Vous êtes sur la page 1sur 9

ASPEK-ASPEK KETERAMPILAN BERBAHASA

PEMBAHASAN

2.1. Aspek-aspek Keterampilan Berbahasa
Keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen, yaitu:
1. Keterampilan membaca (reading skills)
2. Keterampilan menulis (writing skills)
3. Keterampilan berbicara (speaking skills)
4. Keterampilan menyimak (listening skills)
Tiap-tiap keterampilan itu erat sekali hubungannya dengan tiga keterampilan lainnya dengan
cara yang beraneka ragam. Dalam memperoleh keterampilan berbahasa, kita biasanya melalui
suatu hubungan urutan yang teratur. Mula-mula pada masa kecil kita belajar menyimak bahasa
kemudian berbicara, sesudah itu kita belajar membaca dan menulis. Menyimak dan berbicara
kita pelajari sebelum memasuki sekolah. Keempat keterampilan tersebut pada dasarnya
merupakan suatu kesatuan, merupakan catur-tunggal. Selanjutnya, setiap keterampilan itu erat
pula berhubungan dengan proses-proses yang mendasari bahasa. Bahasa seseorang
mencerminkan pikirannya. Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin cerah pula dan jelas
pula jalan pikirannya. Keterampilan hanya dapat diperoleh dan dikuasai dengan jalan praktik dan
banyak pelatihan. Melatih keterampilan berbahasa pula melatih keterampilan berpikir. (Henry
Guntur Tarigan.2008:1)
Berikut ini adalah hubungan antar keempat aspek keterampilan berbahasa:
1. Hubungan antara Berbicara dan Menyimak
Antara berbicara dan menyimak terdapat hubungan yang erat antara lain:
a. Ujaran (speech) biasanya dipelajari melalui menyimak dan meniru (imitasi). Oleh karena itu,
contoh atau model yang disimak serta direkam oleh anak sangat penting dalam penguasaan
kecakapan berbicara.
b. Kata-kata yang akan dipakai serta dipelajari oleh anak biasanya ditentukan oleh perangsang
(stimuli) yang mereka temui (misalnya kehidupan desa >< kota) dan kata-kata yang paling
banyak memberi bantuan atau pelayanan dalam menyampaikan ide-ide mereka.
c. Ujaran anak mencerminkan pemakaian bahasa di rumah dan dalam masyarakat tempatnya
hidup, misalnya: ucapan, intonasi, kosa kata, penggunaan kata-kata, dan pola-pola kalimat.
d. Anak yang lebih muda lebih dapat memahami kalimat-kalimat yang jauh lebih panjang dan
rumit daripada kalimat-kalimat yang dapat diucapkannya.
e. Meningkatkan keterampilan menyimak berarti membantu meningkatkan kualitas berbicara
seseorang.
f. Bunyi atau suara merupakan suatu faktor penting dalam peningkatan cara pemakaian kata-kata
anak. Oleh karena itu, anak akan tertolong kalau mereka mendengarkan/menyimak ujaran-ujaran
yang baik dari para guru, rekaman-rekaman yang bermutu, cerita-cerita yang bernilai tinggi.
g. Berbicara dengan bantuan alat-alat peraga (visual aids) akan menghasilakan penangkapan
informasi yang lebih baik padapihak penyimak. Umumnya, anak mempergunakan bahasa yang
didengarnya.(Henry Guntur Tarigan.2008: 2)
2. Hubungan antara Menyimak dan Membaca
Keterampilan menyimak juga merupakan dasar atau faktor penting bagi suksesnya seseorang
dalam belajar membaca secara efektif. Hubungan penting antara membaca dan menyimak antara
lain:
a. Pengajaran serta petunjuk-petunjuk dalam membaca diberikan oleh guru melalui bahasa lisan,
dan kemampuan anak untuk menyimak dengan pemahaman penting sekali.
b. Menyimak merupakan cara atau mode utama bagi pelajaran lisan (verbalized learning) selama
tahun-tahun permulaan dis sekolah. Perlu dicatat misalnya bahwa anak yang cacat dalam
membaca haruslah meneruskan pelajarannya di kelas yang lebih tinggi dengan lebih banyak
melalui menyimak daripada melalui membaca.
c. Walaupun menyimak pemahaman (listening comprehension) lebih unggul daripada membaca
pemahaman (reading comprehension), anak-anak sering gagal untuk memahaminya dan tetap
menyimpan/memakai/menguasai sejumlah fakta yang mereka dengar.
d. Kosa kata menyimak yang sangat terbatas mempunyai kaitan dengan kesukaran-kesukaran
dalam belajar membaca secara baik.
e. Bagi para pelajar yang lebih besar atau tinggi kelasny, korelasi antara kosa kata baca dan kosa
kata simak (reading vocabulary dan listening vocabulary) sangat tinggi, mungkin 80% atau lebih.
f. Pembeda-bedaan atau diskriminasi pendengaran yang jelek acapkali dihubungkan dengan
membaca yang tidak efektif dan mungkin merupakan suatu faktor pendukung atau faktor
tambahan dalam ketidakmampuan dalam membaca (poor reading).
g. Menyimak lebih membantu anak untuk menangkap ide utama yang diajukan oleh pembicara,
bagi pelajar yang lebih tinggi kelasnya, membaca lebih unggul daripada menyimak sesuatu yang
mendadak dan pemahaman informasi yang terperinci.(Henry Guntur Tarigan.2008:3)
3. Hubungan antara Berbicara dan Membaca
Hubungan-hubungan antara bidang lisan dan membaca telah dapat diketahui dalam beberapa
telaah penelitian, antara lain:
a. Penampilan membaca berbeda sekali dengan kecakapan bahasa lisan.
b. Pola-pola pelajaran ujaran orang yang tuna aksara atau buta huruf mungkin mengganggu
pelajaran membaca pada anak-anak.
c. Kalau pada tahun-tahun permulaan sekolah ujaran membentu suatu pelajaran bagi pelajaran
membaca, membaca bagi anak-anak kelas yang lebih tinggi turut membantu meningkatkan
bahasa lisan mereka.
d. Kosa kata khusus mengenai bahan bacaan haruslah diajarkan secara langsung. Andaikan
muncul kata-kata baru dalam buku bacaan/buku pegangan murid, guru hendaknya
mendiskusikannya dengan murid sehingga mereka memahami maknanya sebelum mereka mulai
membacanya.(Henry Guntur Tarigan.2008:4)
4. Hubungan antara Ekspresi Lisan dan Ekspresi Tulis
Komunikasi lisan dan komunikasi tulis mempunyai banyak persamaan, wajar bila keduanya erat
sekali berhubungan, antara lain:
a. Seorang anak belajar berbicara jauh sebelum dia dapat menulis dan kosa kata, pola-pola
kalimat, serta organisasi ide-ide yang memberi ciri kepada ujarannya merupakan dasar bagi
ekspresi tulis berikutnya.
b. Seorang anak yang telah dapat menulis dengan lancar biasanya dapat pula menuliskan
pengalaman-penglaman pertamanya serta tepat tanpa diskusi lisan dahulu, tetapi dia masih perlu
membicarakan ide-ide yang rumit yang dia peroleh dari tangan kedua. Bila seorang anak harus
menulis suatu uraian, menjelaskan suatu proses atau pun melaporkan suatu kejadian sejarah
(yang secara pribadi belum pernah dialaminya), dia mengambil pelajaran dari diskusi kelompok
pendahuluan. Dengan demikian, dia dapat mempercerah pikirannya, mengisi kekosongan-
kekosongan, memperbaiki impresi atau kesan-kesan yang salah serta mengatur ide-idenya
sebelum dia mulai menulis sesuatu.
c. Ekspresi lisan cenderung ke arah kurang berstruktur, lebih sering berubah-ubah, tidak tetap,
tetapi biasanya lebih kacau serta membingungkan daripada komunikasi tulis. Kebanyakan, pidato
atau pembicaraan bersifat informal dan acapkali kalimat-kalimat orang yang berpidato atau
berbicara itu tidak ada hubungannya satu sama lain. Si pembicara memikirkan ide-idenya sambil
berbicara dan acapkali dia lupa bagaimana terjadinya suatu kalimat lama sebelum dia
menyelaikannya. Karena adanya masalah-masalah seperti ini dalam ekspresi lisan, pengajaran
mengenai keterampilan berbicara dan menyimak perlu mendapat perhatian. Pengalaman telah
menunjukkan bahwa meningkatkan ekspresi lisan para individu berarti turut pula meningkatkan
daya piker mereka. Sebaliknya, komunikasi tulis cenderung lebih unggul, baik dalam isi pikiran
maupun struktur kalimat, lebih formal dalam gaya bahasa dan jauh lebih teratur dalam pengertian
ide-ide.
d. Membuat catatan serta membuat bagan atau rangka ide-ide yang akan disampaikan pada suatu
pembicaraan akan menolong murid untuk mengutarakan ide-ide tersebut kepada para pendengar.
Biasanya, bagan atau rangka yang dipakai sebagai pedoman dalam berbicara sudahlah cukup
memadai, kecuali dalam kasus laporan formal dan terperinci yang memerlukan penulisan naskah
yang lengkap sebelumnya.

Menyimak dan membaca erat berhubungan karena keduanya merupakan alat untuk menerima
komunikasi. Berbicara dan menulis erat berhubungan dalam hal bahwa keduanya merupakan
cara untuk mengekspresikan makna atau arti. Dalam penggunaannya, keempat keterampilan
tersebut sering berhubungan satu sama lain.(Henry Guntur Tarigan.2008: 4)
2.2. Macam-macam Aspek Keterampilan Berbahasa.
2.2.1. Keterampilan Membaca
Mengawali pembahasan ini menarik untuk mengutip sebuah pepatah lama yang mengatakan,
Buku adalah Gudang Ilmu. Untuk mengakses/memasuki gudang ilmu itu kita memerlukan
sebuah kunci. Membaca inilah yang merupakan kunci untuk membuka gudang ilmu pengetahuan
yang akan kita serap. (http://pksm.mercubuana.ac.id)
Hakekat kegiatan membaca adalah pemahaman. Teknik apapun yang dianjurkan oleh para pakar
linguis, pada akhirnya kiat sebagai pelaku kegiatan membaca dituntut untuk bisa memahami isi
bacaan yang kita baca. Membaca tanpa pemahaman adalah sia-sia.
Keterampilan membaca adalah keterampilan memahami lambang-lambang tulisan yang
diungkapkan penulis melalui sebuah bacaan.
Keterampilan memabaca ada dua tingkatan, yaitu:
a. Membaca Tingkat Dasar
Kemampuan menyuarakan lambang-lambang tulisan yang disampaikan penulisnya.
b. Membaca Tingkat Lanjut
Kemampuan memahami lambang-lambang tulisan yang diungkapkan penulisnya melalui sebuah
bacaan.( http://pksm.mercubuana.ac.id)

Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk
memperoleh pesan, yang hendak disampaikan penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis.
Suatu proses yang menuntut agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat
dalam suatu pandangan sekilas dan makna kata-kata secara individual akan dapat diketahui.
Kalau hal ini tidak terpenuhi, pesan yang tersurat dan yang tersirat tidak akan tertangkap dan
dipahami., dan proses membaca itu tidak terlaksana dengan baik.
Dari segi linguistik, membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan pembacaan sandi
berlainan dengan berbicara dan menulis yang justru melibatkan penyandian (encoding). Sebuah
aspek pembacaan sandi (decoding) adalah menghubungakn kata-kata tulis (written word) dengan
makna bahasa lisan (oral language meaning) yang mencakup pengubahan tulisan/cetakan
menjadi bunyi yang bermakna.(Henry Guntur Tarigan. 2008: 7)
Di samping pengertian atau batasan yang telah diutarakan di atas, membaca pun dapat pula
diartikan sebagai suatu metode yang kita pergunakan untuk berkomunikasi dengan diri kita
sendiri dan kadang-kadang dengan orang lain yaitu mengomunikasikan makna yang terkandung
atau tersirat pada lambang-lambang tertulis. Membaca dapat pula dianggap sebagai proses untuk
memahami yang tersirat dalam yang tersurat, melihat pikiran yang terkandung di dalam kata-kata
yang tertulis. Tingkatan hubungan antara makna yang hendak dikemukakan oleh penulis dan
penafsiran atau interpretasi pembaca turut menentukan ketepatan membaca. Makna bacaan tidak
terletak pada halaman tertulis, tetapi berada pada pikiran pembaca. Demikianlah, makna itu akan
berubah karena setiap pembaca memiliki pengalaman yang berbeda-beda yang dia pergunakan
sebagai alat untuk menginterpretasikan kata-kata tersebut.(Henry Guntur Tarigan.2008: 8)
Secara singkat, dapat dikatakan bahwa reading adalah bringing meaning to and getting meaning
from printed or written material, memetik serta memahami arti atau makna yang terkandung di
dalam bahan tertulis.
Tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi,
memahami makna bacaan. Makna, arti, erat sekali berhubungan dengan maksud tujuan, atau
intensif kita dalam membaca.(Henry Guntur Tarigan.2008: 9)
Seorang guru bahasa haruslah menyadari serta memahami benar bahwa membaca adalah suatu
keterampilan yang kompleks, yang rumit, yang mencakup atau melibatkan serangkaian
keterampilan-keterampilan yang lebih kecil. Dengan perkataan lain, keterampilan membaca
mencakup tiga komponen, yaitu:
a. Pengenalan terhadap aksara serta tanda-tanda baca.
b. Korelasi aksara beserta tanda-tanda baca dengan unsur-unsur linguistik yang formal
c. Hubungan lebih lanjut dari A dan B dengan makna atau meaning. (Henry Guntur
Tarigan.2008: 11)

2.2.2. Keterampilan Menulis
Keterampilan menulis adalah kemampuan mengekspresikan pikiran melalui lambang-lambang
tulisan. Keterampilan menulis ini termasuk ke dalam jenis keterampilan aktif, karena penulis
aktif mengolah pesan (informasi) yang ingin disampaikan kepada pembaca. Keterampilan ini
relative sulit karena melibatkan olah pikir, pilihan kata, susunan bahasa, gaya kepenulisan
sehingga tidak terjadi mis komunikasi antara penulis dan pembacanya.
(http://pksm.mercubuana.ac.id)
Menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan
suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang-orang lain dapat membaca lambang-
lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu. Menulis
merupakan suatu representasi bagian dari kesatuan-kesatuan ekspresi bahasa. Dapat dikatakan,
bahwa menyalin/mengkopi huruf-huruf ataupun menyusun menset suatu naskah dalam huruf-
huruf tertentu untuk dicetak bukanlah menulis kalau orang-orang tersebut tidak memahami
bahasa tersebut beserta representasinya.(Henry Guntur Tarigan.2008: 22)
Pada prinsipnya fungsi utama dari tulisan adalah sebagai alat komunitas yang tidak langsung.
Menulis sangat penting bagi pendidikan karena memudahkan para pelajar berpikir. Juga dapat
menolong kita berpikir secara kritis. Juga dapat memudahkan kita merasakan dan menikmati
hubungan-hubungan, memperdalam daya tanggap atau persepsi kita, memecahkan masalah-
masalah yang kita hadapi, menyusun urutaan bagi pengalaman. Tulisan dapat membantu kita
menjelaskan pikiran-pikiran kita. Tidak jarang, kita menemui apa yang sebenarnya kita pikirkan
dan rasakan mengenai orang-orang, gagasan-gagasan, masalah-masalah, dan kejadian-kejadian
hanya dalam proses menulis yang aktual. Menulis adalah suatu bentuk berpikir, tetapi justru
berpikir bagi membaca tertentu dan bagi waktu tertentu. Salah satu dari tugas-tugas terpenting
penulis sebagai penulis adalah menguasai prinsip-prinsip menulis dan berpikir, yang akan dapat
menolongnya mencapai maksud dan tujuannya. Yang paling penting di antara prinsip-prinsip
yang dimaksudkan itu adalah penemuan, susunan, dan gaya. Secara singkat: belajar menulis
adalah belajar berpikir dalam/dengan cara tertentu.
Penulis yang ulung adalah penulis yang dapat memanfaatkan situasi dengan tepat. Situasi yang
harus diperhatikan dan dimanfaatkan itu adalah:
a. Maksud dan tujuan sang penulis (perubahan yang diharapkannya akan terjadi pada diri
pembaca),
b. Pembaca atau pemirsa (apakah pembaca itu orang tua, kenalan, atau teman sang penulis),
c. Waktu atau kesempatan (keadaan-keadaan yang melibatkan berlangsungnya suatu kejadian
tertentu, waktu, tempat, dan situasi yang menuntut perhatian langsung, masalah yang
memerluakn pemecahan, pertanyaan yang menuntut jawaban, dan sebagainya). (Henry Guntur
Tarigan.2008: 23)

Setiap jenis tulisan mengandung beberapa tujuan, tetapi karena tujuan itu sangat beraneka ragam,
bagi penulis yang belum berpengalaman ada baiknya memperhatiakn kategori di bawah ini:
a. Memberitahukan atau mengajar
b. Meyakinkan atau mendesak
c. Menghibur atau menyenangkan
d. Mengutarakan/mengekspresikan perasaan dan emosi yang berapi-api. (Henry Guntur
Tarigan.2008: 24)
Yang dimaksud dengan maksud atau tujuan penulis (the writers intention) adalah responsi atau
jawaban yang diharapkan oleh penulis akan diperolehnya dari pembaca. Berdasarkan batasan
ini, dapatlah dikatakn bahwa:
a. Tulisan yang bertujuan untuk memberitahukan atau mengajar disebut wacana informatif
(informative discourse).
b. Tulisan yang bertujuan untuk meyakinkan atau mendesak disebut wacana persuasif (
persuasive discourse).
c. Tulisan yang bertujuan untuk menghibur atau menyenangkan atau yang mengandung tujuan
estetik disebut tulisan literer (wacana kesastraan atau literary discourse).
d. Tulisan yang mengekspresikan perasaan dan emosi yang kuat atau berapi-api disebut wacana
ekspresif (expressive discourse).(Henry Guntur Tarigan.2008: 25)
Keterampilan menulis tidak akan datang secara otomatis, tetapi harus melalui latihan dan praktik
yang banyak dan teratur.
Dalam kehidupan modern ini, jelas bahwa keterampilan menulis sangat dibutuhkan. Kiranya
tidaklah terlalu berlebihan bila kita katakan bahwa keterampilan menulis merupakan suatu cirri
dari orang yang terpelajar atau bangsa yang terpelajar. (Henry Guntur Tarigan.2008: 4)
2.2.3. Keterampilan Berbicara
Keterampilan berbicara adalah kemampuan mengekspresikan pikiran/ide melalui lambang-
lambang bunyi. Seorang pembicara yang handal dan terlatih mampu memilih kata-kata yang
efektif dan gaya yang tepat sehingga muda dipahami dan bahkan memukau pendengarnya.
Seorang ahli pidato (orator) adalah contoh dari pembicara yang handal.
(http://pksm.mercubuana.ac.id)
Berbicara dilakukan sebagai kebiasaan dalam komunikasi tentang berbagai hal dalam kehidupan
sehari-hari dan merupakan unsur penting dalam semua bidang kehidupan. Oleh sebab itu, banyak
pihak yang merasa tidak perlu membuat persiapan. Namun, berbicara tentang hal yang
berhubungan dengan hasil penelitian atau pembicaraan suatu bisnis, tidak dilakukan secara
spontan.
Berbicara untuk menyampaikan temuan penelitian harus terencana karena pembicara yang
piawai bagaikan seorang pelukis yang handal. Ia menggunakan kata sebagai cat, teknik berbicara
sebagai kuas, dan angan dalam benak sebagai kanvas. Apabila sang pelukis mampu
menggoreskan kuas dengan cat dalam komposisi warna yang indah dan menarik di atas kanvas,
maka jadilah sebuah lukisan yang mengesankan yang memiliki daya pikat dan nilai jual yang
tinggi.
Untuk dapat berbicara di depan umum, diperlukan wawasan, teknik dan perencanaan yang
matang. Apabila kita belum cukup berpengalaman berbicara formal di depan umum, apalagi
dalam bentu kelompok, kita perlu belajar mengarahkan kesan dengan menyesuaikan gaya
berbicara dan penampilan sehingga tidak canggung. Kita dapat menerapkan proses yang
dilakukan dalam komunikasi tertulis (laporan) ke dalam komunikasi lisan. Sebelum berbicara,
pikirkan dulu sesuatu yang menjadi tujuan, pokok pikiran yang ingin disampaikan, dan siapa
yang menjadi pendengar/hadirin (audiens). (Minto Rahayu.2007: 215)
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi baik buruknya berbicara anatara lain:
1. Gaya Berbicara
Secara umum gaya bicara ditandai dengan tiga ciri, yaitu:
a. Gaya ekspresif, gaya bicara ekspresif ditandai dengan spontanitas, lugas, gaya ini digunakan
saat mengungkapkan perasaan, bergurau, mengeluh, atau bersosialisasi.
b. Gaya perintah, gaya ini menunjukkan kewenangan dan bernada memberikan keputusan.
c. Gaya pemecahan masalah, gaya ini bernada rasional, tanpa prasangka, dan lemah lembut.
(Minto Rahayu.2007: 216)
2. Metode Penyampaian
a. Penyampaian mendadak.
b. Penyampaian tanpa persiapan.
c. Penyampaian dari naskah.
d. Penyampaian dari ingatan. (Minto Rahayu.2007: 217)
Kesuksesan yang diperoleh seorang pembicara, bukan hanya ditentukan oleh materi dan cara
berbicara yang menarik, melainkan juga oleh situasi yang memungkinkan pendengar
memberikan apresiasi atau tidak terhadap pembicara. Untuk itu, pembicara harus menciptakan
kesan yang positif sebelum mulai berbicara. Hal-hal yang dapat menciptakan kesan positif antara
lain:
a. Pakaian yang rapi dan serasi.
b. Sikap tubuh yang mengesankan.
c. Ekspresi wajah yang menyenangkan.
d. Tata krama yang baik
Adapun tujuan berbicara antara lain:
a. Berbicara untuk melaporkan
b. Berbicara secara kekeluargaan
c. Berbicara untuk meyakinkan
d. Berbicara untuk merundingkan.(Minto Rahayu.2007: 219)

2.2.4. Keterampilan Menyimak
Keterampilan menyimak adalah kemampuan memahami pesan-pesan yang diungkapkan
pembicara melalui lambang-lambang bunyi. Dalam keterampilan ini yang palin berfungsi adalah
indera pendengaran dan konsentrasi. Kadang-kadang kita sering kesulitan memahami
pembicaraan orang lain, karena memang pembicaraan orang tersebut terkesan ngelantur, tidak
efektif dan tidak fokus.( http://pksm.mercubuana.ac.id)
Menyimak merupakan salah satu keterampilan berbahasa di antara empat keterampilan bahasa
lain seperti menulis, membaca, dan berbicara. Kegiatan menyimak berperan penting dalam
pengembangan kemampuan berbahasa seseorang terutama para siswa. Namun, pembelajaran
menyimak bukan semata-mata penyajian materi dengan mendengarkan segala sesuatu informasi,
melainkan ada proses pemahaman yang harus dikembangkan.
Proses menyimak memerlukan perhatian serius dari siswa. Ia berbeda dengan mendengar atau
mendengarkan. Pada kegiatan mendengar mungkin si pendengar tidak memahami apa yang
didengar. Pada kegiatan mendengarkan sudah ada unsur kesengajaan, tetapi belum diikuti unsur
pemahaman karena itu belum menjadi tujuan. Kegiatan menyimak mencakup mendengar,
mendengarkan, dan disertai usaha untuk memahami bahan simakan. Oleh karena itu dalam
kegiatan menyimak ada unsur kesengajaan, perhatian dan pemahaman, yang merupakan unsur
utama dalam setiap peristiwa menyimak. Penilaiannya pun selalu terdapat dalam peristiwa
menyimak, bahkan melebihi unsur perhatian. (Henry Guntur Tarigan.2008:27)
Komponen/faktor-fantor penting dalam menyimak adalah sebagai berikut.
1. Membedakan antar bunyi fonemis.
2. Mengingat kembali kata-kata.
3. Mengidentifikasi tata bahasa dari sekelompok kata.
4. Mengidentifikasi bagian-bagian pragmatik, eskpresi, dan seperangkat penggunaan yang
berfungsi sebagai unit sementara mencari arti/makna.
5. Menghubungkan tanda-tanda linguistik ke tanda-tanda para linguistik (intonasi) dan ke
nonlinguistik (situasi yang sesuai dengan objek supaya terbangun makna, menggunakan
pengetahuan awal (yang kita tahu tentang isi dan bentuk dan konteks yang telah siap dikatakan
untuk memperkirakan dan kemudian menjelaskan makna.
6. Mengulang kata-kata penting dan ide-ide penting. (Henry Guntur Tarigan.2008:62)























BAB III
KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas dapat kami simpulkan, Keterampilan membaca adalah keterampilan
memahami lambang-lambang tulisan yang diungkapkan penulis melalui sebuah bacaan.
Keterampilan menulis adalah kemampuan mengekspresikan pikiran melalui lambang-lambang
tulisan. Keterampilan berbicara adalah kemampuan mengekspresikan pikiran/ide melalui
lambang-lambang bunyi, Keterampilan menyimak adalah kemampuan memahami pesan-pesan
yang diungkapkan pembicara melalui lambang-lambang bunyi Keterampilan berbahasa sangat
kompleks dan luas. Keempat keterampilan tersebut pada dasarnya merupakan suatu kesatuan,
merupakan catur-tunggal. Selanjutnya, setiap keterampilan itu erat pula berhubungan dengan
proses-proses yang mendasari bahasa.
Masing-masing dari empat keterampilan diatas saling terkait, meskipun memiliki kesulitan
tersendiri. Ditinjau dari subjek (pelaku) kegiatan berbahasa, keterampilan membaca dan
mnenyimak termasuk jenis keterampilan pasif. Dalam kegiatan membaca dan menyimak,
pembaca dan penyimak hanya berusaha memahami pesan-pesan yang terdapat pada bacaan atau
pembicaraan orang klain. Sedangkan keterampilan menulis dan berbicara merupakan
keterampilan aktif. Hal ini dikarenakan baik pembicara maupun penulis aktif mengekpresikan
pikiran/ gagasanya untuk dipahami orang lain sebagai lawan bicara atau pembaca.
Dalam memperoleh keterampilan berbahasa, kita biasanya melalui suatu hubungan urutan yang
teratur. Mula-mula pada masa kecil kita belajar menyimak bahasa kemudian berbicara, sesudah
itu kita belajar membaca dan menulis. Bahasa seseorang mencerminkan pikirannya. Semakin
terampil seseorang berbahasa, semakin cerah pula dan jelas pula jalan pikirannya. Keterampilan
hanya dapat diperoleh dan dikuasai dengan jalan praktik dan banyak pelatihan. Setiap bidang
kehidupan tidak pernah lepas dari peranan bahasa, bahasa harus komunikatif berarti mudah di
pahami oleh pemakai bahasa sebagai pemberi dan penerima pesan.

.



DAFTAR PUSTAKA

Rahayu, Minto. 2007. Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Grasindo.
Tarigan, Henry Guntur. 1981. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:
FKSS IKIP.
Tarigan, Henry Guntur. 1981. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: FKSS
IKIP.
http://pksm.mercubuana.ac.id/new/elearning/files_modul/99009-1-143947632707.doc

Vous aimerez peut-être aussi