SEORANG muslimah saat ini banyak berinteraksi dengan laki-laki yang bukan muhrim
nya. Interaksi tersebut bisa terjadi di lingkungan kerja, oraganisasi dakwah, at
aupun di tempat kuliah. Atau tidak jarang juga aktivis wanita berorasi atau pida to di tempat umum dimana pendengarnya bukan hanya wanita. Lalu bagaimanakah hukumnya suara wanita yang terdengar oleh laki-laki. Apakah su ara wanita adalah aurat? Seorang wanita yang menghadap Amirul muminin Umar bin Khatab R.A ketika beliau he ndak membatasi mahar (maskawin) baginya, maka dibacakanlah oleh wanita itu firma n Allah SWT, Dan jika kamu ingin mengganti istrimu dengan istri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepadanya harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambi l kembali kepadanya barang sedikitpun (QS. An-Nisaa : 20) Seketika berkatalah Umar R.A, Benarlah wanita dan Umar keliru Andai suara wanita itu aurat, pastilah Amirul muminin Umar bin Khatab R.A mencega h wanita itu membaca sesuatu. Dahulu kala, Ummul Mukminin Aisyah RA, beliau dalam meriwayatkan hadist tidak me nuliskannya dalam bentuk tulisan, namun menyampaikannya langsung secara lisan ke pada para shahabat Rasulullah SAW. Bahkan, Rasulullah SAW sendiripun meluangkan satu hari khusus untuk mengajarkan secara langsung ilmu-ilmu agama Islam kepada para wanita muslimah saat itu, tanp a perantara istri-istri beliau. Beliau SAW secara langsung berdialog secara lisa n dengan para wanita yang ingin belajar kepada beliau SAW. Imam Nawawi dalam kitabnya `Raudhatu-t-Thalibin` menyatakan bahwa pada dasarnya suara wanita bukanlah aurat, akan tetapi hal tersebut bisa berubah hukumnya keti ka dalam keadaan ditakutkan adanya fitnah (sesuatu yang dapat mengganggu kekhusy u`an dalam beribadah). Adapun hadist yang berbunyi `shautul mar`ah aurah` (suara wanita adalah aurat) b ukanlah hadits shahih, sebagian berpendapat hadits ini dhaif (lemah) dan sebagia n yang lain bahkan mengatakannya sebagai hadits maudu` (palsu). Dalam surat Al-Ahzab ayat 32, Allah SWT berfirman, Hai isteri-isteri Nabi, kamu s ekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah ka mu `tunduk` dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada `penyakit da lam hatinya` dan ucapkanlah perkataan yang baik. Yang dimaksud dengan tunduk dalam berbicara disini ialah berbicara dengan sikap yang dapat menimbulkan keberanian orang untuk bertindak yang tidak baik terhadap mereka. Sedangkan yang dimaksud dengan dalam hati mereka ada penyakit ialah, or ang yang mempunyai niat berbuat tidak senonoh dengan wanita, seperti zina. Dengan demikin wanita muslim boleh saja berbicara dengan lawan jenisnya. Asalkan masih dalam batas-batas wajar. Dan suara seorang wanita bukanlah aurat taetapi bicara dengan lemah lembutlah yang dilarang. Waalahualam. [fha/islampos/rumahpiqi h/kisahdalambingkai]