Vous êtes sur la page 1sur 17

1.

Mutia Arnisa Putri


2. Desiyanti
3. Zahrunisa Al Jannah
4. Siti Rahma Anissya Kinanti
5. Reijefki Irlastua
6. Nur Annisa Faradina
7. Ramitha Yulisman
8. Ignatius Aldo Winardi
9. Dina Fatma Dwimarta
10. Moh. Wafa Adillah P
11. Maghfira Ulfha V.P
KIRIM KE EMAIL rahmakinanti72@yahoo.com dan
ignatiusaldow@rocketmail.com , HARUS 2 EMAIL, PENGUMPULAN
ANMAL PALING LAMBAT HARI SELASA JAM 9 MALAM
DIMOHON PENGERTIANNYA KARENA SEKMEJ BARU






Ny. Sinta, 51 tahun, berobat ke poliklinik saraf dengan keluhan utama
lemah keempat anggota gerak yang dialami sejak 6 bulan secara
perlahan-lahan. Awalnya penderita merasa hipestesi dan kram-kram
pada tungkai bawah, sehingga mengalami insomnia akibat gangguan
tersebut. Keluhan ini bertambah berat sehingga mengenai kedua
lengan dan bila jongkok sulit untuk berdiri. Riwayat menderita DM
disangkal, namun penderita merasa sering lapar dan haus serta sering
buang air kecil.
Pemeriksaan Fisik:
Tekanan darah 140/90 mmHg, Nadi 84x/menit Pernafasan 20x/menit,
Suhu 37
o
C.
Pemeriksaan Neurologi:
Kekuatan 4 pada anggota gerak, reflex fisiologis bicep dan tricep
menurun pada kedua lengan serta KPR dan ATR negative pada tungkai
bawah, gangguan sensibilitas berpola sarung tangan dan kaos kaki.
Laboratorium:
GDS 240 mg% ureum dan kreatinin sedikit meningkat di atas normal.






Klarifikasi istilah :
1. Hipestesi : penurunan kepekaan secara abnormal terhadap
rangsangan; biasanya terhadap sentuhan atau rabaan
2. Kram : kontraksi muscular spasmodic yang nyeri
3. Insomnia : tidak dapat tidur; keadaan terjaga yang abnormal
4. KPR : Kontraksi musculus quadriceps femoris dan ekstensi tungkai
bila ligamentum patella diketuk. (Knee Patella Refleks)
5. ATR : plantar fleksi telapak kaki yang disebabkan oleh kontraksi
musculus triceps surae yang menyerupai kedutan.
6. Refleks fisiologis : gerak otot reflektorik yang dapat ditimbulkan
pada orang sehat
7. Gangguan sensibilitas : gangguan yang merupakan akibat dari
abnormalitas system saraf sensorik atau sensasi.
8. Ureum : produk akhir nitrogen utama dari metabolisme protein,
yang dibentuk didalam hati dari asam amino dan senyama
amoniak.
9. Kreatinin : suatu anhidrida keratin hasil akhir metabolisme
fosfokreatin (laju eksresi melalui urin) dipakai sebagai indicator
diagnostic fungsi ginjal dan massa otot
10. GDS : hasil pengukuran gula darah yang dilakukan seketika
tanpa ada puasa

Identifikasi Masalah :
1. Ny. Sinta, 51 tahun, berobat ke poliklinik saraf dengan keluhan
utama lemah keempat anggota gerak yang dialami sejak 6 bulan
secara perlahan-lahan.
2. Awalnya penderita merasa hipestesi dan kram-kram pada tungkai
bawah, sehingga mengalami insomnia akibat gangguan tersebut.
3. Keluhan ini bertambah berat sehingga mengenai kedua lengan
dan bila jongkok sulit untuk berdiri.
4. Riwayat menderita DM disangkal, namun penderita merasa sering
lapar dan haus serta sering buang air kecil.
5. Pemeriksaan Fisik:
Tekanan darah 140/90 mmHg, Nadi 84x/menit Pernafasan
20x/menit, Suhu 37
o
C.
6. Pemeriksaan Neurologi:
Kekuatan 4 pada anggota gerak, reflex fisiologis bicep dan tricep
menurun pada kedua lengan serta KPR dan ATR negative pada
tungkai bawah, gangguan sensibilitas berpola sarung tangan dan
kaos kaki.
7. Laboratorium:
GDS 240 mg% ureum dan kreatinin sedikit meningkat di atas
normal.
Analisis Masalah :
1. Ny. Sinta, 51 tahun, berobat ke poliklinik saraf dengan keluhan
utama lemah keempat anggota gerak yang dialami sejak 6 bulan
secara perlahan-lahan.
a. Hubungan umur dan jenis kelamin dengan keluhan? 1 7 11
- Umur ny.sinta pada kasus polineuropati diabetik ini merupakan umur dimana
resiko terkena penyakit ini tinggi dan jenis kelamin wanita juga menjadi faktor
resiko dari penyakit yang di alami ny.sinta,karena prevalensi wanita > pria

b. Etiologi kelemahan anggota gerak? 2 8 1
-karena kerusakan sistem saraf tepi, yang mengakibatkan terganggunya fungsi saraf
motoris sebagai bagian dari sistem saraf tepi .

c. Patofisiologi kelemahan anggota gerak? 3 9 2
d. Kenapa keluhan yang di alami Ny. Sinta terjadi secara perlahan-
lahan? 4 10 3
e. Kenapa hanya menyerang keempat anggota gerak ? 5 11 4

2. Awalnya penderita merasa hipestesi dan kram-kram pada tungkai
bawah, sehingga mengalami insomnia akibat gangguan tersebut.
a. Bagaimana mekanisme terjadinya hipestesi ? 6 1 5
b. Kenapa terjadinya pada tungkai bawah ? 7 2 6
c. Bagaimana mekanisme terjadinya kram-kram ? 8 3 7
d. Bagaimana hubungan insomnia dengan keluhan hipestesi dan
kram-kram ? 9 4 8
e. Etiologi dari Hipestesi, kram-kram, dan insomnia? 10 5 9

3. Keluhan ini bertambah berat sehingga mengenai kedua lengan
dan bila jongkok sulit untuk berdiri.
a. Bagaimana mekanisme perjalanan keluhan yang bertambah
berat? 11 6 10
b. Bagaimana penjalaran kram-kram di tungkai bawah hingga
mengenai kedua lengan? 1 7 11

c. Mengapa Ny. Sinta mengalami kesulitan untuk berdiri setelah
jongkok? 2 8 1
4. Riwayat menderita DM disangkal, namun penderita merasa sering
lapar dan haus serta sering buang air kecil.
a. Apa makna keluhan sering lapar dan haus serta sering buang
air kecil pada Ny. Sinta ? 3 9 2



5. Pemeriksaan Fisik:
Tekanan darah 140/90 mmHg, Nadi 84x/menit Pernafasan
20x/menit, Suhu 37
o
C.
a. Interpretasi dan mekanisme abnormal? 4 10 3

6. Pemeriksaan Neurologi:
Kekuatan 4 pada anggota gerak, reflex fisiologis bicep dan tricep
menurun pada kedua lengan serta KPR dan ATR negative pada
tungkai bawah, gangguan sensibilitas berpola sarung tangan dan
kaos kaki.
a. Interpretasi dan mekanisme abnormal (dikaitkan dengan kasus)
? 5 11 4
b. Bagaimana cara pemeriksaan Neurologi ?
- Kekuatan anggota gerak 6 1 5
Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk
memeriksa kekuatan otot ada dua cara:
Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas
atau badannya dan pemeriksa menahan gerakan
ini.
Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau
badan pasien dan ia disuruh menahan.
Derajat kekuatan motorik :
5 : Kekuatan penuh untuk dapat melakukan aktifitas
4 : Ada gerakan tapi tidak penuh
3 : Ada kekuatan bergerak untuk melawan gravitas bumi
2 : Ada kemampuan bergerak tapi tidak dapat melawan gravitasi bumi.
1 : Hanya ada kontraksi
0 : tidak ada kontraksi sama sekali
Cara menilai kekuatan otot ada dua cara.
Dengan menggunakan angka dari 0 minus 4
Nilai 0 -1 -2 -3 -4
Gerakan bebas + + + + -
Melawan gravitasi + + + - -
Melawan pemeriksa + + - - -
Nilai O berarti normal, -1 = parese ringan, -2 = parese
moderat, -3= parese hebat, -4 paralisis.

- Reflex fisiologis bicep tricep 7 2 6
- KPR 8 3 7
- ATR 9 4 8
- Gangguan sensibilitas 10 5 9
c. Tuliskan Tujuan pemeriksaan neurologi !
- Kekuatan anggota gerak 11 6 10
- Reflex fisiologis bicep tricep 1 7 11
Tujuan dilakuannya pemeriksaan untuk memngetahui bagaimana refleks
fisiologis dan melihat ada tidaknya gangguan kodnuksi impuls pada system saraf


- KPR 2 8 1
-menentukan kepekaan refleks regang, yakni dengan cara menimbulkan
sentakan lutut dan sentakan otot lainnya. Sentakan lutut ini dapat ditimbulkan
dengan cara memukul pelan-pelan tendon patella dengan palu refleks, pukulan ini
secara tiba-tiba meregangkan otot kuardisep dan merangsang terjadinya refleks
regangan dinamik yang kemudian akan menyebabkan tungkai bawah menyentak

- ATR 3 9 2
- Gangguan sensibilitas 4 10 3



7. Laboratorium:
GDS 240 mg% ureum dan kreatinin sedikit meningkat di atas
normal.
a. Interpretasi dan mekanisme abnormal ? 5 11 4
b. Mengapa diperiksa Ureum dan kreatinin ? 6 1 5
- Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin dalam darah dapat menjadi acuan untuk
mengetahui adanya Gagal ginjal akut (GGA) yaitu suatu sindrom klinis yang
ditandai dengan penurunan mendadak (dalam beberapa jam sampai beberapa hari)
kecepatan penyaringan ginjal, disertai dengan penumpukan sisa metabolisme
ginjal (ureum dan kreatinin).
- Terjadinya gagal ginjal disebabkan oleh beberapa penyakit serius yang di dedrita
oleh tubuh yang mana secara perlahan-lahan berdampak pada kerusakan organ
ginjal. Adapun beberapa penyakit yang sering kali berdampak kerusakan ginjal
diantaranya :
1.Penyakit tekanan darah tinggi (Hypertension)
2.Penyakit Diabetes Mellitus (Diabetes Mellitus)



Template:
1. How to diagnose? 6 5 4
2. WD 7 6 5
3. DD 8 7 6
4. Etiologi 9 8 7
5. Patogenesis 10 9 8
6. Tatalaksana 11 10 9
7. Komplikasi 1 11 10
- Polineuropati merupakan salah satu komplikasi dari penderita diabetes melitus,
terjadinya kemerahan, lepuh, fisura, kalus, atau ulserasi bisa menjadi komplikasi
dari polineuropati diabetik di karenakan hilangnya sensibilitas dari daerah yang
terserang polineuropati ini.
sumber : http://jurnal.unpad.ac.id/ejournal/article/viewFile/677/723
8. Preventif 2 1 11
-melakukan pengontrolan kadar gula darah secara teratur dan mencegah terjadinya
luka pada kaki Karena adanya komplikasi yang disebut neuropati, pasien diabetes
mengalami penurunan sensitivitas dan intoleransi terhadap dingin di kaki mereka.
Neuropati terjadi ketika suplai darah ke ujung saraf kecil di kaki dan tangan
berhenti atau berkurang (Echeverry, 2007).
-Perawatan kaki yang bersifat preventif mencakup tindakan mencuci kaki
dengan benar, mengeringkan dan meminyakinya; harus berhati-hati agar jangan
sampai celah di antara jari-jari kaki menjadi basah. Inspeksi atau pemeriksaan
kaki harus dilakukan setiap hari untuk memeriksa apakah terdapat gejala
kemerahan, lepuh, fisura, kalus, atau ulserasi (Smeltzer & Bare, 2008)
sumber : http://jurnal.unpad.ac.id/ejournal/article/viewFile/677/723
9. Prognosis 3 2 1
- Pada umumnya polineuropati sembuh dengan gejala sisa, walaupun pada
beberapa kasus memperlihatkan gejala-gejala yang menetap.
Apabila terjadi paralisis otot-otot pernapasan maka prognosis akan lebih buruk.
10. KDU 4 3 2



Keterkaitan antar masalah
hipestesi dan kram
Fx Hipertensi, Gejala
mirip DM, dan
insomnia
Fx Progresifitas, kontinuitas
dan tidak tertatalaksana

Kelemahan pada keempat anggota gerak
(kekuatan 4 pada anggota gerak, KPR ATR (-), Refleks Fisiologis ,
Gangguan sensibilitas (+) )

Hipotesis
Ny. Sinta 51 tahun suspect Neuropati diabetik et causa metabolic



Learning Issue ( SEMUA HARUS CARI )
1. Neuropati Diabetik
PENDAHULUAN
Neuropati diabetik (ND) merupakan salah satu komplikasi kronis paling sering
ditemukan pada diabetes melitus. Resiko yang dihadapi pasien diabetes melitus
dengan neuropati diabetik antara lain ialah infeksi berulang, ulkus yang tidak
sembuh-sembuh dan amputasi jari/kaki. [1]
Angka derajat keparahan neuropati diabetik bervariasi sesuai dengan usia, lama
menderita diabetes melitus, kendali glikemik, juga fluktuasi kadar glukosa darah
sejak diketahui diabetes melitus. Neuropati simptomatis ditemukan pada 28,5 % dari
6500 pasien diabetes melitus. [1]
Hingga saat ini patogenesis neuropati diabetik belum seluruhnya diketahui dengan
jelas. Namun demikian dianggap bahwa hiperglikemia persisten merupakan faktor
primer. Faktor metabolik ini bukan satu-satunya yang bertanggung jawab terhadap
terjadinya neuropati diabetik, tetapi beberapa teori lain yang diterima ialah teori
vaskuler, autoimun dan nerve growth factor. [1]
Manifestasi neuropati diabetik bervariasi, mulai dari tanpa keluhan dan hanya bisa
terdeteksi dengan pemeriksaan elektrofisiologis, hingga keluhan nyeri hebat. Bisa
juga keluhannya dalam bentuk neuropati lokal atau sistemik, yang semua itu
bergantung pada lokasi dan jenis syaraf yang terkena lesi. [1]


DEFINISI
Dalam konferensi neuropati perifer pada bulan Februari 1988 di San Antonio,
disebutkan bahwa neuropati diabetik adalah istilah deskriptif yang menunjukkan
adanya gangguan, baik klinis maupun subklinis, yang terjadi pada diabetes melitus
tanpa penyebab neuropati perifer yang lain. [1]
EPIDEMIOLOGI
Diteliti pasien dan populasi neuropati diabetik dengan prevalensi 12-50%. Pada suatu
penelitian dasar, neuropati simptomatis ditemukan pada 28,5% dari 6500 pasien
diabetes melitus. [1]
PATOGENESIS
1. Faktor Metabolik
Proses terjadinya neuropati diabetik berawal dari hiperglikemia yang berkepanjangan.
Hiperglikemia persisten menyebabkan aktivasi jalur poliol meningkat, yaitu terjadi
aktivasi enzim aldose-reduktase, yang merubah glukosa menjadi sorbitol, yang
kemudian dimetabolisme oleh sorbitol dehidrogenase menjadi fruktosa. Akumulasi
sorbitol dan fruktosa dalam sel saraf merusak sel saraf akibatnya menyebabkan
keadaan hipertonik intraseluler sehingga mengakibatkan edema saraf. [1]
2. Kelainan Vaskuler
Hiperglikemia juga mempunyai hubungan dengan kerusakan mikrovaskular.
Mekanisme kelainan mikrovaskuler tersebut dapat melalui penebalan membrana
basalis; trombosis pada arteriol intraneura; peningkatan agregasi trombosit dan
berkurangnya deformitas eritrosit; berkurangnya aliran darah saraf dan peningkatan
resistensi vaskular; stasis aksonal, pembengkakan dan demielinisasi pada saraf akibat
iskemia akut. [1]
3. Mekanisme Imun
Mekanisme patogeniknya ditemukan adanya antineural antibodies pada serum
sebagian penyandang DM. Autoantibodi yang beredar ini secara langsung dapat
merusak struktur saraf motorik dan sensorik yang bisa dideteksi dengan
imunoflorensens indirek dan juga adanya penumpukan antibodi dan komplemen pada
berbagai komponen saraf suralis. [1]
4. Peran Nerve Growth Factor (NGF)
NGF diperlukan untuk mempercepat dan mempertahankan pertumbuhan saraf. Pada
penyandang diabetes, kadar NGF serum cenderung turun dan berhubungan dengan
derajat neuropati. NGF juga berperan dalam regulasi gen Substance P dan Calcitonin-
Gen-Regulated peptide (CGRP). Peptide ini mempunyai efek terhadap vasodilatasi,
motilisasi intestinal dan nosiseptif, yang kesemuanya itu mengalami gangguan pada
neuropati diabetik. [1]




MANIFESTASI KLINIS
Klasifikasi neuropati diabetik :
Menurut perjalanan penyakitnya, neuropati diabetik dibagi menjadi :
Neuropati fungsional/subklinis, yaitu gejala timbul sebagai akibat perubahan
biokimiawi. Pada fase ini belum ada kelainan patologik sehingga masih reversibel.
[1]
Neuropati struktural/klinis, yaitu gejala timbul sebagai akibat kerusakan struktural
serabut saraf. Pada fase ini masih ada komponen yang reversibel. [1]
Kematian neuron atau tingkat lanjut, yaitu terjadi penurunan kepadatan serabut saraf
akibat kematian neuron. Pada fase ini ireversibel. Kerusakan serabut saraf pada
umumnya dimulai dari distal menuju ke proksimal, sedangkan proses perbaikan mulai
dari proksimal ke distal. Oleh karena itu lesi distal paling banyak ditemukan, seperti
polineuropati simetris distal. [1]

Menurut jenis serabut saraf yang terkena lesi :
Neuropati Difus
- Polineuropati sensori-motor simetris distal
- Neuropati otonom : Neuropati sudomotor, neuropati otonom kardiovaskuler,
neuropati gastrointestinal, neuropati genitourinaria
- Neuropati lower limb motor simetris proksimal (amiotropi)
Neuropati Fokal
- Neuropati kranial
- Radikulopati/pleksopati
- Entrapment neuropathy

Menurut anatomi serabut saraf perifer dibagi atas 3 sistem :
1. Sistem Motorik
2. Sistem sensorik
3. Sistem otonom

Manifestasi klinis Neuropati Diabetik bergantung dari jenis serabut saraf yang
mengalami lesi. Mengingat jenis serabut saraf yang terkena lesi bisa yang kecil atau
besar, lokasi proksimal atau distal, fokal atau difus, motorik atau sensorik atau
autonom, maka manifestasi klinisnya menjadi bervariasi, diantaranya :
- Kesemutan
- Kebas
- Tebal
- Mati rasa
- Rasa terbakar
- Seperti ditusuk, disobek, ataupun ditikam[1]


dorsal ibu jari dan bagian proksimal & dorsal plantar metatarsal. [3]
Faktor-faktor yang berperan terhadap timbulnya neuropati ditentukan oleh [2]:
Respon mekanisme proteksi sensoris terhadap trauma
Macam, besar dan lamanya trauma
Peranan jaringan lunak kaki


PENEGAKAN DIAGNOSIS
Diagnosis neuropati perifer diabetik dalam praktek sehari-hari, sangat bergantung
pada ketelitian pengambilan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Hanya dengan
jawaban tidak ada keluhan neuropati saja tidak cukup untuk mengeluarkan
kemungkinan adanya neuropati. [1]
Evaluasi yang perlu dilakukan, diantaranya :


1. Refleks motorik
2. Fungsi serabut saraf besar dengan tes kuantifikasi sensasi kulit seperti tes rasa getar
(biotesiometer) dan rasa tekan (estesiometer dengan filamen mono Semmes-
Weinstein)
3. Fungsi serabut saraf kecil dengan tes sensasi suhu
4. Untuk mengetahui dengan lebih awal adanya gangguan hantar saraf dapat
dikerjakan elektromiografi.
Uji untuk diabetic autonomic neuropathy (DAN), diantaranya :
1. Uji komponen parasimpatis dilakukan dengan :
- Tes respon denyut jantung terhadap maneuver Valsava
- Variasi denyut jantung (interval RR) selama nafas dalam (denyut jantung
maksimum-minimum)
2. Uji komponen simpatis dilakukan dengan :
- Respons tekanan darah terhadap berdiri (penurunan sistolik)
- Respons tekanan darah terhadap genggaman (peningkatan diastolik)
TATA LAKSANA
Terapi Nonmedikamentosa
1. Edukasi
Edukasi pasien sangat penting dalam tatalaksana neuropati diabetik. Target
pengobatan dibuat serealistik mungkin sejak awal, dan hindari memberi pengahrapan
yang berebihan.
2. Perawatan Umum (kaki)
Jaga kebersihan kaki, hindari trauma kaki seperti sepatu yang sempit. Cegah trauma
berulang pada neuropati kompresi.
3. Pengendalian Glukosa Darah

Terapi medikamentosa
Dengan menggunakan obat-obat :
1. Golongan aldolase reductase inhibitor, yang berfungsi menghambat penimbunan
sorbitol dan fruktosa
2. Penghambat ACE
3. Neutropin
- Nerve growth factor
- Brain-derived neurotrophic factor
4. Alpha Lipoic Acid, suatu antioksidan kuat yang dapat membersihkan radikal
hidroksil, superoksida dan peroksil serta membentuk kembali glutation
Pedoman tatalaksana neuropati diabetik dengan nyeri, diantaranya :
1. NSAID (ibuprofen dan sulindac)
2. Antidepresan trisiklik (amitriptilin, imipramin, nortriptilin, paroxetine)
3. Antikonvulsan (gabapentin, karbamazepin)
4. Antiarimia (mexilletin)
5. Topikal : capsaicin, fluphenazine, transcutaneous electrical nerve stimulation

PENCEGAHAN
Pencegahan kaki diabetes tidak terlepas dari pengendalian (pengontrolan) penyakit
secara umum mencakup :
pengendalian kadar gula darah,
status gizi,
tekanan darah,
kadar kolesterol, dan
pola hidup sehat.
KESIMPULAN
Neuropati diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik Diabetes Melitus dengan
prevalensi dan manifestasi klinis amat bervariasi. Dari 4 faktor (metabolik, vaskular,
imun, dan NGF) yang berperan pada mekanisme patogenik neuropati diabetik,
hiperglikemia yang berkepanjangan sebagai komponen faktor metabolik merupakan
dasar utama patogenesis neuropati diabetik. . [1]
Oleh karena itu, dalam pencegahan dan pengelolaan neuropati diabetik pada pasien
diabetes melitus, yang penting adalah diagnosis diikuti pengendalian glukosa darah
dan perawatan kaki sebaik-baiknya. Usaha mengatasi keluhan nyeri pada dasarnya
bersifat simtomatis, dilakukan dengan memberikan obat yang bekerja sesuai
mekanisme yang mendasari keluhan nyeri tersebut. Pendekatan nonfarmakologis
termasuk edukasi sangat diperlukan, mengingat perbaikan total sulit bisa dicapai. [1]

Sumber :
1.W.Sudoyo Aru, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, K Simadibrata Marcellus, Setiati
Siti. 2007 Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5, Jilid III.Jakarta : Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia.Hal : 1902-1904
2. Armstrong, D & Lawrence, A . Diabetic Foot Ulcers, Prevention, Diagnosis and
Classification. 1998. http://www.aafp.org/afp/980315ap/armstron.html,. Diakses
tanggal 1 september 2014

2. Polineuropati
Polineuropati adalah kelainan fungsi yang berkesinambungan pada beberapa saraf
perifer di seluruh tubuh.

PENYEBAB

1. Infeksi bisa menyebabkan polineuropati, kadang karena racun yang dihasilkan oleh
beberapa bakteri (misalnya pada difteri) atau karena reaksi autoimun (pada sindroma
Guillain-Barr?).
2. Bahan racun bisa melukai saraf perifer dan menyebabkan polineuropati atau
mononeuropati (lebih jarang).
3. Kanker bisa menyebabkan polineuropati dengan menyusup langsung ke dalam
saraf atau menekan saraf atau melepaskan bahan racun.
4. Kekurangn gizi dan kelainan metabolik juga bisa menyebabkan polineuropati.
Kekurangan vitamin B bisa mengenai saraf perifer di seluruh tubuh.
5. Penyakit yang bisa menyebabkan polineuropati kronik (menahun) adalah diabetes,
gagal ginjal dan kekurangan gizi (malnutrisi) yang berat.
Polineuropati kronik cenderung berkembang secara lambat (sampai beberapa bulan
atau tahun) dan biasanya dimulai di kaki (kadang di tangan).


Pengendalian kadar gula darah yang buruk pada penderita diabetes bisa menyebabkan
beberapa jenis polineuropati.
Yang paling sering ditemukan adalah neuropati diabetikum, yang merupakan
polineuropati distalis, yang menyebabkan kesemutan atau rasa terbakar di tangan dan
kaki.
Diabetes juga bisa menyebabkan mononeuropati atau mononeuropati multipel yang
berakhir dengan kelemahan, terutama pada mata dan otot paha.

GEJALA
Kesemutan, mati rasa, nyeri terbakar dan ketidakmampuan untuk merasakan getaran
atau posisi lengan, tungkai dan sendi merupakan gejala utama dari polineuropati
kronik.

Nyeri seringkali bertambah buruk di malam hari dan bisa timbul jika menyentuh
daerah yang peka atau karena perubahan suhu.

Penderita tidak bisa merasakan suhu dan nyeri, sehingga mereka sering melukai
dirinya sendiri dan terjadilah luka terbuka (ulkus di kulit) akibat penekanan terus
menerus atau cedera lainnya.

Karena tidak dapat merasakan nyeri, maka sendi sering mengalami cedera
(persendian Charcot).

Ketidakmampuan untuk merasakan posisi sendi menyebabkan ketidakstabilan ketika
berdiri dan berjalan.
Pada akhirnya akan terjadi kelemahan otot dan atrofi (penyusutan otot).

Banyak penderita yang juga memiliki kelainan pada sistem saraf otonom, yang
mengendalikan fungsi otomatis di dalam tubuh, seperti denyut jantung, fungsi
pencernaan, kandung kemih dan tekanan darah.
Jika neuropati perifer mengenai saraf otonom, maka bisa terjadi:
- diare atau sembelit
- ketidakmampuan untuk mengendalikan saluran pencernaan atau kandung kemih
- impotensi
- tekanan darah tinggi atau rendah
- tekanan darah rendah ketika dalam posisi berdiri
- kulit tampak lebih pucat dan lebih kering
- keringat berlebihan.

DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil pemeriksaan fisik.

Elektromiografi dan uji kecepatan penghantaran saraf dilakukan untuk memperkuat
diagnosis.

Pemeriksaan darah dilakukan jika diduga penyebabnya adalah kelainan metabolik
(anemia pernisiosa karena kekurangan vitamin B12), diabetes (kadar gula darah
meningkat) dan gagal ginjal (kadar kreatinin meningkat).

Pemeriksaan air kemih bisa menunjukkan adanya keracunan logam berat atau
mieloma multipel.

PENGOBATAN
Pengobatan tergantung kepada penyebabnya.

Jika penyebabnya adalah diabetes, maka pengendalian kadar gula darah bisa
menghentikan perkembangan penyakit dan menghilangkan gejala, tetapi
penyembuhannya lambat.

Mengobati gagal ginjal dan mieloma multipel bisa mempercepat penyembuhan
polineuropati.

Pembedahan dilakukan pada penderita yang mengalami cedera atau penekanan saraf.

Terapi fisik kadang bisa mengurangi beratnya kejang otot atau kelemahan otot.
Sumber : http://otaksaraf.blogspot.com/2012/10/kelainan-saraf-tepi.html
YANG TIDAK CARI JADI PRESENTAN

Vous aimerez peut-être aussi