Vous êtes sur la page 1sur 25

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

GANGGUAN PENCERNAAN: PAROTITIS






DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 3
M.Kholid Ikrimah S ( 12.1.14.1.017 )
Achmad Suhaili (12.1.14.1.003 )
Albertin Wonga ( 12.1.14.1.006)
Devi Zamila (12.1.14.1.039 )
Dony Irvansyah (12.1.14.1.040 )


PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURABAYA
2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat allah SWT atas rahmat dan bimbingannya
sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik.makalah ini merupakan panduan
bagi para mahasiswa dan guru yang kami sajikan secara praktis dan sistematik.serta di
rancang sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan pembahasan yang baik.
Makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan untuk itu,kami mohon kritik dan saran dari
pembaca.Atas saran dan bantuan dari semua pihak kami mengucapkan terima kasih.





Surabaya,22 september 2014



Penyusun








BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Parotitis merupakan penyakit infeksi yang pada 30-40 % kasusnya merupakan infeksi
asimptomatik. Infeksi ini disebabkan oleh virus RNA untai tunggal negative sense
berukuran 100-600 nm, dengan panjang 15000 nukleotida termasuk dalam
genus Rubulavirus subfamily Paramyxsovirinae danfamily Paramyxoviridae
(Sumarmo,2008).
Penyebaran virus terjadi dengan kontak langsung, percikan ludah, bahan mentah
mungkin dengan urin. Sekarang penyakit ini sering terjadi pada orang dewasa muda
sehingga menimbulkan epidemi secara umum. Pada umumnya parotitis epidemika
dianggap kurang menular jika dibanding dengan morbili atau varicela, karena banyak
infeksi parotitis epidemika cenderung tidak jelas secara klinis (Warta medika,2009).
Dalam perjalanannya parotitis epidemika dapat menimbulkan komplikasi walaupun
jarang terjadi. Komplikasi yang terjadi dapat berupa: Meningoencepalitis, artritis,
pancreatitis, miokarditis, ooporitis, orchitis, mastitis, dan ketulian.
Insidensi parototis epidemika dengan ketulian adalah 1 : 15.000. Meningitis yang
terjadi berupa Meningitis aseptik. Insidensi atau komplikasi dari parotitis
Meningoencephalitis sekitar 250/100.000 kasus. Sekitar 10% dari kasus ini penderitanya
berumur kurang dari 20 tahun. Angka rata-tata kematian akibat parotitis
Meningoencephalitis adalah 2%. Kelainan pada mata akibat komplikasi parotitis dapat
berupa neutitis opticus, dacryoadenitis, uveokeratitis, scleritis dan trombosis vena central
retina. Gangguan pendengaran akibat parotitis epidemika biasanya unilateral, namun
dapat pula bilateral. Gangguan ini seringkali bersifat permanen.

Parotitis yang tidak ditangani dengan tepat dan segera dapat menimbulkan berbagai
komplikasi serius yang akan menambah resiko terjadinya kematian. Maka disebabkan hal
tersebut, melalui makalah ini kami memberikan solusi dapat memberikan pengetahuan
dan tata cara pencegahan dari penyakit parotitis sehingga skala kejadian penyakit
tersebut dapat menurun dan bermanfaat pula bagi perawat yakni mampu melaksanakan
asuhan keperawatan atas pasien dengan Parotitis dengan tepat dan benar.


1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada penyakit parotitis ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin di capai adalah sebagai berikut :
1. Menjelaskan definisi parotitis
2. Menjelaskan etiologi parotitis
3. Menjelaskan patofisiologi parotitis
4. Menjelaskan manifestasi klinis parotitis
5. Menjelaskan komplikasi parotitis
6. Menjelaskan penatalaksanaan medis parotitis
7. Menjelaskan pemeriksaan diagnostic parotitis
8. MenjelaskanWOCparotitis



















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep dasar parotitis
a. Anatomi Kelenjar Saliva
Berdasarkan ukurannya kelenjar saliva terdiri dari 2 jenis, yaitu kelenjar saliva
mayor dan kelenjar saliva minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari kelenjar
parotis, kelenjar submandibularis, dan kelenjar sublingualis (Dawes, 2008; Roth
and Calmes, 1981).
Kelenjar parotis yang merupakan kelenjar saliva terbesar, terletak secara
bilateral di depan telinga, antara ramus mandibularis dan prosesus mastoideus
dengan bagian yang meluas ke muka di bawah lengkung zigomatik. Kelenjar
parotis terbungkus dalam selubung parotis (parotis shealth). Saluran parotis
melintas horizontal dari tepi kelenjar. Pada tepi anterior otot masseter, saluran
parotis berbelok ke arah medial, menembus otot buccinator, dan memasuki
rongga mulut di seberang gigi molar ke-2 permanen rahang atas (Leeson dkk.,
1990; Moore dan Agur, 1995).
Kelenjar submandibularis yang merupakan kelenjar saliva terbesar kedua
setelah parotis, terletak pada dasar mulut di bawah korpus mandibula. Saluran
submandibularis bermuara melalui satu sampai tiga lubang yang terdapat pada
satu papil kecil di samping frenulum lingualis. Muara ini dapat dengan mudah
terlihat, bahkan seringkali dapat terlihat saliva yang keluar (Rensburg, Moore dan
Agur, 1995).
Kelenjar sublingualis adalah kelenjar saliva mayor terkecil dan terletak paling
dalam. Masing-masing kelenjar berbentuk badam (almond shape), terletak pada
dasar mulut antara mandibula dan otot genioglossus. Masing-masing kelenjar
sublingualis sebelah kiri dan kanan bersatu untuk membentuk massa kelenjar
yang berbentuk ladam kuda di sekitar frenulum lingualis (Moore dan Agur,
1995).
Kelenjar saliva minor terdiri dari kelenjar lingualis, kelenjar bukalis, kelenjar
labialis, kelenjar palatinal, dan kelenjar glossopalatinal. Kelenjar lingualis
terdapat bilateral dan terbagi menjadi beberapa kelompok. Kelenjar lingualis
anterior berada di permukaan inferior dari lidah, dekat dengan ujungnya, dan
terbagi menjadi kelenjar mukus anterior dan kelenjar campuran posterior.
Kelenjar lingualis posterior berhubungan dengan tonsil lidah dan margin lateral
dari lidah. Kelenjar ini bersifat murni mukus (Rensburg, 1995).
Kelenjar bukalis dan kelenjar labialis terletak pada pipi dan bibir. Kelenjar ini
bersifat mukus dan serus. Kelenjar palatinal bersifat murni mukus, terletak pada
palatum lunak dan uvula serta regio posterolateral dari palatum keras. Kelenjar
glossopalatinal memiliki sifat sekresi yang sama dengan kelenjar palatinal, yaitu
murni mukus dan terletak di lipatan glossopalatinal (Rensburg, 1995)

b. Definisi Parotitis
Penyakit Gondongan (Mumps atau Parotitis) adalah suatu penyakit menular
dimana sesorang terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang menyerang kelenjar
ludah (kelenjar parotis) di antara telinga dan rahang sehingga menyebabkan
pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi bagian bawah. Penyakit
gondongan tersebar di seluruh dunia dan dapat timbul secara endemik atau
epidemik, Gangguan ini cenderung menyerang anak-anak dibawah usia 15 tahun
(sekitar 85% kasus).(Warta Medika,2009)
Parotitis ialah penyakit virus akut yang biasanya menyerang kelenjar ludah
terutama kelenjar parotis (sekitar 60% kasus). Gejala khas yaitu pembesaran
kelenjar ludah terutama kelenjar parotis. Pada saluran kelenjar ludah terjadi
kelainan berupa pembengkakan sel epitel, pelebaran dan penyumbatan saluran.
Pada orang dewasa, infeksi ini bisa menyerang testis (buah zakar), sistem saraf
pusat, pankreas, prostat, payudara dan organ lainnya. Adapun mereka yang
beresiko besar untuk menderita atau tertular penyakit ini adalah mereka yang
menggunakan atau mengkonsumsi obat-obatan tertentu untuk menekan hormon
kelenjar tiroid dan mereka yang kekurangan zat Iodium dalam tubuh
(Sumarmo,2008)
Tidak semua orang yang terinfeksi mengalami keluhan, bahkan sekitar 30-
40% penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit (subclinical). Mereka dapat
menjadi sumber penularan seperti halnya penderita parotitis yang nampak sakit.
Masa tunas (masa inkubasi) parotitis sekitar 14-24 hari dengan rata-rata 17-18
hari.



c. Etiologi Parotitis
Agen penyebab parotitis epidemika adalah anggota dari kelompok
paramyxovirus, yang juga termasuk didalamnya virus parainfluenza, measles, dan
virus newcastle disease. Ukuran dari partikel paramyxovirus sebesar 90 300
m. Virus telah diisolasi dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin, otak dan
jaringan terinfeksi lain. Mumps merupakan virus RNA rantai tunggal
genusRubulavirus subfamily Paramyxovirinae dan family Paramyxoviridae.
Virus mumps mempunyai 2 glikoprotein yaitu hamaglutinin-neuramidase dan
perpaduan protein. Virus ini juga memiliki dua komponen yang sanggup
memfiksasi, yaitu : antigen S atau yang dapat larut (soluble) yang berasal dari
nukleokapsid dan antigen V yang berasal dari hemaglutinin permukaan.
Virus ini aktif dalam lingkungan yang kering tapi virus ini hanya dapat
bertahan selama 4 hari pada suhu ruangan. Paramyxovirus dapat hancur pada
suhu <4 C, oleh formalin, eter, serta pemaparan cahaya ultraviolet selama 30
detik. Virus masuk dalam tubuh melalui hidung atau mulut.Virus bereplikasi
pada mukosa saluran napas atas kemudian menyebar ke kalenjar limfa local dan
diikuti viremia umum setelah 12-25 hari (masa inkubasi) yang berlangsung
selama 3-5 hari. Selanjutnya lokasi yang dituju virus adalah kalenjar parotis,
ovarium, pancreas, tiroid, ginjal, jantung atau otak. Virus masuk ke system saraf
pusat melalui plexus choroideus lewat infeksi pada sel mononuclear. Masa
penyebaran virus ini adalah 2-3 minggu melalui dari ludah, cairan serebrospinal,
darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi lain. Virus dapat diisolasi dari saliva 6-7
hari sebelum onset penyakit dan 9 hari sesudah munculnya pembengkakan pada
kalenjar ludah. Penularan terjadi 24 jam sebelum pembengkakan kalenjar ludah
dan 3 hari setelah pembengkakan menghilang (Sumarmo,2008)

d. Klasifikasi Parotitis
a. Parotitis Kambuhan
Anak-anak mudah terkena parotitis kambuhan yang timbul pada usia
antara 1 bulan hingga akhir masa kanak-kanak.Kambuhan berarti sebelumnya
anak telah terinfeksi virus kemudian kambuh lagi.
b. Parotitis Akut
Parotitis akut ditandai dengan rasa sakit yang mendadak, kemerahan
dan pembengkakan pada daerah parotis. Dapat timbul sebagai akibat pasca-
bedah yang dilakukan pada penderita terbelakang mental dan penderita usia
lanjut, khususnya apabila penggunaan anestesi umum lama dan adanya
gangguan dehidrasi.

e. Manifestasi Klinis Parotitis
Tidak semua orang yang terinfeksi oleh virus Paramyxovirus mengalami
keluhan, bahkan sekitar 30-40% penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit
(subclinical). Namun demikian mereka sama dengan penderita lainnya yang
mengalami keluhan, yaitu dapat menjadi sumber penularan penyakit tersebut.
Masa tunas (masa inkubasi) penyakit Gondong sekitar 12-24 hari dengan rata-
rata 17-18 hari. Adapun tanda dan gejala yang timbul setelah terinfeksi dan
berkembangnya masa tunas dapat digambarkan sebagai berikut :
Pada tahap awal (1-2 hari) penderita Gondong mengalami gejala:
demam (suhu badan 38,5 40 derajat celcius), sakit kepala, nyeri otot,
kehilangan nafsu makan, nyeri rahang bagian belakang saat
mengunyah dan adakalanya disertai kaku rahang (sulit membuka
mulut).
Selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar di bawah telinga (parotis)
yang diawali dengan pembengkakan salah satu sisi kelenjar kemudian
kedua kelenjar mengalami pembengkakan.
Pembengkakan biasanya berlangsung sekitar 3 hari kemudian
berangsur mengempis.
Kadang terjadi pembengkakan pada kelenjar di bawah rahang
(submandibula) dan kelenjar di bawah lidah (sublingual). Pada pria
dewasa adalanya terjadi pembengkakan buah zakar (testis) karena
penyebaran melalui aliran darah.

f. Patofisiologi Parotitis
Pada umumnya penyebaran paramyxovirus sebagai agent penyebab parotitis
(terinfeksinya kelenjar parotis) antara lain akibat:
a. Percikan ludah
b. Kontak langsung dengan penderita parotitis lain
c. Muntahan
d. Urine
Virus tersebut masuk tubuh bisa melalui hidung atau mulut. Biasanya kelenjar
yang terkena adalah kelenjar parotis. Infeksi akut oleh virus mumps pada kelenjar
parotis dibuktikan dengan adanya kenaikan titer IgM dan IgG secara bermakna
dari serum akut dan serum konvalesens. Semakin banyak penumpukan virus di
dalam tubuh sehingga terjadi proliferasi di parotis/epitel traktus respiratorius
kemudian terjadi viremia (ikurnya virus ke dalam aliran darah) dan selanjutnya
virus berdiam di jaringan kelenjar/saraf yang kemudian akan menginfeksi
glandula parotid. Keadaan ini disebut parotitis.
Akibat terinfeksinya kelenjar parotis maka dalam 1-2 hari akan terjadi demam,
anoreksia, sakit kepala dan nyeri otot (Mansjoer, 2000). Kemudian dalam 3 hari
terjadilah pembengkakan kelenjar parotis yang mula-mula unilateral kemudian
bilateral, disertai nyeri rahang spontan dan sulit menelan. Pada manusia selama
fase akut, virus mumps dapat diisoler dari saliva, darah, air seni dan liquor. Pada
pankreas kadang-kadang terdapat degenerasi dan nekrosis jaringan.

g. Penatalaksanaan Parotitis
Parotitis merupakan penyakit yang bersifat self-limited (sembuh/hilang
sendiri) yang berlangsung kurang lebih dalam satu minggu. Tidak ada terapi
spesifik bagi infeksi virus Mumps oleh karena itu pengobatan parotitis
seluruhnya simptomatis dan suportif.
Pasien dengan parotitis harus ditangani dengan kompres hangat, sialagog
seperti tetesan lemon, dan pijatan parotis eksterna. Cairan intravena mungkin
diperlukan untuk mencegah dehidrasi karena terbatasnya asupan oral.
Jika respons suboptimal atau pasien sakit dan mengalami dehidrasi, maka
antibiotik intravena mungkin lebih sesuai.Berikut tata laksana yang sesuai dengan
kasus yang diderita:
1. Penderita rawat jalan
Penderita baru dapat dirawat jalan bila tidak ada komplikasi (keadaan
umum cukup baik).
a. Istirahat yang cukup, di berikan kompres.
b. Pemberian diet lunak dan cairan yang cukup
c. Kompres panas dingin bergantian
d. Medikamentosa

Analgetik-antipiretik bila perlu
a. metampiron : anak > 6 bulan 250 500 mg/hari maksimum 2 g/hari
b. parasetamol : 7,5 10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
c. hindari pemberian aspirin pada anak karena pemberian aspirin berisiko
menimbulkan Sindrom Reye yaitu sebuah penyakit langka namun
mematikan. Obat-obatan anak yang terdapat di apotik belum tentu bebas
dari aspirin. Aspirin seringkali disebut juga sebagai salicylate atau
acetylsalicylic acid.
2. Penderita rawat inap
Penderita dengan demam tinggi, keadaan umum lemah, nyeri kepala hebat,
gejala saraf perlu rawat inap diruang isolasi
a. Diet lunak, cair dan TKTP
b. Analgetik-antipiretik
c. Berikan kortikosteroid untuk mencegah komplikasi
3. Tatalaksana untuk komplikasi yang terjadi
a. Encephalitis
simptomatik untuk encephalitisnya. Lumbal pungsi berguna untuk
mengurangi sakit kepala.
b. Orkhitis
a. istrahat yang cukup
b. pemberian analgetik
c. sistemik kortikosteroid (hidrokortison, 10mg /kg/24 jam, peroral,
selama 2-4 hari
c. Pankreatitis dan ooporitis
Simptomatik saja

h. Pemeriksaan Diagnostik
a. Darah rutin
Tidak spesifik, gambarannya seperti infeksi virus lain, biasanya leukopenia
ringan yakni kadar leukosit dalam satu liter darah menurun. Normalnya
leukosit dalam darah adalah 4 x 10
9
/L darah .dengan limfositosis relatif,
namun komplikasi sering menimbulkan leukositosis polimorfonuklear tingkat
sedang.
b. Amilase serum
Biasanya ada kenaikan amilase serum, kenaikan cenderung dengan
pembengkakan parotis dan kemudian kembali normal dalam kurang lebih 2
minggu. Kadar amylase normal dalam darah adalah 0-137 U/L darah.
c. Pemeriksaan serologis
Ada tiga pemeriksaan serologis yang dapat dilakukan untuk menunjukan
adanya infeksi virus (Nelson, 2000), yaitu:
1. Hemaglutination inhibition (HI) test
Uji ini menerlukan dua spesimen serum, satu serum dengan onset cepat
dan serum yang satunya di ambil pada hari ketiga. Jika perbedaan titer
spesimen 4 kali selama infeksi akut, maka kemungkinannya parotitis.
2. Neutralization (NT) test
Dengan cara mencampur serum penderita dengan medium untuk biakan
fibroblas embrio anak ayam dan kemudian diuji apakah terjadi
hemadsorpsi. Pengenceran serum yang mencegah terjadinya hemadsorpsi
dinyatakan oleh titer antibodi parotitis epidemika. Uji netralisasi asam
serum adalah metode yang paling dapat dipercaya untuk menemukan
imunitas tetapi tidak praktis dan tidak mahal
3. Complement Fixation (CF) test
Tes fiksasi komplement dapat digunakan untuk menentukan jumlah
respon antibodi terhadap komponen antigen S dan V bagi diagnosa infeksi
parotitis epidemika akut. Antibodi terhadap antigen V mencapai titer
puncak dalam 1 bulan dan menetap selama 6 bulan berikutnya dan
kemudian menurun secara lambat 2 tahun sampai suatu jumlah yang
rendah dan tetap ada. Peningkatan 4 kali lipat dalam titer dengan analisis
standar apapun menunjukan infeksi yang baru terjadi. Antibodi terhadap
antigen S timbul cepat, sering mencapai maksimum dalam satu minggu
setelah timbul gejala, hilang dalam 6 sampai 12 minggu.
4. Pemeriksaan Virologi
Isolasi virus jarang sekali digunakan untuk diagnosis. Isolasi virus
dilakukan dengan biakan virus yang terdapat dalam saliva, urin, likuor
serebrospinal atau darah. Biakan dinyatakan positif jika terdapat
hemardsorpsi dalam biakan yang diberi cairan fosfat-NaCl dan tidak ada
pada biakan yang diberi serum hiperimun.

i. Pencegahan
Pencegahan terhadap parotitis epidemika dapat dilakukan secara imunisasi pasif
dan imunisasi aktif.
a. Pasif
Gamma globulin parotitis tidak efektif dalam mencegah parotitis atau
mengurangi komplikasi.
b. Aktif
Dilakukan dengan memberikan vaksinasi dengan virus parotitis epidemika
yang hidup tapi telah dirubah sifatnya (Mumpsvax-merck, sharp and dohme)
atau diberikan subkutan pada anak berumur 15 bulan (Ngastiyah, 2007).
Vaksin ini tidak menyebabkan panas atau reaksi lain dan tidak menyebabkan
ekskresi virus dan tidak menular. Menyebabkan imunitas yang lama dan
dapat diberikan bersama vaksin campak dan rubella (MMR yakni vaksin
Mumps, Morbili, Rubella). Pemberian vaksinasi dengan virus mumps,
sangat efektif dalam menimbulkan peningkatan bermakna dalam antibodi
mumps pada individu yang seronegatif sebelum vaksinasi dan telah
memberikan proteksi 15 sampai 95 %. Proteksi yang baik sekurang-
kurangnya selama 12 tahun dan tidak mengganggu vaksin terhadap morbili,
rubella, dan poliomielitis atau vaksinasi variola yang diberikan serentak.
Kontraindikasi: Bayi dibawah usia 1 tahun karena efek antibodi maternal
Individu dengan riwayat hipersensitivitas terhadap komponen vaksin;
demam akut; selama kehamilan; leukimia dan keganasan; limfoma; sedang
diberi obat-obat imunosupresif, alkilasi dan anti metabolit; sedang mendapat
radiasi.
Belum diketahui apakah vaksin akan mencegah infeksi bila diberikan setelah
pemaparan, tetapi tidak ada kontraindikasi bagi penggunaan vaksin Mumps
dalam situasi ini




j. Komplikasi klinis
Komplikasinya meliputi septicemia, osteomielitis mandibular, ekstensi fasial,
obstruksi jalan napas, mediastinitis, thrombosis vena jugulris interna, dan
disfungsi nervus fasialis. Gondongan telah dilaporkan menyebabkan
meningoensefalitis, pankretitis, orkitis, miokarditis, perikarditis, arthritis, dan
nefritis.
Hampir semua anak yang menderita gondongan akan pulih total tanpa
penyulit, tetapi kadang gejalanya kembali memburuk setelah sekitar 2 minggu.
Keadaan seperti ini dapat menimbulkan komplikasi, dimana virus dapat
menyerang organ selain kelenjar liur. Hal tersebut mungkin terjadi terutama jika
infeksi terjadi setelah masa pubertas.Dibawah ini komplikasi yang dapat terjadi
akibat penanganan atau pengobatan yang kurang dini menurut Nelson (2000) :
a. Meningoensepalitis
Penderita mula-mula menunjukan gejala nyeri kepala ringan, yang
kemudian disusul oleh muntah-muntah, gelisah dan suhu tubuh yang tinggi
(hiperpireksia). Komplikasi ini merupakan komplikasi yang sering pada
anak-anak.
b. Ketulian
Tuli saraf dapat terjadi unilateral, jarang bilateral walaupun insidensinya
rendah (1:15.000), parotitis adalah penyebab utama tuli saraf unilateral,
kehilangan pendengaran mungkin sementara atau permanen.
c. Orkitis
Peradangan pada salah satu atau kedua testis. Setelah sembuh, testis yang
terkena mungkin akan menciut. Jarang terjadi kerusakan testis yang
permanen Sehingga kemandulan dapat terjadi pada masa setelah puber
dengan gejala demam tinggi mendadak, menggigil mual, nyeri perut
bagian bawah, gejala sistemik, dan sakit pada testis. Testis paling sering
terinfeksi dengan atau tanpa epidedimitis. Bila testis terkena infeksi maka
terdapat perdarahan kecil. Orkitis biasanya menyertai parotitis dalam 8
hari setelah parotitis. Keadaan ini dapat berlangsung dalam 3 14 hari.
Testis yang terkena menjadi nyeri dan bengkak dan kulit sekitarnya
bengkak dan merah. Rata-rata lamanya 4 hari. Sekitar 30-40% testis yang
terkena menjadi atrofi. Gangguan fertilitas diperkirakan sekitar 13%.
Tetapi infertilitas absolut jarang terjadi.
d. Ensefalitis atau Meningitis
Peradangan otak atau selaput otak. Gejalanya berupa sakit kepala, kaku
kuduk, mengantuk, koma atau kejang. 5-10% penderita mengalami
meningitis dan kebanyakan akan sembuh total. 1 diantara 400-6.000
penderita yang mengalami ensefalitis cenderung mengalami kerusakan
otak atau saraf yang permanen, seperti ketulian atau kelumpuhan otot
wajah.
e. Ooforitis
Timbulnya nyeri dibagian pelvis ditemukan pada sekitar 7% pada
penderita wanita pasca pubertas
f. Pankreatitis
Peradangan pankreas, bisa terjadi pada akhir minggu pertama. Penderita
merasakan mual dan muntah disertai nyeri perut. Gejala ini akan
menghilang dalam waktu 1 minggu dan penderita akan sembuh total.
Nyeri perut sering ringan sampai sedang muncul tiba-tiba pada parotitis.
Biasanya gejala nyeri epigastrik disertai dengan pusing, mual, muntah,
demam tinggi, menggigil, lesu, merupakan tanda adanya pankreatitis
akibat mumps.
g. Nefritis
Kadang-kadang kelainan fungsi ginjal terjadi pada setiap penderita dan
viruria terdeteksi pada 75%. Frekuensi keterlibatan ginjal pada anak-anak
belum diketahui. Nefritis yang mematikan, terjadi 10-14 hari sesudah
parotitis. Nefritis ringan dapat terjadi namun jarang. Dapat sembuh
sempurna tanpa meninggalkan kelainan pada ginjal.
h. Tiroiditis
Walaupun tidak biasa, pembengkakan tiroid yang nyeri dan difus dapat
terjadi pada umur sekitar 1 minggu sesudah mulai parotitis dengan
perkembangan selanjutnya antibodi antitiroid pada penderita.
i. Miokarditis
Manifestasi jantung yang serius sangat jarang terjadi, tetapi infeksi ringan
miokardium mungkin lebih sering daripada yang diketahui. Miokarditis
ringan dapat terjadi dan muncul 510hari pada parotitis. Gambaran
elektrokardiografi dari miokarditis seperti depresi segmen S-T, flattening
atau inversi gelombang T. Dapat disetai dengan takikardi, pembesaran
jantung dan bising sistolik.
j. Artritis
Jarang ditemukan pada anak-anak. Atralgia yang disertai dengan
pembengkakan dan kemerahan sendi biasanya penyembuhannya
sempurna. Manifestasi lain yang jarang tapi menarik pada parotitis adalah
poliarteritis yang sering kali berpindah-pindah. Gejala sendi mulai 1-
2minggu setelah berkurangnya parotitis. Biasanya yang terkena adalah
sendi besar khususnya paha atau lutut. Penyakit ini berakhir 1-12 minggu
dan sembuh sempurna.
k. Kelainan pada mata
Komplikasi ini meliputi dakrioadenitis, pembengkakan yang nyeri,
biasanya bilateral, dari kelenjar lakrimalis; neuritis optik (papillitis)
dengan gejala-gejala bervariasi dari kehilangan penglihatan sampai
kekaburan ringan dengan penyembuhan dalam 1020 hari; uveokeratitis,
biasanya unilateral dengan fotofobia, keluar air mata, kehilangan
penglihatan cepat dan penyembuhan dalam 20 hari; skleritis, tenonitis,
dengan akibat eksoftalmus; trombosis vena sentral.











K.WOC






















Agen
invasive:mumps,virus
Masuk lewat hidung /
mulut:droplet,infeksi
Proliferasi di parotis
Parotitis
B3 (Brain)
Edema pada
parotitis ke
jaringan sekitar
Masuknya virus ke
saraf pusat
Infeksi sel
mononuclear
Plexus choroideus
PK: MENINGITIS
B5 (bowel)
viremia
Infeksi jaringan
sekitar
Pembengkakan
pada rahang
Suhu tubuh
meningkat
Gangguan nafsu
makan
Ketidakseimbangan
pemenuhan nutrisi
hipertermi

BAB III
KASUS DAN ASUHAN KEPERAWATAN

KASUS:
An.B jenis kelamin perempuan berusia 9 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan
demam, nyeri pada daerah bawah telinga dan pipi kiri, dan nyeri otot sejak seminggu yang
lalu. Sulit menelan dan kaku rahang. An.B juga mengatakan bahwa teman sebangkunya
menderita penyakit yang sama.
3.1 Pengkajian:
3.1.1 Identitas :
Nama : An. B
Umur : 9 tahun
Suku/Bangsa : Jawa / Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : Pelajar
Alamat : Surabaya
Penanggung jawab biaya : Ibu D
Alamat : Surabaya
3.1.2 Keluhan Utama:
bengkak, dan sulit menelan
3.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang:
An. B sejak seminggu lalu mengalami demam dan merasakan nyeri pada belakang telinga
dan pipi kiri. Beberapa hari kemudian timbul bengkak dan kemerahan di sekitar daerah nyeri
dan bengkak menyebar ke daerah pipi kanan. An. B menjadi sukar menelan dan nafsu makan
menurun. BB awal adalah 30kg, kemudian saat ini turun menjadi 28kg. Sudah 3 hari tidak
dapat mengikuti pelajaran di sekolah akibat penyakit ini.
3.1.4 Riwayat Penyakit Dahulu:
An.B sebelumnya tidak pernah dirawat di rumah sakit dengan gejala yang sama. Tidak punya
riwayat penyakit menular, dan tidak punya riwayat alergi. Belum pernah di imunisasi MMR
(Mumps, Morbili, Rubela)
3.1.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Semua anggota keluarga An.B dahulu sudah pernah mengalami gejala yang sama dengan
An.B. Kemungkinan tertular teman sebangku.
3.1.6 Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda Vital:
Suhu: 38 C
Nadi: 108 x/menit
RR: 20 x/menit
Tensi: -
Keadaran: Compos Mentis
B1 (breathing) : Normal
B2 (blood) : kelemahan fisik dan takikardi
B3 (brain) : An. B compos mentis, mengalami kecemasan dan terus
menerus gelisah akibat manifestasi klinis dari parotitis, sakit
kepala dan kaku leher
B4 (bladder) : normal
B5 (bowel) : porsi makan menurun
B6 (bone) : kelemahan otot, malaise
3.1.7 Pemeriksaan Penunjang
Pada An.B telah dilakukan pemeriksaan darah di dapatkan leucopenia, kadar leukosit < 4 x
10
9
/L darah. Dan di lakukan Pemeriksaan kadar amilase dalam serum, terbukti kadar amilase
naik >137 U/L darah.
3.2 Analisis Data
NO Data Etiologi Masalah Keperawatan
1` Data subjektif :
Sulit
menelan,bengkak,nafsu
makan menurun.
Data objektif :
-BB turun menjadi 28kg
dari BB semula yang 30kg.
Parotitis

Sulit menelan

Intake menurun

Nutrisi kurang dari
kebutuhan
Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh
2 Data subjektif :
Sulit tidur, tertutup dan
tidak mau membuka diri
karena ada pembengkakan
ada kalenjar parotis.
Data objektif : -


Parotitis


Pembengkakan pada kelenjar
parotid dan Sakit kepala

Nyeri

Gangguan rasa aman
dan nyaman


Perasaan tidak aman dan
nyaman
3 Data subjektif :
Nyeri kepala hebat,yang
kemudian disusul oleh
muntah-muntah, gelisah
dan suhu tubuh yang tinggi
Data objektif :
-adanya ST deresi
-suhu tubuh meningkat 38
c
-ditemukannya virus di
organ lain
Parotitis

Tidak tertangani


penyebaran virus ke organ
lain



resiko komplikasi
Resiko komplikasi
3.3 Diagnosa dan intervensi Keperawatan
1. Diagnosa : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mencerna nutrien adekuat akibat kondisi infeksi
Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang diharapkan
Kriteria hasil: Berat badan kembali ke rentang normal
No Intervensi Rasional
1 Berikan makan lembut sedikit demi sedikit dan
makanan kecil tambahan yang tepat.
Menghindari makanan asam
Makanan yang keras tidak
mampu dikunyah oleh pasien
parotitis. Makanan asam
menambah rasa tidak nyaman
pada pasien parotitis.
2 Berikan diet cair atau makanan
selang /hiperalimentasi bila diperlukan
Bila masukan kalori gagal untuk
memenuhi kebutuhan metabolic,
dukungan nutrisi dapat
digunakan untuk mencegah
malnutrisi
3 Berikan minum yang sedikit-sedikit tetapi
sering
Membasahi selaput lendir mulut
yang kurang basah karena jarang
digunakan
2.Diagnosa Keperawatan: Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan dengan
manifestasi klinis akibat parotitis dan pengaruh lingkungan
Tujuan: pasien dapat merasakan kembali rasa aman dan nyaman seiring dengan proses
penyembuhan
Kriteria Hasil: Pasien ikut serta dan bekrjasama dalam proses mengembalikan rasa aman
dan nyaman
No Intervensi Rasional
1. Istirahat selama periode demam Pada perode demam, metabolism
tubuh tinggi sehingga istirahat
dapat Mengurangi metabolism
tubuh dan mempercepat
kesembuhan klien
2. Kompres dingin pada daerah bengkak Karena terjadi infeksi, suhu di
sekitar lokasi pembengkakan
mengalami peningkatan Dengan
kompres dingin diharapkan suhu
dapat turun dan mengurangi
pembengkakan


3.Diagnosa keperawatan : Resiko komplikasi berhubungan dengan pembengkakan kelenjar
parotis
Tujuan : menghilangkan factor resiko komplikasi
Kriteria hasil : komplikasi tidak terjadi
No Intervensi Rasional
1 Mengurangi terjadinya komplikasi dengan
pemberian obat Spt: Kortikosteroid selama 2-4
hari dan globulin
Kortikosteroid dapat menekan
pertumbuhan mikroba dan
Globulin mencegah terjadinya
orkitis
2 Pantau jantung dengan pemasangan EKG Mencegah resiko terjadi
komplikasi ke otot jantung

3.4 Implementasi keperawatan
a. Memberikan makan lembut sedikit demi sedikit dan makanan kecil tambahan yang
tepat. Menghindari makanan asam
b. Memberikan diet cair atau makanan selang /hiperalimentasi bila diperlukan
c. Berikan minum yang sedikit- i yang
komprehensif meliputi lokasi, karektiristik, durasi,frekuensi, kualitas, intensitas atau
keparahan nyeri dan factor presipitasnya
d. Ajarkan anggota keluarga tentang mengetahui gelaja nyeri dan penanganannya, jika
Diperlukan
e. Menyaran pasien beristirahat selama periode demam
f. mengkompres dingin pada daerah bengkak
g. Mengurangi terjadinya komplikasi dengan pemberian obat Seperti: Kortikosteroid
selama 2-4 hari dan globulin
h. memantau jantung dengan pemasangan EKG


3.5 Evaluasi
a. Hasil yang diharapkan dalam asuhan keperawatan dengan klien anak parotitis adalah
b. Berat badan anak kembali pada ukuran normal
c. Kebutuhan nutrisi anak terpenuhi
d. Nyeri pada daerah parotis yang bengkak hilang
e. Pembengkakan pada daerah parotis hilang
f. Anak kembali merasakan rasa aman dan nyaman setelah proses penyembuhan
g. Tidak ada terjadi komplikasi penyakit lain

















BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Pembengkakan akut pada kelenjar saliva dapat berupa parotitis dan sialadenitis.
Penyakit parotitis yang lebih awam disebut gondongan (mumps) merupakan suatu
penyakit menular dimana seseorang terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang
menyerang kelenjar ludah (kelenjar parotis) di antara telinga dan rahang sehingga
menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi bagian bawah.
Gejala yang ditimbulkan berupa pembengkakan, rasa sakit, kemerahan, dan
kelembutan pada saluran kelenjar ludah, namun juga terjadi kelainan berupa pelebaran dan
penyumbatan saluran. Gangguan parotitis cenderung menyerang anak-anak dibawah usia
15 tahun (sekitar 85% kasus).
Dahulu keadaan ini sering terlihat pada pasien yang mendapat perawatan dari operasi
abdomen, tetapi sekarang khasus ini telah jarang terlihat, hanya kadang-kadang terlihat
pada parotitis kronis rekuren, tetapi tidak sesering yang diperkirakan.

4.2 Saran
Banyak komplikasi yang ditimbulkan oleh peradangan kelenjar saliva ini sehingga
harus sedini mungkin penanganan diawali dengan berbagai tes laboratorium, disusul pada
pemberian antibiotik, penambahan volume cairan dalam tubuh, hingga akhirnya diadakan
operasi.







DAFTAR PUSTAKA
Ngastiyah. 2007. Perawatan Pada Anak. Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC
Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Penerbit buku
Kedokteran EGC
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3.Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran: EGC
Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 2 Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapicus Penerbit FK UI
Soemarmo.2008.Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi 2.Jakarta:Penerbit IDAI

Vous aimerez peut-être aussi