2. Desiyanti 3. Zahrunisa Al Jannah 4. Siti Rahma Anissya Kinanti 5. Reijefki Irlastua 6. Nur Annisa Faradina 7. Ramitha Yulisman 8. Ignatius Aldo Winardi 9. Dina Fatma Dwimarta 10. Moh. Wafa Adillah P 11. Maghfira Ulfha V.P KIRIM KE EMAIL rahmakinanti72@yahoo.com dan ignatiusaldow@rocketmail.com , HARUS 2 EMAIL, PENGUMPULAN ANMAL PALING LAMBAT HARI SELASA JAM 9 MALAM DIMOHON PENGERTIANNYA KARENA SEKMEJ BARU
Ny. Sinta, 51 tahun, berobat ke poliklinik saraf dengan keluhan utama lemah keempat anggota gerak yang dialami sejak 6 bulan secara perlahan-lahan. Awalnya penderita merasa hipestesi dan kram-kram pada tungkai bawah, sehingga mengalami insomnia akibat gangguan tersebut. Keluhan ini bertambah berat sehingga mengenai kedua lengan dan bila jongkok sulit untuk berdiri. Riwayat menderita DM disangkal, namun penderita merasa sering lapar dan haus serta sering buang air kecil. Pemeriksaan Fisik: Tekanan darah 140/90 mmHg, Nadi 84x/menit Pernafasan 20x/menit, Suhu 37 o C. Pemeriksaan Neurologi: Kekuatan 4 pada anggota gerak, reflex fisiologis bicep dan tricep menurun pada kedua lengan serta KPR dan ATR negative pada tungkai bawah, gangguan sensibilitas berpola sarung tangan dan kaos kaki. Laboratorium: GDS 240 mg% ureum dan kreatinin sedikit meningkat di atas normal.
Klarifikasi istilah : 1. Hipestesi : penurunan kepekaan secara abnormal terhadap rangsangan; biasanya terhadap sentuhan atau rabaan 2. Kram : kontraksi muscular spasmodic yang nyeri 3. Insomnia : tidak dapat tidur; keadaan terjaga yang abnormal 4. KPR : Kontraksi musculus quadriceps femoris dan ekstensi tungkai bila ligamentum patella diketuk. (Knee Patella Refleks) 5. ATR : plantar fleksi telapak kaki yang disebabkan oleh kontraksi musculus triceps surae yang menyerupai kedutan. 6. Refleks fisiologis : gerak otot reflektorik yang dapat ditimbulkan pada orang sehat 7. Gangguan sensibilitas : gangguan yang merupakan akibat dari abnormalitas system saraf sensorik atau sensasi. 8. Ureum : produk akhir nitrogen utama dari metabolisme protein, yang dibentuk didalam hati dari asam amino dan senyama amoniak. 9. Kreatinin : suatu anhidrida keratin hasil akhir metabolisme fosfokreatin (laju eksresi melalui urin) dipakai sebagai indicator diagnostic fungsi ginjal dan massa otot 10. GDS : hasil pengukuran gula darah yang dilakukan seketika tanpa ada puasa
Identifikasi Masalah : 1. Ny. Sinta, 51 tahun, berobat ke poliklinik saraf dengan keluhan utama lemah keempat anggota gerak yang dialami sejak 6 bulan secara perlahan-lahan. 2. Awalnya penderita merasa hipestesi dan kram-kram pada tungkai bawah, sehingga mengalami insomnia akibat gangguan tersebut. 3. Keluhan ini bertambah berat sehingga mengenai kedua lengan dan bila jongkok sulit untuk berdiri. 4. Riwayat menderita DM disangkal, namun penderita merasa sering lapar dan haus serta sering buang air kecil. 5. Pemeriksaan Fisik: Tekanan darah 140/90 mmHg, Nadi 84x/menit Pernafasan 20x/menit, Suhu 37 o C. 6. Pemeriksaan Neurologi: Kekuatan 4 pada anggota gerak, reflex fisiologis bicep dan tricep menurun pada kedua lengan serta KPR dan ATR negative pada tungkai bawah, gangguan sensibilitas berpola sarung tangan dan kaos kaki. 7. Laboratorium: GDS 240 mg% ureum dan kreatinin sedikit meningkat di atas normal. Analisis Masalah : 1. Ny. Sinta, 51 tahun, berobat ke poliklinik saraf dengan keluhan utama lemah keempat anggota gerak yang dialami sejak 6 bulan secara perlahan-lahan. a. Hubungan umur dan jenis kelamin dengan keluhan? 1 7 11 - Umur ny.sinta pada kasus polineuropati diabetik ini merupakan umur dimana resiko terkena penyakit ini tinggi dan jenis kelamin wanita juga menjadi faktor resiko dari penyakit yang di alami ny.sinta,karena prevalensi wanita > pria
b. Etiologi kelemahan anggota gerak? 2 8 1 -karena kerusakan sistem saraf tepi, yang mengakibatkan terganggunya fungsi saraf motoris sebagai bagian dari sistem saraf tepi .
c. Patofisiologi kelemahan anggota gerak? 3 9 2 d. Kenapa keluhan yang di alami Ny. Sinta terjadi secara perlahan- lahan? 4 10 3 e. Kenapa hanya menyerang keempat anggota gerak ? 5 11 4
2. Awalnya penderita merasa hipestesi dan kram-kram pada tungkai bawah, sehingga mengalami insomnia akibat gangguan tersebut. a. Bagaimana mekanisme terjadinya hipestesi ? 6 1 5 b. Kenapa terjadinya pada tungkai bawah ? 7 2 6 c. Bagaimana mekanisme terjadinya kram-kram ? 8 3 7 d. Bagaimana hubungan insomnia dengan keluhan hipestesi dan kram-kram ? 9 4 8 e. Etiologi dari Hipestesi, kram-kram, dan insomnia? 10 5 9
3. Keluhan ini bertambah berat sehingga mengenai kedua lengan dan bila jongkok sulit untuk berdiri. a. Bagaimana mekanisme perjalanan keluhan yang bertambah berat? 11 6 10 b. Bagaimana penjalaran kram-kram di tungkai bawah hingga mengenai kedua lengan? 1 7 11
c. Mengapa Ny. Sinta mengalami kesulitan untuk berdiri setelah jongkok? 2 8 1 4. Riwayat menderita DM disangkal, namun penderita merasa sering lapar dan haus serta sering buang air kecil. a. Apa makna keluhan sering lapar dan haus serta sering buang air kecil pada Ny. Sinta ? 3 9 2
5. Pemeriksaan Fisik: Tekanan darah 140/90 mmHg, Nadi 84x/menit Pernafasan 20x/menit, Suhu 37 o C. a. Interpretasi dan mekanisme abnormal? 4 10 3
6. Pemeriksaan Neurologi: Kekuatan 4 pada anggota gerak, reflex fisiologis bicep dan tricep menurun pada kedua lengan serta KPR dan ATR negative pada tungkai bawah, gangguan sensibilitas berpola sarung tangan dan kaos kaki. a. Interpretasi dan mekanisme abnormal (dikaitkan dengan kasus) ? 5 11 4 b. Bagaimana cara pemeriksaan Neurologi ? - Kekuatan anggota gerak 6 1 5 Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk memeriksa kekuatan otot ada dua cara: Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan pemeriksa menahan gerakan ini. Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia disuruh menahan. Derajat kekuatan motorik : 5 : Kekuatan penuh untuk dapat melakukan aktifitas 4 : Ada gerakan tapi tidak penuh 3 : Ada kekuatan bergerak untuk melawan gravitas bumi 2 : Ada kemampuan bergerak tapi tidak dapat melawan gravitasi bumi. 1 : Hanya ada kontraksi 0 : tidak ada kontraksi sama sekali Cara menilai kekuatan otot ada dua cara. Dengan menggunakan angka dari 0 minus 4 Nilai 0 -1 -2 -3 -4 Gerakan bebas + + + + - Melawan gravitasi + + + - - Melawan pemeriksa + + - - - Nilai O berarti normal, -1 = parese ringan, -2 = parese moderat, -3= parese hebat, -4 paralisis.
- Reflex fisiologis bicep tricep 7 2 6 - KPR 8 3 7 - ATR 9 4 8 - Gangguan sensibilitas 10 5 9 c. Tuliskan Tujuan pemeriksaan neurologi ! - Kekuatan anggota gerak 11 6 10 - Reflex fisiologis bicep tricep 1 7 11 Tujuan dilakuannya pemeriksaan untuk memngetahui bagaimana refleks fisiologis dan melihat ada tidaknya gangguan kodnuksi impuls pada system saraf
- KPR 2 8 1 -menentukan kepekaan refleks regang, yakni dengan cara menimbulkan sentakan lutut dan sentakan otot lainnya. Sentakan lutut ini dapat ditimbulkan dengan cara memukul pelan-pelan tendon patella dengan palu refleks, pukulan ini secara tiba-tiba meregangkan otot kuardisep dan merangsang terjadinya refleks regangan dinamik yang kemudian akan menyebabkan tungkai bawah menyentak
- ATR 3 9 2 - Gangguan sensibilitas 4 10 3
7. Laboratorium: GDS 240 mg% ureum dan kreatinin sedikit meningkat di atas normal. a. Interpretasi dan mekanisme abnormal ? 5 11 4 b. Mengapa diperiksa Ureum dan kreatinin ? 6 1 5 - Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin dalam darah dapat menjadi acuan untuk mengetahui adanya Gagal ginjal akut (GGA) yaitu suatu sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan mendadak (dalam beberapa jam sampai beberapa hari) kecepatan penyaringan ginjal, disertai dengan penumpukan sisa metabolisme ginjal (ureum dan kreatinin). - Terjadinya gagal ginjal disebabkan oleh beberapa penyakit serius yang di dedrita oleh tubuh yang mana secara perlahan-lahan berdampak pada kerusakan organ ginjal. Adapun beberapa penyakit yang sering kali berdampak kerusakan ginjal diantaranya : 1.Penyakit tekanan darah tinggi (Hypertension) 2.Penyakit Diabetes Mellitus (Diabetes Mellitus)
Template: 1. How to diagnose? 6 5 4 2. WD 7 6 5 3. DD 8 7 6 4. Etiologi 9 8 7 5. Patogenesis 10 9 8 6. Tatalaksana 11 10 9 7. Komplikasi 1 11 10 - Polineuropati merupakan salah satu komplikasi dari penderita diabetes melitus, terjadinya kemerahan, lepuh, fisura, kalus, atau ulserasi bisa menjadi komplikasi dari polineuropati diabetik di karenakan hilangnya sensibilitas dari daerah yang terserang polineuropati ini. sumber : http://jurnal.unpad.ac.id/ejournal/article/viewFile/677/723 8. Preventif 2 1 11 -melakukan pengontrolan kadar gula darah secara teratur dan mencegah terjadinya luka pada kaki Karena adanya komplikasi yang disebut neuropati, pasien diabetes mengalami penurunan sensitivitas dan intoleransi terhadap dingin di kaki mereka. Neuropati terjadi ketika suplai darah ke ujung saraf kecil di kaki dan tangan berhenti atau berkurang (Echeverry, 2007). -Perawatan kaki yang bersifat preventif mencakup tindakan mencuci kaki dengan benar, mengeringkan dan meminyakinya; harus berhati-hati agar jangan sampai celah di antara jari-jari kaki menjadi basah. Inspeksi atau pemeriksaan kaki harus dilakukan setiap hari untuk memeriksa apakah terdapat gejala kemerahan, lepuh, fisura, kalus, atau ulserasi (Smeltzer & Bare, 2008) sumber : http://jurnal.unpad.ac.id/ejournal/article/viewFile/677/723 9. Prognosis 3 2 1 - Pada umumnya polineuropati sembuh dengan gejala sisa, walaupun pada beberapa kasus memperlihatkan gejala-gejala yang menetap. Apabila terjadi paralisis otot-otot pernapasan maka prognosis akan lebih buruk. 10. KDU 4 3 2
Keterkaitan antar masalah hipestesi dan kram Fx Hipertensi, Gejala mirip DM, dan insomnia Fx Progresifitas, kontinuitas dan tidak tertatalaksana
Kelemahan pada keempat anggota gerak (kekuatan 4 pada anggota gerak, KPR ATR (-), Refleks Fisiologis , Gangguan sensibilitas (+) )
Hipotesis Ny. Sinta 51 tahun suspect Neuropati diabetik et causa metabolic
Learning Issue ( SEMUA HARUS CARI ) 1. Neuropati Diabetik PENDAHULUAN Neuropati diabetik (ND) merupakan salah satu komplikasi kronis paling sering ditemukan pada diabetes melitus. Resiko yang dihadapi pasien diabetes melitus dengan neuropati diabetik antara lain ialah infeksi berulang, ulkus yang tidak sembuh-sembuh dan amputasi jari/kaki. [1] Angka derajat keparahan neuropati diabetik bervariasi sesuai dengan usia, lama menderita diabetes melitus, kendali glikemik, juga fluktuasi kadar glukosa darah sejak diketahui diabetes melitus. Neuropati simptomatis ditemukan pada 28,5 % dari 6500 pasien diabetes melitus. [1] Hingga saat ini patogenesis neuropati diabetik belum seluruhnya diketahui dengan jelas. Namun demikian dianggap bahwa hiperglikemia persisten merupakan faktor primer. Faktor metabolik ini bukan satu-satunya yang bertanggung jawab terhadap terjadinya neuropati diabetik, tetapi beberapa teori lain yang diterima ialah teori vaskuler, autoimun dan nerve growth factor. [1] Manifestasi neuropati diabetik bervariasi, mulai dari tanpa keluhan dan hanya bisa terdeteksi dengan pemeriksaan elektrofisiologis, hingga keluhan nyeri hebat. Bisa juga keluhannya dalam bentuk neuropati lokal atau sistemik, yang semua itu bergantung pada lokasi dan jenis syaraf yang terkena lesi. [1]
DEFINISI Dalam konferensi neuropati perifer pada bulan Februari 1988 di San Antonio, disebutkan bahwa neuropati diabetik adalah istilah deskriptif yang menunjukkan adanya gangguan, baik klinis maupun subklinis, yang terjadi pada diabetes melitus tanpa penyebab neuropati perifer yang lain. [1] EPIDEMIOLOGI Diteliti pasien dan populasi neuropati diabetik dengan prevalensi 12-50%. Pada suatu penelitian dasar, neuropati simptomatis ditemukan pada 28,5% dari 6500 pasien diabetes melitus. [1] PATOGENESIS 1. Faktor Metabolik Proses terjadinya neuropati diabetik berawal dari hiperglikemia yang berkepanjangan. Hiperglikemia persisten menyebabkan aktivasi jalur poliol meningkat, yaitu terjadi aktivasi enzim aldose-reduktase, yang merubah glukosa menjadi sorbitol, yang kemudian dimetabolisme oleh sorbitol dehidrogenase menjadi fruktosa. Akumulasi sorbitol dan fruktosa dalam sel saraf merusak sel saraf akibatnya menyebabkan keadaan hipertonik intraseluler sehingga mengakibatkan edema saraf. [1] 2. Kelainan Vaskuler Hiperglikemia juga mempunyai hubungan dengan kerusakan mikrovaskular. Mekanisme kelainan mikrovaskuler tersebut dapat melalui penebalan membrana basalis; trombosis pada arteriol intraneura; peningkatan agregasi trombosit dan berkurangnya deformitas eritrosit; berkurangnya aliran darah saraf dan peningkatan resistensi vaskular; stasis aksonal, pembengkakan dan demielinisasi pada saraf akibat iskemia akut. [1] 3. Mekanisme Imun Mekanisme patogeniknya ditemukan adanya antineural antibodies pada serum sebagian penyandang DM. Autoantibodi yang beredar ini secara langsung dapat merusak struktur saraf motorik dan sensorik yang bisa dideteksi dengan imunoflorensens indirek dan juga adanya penumpukan antibodi dan komplemen pada berbagai komponen saraf suralis. [1] 4. Peran Nerve Growth Factor (NGF) NGF diperlukan untuk mempercepat dan mempertahankan pertumbuhan saraf. Pada penyandang diabetes, kadar NGF serum cenderung turun dan berhubungan dengan derajat neuropati. NGF juga berperan dalam regulasi gen Substance P dan Calcitonin- Gen-Regulated peptide (CGRP). Peptide ini mempunyai efek terhadap vasodilatasi, motilisasi intestinal dan nosiseptif, yang kesemuanya itu mengalami gangguan pada neuropati diabetik. [1]
MANIFESTASI KLINIS Klasifikasi neuropati diabetik : Menurut perjalanan penyakitnya, neuropati diabetik dibagi menjadi : Neuropati fungsional/subklinis, yaitu gejala timbul sebagai akibat perubahan biokimiawi. Pada fase ini belum ada kelainan patologik sehingga masih reversibel. [1] Neuropati struktural/klinis, yaitu gejala timbul sebagai akibat kerusakan struktural serabut saraf. Pada fase ini masih ada komponen yang reversibel. [1] Kematian neuron atau tingkat lanjut, yaitu terjadi penurunan kepadatan serabut saraf akibat kematian neuron. Pada fase ini ireversibel. Kerusakan serabut saraf pada umumnya dimulai dari distal menuju ke proksimal, sedangkan proses perbaikan mulai dari proksimal ke distal. Oleh karena itu lesi distal paling banyak ditemukan, seperti polineuropati simetris distal. [1]
Menurut jenis serabut saraf yang terkena lesi : Neuropati Difus - Polineuropati sensori-motor simetris distal - Neuropati otonom : Neuropati sudomotor, neuropati otonom kardiovaskuler, neuropati gastrointestinal, neuropati genitourinaria - Neuropati lower limb motor simetris proksimal (amiotropi) Neuropati Fokal - Neuropati kranial - Radikulopati/pleksopati - Entrapment neuropathy
Menurut anatomi serabut saraf perifer dibagi atas 3 sistem : 1. Sistem Motorik 2. Sistem sensorik 3. Sistem otonom
Manifestasi klinis Neuropati Diabetik bergantung dari jenis serabut saraf yang mengalami lesi. Mengingat jenis serabut saraf yang terkena lesi bisa yang kecil atau besar, lokasi proksimal atau distal, fokal atau difus, motorik atau sensorik atau autonom, maka manifestasi klinisnya menjadi bervariasi, diantaranya : - Kesemutan - Kebas - Tebal - Mati rasa - Rasa terbakar - Seperti ditusuk, disobek, ataupun ditikam[1]
dorsal ibu jari dan bagian proksimal & dorsal plantar metatarsal. [3] Faktor-faktor yang berperan terhadap timbulnya neuropati ditentukan oleh [2]: Respon mekanisme proteksi sensoris terhadap trauma Macam, besar dan lamanya trauma Peranan jaringan lunak kaki
PENEGAKAN DIAGNOSIS Diagnosis neuropati perifer diabetik dalam praktek sehari-hari, sangat bergantung pada ketelitian pengambilan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Hanya dengan jawaban tidak ada keluhan neuropati saja tidak cukup untuk mengeluarkan kemungkinan adanya neuropati. [1] Evaluasi yang perlu dilakukan, diantaranya :
1. Refleks motorik 2. Fungsi serabut saraf besar dengan tes kuantifikasi sensasi kulit seperti tes rasa getar (biotesiometer) dan rasa tekan (estesiometer dengan filamen mono Semmes- Weinstein) 3. Fungsi serabut saraf kecil dengan tes sensasi suhu 4. Untuk mengetahui dengan lebih awal adanya gangguan hantar saraf dapat dikerjakan elektromiografi. Uji untuk diabetic autonomic neuropathy (DAN), diantaranya : 1. Uji komponen parasimpatis dilakukan dengan : - Tes respon denyut jantung terhadap maneuver Valsava - Variasi denyut jantung (interval RR) selama nafas dalam (denyut jantung maksimum-minimum) 2. Uji komponen simpatis dilakukan dengan : - Respons tekanan darah terhadap berdiri (penurunan sistolik) - Respons tekanan darah terhadap genggaman (peningkatan diastolik) TATA LAKSANA Terapi Nonmedikamentosa 1. Edukasi Edukasi pasien sangat penting dalam tatalaksana neuropati diabetik. Target pengobatan dibuat serealistik mungkin sejak awal, dan hindari memberi pengahrapan yang berebihan. 2. Perawatan Umum (kaki) Jaga kebersihan kaki, hindari trauma kaki seperti sepatu yang sempit. Cegah trauma berulang pada neuropati kompresi. 3. Pengendalian Glukosa Darah
Terapi medikamentosa Dengan menggunakan obat-obat : 1. Golongan aldolase reductase inhibitor, yang berfungsi menghambat penimbunan sorbitol dan fruktosa 2. Penghambat ACE 3. Neutropin - Nerve growth factor - Brain-derived neurotrophic factor 4. Alpha Lipoic Acid, suatu antioksidan kuat yang dapat membersihkan radikal hidroksil, superoksida dan peroksil serta membentuk kembali glutation Pedoman tatalaksana neuropati diabetik dengan nyeri, diantaranya : 1. NSAID (ibuprofen dan sulindac) 2. Antidepresan trisiklik (amitriptilin, imipramin, nortriptilin, paroxetine) 3. Antikonvulsan (gabapentin, karbamazepin) 4. Antiarimia (mexilletin) 5. Topikal : capsaicin, fluphenazine, transcutaneous electrical nerve stimulation
PENCEGAHAN Pencegahan kaki diabetes tidak terlepas dari pengendalian (pengontrolan) penyakit secara umum mencakup : pengendalian kadar gula darah, status gizi, tekanan darah, kadar kolesterol, dan pola hidup sehat. KESIMPULAN Neuropati diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik Diabetes Melitus dengan prevalensi dan manifestasi klinis amat bervariasi. Dari 4 faktor (metabolik, vaskular, imun, dan NGF) yang berperan pada mekanisme patogenik neuropati diabetik, hiperglikemia yang berkepanjangan sebagai komponen faktor metabolik merupakan dasar utama patogenesis neuropati diabetik. . [1] Oleh karena itu, dalam pencegahan dan pengelolaan neuropati diabetik pada pasien diabetes melitus, yang penting adalah diagnosis diikuti pengendalian glukosa darah dan perawatan kaki sebaik-baiknya. Usaha mengatasi keluhan nyeri pada dasarnya bersifat simtomatis, dilakukan dengan memberikan obat yang bekerja sesuai mekanisme yang mendasari keluhan nyeri tersebut. Pendekatan nonfarmakologis termasuk edukasi sangat diperlukan, mengingat perbaikan total sulit bisa dicapai. [1]
Sumber : 1.W.Sudoyo Aru, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, K Simadibrata Marcellus, Setiati Siti. 2007 Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5, Jilid III.Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia.Hal : 1902-1904 2. Armstrong, D & Lawrence, A . Diabetic Foot Ulcers, Prevention, Diagnosis and Classification. 1998. http://www.aafp.org/afp/980315ap/armstron.html,. Diakses tanggal 1 september 2014
2. Polineuropati Polineuropati adalah kelainan fungsi yang berkesinambungan pada beberapa saraf perifer di seluruh tubuh.
PENYEBAB
1. Infeksi bisa menyebabkan polineuropati, kadang karena racun yang dihasilkan oleh beberapa bakteri (misalnya pada difteri) atau karena reaksi autoimun (pada sindroma Guillain-Barr?). 2. Bahan racun bisa melukai saraf perifer dan menyebabkan polineuropati atau mononeuropati (lebih jarang). 3. Kanker bisa menyebabkan polineuropati dengan menyusup langsung ke dalam saraf atau menekan saraf atau melepaskan bahan racun. 4. Kekurangn gizi dan kelainan metabolik juga bisa menyebabkan polineuropati. Kekurangan vitamin B bisa mengenai saraf perifer di seluruh tubuh. 5. Penyakit yang bisa menyebabkan polineuropati kronik (menahun) adalah diabetes, gagal ginjal dan kekurangan gizi (malnutrisi) yang berat. Polineuropati kronik cenderung berkembang secara lambat (sampai beberapa bulan atau tahun) dan biasanya dimulai di kaki (kadang di tangan).
Pengendalian kadar gula darah yang buruk pada penderita diabetes bisa menyebabkan beberapa jenis polineuropati. Yang paling sering ditemukan adalah neuropati diabetikum, yang merupakan polineuropati distalis, yang menyebabkan kesemutan atau rasa terbakar di tangan dan kaki. Diabetes juga bisa menyebabkan mononeuropati atau mononeuropati multipel yang berakhir dengan kelemahan, terutama pada mata dan otot paha.
GEJALA Kesemutan, mati rasa, nyeri terbakar dan ketidakmampuan untuk merasakan getaran atau posisi lengan, tungkai dan sendi merupakan gejala utama dari polineuropati kronik.
Nyeri seringkali bertambah buruk di malam hari dan bisa timbul jika menyentuh daerah yang peka atau karena perubahan suhu.
Penderita tidak bisa merasakan suhu dan nyeri, sehingga mereka sering melukai dirinya sendiri dan terjadilah luka terbuka (ulkus di kulit) akibat penekanan terus menerus atau cedera lainnya.
Karena tidak dapat merasakan nyeri, maka sendi sering mengalami cedera (persendian Charcot).
Ketidakmampuan untuk merasakan posisi sendi menyebabkan ketidakstabilan ketika berdiri dan berjalan. Pada akhirnya akan terjadi kelemahan otot dan atrofi (penyusutan otot).
Banyak penderita yang juga memiliki kelainan pada sistem saraf otonom, yang mengendalikan fungsi otomatis di dalam tubuh, seperti denyut jantung, fungsi pencernaan, kandung kemih dan tekanan darah. Jika neuropati perifer mengenai saraf otonom, maka bisa terjadi: - diare atau sembelit - ketidakmampuan untuk mengendalikan saluran pencernaan atau kandung kemih - impotensi - tekanan darah tinggi atau rendah - tekanan darah rendah ketika dalam posisi berdiri - kulit tampak lebih pucat dan lebih kering - keringat berlebihan.
DIAGNOSA Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Elektromiografi dan uji kecepatan penghantaran saraf dilakukan untuk memperkuat diagnosis.
Pemeriksaan darah dilakukan jika diduga penyebabnya adalah kelainan metabolik (anemia pernisiosa karena kekurangan vitamin B12), diabetes (kadar gula darah meningkat) dan gagal ginjal (kadar kreatinin meningkat).
Pemeriksaan air kemih bisa menunjukkan adanya keracunan logam berat atau mieloma multipel.
PENGOBATAN Pengobatan tergantung kepada penyebabnya.
Jika penyebabnya adalah diabetes, maka pengendalian kadar gula darah bisa menghentikan perkembangan penyakit dan menghilangkan gejala, tetapi penyembuhannya lambat.
Mengobati gagal ginjal dan mieloma multipel bisa mempercepat penyembuhan polineuropati.
Pembedahan dilakukan pada penderita yang mengalami cedera atau penekanan saraf.
Terapi fisik kadang bisa mengurangi beratnya kejang otot atau kelemahan otot. Sumber : http://otaksaraf.blogspot.com/2012/10/kelainan-saraf-tepi.html YANG TIDAK CARI JADI PRESENTAN