Vous êtes sur la page 1sur 15

ANALISIS SISWA KESULITAN BELAJAR YANG MENGALAMI KELAINAN DISLEKSIA

1

BAB I
PENDAHULUAN

I. Pengenalan Kasus

Kisah Aigis Menjadi Penyandang Disleksia
(Oleh: AN Uyung Pramudiarja | Selasa, 21/06/2011 | 11:14 WIB)















Jakarta, Ketika duduk di
bangku SMK, Aigis selalu mendapat
nilai tertinggi untuk pelajaran mengetik
10 jari (blind system). Siapa sangka,
gadis yang kini telah menjadi
mahasiswi ini bahkan tidak mampu
menghafal abjad dari A sampai Z
karena mengidap disleksia.
Gejala paling umum pada
penyandang disleksia adalah kesulitan
membaca dan mengeja. Berbeda dengan
gangguan belajar biasa, kesulitan
mengeja pada penyandang disleksia
bukan disebabkan oleh kurangnya
kecerdasan.
Gangguan ini merupakan
kelainan genetik yang dialami individu
dengan Intelegency Quotient (IQ)
normal atau bahkan di atas rata-rata.
Aigis Arira, seorang
penyandang disleksia yang kini berusia
21 tahun mulai bermasalah dalam
belajar sejak duduk di bangkub SD.
Ketika itu, ia mengalami kesulitan
untuk mengerjakan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Sulit membedakan huruf 'b'
dengan 'd' dan sering terbalik
menggunakannya
2. Sering salah mengutip dari
papan tulis meski selalu duduk
paling depan
3. Tidak pernah berhasil
menggambar kubus, selalu
menjadi trapezium

Kondisi ini membuatnya malu
kepada guru dan teman sebaya.
Ditambah dengan kondisi kelas yang
berisi banyak siswa, Aigis semakin sulit
untuk mengakrabkan diri dengan guru
agar bisa menyampaikan kesulitannya.
Beruntung orang tua Aigis cukup peka
dengan kesulitan yang dihadapi
anaknya. Setelah mencari tahu dari
berbagai sumber, akhirnya ketahuan
bahwa Aigis menyandang disleksia dan
membutuhkan penanganan khusus.
ANALISIS SISWA KESULITAN BELAJAR YANG MENGALAMI KELAINAN DISLEKSIA

2

Begitu naik ke kelas 3 SD, Aigis
dipidahkan ke sekolah khusus SD
Pantara Jakarta dengan kelas kecil yang
hanya terdiri dari 8 siswa. Pendekatan
yang berbeda serta situasi yang lebih
kondusif di sekolah baru membuat
Aigis lebih lancar dalam belajar.
Namun kesulitan kembali
dihadapi Aigis saat melanjutkan ke
sebuah SMP Negeri di Cimahi, Jawa
barat. Lagi-lagi pendekatan di sekolah
umum yang dirasakannya kurang
personal membuat prestasi belajar Aigis
ambruk dan harus puas menduduki
ranking 43 dari 44 siswa.
Meski merasa tertinggal dalam
pelajaran dan pergaulan, Aigis tidak
langsung berputus asa. Dengan bantuan
kedua orangtua yang selalu
mendukungnya, ia akhirnya diberi
perlakuan khusus untuk menunjang
belajarnya.
"Waktu SMP adalah masa terberat saya
ketika saya lebih banyak jadi penonton
di kelas atau lebih mirip wartawan
sebenarnya. Saya hanya mencatat
materi semampu saya, lalu orangtua
mempelajarinya di rumah untuk
dijelaskan lagi ke saya sampai paham,"
ungkap Aigis dalam Simposium
Nasional Dyslexia Awareness di
Kementerian Pendidikan Nasional,
Jakarta, Minggu (31/7/2010).
Begitu lulus SMP, Aigis
memilih melanjutkan ke SMK jurusan
Rekayasa Perangkat Lunak. Alasan
utama Aigis memilih jurusan tersebut
adalah karena jumlah siswa di tiap kelas
hanya sedikit, di samping ia memang
menyukai pelajaran yang lebih banyak
praktik dibanding teori.
Sejak saat itu, rasa percaya diri
mulai tumbuh pada Aigis yang kini
duduk di semester 7 Institut Teknologi
Harapan Bangsa di Bandung. Di
jenjang SMK itulah ia mulai bisa
menunjukkan preatasinya dengan
meraih nilai tertinggi untuk pelajaran
pelajaran yang ia sukai, misalnya
mengetik 10 jari (blind system).
Ketua Pelaksana Harian
Asosiasi Disleksia Indonesia (ADI), dr
Kristiantini Dewi, SpA mengatakan,
disleksia merupakan kelainan genetik
yang berbasis neurologis. Gangguan ini
sama sekali tidak ada kaitannya dengan
kebodohan, tingkat ekonomi maupun
motivasi belajar.
Meski mengalami kesulitan
dalam membaca, menulis dan mengeja,
penyandang disleksia memiliki
intelejensi normal atau bahkan di atas
rata-rata. Kecerdasannya seringkali
menonjol di bidang atau area belajar
yang lain.
"Banyak tokoh besar yang juga
menyandang disleksia. Fisikawan
Albert Einstein, mantan presiden
Amerika George W Bush serta aktor
laga Tom Cruise adalah beberapa
contoh orang-orang berprestasi yang
menyandang diskeksia," ungkap dr
Kristiantini yang berpraktik di CDC
Santosa bandung International Hospital.


Sumber:
http://www.detikhealth.com/read/2011/06/21/11
1413/1664856/1202/kisah-aigis-menjadi-
penyandang-disleksia?ld991107763




ANALISIS SISWA KESULITAN BELAJAR YANG MENGALAMI KELAINAN DISLEKSIA

3

BAB II
PEMBAHASAN

I. Pemaparan
Kemampuan membaca dan menulis merupakan kemampuan dasar yang
penting sekali dimiliki oleh seseorang. Membaca dan menulis sangat penting bagi
kita untuk mengetahui maksud dan interpretasi dari apa yang kita baca. Terkadang
ada beberapa orang yang menderita kelainan dimana mereka tidak dapat membaca
dan menulis, ini yang sering disebut dengan disleksia. Disleksia merupakan
kelainan genetik yang berbasis neurologis. Gangguan ini sama sekali tidak ada
kaitannya dengan kebodohan, tingkat ekonomi maupun motivasi belajar.
Inilah yang dialami oleh seorang gadis yang bernama Aigis yang kini
berusia 21 tahun. Sejak SD, Aigis mengalami kesulitan dalam beberapa hal
seperti; kesulitan membedakan huruf b dan d, sering salah mengutip walaupun
selalu duduk di paling depan, dan tidak pernah bisa menggambar kubus karena
hasilnya selalu trapesium. Kondisi ini membuat ia malu, ia kesulitan
mengutarakan kesulitan yang diseritanya pada gurunya, beruntung ia memiliki
orangtua yang pengertian dan tanggap akan yang dideritanya. Akhirnya saat kelas
3 SD, ia dipindahkan ke sekolah khusus dimana di sana bisa lebih mengakomodir
kesulitan yang dideritanya. Namun kesulitan dihadapinya kembali saat memasuki
SMP, di sana ia harus berhadapan lagi dengan kondisi seperti di SD nya yang
lama, di SMP merupakan fase terberat Aigis karena prestasinya benar-benar
terpuruk. Ia hanya meraih ranking 43 dari 44 siswa.
Selepas SMP ia masuk SMK jurusan Rekayasa Perangkat Lunak, di SMK
ia merasa comfort dengan apa yang dijalani karena ia lebih suka praktik
dibandingkan teori, di SMK ia meraih nilai tertinggi dalam pelajaran mengetik 10
jari.



ANALISIS SISWA KESULITAN BELAJAR YANG MENGALAMI KELAINAN DISLEKSIA

4

II. Konsep Kasus
A. Kesulitan Belajar
Menurut Santoso (1986: 1) secara umum definisi belajar adalah :

Proses untuk memiliki pengetahuan atau ilmu pengetahuan. Dalam
pengertian ini belajar mengandalkan dua hal, yaitu proses dan hasilnya
(out come) atau manifestasi (eksternal). Proses diartikan sebagai
perubahan internal dalam diri individu yang merupakan inti dari kegiatan
belajar. Sedangkan perbuatan (performance) merupakan hasil yang dicoba
diukur untuk dilihat atau merupakan hasil belajar yang sudah dinyatakan
dengan ukuran tertentu.

Pada hakikatnya dalam belajar senantiasa ada rintangan dan hambatan
yang akan mempengaruhi proses pembelajaran dan berdampak pada prestasi yang
dicapai mahasiswa. Mahasiswa yang memiliki kebiasaan belajar yang baik maka
hasil belajarnya akan lebih baik apabila dibandingkan dengan mahasiswa yang
kurang memiliki kebiasaan belajar yang baik.
Surya dan Amin (1980: 31) mengemukakan bahwa Kesulitan atau
masalah belajar merupakan salah satu gejala dalam proses belajar yang ditandai
dengan berbagai manifestasi tingkah laku yang berlatar belakang dalam diri murid
maupun di luar diri murid. Menurut Abdurrahman (1999:174) bahwa
Mengklasifikasikan kesulitan belajar kedalam dua kelompok, yaitu kesulitan
belajar yang berhubungan dengan perkembangan dan kesulitan belajar akademik.
Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan mencakup gangguan
motorik dan persepsi, kesulitan belajar bahasa dan komunikasi dan kesulitan
belajar dalam penyesuaian perilaku sosial.
Kesulitan belajar menurut Blassic dan Jones (Warkitri, 1990 : 83)
menyatakan bahwa :

Kesulitan belajar adalah terdapatnya suatu jarak antara prestasi
akademik yang diharapkan dengan prestasi akademik yang diperoleh.
Mereka selanjutnya menyatakan bahwa individu yang mengalami
kesulitan belajar adalah individu yang normal intelegensinya, tetapi
menunjukkan satu atau beberapa kekurangan penting dalam proses belajar,
baik persepsi, ingatan, perhatian, ataupun fungsi motoriknya.


ANALISIS SISWA KESULITAN BELAJAR YANG MENGALAMI KELAINAN DISLEKSIA

5

Kesulitan belajar menurut Mardiyanti (1994 : 4) menyatakan bahwa :

Kesulitan belajar sebagai suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai
oleh adanya hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Hambatan tersebut
mungkin disadari atau tidak disadari oleh yang bersangkutan, mungkin bersifat
psikologis, sosiologis, ataupun fisiologis dalam proses belajarnya
Ketika menemukan kesulitan pastilah ada sebab yang melatarbelakanginya
,latar belakang kesulitan belajar harus dilihat sejak pelajaran mulai diberikan.
Kesulitan belajar ditandai dengan adanya gejala kesulitan belajar. Menurut
Warkitri (1990 : 85), individu yang mengalami kesulitan belajar menunjukkan
gejala sebagai berikut :

1. Hasil belajar yang dicapai rendah di bawah rata-rata kelompoknya
2. Hasil belajar yang dicapai sekarang lebih rendah dibanding sebelumnya
3. Hasil belajar yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah
dilakukan
4. Lambat dalam melakukan tugas-tugas belajar
5. Menunjukkan sikap yang kurang wajar, misalnya masa bodoh dengan
proses belajar dan pembelajaran, mendapat nilai kurang tidak menyesal,
dan seterusnya
6. Menunjukkan perilaku yang menyimpang dari norma, misalnya
membolos, pulang sebelum waktunya, dan seterusnya
7. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, misalnya mudah
tersinggung, suka menyendiri, bertindak agresif, dan seterusnya

Keterkaitan antara belajar dengan hasil dan prestasi belajar bukan hanya
tergantung pada kecemerlangan otak, tetapi sikap, kebiasaan dan keterampilan
belajar serta faktor-faktor yang berasal dari luar mahasiswa juga memiliki
pengaruh yang cukup besar dalam menentukan keberhasilan belajarnya. Tidak
sedikit mahasiswa yang kurang menyadari pentingnya belajar sesuai dengan
kemampuan dirinya.

ANALISIS SISWA KESULITAN BELAJAR YANG MENGALAMI KELAINAN DISLEKSIA

6

B. Faktor yang Mempengaruhi Kesulitan Belajar
Faktor penyebab kesulitan belajar pada dasarnya ada dua macam, yaitu
faktor intern (faktor yang berasal dari diri sendiri) dan faktor ekstern (faktor yang
berasal dari luar diri mahasiswa). Faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan
belajar menurut Soetarlinah dan Frieda (Purwanto, 1996: 9) sebagai berikut:
1. Faktor eksternal (faktor di luar diri siswa) yaitu:
a. Lingkungan (lingkungan alamiah, lingkungan sosial)
b. Faktor instrumental; yang berhubungan dengan sarana dan prasarana
pendidikan: kurikulum, program pendidikan, metode dan sebagainya.
2. Faktor internal terdiri dari: Faktor konstitusi tubuh yang meliputi: Faktor
biologis, fisiologis seperti kerusakan pada otak, dan cacat tubuh. Faktor
neurobiologis, merupakan faktor yang didasari oleh proses-proses mental
yaitu: motivasi, pengalaman, sikap, minat, bakat, perkembangan kognisi,
persepsi, inteligensi, dan sebagainya.

C. Disleksia
Sedangkan disleksia merupakan istilah yang banyak digunakan. Kata ini
dapat diartikan secara sempit maupun dalam arti yang lebih luas. Kata disleksia
berasal dari bahasa Yunani: dys berarti kesulitan dan lexis berarti kata-kata.
Dalam arti sempit, disleksia seringkali dipahami sebagai kesulitan membaca
secara teknis. Sedangkan dalam arti luas, disleksia berarti segala bentuk kesulitan
yang berhubungan dengan kata-kata, seperti kesulitan membaca, mengeja,
menulis, maupun kesulitan untuk memahami kata-kata (Pollock & Waller, 1994).
Definisi disleksia menurut Chritchley (1970), adalah kesulitan belajar
membaca, menulis, dan mengeja, tanpa adanya gangguan sensorik perifer,
intelegensi yang rendah, lingkungan yang kurang menunjang (di sekolah dan di
rumah), problema emosional primer dan kurannya motivasi. Dari pengertian
tersebut dapat dikatakan bahwa disleksia disebut juga sebagai kesulitan belajar
spesifik. Dikatakan spesifik karena kesulitan belajar yang dialami hanya pada
masalah tertentu saja yaitu kesulitan dalam membaca, menulis, dan mengeja.
ANALISIS SISWA KESULITAN BELAJAR YANG MENGALAMI KELAINAN DISLEKSIA

7

Beberapa ahli lain mendefinisikan disleksia sebagai suatu kondisi pemprosesan
input/informasi yang berbeda (dari anak normal) yang seringkali ditandai dengan
kesulitan dalam membaca, yang dapat mempengaruhi area kognisi seperti daya
ingat, kecepatan pemprosesan input, kemampuan pengaturan waktu, aspek
koordinasi dan pengendalian gerak. Dapat terjadi kesulitan visual dan fonologis,
dan biasanya terdapat perbedaan kemampuan di berbagai aspek perkembangan.
Secara lebih khusus, anak disleksia biasanya mengalami masalah masalah berikut:
(www.dyslexia-indonesia.org)
1. Masalah fonologi : Yang dimaksud masalah fonologi adalah hubungan
sistematik antara huruf dan bunyi. Misalnya mereka mengalami kesulitan
membedakan paku dengan palu; atau mereka keliru memahami kata
kata yang mempunyai bunyi hampir sama, misalnya lima puluh dengan
lima belas. Kesulitan ini tidak disebabkan masalah pendengaran namun
berkaitan dengan proses pengolahan input di dalam otak.
2. Masalah mengingat perkataan : Kebanyakan anak disleksia mempunyai
level intelegensi normal atau di atas normal namun mereka mempunyai
kesulitan mengingat perkataan. Mereka mungkin sulit menyebutkan nama
teman-temannya dan memilih untuk memanggilnya dengan istilah
temanku di sekolah atau temanku yang laki-laki itu. Mereka mungkin
dapat menjelaskan suatu cerita namun tidak dapat mengingat jawaban
untuk pertanyaan yang sederhana.
3. Masalah penyusunan yang sistematis / sekuensial : Anak disleksia
mengalami kesulitan menyusun sesuatu secara berurutan misalnya susunan
bulan dalam setahun, hari dalam seminggu atau susunan huruf dan angka.
Mereka sering lupa susunan aktivitas yang sudah direncanakan
sebelumnya, misalnya lupa apakah setelah pulang sekolah langsung
pulang ke rumah atau langsung pergi ke tempat latihan sepak bola.
Padahal orang tua sudah mengingatkannya bahkan mungkin sudah pula
ditulis dalam agenda kegiatannya. Mereka juga mengalami kesulitan yang
berhubungan dengan perkiraan terhadap waktu. Misalnya mereka
mengalami kesulitan memahami instruksi seperti ini: Waktu yang
ANALISIS SISWA KESULITAN BELAJAR YANG MENGALAMI KELAINAN DISLEKSIA

8

disediakan untuk ulangan adalah 45 menit. Sekarang jam 8 pagi. Maka 15
menit sebelum waktu berakhir, Ibu Guru akan mengetuk meja satu kali.
Kadang kala mereka pun bingung dengan perhitungan uang yang
sederhana, misalnya mereka tidak yakin apakah uangnya cukup untuk
membeli sepotong kue atau tidak.
4. Masalah ingatan jangka pendek : Anak disleksia mengalami kesulitan
memahami instruksi yang panjang dalam satu waktu yang pendek.
Misalnya ibu menyuruh anak untuk Simpan tas di kamarmu di lantai atas,
ganti pakaian, cuci kaki dan tangan, lalu turun ke bawah lagi untuk makan
siang bersama ibu, tapi jangan lupa bawa serta buku PR matematikanya
ya, maka kemungkinan besar anak disleksia tidak melakukan seluruh
instruksi tersebut dengan sempurna karena tidak mampu mengingat
seluruh perkataan ibunya.
5. Masalah pemahaman sintaks : Anak disleksia sering mengalami
kebingungan dalam memahami tata bahasa, terutama jika dalam waktu
yang bersamaan mereka menggunakan dua atau lebih bahasa yang
mempunyai tata bahasa yang berbeda. Anak disleksia mengalami masalah
dengan bahasa keduanya apabila pengaturan tata bahasanya berbeda
daripada bahasa pertama. Misalnya dalam bahasa Indonesia dikenal
susunan DiterangkanMenerangkan (contoh: tas merah), namun dalam
bahasa Inggris dikenal susunan Menerangkan-Diterangkan (contoh: red
bag).





ANALISIS SISWA KESULITAN BELAJAR YANG MENGALAMI KELAINAN DISLEKSIA

9

III. Analisis Kasus
A. Analisis Kasus Disleksia
Bayangkan betapa menderitanya seorang anak jika ia tidak mampu untuk
mengemukakan atau mengkomunikasikan segala keinginannya atau ia tidak
mampu memusatkan perhatiannya untuk belajar. Kondisi ini akan membuat anak
mengalami kesulitan di dalam kelas dan mungkin tertinggal dalam satu atau
beberapa mata pelajaran tertentu. Tidak hanya anak yang merasa tertekan,
orangtuanya pun mungkin akan merasakan kebingungan atas permasalahan yang
dihadapi oleh sang anak.
Penderita disleksia jika dihadapkan pada tulisan-tulisan, ia akan melihat
bahwa huruf-huruf itu menari-nari sehingga ia tidak dapat membacanya, misal b
menjadi d dan d jadi b. Dia bingung dengan bentuk tulisan yang mirip
seperti "S" dan 'R' terbalik, dan juga seperti yang lainnya seperti h dan t.
Banyak yang mengatakan bahwa penderita disleksia itu malas dan hanya bisa
bermain-main saja, padahal itu semua salah. Penderita disleksia justru memiliki
IQ rata-rata atau bahkan di atas rata-rata. Jadi, bukannya dia tidak belajar dan
malas, tapi ada yang salah pada ejaannya. Misal, menggabungkan kata-kata yang
mirip, T-o-p menjadi P-o-t, S-o-l-i-d menjadi S-o-i-l-e-d. Lalu yang
menjadi pertanyaan kita adalah mengapa mereka melakukan ini ? apa mereka
bodoh ? apa mereka malas ? Ketika kita membaca a-p-e-l, maka yang ada di
pikiran kita adalah apel, penderita disleksia tidak bisa membaca kata-kata itu, jadi
dia tidak tahu artinya apa. Dalam hal membaca dan menulis, itu penting,
menghubungkan suara-suara dengan simbol-simbol untuk mengetahui artinya,
penderita disleksia belum mampu memenuhi kemampuan dasarnya. Terkadang,
anak-anak bisa mempunyai masalah-masalah lain seperti kesulitan mengikuti
beberapa instruksi dan kesulitan memahami urutan, sebagai contoh; kembali ke
halaman 65, Bab 9, Paragraf 4, Baris ke 2, atau kelemahan dalam menggunakan
kemampuan motoriknya. Karena penderita disleksia memiliki kelemahan dalam
menggunakan kemampuan motoriknya, mereka kesulitan melakukan aktivitas-
aktivitas yang sederhana seperti mengancingkan baju, mengikat tali sepatu, dan
menangkap bola. Mereka tidak bisa dalam menangkap bola yang melambung
ANALISIS SISWA KESULITAN BELAJAR YANG MENGALAMI KELAINAN DISLEKSIA

10

dikarenakan mereka tidak bisa menghubungkan ukuran, jarak, dan kecepatan.
Berapa ukurannya, berapa jaraknya, melaju dengan kecepatan berapa, pada saat
mereka melakukannya sudah telat.
Lalu apa bedanya dengan buta huruf ? Sebenarnya terdapat perbedaan di antara
keduanya, jika penderita buta huruf tidak dapat membaca sama sekali sedangkan
penderita disleksia bisa membaca tetapi kadang-kadang bacaan dengan bunyi
yang diucapkan berbeda.

B. Penyebab Disleksia
Adapun penyebab dari kelainan disleksia ini antara lain :
1. Genetik/ keturunan. Disleksia cenderung terdapat pada keluarga yang
mempunyai anggota kidal. Namun, orang tua yang disleksia tidak secara
otomatis menurunkan gangguan ini pada anak-anaknya, atau anak kidal
pasti disleksia.
2. Memiliki masalah pendengaran sejak usia dini. Jika kesulitan tidak
terdeteksi sejak dini, maka otak yang sedang berkembang akan sulit
menghubungkan bunyi atau suara yang didengarnya dengan huruf atau
kata yang dilihatnya.
3. Faktor kombinasi. Merupakan kombinasi dari dua hal diatas. Faktor
kombinasi ini menyebabkan anak yang disleksia menjadi kian serius atau
parah, hingga perlu penanganan menyeluruh dan kontinyu.

C. Solusi
Gambar dari artikel di atas adalah sebuah film India yang sangat popular,
film itu berjudul Taare Zameen Par,. Film ini berkisah tentang seorang anak yang
bernama Ishan yang menderita kelainan disleksia, ia diceritakan tinggal kelas di
kelas tiga selama 2 tahun. Orangtuanya pun bingung dan malu dengan kondisi
yang demikian, bagaimana tidak ? Ishan selalu mendapatkan nilai terendah
disemua mata pelajaran, tulisannya seperti huruf paku dan tidak dapat dibaca,, dan
ia juga lemah dalam berhitung dan ditambah lagi dengan kelakuan Ishan yang
ANALISIS SISWA KESULITAN BELAJAR YANG MENGALAMI KELAINAN DISLEKSIA

11

bandel dan susah untuk dinasehati. Akhirnya sang ayah mengirimnya ke sekolah
asrama yang jauh dari tempat tinggalnya, di sana ia hidup sendiri dan harus
mengurus hidupnya sendiri dan awalnya ia susah beradaptasi di sana, guru-
gurunya pun tidak berbeda dengan guru-gurunya di sekolah yang lama. Ini yang
membuat Ishan frustasi. Beruntung, di sana ia bertemu dengan guru lukis yang
baik hati, guru lukis itulah yang pertama kali mengetahui kelainan yang diderita
Ishan. Akhirnya dengan ketelatenannya ia menjadikn Ishan dapat menulis dan
membaca dengan baik, dapat berhitung, dan lain-lain. Guru lukis itu memberikan
terapi agar Ishan dapat mengatasi kelainan yang dideritanya. Guru itu
memberikan terapi seperti menulis besar-besar di sebuah papan, setelah terbiasa
kemudian menulis di papan yang lebih kecil lalu menulis di buku, dalam hal
matematika, ia menggunakan permainan agar mudah dipahami. Ia
memvisualisasikan konsep matematis yang sulit dimengerti, dengan menggunakan
gambar ataupun cara lain untuk menjembatani langkah-langkah atau urutan dari
proses keseluruhannya. Si guru juga melakukan terapi dengan menulis
menggunakan kuas dengan cat air yang berwarna-warni, ini dikarenakan Ishan
memiliki hobi melukis. Ini agar merangsang pemikirannya.
Untuk menangani penderita disleksia, setidaknya Ada tiga model strategi
pembelajaran yg bisa diterapkan terhadap anak-anak disleksia. Ketiga model
tersebut antara lain Metode Multisensori, Metode Fonik (Bunyi), dan Metode
Linguistik. Metode Multisensori mendayagunakan kemampuan visual
(kemampuan penglihatan), auditori (kemampuan pendengaran), kinestetik
(kesadaran pada gerak), serta taktil (perabaan) pada anak. Sementara itu, Metode
Fonik atau Bunyi memanfaatkan kemampuan auditori dan visual anak dengan
cara menamai huruf sesuai dgn bunyinya. Misalnya, huruf B dibunyikan eb, huruf
C dibunyikan dgn ec. Karena anak disleksia akan berpikir, jika kata becak, maka
terdiri dari b-c-a-k, kurang huruf e. Adapun Metode Linguistik adalah
mengajarkan anak mengenal kata secara utuh. Cara ini menekankan pada kata
kata yg bermiripan. Penekanan ini diharapkan dapat membuat anak mampu
menyimpulkan sendiri pola hubungan antara huruf dan bunyinya. Seorang guru
harus mampu membaca kemampuan anak didiknya. Guru harus dapat memonitor
ANALISIS SISWA KESULITAN BELAJAR YANG MENGALAMI KELAINAN DISLEKSIA

12

progres si anak, bagus atau tidak. Jika tidak bagus, maka bisa mengambil strategi
khusus. Setelah 2-3 bulan melakukan berbagai treatment dan masih belum
mendapatkan perubahan yang bagus, si anak bisa dibawa ke dalam kelas khusus
anak disleksia. Hanya, si anak sebaiknya dicek terlebih dahulu.

D. Sikap terhadap Penderita Disleksia
Telah diungkapkan di atas bahwa sebenarnya penderita disleksia memiliki
IQ rata-rata anak seusianya dan bahkan di atas rata-rata, jadi sebenarnya mereka
itu tidak bodoh. Mereka hanya bingung dengan huruf-huruf, mereka memiliki
caranya sendiri yang unik dalam memahami suatu hal dan berbeda dari orang
kebanyakan. Terkadang mereka bersikap bandel dan nakal pada orangtua dan
sekelilingnya dikarenakan mereka ingin menutupi kekurangan yang mereka
miliki, mereka malu dengan kelainan yang dideritanya.
Sikap kita seharusnya memberikan semangat kepadanya, jangan sampai
kita menghancurkan kepercayaan dirinya. Kita harus sabar jika memiliki anak
yang menderita kelainan disleksia. Kita tidak boleh men-judge bahwa anak yang
disleksia itu bodoh karena tidak dapat membaca dan menulis, justru anak-anak
yang demikian memiliki bakat unik dan luar biasa yang tidak dimiliki orang lain.
Seperti diceritakan dalam film Taare Zameen Par, si penderita disleksia memiliki
daya imajinasi yang tinggi yang dituangkan dalam sebuah lukisan yang luar biasa.
Mereka memiliki pemikiran yang aplikatif dan kreatif.
Penderita disleksia tidak seharusnya dimasukan dalam SLB, itu hanya
akan mengakibatkan syok padanya. SLB hanya cocok pada anak seperti tuna
grahita dan tuna rungu. Anak disleksia masih memiliki penalaran yang baik,
logika baik, serta kemampuan analisis yang baik. Maka, jika anak disleksia masuk
SLB, akan membuat mereka menjadi syok. Anak disleksia rentan stres karena
kegagalan akademik. Kemudian, jika dimasukkan ke SLB, justru mereka akan
berpikir bahwa dirinya benar-benar bodoh. Yang ada, mereka malah tambah tidak
percaya diri. Karena itu, anak disleksia alangkah lebih baiknya dimasukkan dalam
sekolah inklusi. Selama ini orang salah kaprah yang menganggap anak disleksia
ANALISIS SISWA KESULITAN BELAJAR YANG MENGALAMI KELAINAN DISLEKSIA

13

abnormal, mereka sebenarnya sama seperti anak lainnya tapi yang
membedakannya adalah cara belajarnya.
Selanjutnya untuk peran pemerintah sendiri diharapkan tidak mengabaikan
anak-anak penyandang disleksia karena mereka juga memiliki potensi yang harus
dikembangkan. Pemerintah semestinya lebih fokus membuat kebijakan-kebijakan
bagi anak-anak disleksia, terutama saat mereka harus menempuh ujian nasional
(UN). Untuk materi ujian sendiri bisa disamakan dengan anak-anak normal di
sekolah lain. Hanya jam ujiannya saja yang ditambah karena mereka
membutuhkan waktu yang lebih lama dari pada anak-anak normal lainnya. Tak
lupa pentingnya sosialisasi kepada masyarakat tentang anak-anak disleksia, bahwa
ada anak-anak seperti itu di tengah-tengah masyarakat, dan tidak seharusnya
mereka dihakimi bahwa mereka bodoh.



















ANALISIS SISWA KESULITAN BELAJAR YANG MENGALAMI KELAINAN DISLEKSIA

14

BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
Disleksia adalah suatu kondisi pemprosesan input/informasi yang berbeda
(dari anak normal) yang seringkali ditandai dengan kesulitan dalam membaca,
yang dapat mempengaruhi area kognisi seperti daya ingat, kecepatan pemprosesan
input, kemampuan pengaturan waktu, aspek koordinasi dan pengendalian gerak
Disleksia dapat disebabkan karena genetic/keturunan, memiliki masalah
pendengaran sejak usia dini, dan kombinasi dari keduanya. Penderita disleksia
sebenarnya memiliki kecerdasan normal seperti anak-anak kebanyakan atau
bahkan di atas normal hanya saja mereka kesulitan dalam mengenali huruf, jadi
sebenarnya mereka tidak bodoh.
Untuk penanganannya sendiri, anak disleksia dapat dilakukan serangkaian
perawatan menggunakan metode multisensori, metode fonik (bunyi), dan metode
linguistik. Sikap kita kepada penderita yang demikian hendaklah memberikan
semangat dan dorongan agar kepercayaan dirinya tidak hancur.

B. Saran
Pihak-pihak seperti guru, orangtua, masyarakat hendaknya harus
membantu para penderita disleksia agar mereka tidak mengalami keterpurukan.
Pemerintah juga harus berperan serta dalam menangani kasus ini agar penderita
disleksia mendapat perhatian yang serius dari semua pihak.






ANALISIS SISWA KESULITAN BELAJAR YANG MENGALAMI KELAINAN DISLEKSIA

15

Daftar Pustaka

J. I. C. M. Drost SJ., dkk. 2003. Prilaku Anak Usia Dini Kasus dan
Pemecahannya. Jakarta: FAMILA.
Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Weinstein, Lissa. 2003. Living With Dyslexia: Pergulatan Ibu Melepaskan Putranya darii
Derita Kesulitan Belajar. Bandung: Penerbit Qanita.
www.dyslexia-indonesia.org
http://www.kesulitanbelajar.org
http://nasional.kompas.com/read/2010/08/02/12255972/Pemerintah.Perlu.Ikut.Tangani.Di
sleksia
http://health.kompas.com/read/2010/08/02/16273076/Masuk.SLB..Anak.Disleksia.Bisa.S
yok
http://edukasi.kompas.com/read/2010/08/03/11141330/Belajar.Asyik.ala.Anak.anak.Disle
ksia
http://repository.upi.edu/operator/upload/s_tb_0606572_chapter2.pdf

Vous aimerez peut-être aussi