasi mekanis
(invasif dan non-invasive)
Berikut adalah tabel pembagian kelompok derajat PPOK
berdasarkan patogen penyebab potensial dan pemilihan antibiotik pada
PPOK eksaserbasi sesuai dengan kelompok tersebut.
Tabel 7. Pembagian Kelompok Derajat PPOK Berdasarkan Patogen
Penyebab Potensial
7

Kelompok Definisi Kuman Patogen
Kelompok A - Eksaserbasi ringan
- Tidak memiliki
faktor resiko untuk
- H. Influenza
- S. Pneumonia
- M. Catarrhalis
16

prognosis buruk - Chlamydia pneumonia
- Virus
Kelompok B - Eksaserbasi sedang
- Memiliki faktor
resiko untuk
memperburuk
prognosis
- Kuman patogen
kelompok A + patogen
resisten (-lactamase
producing penicillin-
resistant S.pneumonia),
enterobactericeae
(E.coli, protus,
enterobacter)
Kelompok C - Eksaserbasi berat
- Dengan faktor
resiko P. Aeruginosa
- Kelompok B dengan
P. aeruginosa

Tabel 8. Pemilihan Antibiotik pada PPOK Eksaserbasi
7

Pengobatan Oral Alternatif
Pengobatan Oral
Pengobatan
Parenteral
Kelompok A Pasien dengan 1
gejala kardinal
sebaiknya tidak
mendapatkan
antibiotik.
Bila ada indikasi
dapat diberikan: -
lactam (penisilin,
ampisilin,
amoksisilin),
tetrasiklin,
trimetroprim,
Sulfametoksasol
- - lactam
- Makrolid
(Azitromisin,
claritromisin)
- Sefalosporin
generasi 2 dan 3
- Ketolid
(telitromisin)

Kelompok B -lactam/-
lactamase inhibitor
(co-amoxyclav)
- Flurokuinolon
(gemifloxacin,
moxifloksasin)
- -lactam/-
lactamase
inhibitor (co-
amoxyclav,
ampisilin/
sulbaktam)
- sefalosporin
generasi 2 dan 3
- flurokuinolon
(ciprofloxacin
dosis tinggi)
17

Kelompok C Pasien dengan
resiko infeksi
pseudomonas:
fluorokuinolon
(ciprofloxacin,
levofloxacin dosis
tinggi
- Fluorokuinolon
(Ciprofloxacin,
levofloxacin
dosis tinggi)
- -lactam
dengan aktivitas
P. aeruginosa

c. Kortikosteroid
Tidak selalu diberikan, tergantung derajat berat eksaserbasi. Pada
eksaserbasi derajat sedang dapat diberikan prednison 30 mg/hari selama 1
-2 minggu, pada derajat berat diberikan secara intravena. Pemberian lebih
dari 2 minggu tidak memberikan manfaat yang lebih baik, tetapi lebih
banyak menimbulkan efek samping.
7


II.8.3 Manajemen di Rumah
Penatalaksanaan eksaerbasi akut ringan dilakukan di rumah oleh
pasien yang telah di edukasi dengan cara menambahkan dosis
bronkodilator dan mengubah bentuk pemberian menjadi nebuliser,
menggunakan oksigen, menambah mukolitik dan menambahkan
eksperktoran. Perawatan di rumah pada pasien PPOK eksaserbasi akut
termasuk meningkatkan dosis dan atau frekuensi terapi short acting
bronkodilator. Bronkodilator utama yang sering digunakan adalah
2

agonis, antikolinergik dan metixantin. Obat tadi dapat diberikan secara
monoterapi atau kombinasi. Bronkodilator kerja cepat ( fenoterol,
salbutamol, terbutalin) lebih menguntungkan daripada yang kerja lambat
(salmeterol, formeterol), karena efek bronkodilatornya sudah dimulai
dalam beberapa menit dan efek puncaknya terjadi setelah 15 20 menit
dan berakhir setelah 4-5 jam. Bila dalam 2 hari tidak ada perbaikan, pasien
harus segera ke dokter.
7,15





18

II.8.4 Manajemen di Rumah Sakit
Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan
secara rawat jalan atau rawat inap. Dapat dilakukan di poliklinik rawat
jalan, unit gawat darurat, ruang rawat dan ruang ICU.
7,15
Penatalaksanaan di poliklinik rawat jalan, indikasinya: eksaserbasi
ringan sampai sedang, gagal napas kronik, tidak ada gagal napas akut pada
gagal napas kronik
Pada keadaan berat seperti ancaman gagal napas akut, kelainan
asam basa berat atau perburukan status mental, maka pemasangan
ventilator mekanik invasif dapat dipertimbangkan.
15

Tabel 6. Indikasi rawat inap untuk Eksaserbasi
15

Indikasi Rawat Inap untuk Eksaserbasi
Peningkatan gejala yang nyata, seperti sesak napas mendadak waktu
istirahat
Riwayat PPOK berat
Munculnya gejala fisik yang baru (sianosis, edema perifer)
Eksaserbasi tidak responsif terhadap pengobatan
Komorbiditas signifikan
Aritmia baru
Usia lanjut
Perawatan rumah tidak memadai

Berikut ini adalah algoritma terapi PPOK eksaserbasi akut berdasarkan
derajat beratnya eksaserbasi.









19

Gambar 4. Algoritme terapi PPOK eksaserbasi akut
13



II.9 Pencegahan PPOK Eksaserbasi Akut
PPOK eksaserbasi akut dapat dicegah. Berhenti merokok, pengetahuan
dari terapi yang digunakan termasuk penggunaan inhaler dan pengobatan dengan
inhaler bronkodilator jangka panjang dengan atau tanpa kortikosteroid inhaler dan
phosphodiesterase-4 inhibitor adalah seluruh terapi yang dapat mengurangi
frekuensi dari eksaserbasi dan perawatan di rumah sakit.
14

20

Rehabilitasi PPOK setelah perawatan dirumah sakit karena eksaserbasi
dapat meningkatkan toleransi terhadap latihan dan memperbaiki kualitas hidup
pasien PPOK dalam 3 bulan.
7





























21

BAB III
KESIMPULAN

PPOK eksaserbasi akut adalah suatu keadaan yang ditandai dengan
perubahan dari variasi harian normal sesak napas, batuk dan atau sputum, dan
onsetnya akut. Eksaserbasi merupakan peningkatan lebih lanjut respon inflamasi
dalam saluran pernapasan pasien PPOK. Eksaserbasi akut pada PPOK berarti
timbulnya perburukan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya, dipicu oleh
infeksi bakteri atau virus atau polusi lingkungan.
Faktor resiko utama dari PPOK terutama terjadi pada perokok, baik
perokok pasif ataupun perokok aktif. Untuk eksaserbasi, etiologi terbanyak adalah
karena adanya infeksi bakteri.
Diagnosis ditegakkan dari tanda klinis dan pemeriksaan penunjang
lainnya. Gejala eksaserbasi ditandai oleh sesak bertambah, produksi sputum
meningkat dan perubahan warna sputum (sputum menjadi purulen). Dinilai juga
tingkat keparahan dari eksaserbasi, ada tipe eksaserbasi ringan, sedang dan berat.
Setelah ditentukan tingkat keparahannya dapat menentukan terapi yang diberikan.
Terapi farmakologis pada PPOK eksaserbasi akut dapat diberikan bronkodilator,
kortikosteroid dan antibiotik.

Vous aimerez peut-être aussi