Vous êtes sur la page 1sur 5

TUGAS INDIVIDU MATA KULIAH K3

Bahaya sinar UV bagi kesehatan Manusia


Perbedaan serta Jenis dari Desinfektan, Antiseptik dan Antibiotik









Oleh :
Dhita Ariefta Prabaningtyas
P1337434114021
Reguler A Semester 1





ANALIS KESEHATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN
SEMARANG
2014







A. Sinar UV
I. Pengertian Sinar UV
Sinar ultraviolet (UV) adalah sinar tidak tampak yang merupakan bagian energi yang berasal
dari matahari. Selain itu sinar UV juga dapat dipantulkan dari berbagai sumber seperti air,
pasir, cermin, serta permukaan cerah lainnya. Sinar ini berada dalam frekuensi berada pada
daerah Hz. Berdasarkan Frekuensi ini, sinar ultraviolet dapat digunakan untuk mengetahui
unsur-unsur dari suatu bahan dengan teknik spektroskopi.
Radiasi sinar UV menurut panjang gelombangnya dibagi tiga jenis, yaitu:
1. Sinar UV-A
UV-A adalah sinar UV yang paling banyak menimbulkan radiasi, dengan panjang gelombang
100-290 nm. Sinar UV-A meliputi 95% radiasi yang mencapai permukaan bumi dan 30-50
kali lebih umum dari sinar UV-B walaupun kurang intens. Radiasi UV-A menembus sampai
dermis dan dapat merusak serat-serat yang berada di dalamnya. Selain itu, UV-A dapat
menembus kaca. Intensitas radiasi UV-A lebih konstan daripada UV-B. Efek yang
ditimbulkan adalah pigmentasi kulit, kerusakan kulit dan kerutan.
2. Sinar UV-B
UV-B memiliki panjang gelombang 290-320 nm. Sinar ini biasanya hanya merusak lapisan
luar kulit (epidermis). Sinar UV-B memiliki intensitas tertinggi saat sinar matahari terang
(antara jam 10:00-14:00). Sebagian sinar UV-B terblokir oleh lapisan ozon di atmosfer. UV-
B tidak menembus kaca. Dalam jumlah kecil, radiasi UV-B bermanfaat untuk sintesis
vitamin D dalam tubuh, tetapi paparan berlebihan dapat menimbulkan kulit kemerahan atau
terbakar dan efek berbahaya sintesis radikal bebas yang memicu eritema dan katarak. Sinar
ini juga menyebabkan kerusakan fotokimia pada DNA sel sehingga memicu tumbuhnya
kanker kulit.
3. Sinar UV-C
UV-C memiliki panjang gelombang 320-4 nm. UV-C menimbulkan bahaya terbesar dan
menyebabkan kerusakan terbanyak. Namun, mayoritas sinar ini terserap di lapisan atmosfer
(ozon). Dengan meluasnya kerusakan lapisan ozon karena pelepasan bahan kimia tertentu ke
lingkungan, seperti CFC (Freon) dan lainnya, akan banyak UV-C yang lolos ke bumi dan
menimbulkan berbagai dampak yang merugikan bagi manusia.
II. Dampak bagi Kesehatan Manusia
Radiasi UV dapat merusak DNA dengan memutus ikatan gen-gen yang terkena radiasi dan
mengaktifkan bahan kimia dalam tubuh yng dapat memicu timbulnya kanker. Selain itu, UV
juga dapat meyebabkan noda-noda cokelat serta penebalan dan kulit kering.
- Pada Kulit
Kulit manusia dilengkapi dengan perlindungan alami dari sinar matahari yaitu pigmen
melanin. Kulit yang gelap menandakan kandungan pigmen dalam jumlah banyak, begitu
juga sebaliknya. Penelitian membuktikan bahwa semakin banyak pigmen, semakin kecil
kemungkinan seseorang terkena kanker kulit karena pigmen berfungsi sebagai penangkal
dampak sinar UV yang dipancarkan matahari. Sering beraktivitas di bawah sinar matahari
tanpa pelindung kulit dapat menyebabkan kulit lebih cepat mengalami penuaan. Kulit jadi
cepat berkerut dan timbul bercak-bercak hitam yang kita kenal sebagai flek hitam. Sinar UV
juga bisa membuat kulit tidak mulus karena menebal atau menipis. Bisa juga muncul
benjolan-benjolan kecil yang ukurannya bervariasi. Benjolan-benjolan atau flek pada kulit
bisa berkembang menjadi tumor jinak bahkan kanker kulit. Khususnya pada orang yang
banyak bekerja di bawah terik matahari atau sering berjemur di pantai.
- Pada Mata
UV-A dapat merusak saraf pusat penglihatan dan makula, yaitu bagian dari retina yang
terletak di bagian belakang mata. Sedangkan UV-B dapat merusak bagian kornea dan lensa.
Walau tingkat radiasinya paling rendah, paparan UV-A dalam jangka panjang dapat
mengakibatkan katarak. Penyakit lain yang ditimbulkan akibat sinar UV antara lain
degenerasi makular, pterygium atau pertumbuhan pada lapisan luar (bagian putih mata) yang
pada akhirnya menutupi bagian tengah kornea, dan corneal sunburn (photokeratitis) yang
terjadi akibat paparan sinar UV-B berlebih.

B. Desinfektan, Antiseptik dan Antibodi
I. Pengertian dan Perbedaan
a. Desinfektan
Desinfektan dapat diartikan sebagai bahan kimia yang dapat digunakan untuk
mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus,
dapat juga untuk membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme atau kuman
penyakit lainnya.

Desinfektan merupakan suatu zat pembunuh mikroorganisme pada benda mati.
Mekanisme kerjanya, menciptakan lingkungan yang tidak wajar bagi kuman untuk
hidup. Misalnya, sebelum kita bekerja di LAF (Laminar Air Flow), biasanya kita
semprotkan dulu alkohol ke dalam LAF. Nah, alkohol ini termasuk salah satu contoh
desinfektan.

b. Antiseptik
Sedangkan antiseptik didefinisikan sebagai bahan kimia yang dapat menghambat atau
membunuh pertumbuhan jasad renik seperti bakteri, jamur dan lain-lain pada
jaringan hidup. Antiseptik digunakan pada bagian tubuh yang mengalami luka atau
sayatan bedah untuk mencegah infeksi. Penggunaan antiseptik sangat
direkomendasikan ketika terjadi epidemi penyakit karena dapat memperlambat
penyebaran penyakit.Contohnya, sebelum makan kita memakai Carex Hand Gel, itu
salah satu antiseptik.




c. Antibiotik
Antibiotik adalah segolongan senyawa baik alami maupun sintetik yang mempunyai
efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme hidup,
khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri.

Penggunaan antibiotik khususnya berkaitan dengan pengobatan penyakit infeksi,
meskipun dalam bioteknologi dan rekayasa genetika juga digunakan sebagai alat
seleksi terhadap mutan atau transforman. Antibiotik bekerja seperti pestisida dengan
menekan atau memutus satu mata rantai metabolisme, hanya saja targetnya adalah
bakteri. Contoh antibiotik yang sering diresepkan dokter antara lain amoxicillin,
ciprofloxacin, dan cefadroxil.

II. Jenis
a. Desinfektan
1. Klorin
Senyawa klorin yang paling aktif adalah asam hipoklorit.

Mekanisme kerjanya
adalah menghambat oksidasi glukosa dalam sel mikroorganisme dengan cara
menghambat enzim-enzim yang terlibat dalam metabolisme karbohidrat.
Kelebihan dari disinfektan ini adalah mudah digunakan, dan jenis
mikroorganisme yang dapat dibunuh dengan senyawa ini juga cukup luas.
Kelemahan dari disinfektan berbahan dasar klorin adalah dapat
menyebabkan korosi pada pH rendah (suasana asam), meskipun sebenarnya pH
rendah diperlukan untuk mencapai efektivitas optimum disinfektan ini.

Klorin
juga cepat terinaktivasi jika terpapar senyawa organik tertentu.
2. Iodin
Iodin merupakan disinfektan yang efektif untuk proses desinfeksi air dalam skala
kecil.

Dua tetes iodine 2% dalam larutan etanol cukup untuk mendesinfeksi 1 liter
air jernih.

Salah satu senyawa iodine yang sering digunakan sebagai disinfektan
adalah iodofor.

Sifatnya stabil, memiliki waktu simpan yang cukup panjang, aktif
mematikan hampir semua sel bakteri, namun tidak aktif mematikan spora,
nonkorosif, dan mudah terdispersi.

Kelemahan iodofor diantaranya aktivitasnya
tergolong lambat pada pH 7 (netral) dan lebih dan mahal. Iodofor tidak dapat
digunakan pada suhu lebih tinggi dari 49 C.
3. Alkohol
Alkohol disinfektan yang banyak dipakai untuk peralatan medis,
contohnya termometer oral. Umumnya digunakan etil alkohol dan isopropil
alcohol dengan konsentrasi 60-90%, tidak bersifat korosif terhadap logam, cepat
menguap, dan dapat merusak bahan yang terbuat dari karet atau plastik.

4. Amonium Kuartener
Amonium kuartener merupakan garam ammonium dengan substitusi gugus
alkil pada beberapa atau keseluruhan atom H dari ion NH
4
+
nya. Umumnya yang
digunakan adalah en:cetyl trimetil ammonium bromide (CTAB) atau lauril dimetil
benzyl klorida. Senyawa ini mudah berpenetrasi, sehingga cocok diaplikasikan
pada permukaan berpori, sifatnya stabil, tidak korosif, memiliki umur simpan
panjang, mudah terdispersi, dan menghilangkan bau tidak sedap. Kelemahan dari
senyawa ini adalah aktivitas disinfeksi lambat, mahal, dan menghasilkan residu.
5. Formaldehida
Formaldehida atau dikenal juga sebagai formalin, dengan konsentasi efektif
sekitar 8% Formaldehida merupakan desinfektan yang bersifat karsinogenik pada
konsentrasi tinggi namun tidak korosif terhadap metal, dapat menyebabkan iritasi
pada mata, kulit, dan pernapasan. Senyawa ini memiliki daya inaktivasi mikroba
dengan spektrum luas. Formaldehida juga dapat terinaktivasi oleh senyawa
organik.
6. Kalium permanganat
Kalium permanganat merupakan zat oksidan kuat namun tidak tepat untuk
disinfeksi air. Penggunaan senyawa ini dapat menimbulkan perubahan rasa,
warna, dan bau pada air. Meskipun begitu, senyawa ini cukup efektif terhadap
bakteri Vibrio cholerae.
7. Fenol
Fenol merupakan bahan antibakteri yang cukup kuat dalam konsentrasi 1-2%
dalam air, umumnya dikenal dengan lisol dan kreolin. Fenol dapat diperoleh
melalui distilasi produk minyak bumi tertentu. Fenol bersifat toksik, stabil, tahan
lama, berbau tidak sedap, dan dapat menyebabkan iritasi, Mekanisme kerja
senyawa ini adalah dengan penghancuran dinding sel dan presipitasi
(pengendapan) protein sel dari mikroorganisme sehingga terjadi koagulasi dan
kegagalan fungsi pada mikroorganisme tersebut.

b. Antiseptik
1. Hidrogen peroksida
Hidrogen peroksida (H
2
O
2
) adalah agen oksidasi, merupakan antiseptik kuat namun
tidak mengiritasi jaringan hidup.

Senyawa ini dapat diaplikasikan sebagai antiseptik
pada membran mukosa.

Kelemahan dari zat ini adalah harus selalu dijaga kondisinya
karena zat ini mudah mengalami kerusakan ketika kehilangan oksigen.
2. Garam merkuri
Senyawa ini adalah antiseptik yang paling kuat. Merkuri klorida (HgCl) dapat
digunakan untuk mencuci tangan dengan perbandingan dalam air 1:1000.

Senyawa ini
dapat membunuh hampir semua jenis bakteri dalam beberapa menit. Kelemahan dari
senyawa ini adalah berkemungkinan besar mengiritasi jaringan karena daya kerja
antimikrobanya yang sangat kuat.
3. Asam Borat
Asam Borat merupakan antiseptik lemah, tidak mengiritasi jaringan.

Zat ini dapat
digunakan secara optimum saat dilarutkan dalam air dengan perbandingan 1:20.
4. Triclosan
Triclosan adalah antiseptik yang efektif dan populer, bisa ditemui dalam sabun, obat
kumur, deodoran, dan lain-lain.

Triclosan mempunyai daya antimikroba dengan
spektrum luas (dapat melawan berbagai macam bakteri) dan mempunyai sifat
toksisitas minim.

Mekanisme kerja triclosan adalah dengan menghambat
biosintesis lipid sehingga membran mikroba kehilangan kekuatan dan fungsinya.



5. Antibiotik
- Amoksisilin
Berasal dari kelas obat penisilin. Secara umum, antibiotik ini berspektrum luas, yakni
berfungsi untuk mengobati infeksi bakteri gram positif dan gram negatif. Tergantung
dari jenis bakterinya, amoksisilin banyak digunakan antara lain untuk terapi infeksi
saluran pernafasan bawah, infeksi telinga-hidung-tenggorokan, saluran kemih,
gonorrhea, peradangan lambung akibat infeksi bakteri. Infeksi kulit dan organ
pendukungnya, antraks, klamidia, dan penyakit Lyme.
- Ciprofloxacin
Berasal dari kelas obat fluoroquinolon. Juga merupakan antibiotik spektrum luas.
Penggunaanya biasanya ditujukan untuk mengatasi infeksi yang lebih serius.
Ciprofloxacin antara lain digunakan untuk infeksi organ dalam perut (intra abdomen),
infeksi tulang dan sendi, infeksi gonokokkus pada uretra dan leher rahim, infeksi
saluran nafas bawah, infeksi kulit dan organ pendukungnya, infeksi saluran kemih,
diare infeksius, dan pneumonia nosokomial (didapat saat perawatan di rumah sakit).
- Cefixime
Berasal dari kelas obat cephalosphorin, generasi ketiga. Juga merupakan antibiotik
spektrum luas. Beberapa kondisi dimana cefixime menjadi pilihan terapi antara lain
bronkitis akut, pemburukan pada bronkitis kronis, penyakit menular seksual,
gonorrhea tanpa komplikasi, peradangan pada tonsil dan faring, infeksi saluran kemih
tanpa komplikasi.
- Metronidazole
Memiliki sifat antibakteri juga antiprotozoa seperti amoeba dan trikomonas. Obat ini
efektif melawan infeksi bakteri anaerob obligat, seperti pada infeksi bakteri di daerah
vagina, infeksi menular seksual, infeksi panggul bagian dalam (pelvis), infeksi di
daerah usus besar dan rektum paska operasi, infeksi uretra non gonorrhea, maupun
infeksi jaringan lunak dalam tubuh lainnya.

Meskipun sama-sama memiliki spektrum terapi yang luas, namun pemilihan jenis
obat yang mana yang akan digunakan untuk suatu penyakit, masih perlu
mempertimbangkan faktor lain, seperti keadaan pasien, kerentanan jenis bakteri yang
menginfeksi terhadap antibiotik-antibiotik yang ada, ada tidaknya kontraindikasi pada
pasien, rekomendasi ahli, dsb.

Vous aimerez peut-être aussi