Vous êtes sur la page 1sur 15

MAKALAH SOSIOLOGI ANTROPOLOGI GIZI

KEBIASAAN MAKAN MASYARAKAT DAERAH


JAWA BARAT

DISUSUN OLEH:

1. DIAN EKA KURNIA
2. GUSTI AYU PUTU DEWI
3. WIDIA SOBTA RAHMADAYANTIKA




JURUSAN GIZI NONREGULER
POLTEKKES KEMENKES TANJUNG KARANG
TAHUN PELAJARAN 2012/2013

KATA PENGANTAR

Segala Puji kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Kesehatan
Masyarakat ini dengan baik sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Kami ucapkan terimakasih kepada Dosen Mata Kuliah Sosiologi Antropologi Gizi
yang telah menyempatkan waktunya untuk mengajar kami pada Mata Kuliah ini. Pada
pembahasan kali ini, akan membahas Kebiasaan makan masyarakat daerah Jawa Barat
dengan literatur yang kami temukan dari berbagai media.
Dalam penyusunan tugas ini tentu jauh dari sempurna, oleh karena itu segala kritik
dan saran sangat kami harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan tugas ini di masa yang
akan mendatang. Semoga dengan diselesaikannya tugas ini, dapat membantu kelangsungan
kegiatan belajar mengajar di Poltekes Kemenkes RI Tanjung Karang umumnya, dan
dijurusan Gizi khususnya.



Bandar Lampung, Mei 2013
Kelompok 11








DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL ...................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Tujuan .......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kebiasaan Makan ......................................................................................... 3
2.1.1 Pantangan Pangan dan Tabu ............................................................ 4
2.1.2 Kepercayaan / Agama ...................................................................... 4
2.1.3 Adat Kebiasan .................................................................................. 7
2.1.4 Prefrensi ........................................................................................... 7
BAB III Penutup
3.1 Kesimpulan ................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA








BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki berbagai suku dan kebudayaan daerah yang beragam dan tersebar
terseluruh nusantara. Salah satu daerahnya adalah Jawa Barat. Jawa Barat adalah sebuah
provinsi di Indonesia. Ibu kotanya berada di Kota Bandung. Perkembangan Sejarah
menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di
wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk berdasarkan UU
No.11 Tahun 1950, tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat.
Sebagian besar penduduk Jawa Barat adalah Suku Sunda, yang bertutur menggunakan
Bahasa Sunda. Di Kabupaten Cirebon, Kota Cirebondan Kabupaten Kuningan dituturkan
bahasa Jawa dialek Cirebon, yang mirip dengan Bahasa Banyumasan dialek Brebes. Di
daerah perbatasan dengan DKI Jakarta seperti sebagian Kota Bekasi, Kecamatan Tarumajaya
dan Babelan (Kabupaten Bekasi) dan Kota Depok bagian utara dituturkan Bahasa Melayu
dialek Betawi. Jawa Barat merupakan wilayah berkarakteristik kontras dengan dua identitas;
masyarakat urban yang sebagian besar tinggal di wilayah JABOTABEK (sekitar Jakarta) dan
masyarakat tradisional yang hidup di pedesaan yang tersisa.
Berbagai kebiasaan makan mencerminkan tingkah laku suatu komunitas dalam daerah
tersebut. Kebiasaan makan masyarakat yang terkait dengan ketersediaan fisik dan budaya
dari pangan, seperti model rancangan Wenkam dalam Suharjo, 1989. dikatakan bahwa orang
tidak mungkin mengkonsumsi sesuatu bahan makanan, bila bahan makanan tersebut tidak
ditemui di daerah tersebut. Sementara pangan dapat dianggap enak, berbahaya, tidak disukai,
berharga, dan sebagainya karena nilai budaya.
Penentuan pola konsumsi makan memperhatikan nilai gizi makanan dan kecukupan zat
gizi yang dianjurkan. Hal tersebut dapat di tempuh dengan penyajian hidangan yang
bervariasi dan dikombinasi, ketersediaan pangan, macam serta jenis bahan makanan mutlak
diperlukan untuk mendukung usaha tersebut. Disamping itu jumlah bahan makanan yang
dikonsumsi juga menjamin tercukupinnya kebutuhan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh
(Supariasa, dkk, 2002).
Besar kecilnya konsumsi kalori atau energi selama masa pertumbuhan awal, yaitu
sewaktu sel-sel berbagai alat tubuh yang sedang giat-giatnya melakukan pembelahan, dapat
memengaruhi bahkan mengubah laju pembelahan sel tersebut, akibatnya suatu alat tubuh
dapat mempunyai sel-sel yang lebih sedikit atau lebih banyak dari pada yang diharapkan
terjadi secara normal (Winarno, 1987).

1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu:
1. Mengetahui kebiasaan makan masyarakat Jawa Barat.
2. Mengetahui pengaruh pantangan dan tabu dalam pembentukan kebiasaan makan
masyarakat Jawa Barat.
3. Mengetahui pengaruh kepercayaan/agama dalam pembentukan kebiasaan makan
masyarakat Jawa Barat.
4. Mengetahui pengaruh adat kebiasaan dalam pembentukan kebiasaan makan
masyarakat Jawa Barat.
5. Mengetahui pengaruh preferensi/selesra dalam pembentukan kebiasaan makan
masyarakat Jawa Barat.


















BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Kebiasaan makan
Kebiasaan makan keluarga/rumah tangga dipengaruhi oleh berbagai faktor yang
saling berkaitan dan berpengaruh terhadap individu dalam keluarga, misalnya dalam upaya
pengambilan keputusan dan tuntutan pemenuhan kebutuhan pangan. Dapat dikatakan bahwa
keluarga atau rumah tangga merupakan faktor utama dalam pembentukan pola perilaku
makan dan juga dalam pembinaan kesehatan keluarga, seperti digambarkan dalam model
perilaku konsumsi pangan (Pelto, 1980).
Sebagian besar masyarakat Jawa Barat yang merupakan orang sunda gemar
mengkomsunmsi lalapan. Lalap adalah daun-daun muda dan bagian tanaman lain seperti
buah, biji ataupun bunga yang dimakan bersama dengan makananan utama (nasi). Kebiasaan
memakan lalap bagi masyarakat Sunda sudah berlangsung turun - temurun dan masih
berlangsung sampai saat ini. Bahkan ada pepatah yang mengatakan bahwa orang Sunda tidak
akan pernah mati kelaparan jika dilepas di tengah hutan karena mereka bisa memakan semua
daun yang ada. Pepatah yang kadang digunakan sebagai bahan guyonan orang Jawa
tersebut sebenarnya mempunyai makna yang dalam.
Budaya makan lalap mucul sebagai suatu bentuk adaptasi masyarakat Sunda terhadap
alamnya yang kaya akan keanekaragaman hayati. Konsumsi lalap yang disajikan di rumah
tangga khususnya bagi keluarga yang tinggal di perkotaan juga tidak jauh berbeda. Bahkan
ada seorang ibu yang sudah cukup berumur yang tinggal di daerah Garut mengatakan bahwa
dulu ia mengkonsumsi segala macam daun di sekitar rumahnya untuk lalap. Tumbuhan yang
tumbuh liar di pinggir jalan pun dapat jadikan lalap. Bagi orang sunda lalapan tanpa sambel
merupakan menu yang wajib disajikan dalam makanana orang sunda seari-hari.
Selain lalapan, makanan yang tidak asing dikonsumsi bagi masyarakat jawa barat
adalah sayur asem. Sayur ini memiliki cita rasa yang khas dicampur dengan perpaduan
bumbu-bumbu seperti bawang merah dan juga cabai merah, serta jangan lupa memakai asem.
Sayur asem ini biasanya paling nikmat jika disajikan dengan ikan asin dan juga sambel pedas
atau sambel petai goreng. Selanjutnya yakni nasi timbel yang penyajiannya dengan lauk berupa
ayam atau ikan goreng, bersama tempe, tahu , ikan asin goreng, lalapan serta sambal. Pepes
juga tidak ketinggalan dalam makanan daerah Jawa Barat. Masakan ini dimasak dengan
mengunakan balutan daun pisang. Pepes yang sering dikonsumsi orang sunda yakni, pepes
tahu ,pepes oncom ataupun pepes ikan emas. Rasanya tambah wangi dengan dicampurkan
daun kemangi. Selain itu, masih banyak ragam jenis makananan lainya yang biasa ditemui
dalam rumah makan masyarakat sunda di Jawa Barat.

Sebagaimana lazimnya daerah-daerah lain yang mengenal tabu/pamali, di desa
Cireundeu juga mengenal adanya beberapa makanan yang mereka yakini akan memberikan
pengaruh negatif bagi yang melanggarnya.

2.1.1 Pantangan Pangan dan Tabu

Beberapa jenis makanan yang mereka tabukan dalam masyarakat Cirendeu yang berada
di Jawa Barat diantaranya adalah, Pisang ambon, nenas, ketimun, bawang, untuk seorang
gadis. Jenis makanan tersebut mereka yakini akan memberikan efek negatif seperti keputihan
dan bau keringat yang tajam. Makanan pedas, nenas, merupakan makanan tabu bagi ibu
hamil karena akan memberikan akibat seperti keguguran ataupun diare. Bagi ibu yang
menyusui dan anak balita biasanya ditabukan untuk mengkonsumsi makanan pedas dan ikan,
karena akan mengakibatkan diare pada bayinya, cacingan ataupun aroma asi yang menjadi
anyir.
Pisang emas menjadi makanan tabu bagi seluruh warga pada salah satu wilayah di Jawa
Barat yaitu Cireundeu karena pisang emas adalah symbol makanan leluhur yang tidak boleh
dikonsumsi. Sebagai rasa hormat masyarakat pada nenek moyang dan leluhurnya, pisang
emas selalu menyertai pada setiap upacara adat yang diselenggarakan oleh masyarakat
tersebut. Oleh karena itu pisang emas ditabukan karena dianggap tidak menghormati leluhur.
Berbeda dengan masyarkat Cirendeu, kebiasaan makan dalam masyarakat Sunda
terdapat beberapa makanan dan kebiasaan makan yang dianggap tabu antara lain:

1. Tidak boleh buang air kecil/ makan sambil berdiri.
2. Tidak boleh makan dengan menggunakan sendok dan garpu.
3. Jangan makan tebu = apabila suatu saat merantau maka akan mati di perantauan


2.1.2 Kepercayaan/agama
Salah satu daerah di Jawa Barat yang terkenal akan kepercayaan makannya adalah
Cirendeu. Cireundeu merupakan salah satu kampung adat yang masih ada di Jawa Barat
hingga kini. Kampung tersebut terletak di kota Cimahi, tidak jauh dari tempat pembuangan
akhir (TPA) sampah Leuwi Gajah yang beberapa tahun silam diguncang bencana longsor dan
menelan korban ratusan jiwa. Sebagaimana kampung adat lainnya di tatar sunda, masyarakat
kampung adat Cireundeu masih mempertahankan adat istiadat atau tradisi warisan leluhur
(karuhun). Kendati demikian, pengaruh budaya modern juga telah hadir dalam kehidupan
sehari-hari masyarakat Cireundeu, seperti halnya tempat tinggal mereka yang sebagian tidak
lagi bertipe tradisional melainkan permanen.
Karakteristik masyarakat adat Cireundeu yang agak berbeda dengan masyarakat
kebanyakan tidak dapat dilepaskan dari pengaruh ajaran Pangeran Madrais yang berakar dari
konsepsi agama Sunda Wiwitan, sebuah kepercayaan masyarakat Sunda pra-Islam.
Masyarakat Cireundeu mulai mengenal ajaran Pangeran Madrais sejak awal abad 20. Sejak
saat itu hingga kini, mayoritas penduduk kampung Cireundeu tetap teguh menjadikan agama
Sunda Wiwitan yang diajarkan Pangeran Madrais sebagai pedoman hidup.
Pangeran Madrais adalah salah satu keturunan Kesultanan Gebang Cirebon yang juga
menyebarkan ajarannya di daerah Cigugur, Kuningan. Ajaran Pangeran Madrais menitik
beratkan pada kebanggan akan identitas kebangsaan atau kesundaan yang sepatutnya dimiliki
oleh seluruh orang Sunda. Meski demikian, ajaran Madraisme tidaklah bersifat chauvinis,
melainkan menekankan toleransi dan kesediaan yang kuat dalam menerima perbedaan.
Penguatan identitas kesundaan dijadikan landasan agar masyarakat Sunda tidak kehilangan
jati dirinya ketika berhadapan dengan kebudayaan (termasuk kepercayaan atau agama)
asing yang ketika itu hadir melalui kolonialisme dan perdagangan.
Selain aspek kepercayaan, masyarakat adat Cireundeu juga masih mempertahankan
tradisi konsumsi nasi singkong yang diwariskan oleh leluhur mereka. Nasi yang terbuat dari
singkong adalah makanan pokok masyarakat adat Cireundeu sampai sekarang. Tradisi ini
telah terbukti menjadikan masyarakat Cireundeu mandiri dan tidak tergantung dengan beras
yang menjadi makanan pokok mayoritas rakyat Indonesia. Oleh karena itu, semua dinamika
yang terkait dengan beras seperti naiknya harga atau kelangkaan pasokan beras tidak terlalu
berpengaruh bagi kehidupan mereka.
Pola konsumsi nasi singkong terbentuk sebagai akibat adanya pengalaman sejarah masa
lalu dimana masyarakat sulit untuk mendapatkan beras karena ulah penjajah. Sejak itu tokoh
panutan masyarakat tersebut bersumpah tidak akan makan beras/nasi yang telah
menyengsarakan rakyat. Tokoh tersebut juga berharap semoga dengan makan nasi singkong
mereka menjadi lebih kuat, dan tetap eksis meskipun tidak mengkonsumsi beras/nasi.
Mereka dapat memanfaatkan sumber daya yang tersedia didaerahnya tanpa harus
bergantung dari daerah lain untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Sumber protein hewani
yang disukai cenderung berasal dari ternak darat. Hal ini sesuai dengan kondisi lingkungan
alam mereka yang berada diperbukitan jauh dari laut ataupun sungai, sehingga mereka lebih
mengenal hewan ternak dari pada ikan. Usaha mencukupi kebutuhan pangan ini mereka coba
dengan memelihara sendiri hewan ternak seperti Kambing. Ayam ataupun Itik yang mereka
pelihara di pekarangan mereka.
Pangan nabati sayuran, buah-buahan dan kacang-kacangan, biasanya mereka cukupi
dari hasil pertanian mereka sebagai warisan budaya leluhur yang kebanyakan bermata
pencaharian sebagai petani. Bertani bukanlah hal baru bagi masyarakat Cireundeu meskipun
usaha mereka sekedar untuk mencukupi kebutuhan sendiri.

2.1.3 Adat Kebiasaaan
Makan adalah satu perkara yang wajib dalam hidup, cara makan juga merupakan
satu budaya. Masing-masing bangsa memiliki budaya mereka tersendiri bagaimana cara
mereka makan. Contohnya orang Cina makan menggunakan sumpit, sedangkan orang Barat
terbiasa makan menggunakan sendok dan garpu. Setiap tindakan pasti ada tujuan, tentu ada
alasan yang rasional kenapa mereka makan dengan cara tersebut.
Masyarakat Indonesia yang berada di Jawa Barat khususnya orang sunda pada
umumnya gemar sekali melakukan setiap kegiatan bersama-sama.Salah satu kegiatan yang
paling digemari oleh orang-orang sunda adalah makan bersama atau botram dalam istilah
orang sunda.Botram atau makan bersama sendiri tidak hanya dilakukan ketika mereka
bersama keluarga mereka sendiri,tetapi mereka pun tidak segan untuk makan bersama-sama
dengan orang lain diluar keluarga mereka sendiri.Botram sendiri biasanya dilakukan ketika
ada acara bersama yang dihadiri seluruh anggota komunitas seperti rekreasi ataupun acara-
acara khusus seperti menyambut bulan ramadhan.
Dalam acara botram, semua anggota komunitas diharuskan membawa makanan
sendiri-sendiri karena tidak ada istilah tuan rumah dalam acara botram. Tujuan mengapa kita
diharuskan membawa makanan sendiri adalah karena ketika kita menggelar acara botram kita
akan saling bertukar makanan dengan anggota lainnya dan saling mencicipi makanan yang
kita bawa. Biasanya makanan yang akan kita bawa pada saat datang keacara botram ini
seperti nasi timbel lengakap dengan lauk pauknya atau bagi mereka penyuka makanan yang
berbau biasanya akan membawa semur jengkol atau sambal goreng petai dan jangan lupakan
alas yang kita gunakan adalah daun pisang. Selain makan bersama yang merupakan acara
utama dalam kegiatan botram, disini kita juga dapat berbagi pengalaman hidup,
bercengkrama dengan sesama anggota komunitas atau pun curhat satu sama lain, dengan
begitu kita dapat saling mengenal satu sama lain dan mempererat tali persaudaraan.
Filosifi dari kegiatan botram ini adalah bagaimana sebuah acara yang dibentuk
komunitas dapat menggambarkan sebuah kerukunan, kebersamaan dan wujud persaudaraan
yang nyata. Dimana setiap anggota dalam komunitas saling berbagi makanan yang mereka
bawa masing-masing. Tidak ada cerminan kemewahan yang dibawa dalam acara ini,
hanyalah kesederhanaan dan saling bertenggang rasa satu sama lain
Inti dari kegiatan makan bersama ini adalah kebersamaan dan saling berbagi,bagaimana
setiap individu dalam komunitas berinteraksi satu sama lain,saling berbagi makanan,cerita
dan lelucon.Dalam hubungannya dengan ilmu sosial, makan bersama atau botram ditinjau
dari perilaku sosial merupakan perilaku yang menggambarkan bahwa manusia merupakan
mahkluk sosial yang perlu berinteraksi satu sama lain.Dengan melakukan tradisi botram ini
setiap individu dalam komunitas dalam hal ini sunda dapat mengenal individu-individu
lainnya,sedangkan bila ditinjau dari kebiasaan sosial,makan bersama atau botram ini
merupakan kegiatan positif yang dapat mempererat tali persaudaraan diantara individu dalam
komunitas tersebut.
Dari pemaparan diatas dapat didapat kesimpulan,makan bersama atau botram dalam
tradisi komunitas sunda merupakan kegiatan yang bersifat positif karena dapat mempererat
tali persaudaraan antar anggota komunitas serta merupakan perilaku sosial yang baik karena
setiap anggota komunitas dapat mengenal anggota lainnya meski tidak terikat oleh ikatan
darah.
Selain kegiatan makan bersama orang Sunda, biasanya makan menggunakan tangan
kanan. Hal ini berasal dari salah satunya cerita klasik di masyarkat Sunda dahulu. Di
penghujung abad ke-19 ada seorang kerabat dari Raja Kedah yang menetap di Selangor yang
bernama Tengku Kudin. Pada suatu hari Tengku Kudin dijemput oleh British Resident untuk
menghadiri satu jamuan makan malam didalam rumah residen tersebut. Ketika semua tamu
jemputan telah berada ditempat untuk menyantap hidangan, tiba-tiba Tengku Kudin bangun
menuju ke arah keran air untuk membasuh tangannya. Tanpa menghiraukan orang lain yang
semuanya menggunakan sendok dan garpu, beliau dengan lahap menyuap makanan ke dalam
mulutnya menggunakan tangan!
Tingkah polah Tengku Kudin ini diperhatikan oleh seorang wanita Inggris yang
kebetulan duduk di sisinya. Merasa tertarik dengan perlakuan Tengku Kudin itu wanita
tersebut kemudian lantas bertanya : Kenapa anda makan dengan tangan? Bukankah
menggunakan sendok dan garpu itu lebih bersih dan lebih sopan?
Tengku Kudin menjawab dengan suara lantang sehingga tamu-tamu lain dapat
mendengarnya. Beliau menjawab, Saya makan dengan menggunakan tangan sekurang-
kurangnya ada tiga sebab. Pertama; Saya tahu tangan saya lebih bersih dari sendok dan garpu
sebab saya sendiri yang membasuhnya bukan orang lain. Sendok dan garpu itu dibasuh oleh
orang lain yang belum tentu cukup bersih. Kedua; Saya yakin tangan saya lebih bersih karena
tangan saya hanya saya seorang saja yang menggunakannya tidak pernah dipinjam pada
orang lain, sedangkan sendok dan garpu itu banyak orang berbeda-beda yang pernah
menggunakannya. Ketiga; Saya percaya tangan saya lebih bersih karena ia tidak pernah jatuh
dalam longkang!
Jawaban Tengku Kudin ini membuat semua orang yang mendengarnya tertohok. Kalau
sebelum itu diantara mereka ada yang tersenyum sinis melihat Tengku Kudin menyuap
makanan dengan tangannya tapi selepas itu masing-masing orang mengangguk, mungkin
karena mereka berpikir bahwa jawaban tersebut memang benar masuk akal.
Budaya makan dengan tangan adalah salah satu kesamaan yang tampak pada acara
makan-makan kopdar kemarin. Sehingga memunculkan impressi bahwa pangkat, derajat,
status sosial, kedudukan, dll. Semuanya tidak berlaku! Semua orang sama, meski banyak
perbedaan mencolok yang bercampur baur didalam persamaan. Itu semua tak lain adalah
untuk menegaskan bahwa perbedaan ada untuk mendatangkan keindahan melalui persamaan.
2.1.4 Preferensi
Prefrensi atau selera adalah sebuah konsep, yang digunakan pada ilmu sosial,
khususnya ekonomi. Ini mengasumsikan pilihan ralitas atau imajiner antara alternatif-
alternatif dan kemungkinan dari pemeringkatan alternatif tersebut, berdasarkan kesenangan,
kepuasan, gratifikasi, pemenuhan, kegunaan yang ada. Lebih luas lagi, bisa dilihat sebagai
sumber dari motivasi. Di ilmu kognitif, preferensi individual memungkinkan pemilihan
tujuan/goal. Konsumsi lebih dari barang biasa biasanya digolongkan (tetapi tidak selalu)
diasumsikan menjadi lebih tidak konsumtif.
Makan bukan hanya merupakan upaya manusia untuk mempertahankan diri agar
bisa hidup terus. Dengan makan, makhluk hidup apa pun, apalagi manusia, berusaha
memenuhi kebutuhannya akan gizi. Tanpa makan, apalagi juga tanpa minum, kehidupannya
tidak akan berlangsung lama.
Bahwa tradisi makan menunjukkan budaya masyarakatnya, tecermin dalam cara
makan orang yang egaliter. Tradisi makan masyarakat Sunda yang tinggal di daerah pedesaan
memperlihatkan budaya masyarakatnya yang egaliter. Bentuk rumah dan pembagian
ruangannya yang sederhana tidak membutuhkan peralatan rumah tangga yang dianggap tidak
perlu. Ruang tengah dijadikan ruang keluarga, sekaligus menjadi ruang makan. Ruang ini
sering kali tidak dilengkapi dengan meja makan. Mereka makan dengan cara lesehan di atas
sehelai tikar yang dihamparkan.
Menu utama biasanya ikan mas atau gurami yang diolah dengan berbagai bumbu,
dalam bentuk pepes, goreng, atau hasil olahan lainnya. Tambahan menu lainnya yang tidak
pernah ketinggalan, antara lain, goreng ikan asin jambal, goreng atau pepes ayam, oncom,
sayur asem, dan tentu saja lalap-lalapan. Jika di lingkungan etnis lain jenis lalap seperti
jengkol dan petai banyak dihindari, di lingkungan masyarakat Sunda justru sebaliknya.
Jengkol dan petai justru merupakan penambah selera makan.
Pasangan lalap biasanya disandingkan dengan sambal. Sejoli ini ada yang disebut
sambal terasi karena salah satu bahan yang digunakan terasi bakar. Ada pula yang disebut
sambal dadak karena dibuat mendadak. Dinamakan sambal hejo karena menggunakan cabai
hijau. Sambal goang yang banyak dikonsumsi petani di daerah pantai utara, terbuat dari cabe
rawit dan garam secukupnya.



















BAB III
PENUTUP


3.1 Kesimpulan

1. Nilai sosial pangan masyarakat dicerminkan dari pengakuan seluruh masyarakat
terhadap kebiasaan konsumsi lalapan dalam berbagai makanan.
2. Konsumsi lalapan dalam masyarakat Jawa Barat hanya merupakan simbol
identitas dan tidak menunjukkan status sosial dalam masyarakat.
3. Pembentukan kebiasaan makan masyarakat Jawa Barat dipengaruhi juga
pantangan pangan dan tabu, kepercayaan/agama, adat kebiasaan, preferensi yang
berbeda dari masing-masing individu.
4. Terbentuknya kebiasaan konsumsi nasi singkong pada masyarakat Cireundeu
dilatarbelakangi oleh kepercayaan atau keyakinan masyarakat dan hasil
penyesuaian masyarakat terhadap lingkungan untuk mengatasi masalah
kerawanan pangan.
5. Keberagaman budaya pada masing-masing daerah menimbulkan kebiasaan
makan tersediri dalam tiap aspeknya.













DAFTAR PUSTAKA


Anonim
1
.2008.Budaya Makan dengan Tangan di
http://gielardino.wordpress.com/2008/03/13/budaya-makan-dengan-tangan/ diakses
28 April 2013
Anonim
2
.2008.Orang Sunda Paling Suka Daun Muda di
http://nasional.kompas.com/read/2008/04/25/01154583/orang.sunda.paling.suka.daun.
muda diakses tanggal 27 April 2013
Anonim
3
.2009.Tabu dalam Kebudayaan Sunda di http://bpsnt-
bandung.blogspot.com/2009/07/tabu-dalam-kebudayaan-
sunda.html#.UYLTJKKLBvw diakses 29 April 2013
Anonim
4
. Budaya Botram atau Makan Bersama dalam Komunitas Sunda di
http://muhzah.wordpress.com/2012/10/25/budaya-botram-atau-makan-bersama-
dalam-komunitas-sunda/ diakses tanggal 29 April 2013
Anonim
5
.2012. Lalab Khas Sunda, Nasibmu Kini dan Di Masa Datang di
http://www.kasundaan.org/id/index.php?option=com_content&view=article&id=126:l
alabsunda&catid=60:kebon&Itemid=92 diakses 29 April 2012
Anonim
6
.2012. Makanan Favorit Orang Sunda di
http://sayhitohenny.blogdetik.com/2011/07/21/makanan-favorit-orang-sunda/ diakses
29 April 2013
Anonim
7
.2013.Cindereu Nasib Penganut Agama Sunda Wiwitan Tragis di
http://bacaanmualaf.wordpress.com/2013/01/06/cireundeu-nasib-penganut-agama-
sunda-wiwitan-tragis/ diakses tangal 28 April 2013
Anonim
8
.Preferensi di http://id.wikipedia.org/wiki/Preferensi diakses 29 April 2013
Supariasaa,dkk.2002.Penilaian Status Gizi.Jakarta:Buku
Winarno, FG. 1987.Gizi dan Makanan Bagi Bayi dan Anak. Jakarta:Sapihan

Vous aimerez peut-être aussi