ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia. Tujuan AFTA menjadikan kawasan ASEAN sebagai tempat produksi yang kompetitif sehingga produk ASEAN memiliki daya saing kuat di pasar global. menarik lebih banyak Foreign Direct Investment (FDI). meningkatkan perdagangan antar negara anggota ASEAN (intra-ASEAN Trade). Manfaat dan Tantangan AFTA bagi Indonesia Manfaat : Peluang pasar yang semakin besar dan luas bagi produk Indonesia, dengan penduduk sebesar 500 juta dan tingkat pendapatan masyarakat yang beragam; Biaya produksi yang semakin rendah dan pasti bagi pengusaha/produsen Indonesia yang sebelumnya membutuhkan barang modal dan bahan baku/penolong dari negara anggota ASEAN lainnya dan termasuk biaya pemasaran; Pilihan konsumen atas jenis/ragam produk yang tersedia di pasar domestik semakin banyak dengan tingkat harga dan mutu tertentu; Kerjasama dalam menjalankan bisnis semakin terbuka dengan beraliansi dengan pelaku bisnis di negara anggota ASEAN lainnya. Tantangan : Pengusaha/produsen Indonesia dituntut terus menerus dapat meningkatkan kemampuan dalam menjalankan bisnis secara profesional guna dapat memenangkan kompetisi dari produk yang berasal dari negara anggota ASEAN lainnya baik dalam memanfaatkan peluang pasar domestik maupun pasar negara anggota ASEAN lainnya. Penduduk Indonesia adalah ke- 4 terbesar didunia, oleh karena itu Negara Indonesia akan selalu menjadi sasaran empuk target pasar dari berbagai produk Negara-negara dunia. Pada saat ini, karena daya beli masyarakat kita lemah, maka aneka jenis produk yang datang, adalah berbagai produk kualitas rendah (kw) yang berasal dari China dengan harga sangat murah. Bahkan jaring pemasarannya sudah sampai pada pedagang kaki lima diseluruh Indonesia. Akibatnya, semua produksi sejenis yang ada didalam negeri menjadi hancur terbukti banyaknya berbagai pabrik berbahan plastik dan tekstil serta alat-alat pertukangan, mainan anak-anak gulung tikar. Ini semua adalah dampak dari berlakunya ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) sejak 2010. Belum terjadinya AFTA (Asean Free Trade Area) 2015, para produsen di Indonesia sudah tidak mampu bersaing di pasar dalam negerinya sendiri menghadapi barang- barang impor dari China. Negara- negara China, Jepang, India, Thailand, Singapore, Malaysia, Vietnam telah melakukan serangan produksinya ke Indonesia jauh sebelum AFTA 2015. Pemberlakukan perdagangan bebas di kawasan ASEAN 2015 (ASEAN Free Trade Area/AFTA) sama halnya menghapus batas-batas territorial negara. Arus perdagangan antar pelaku usaha di ASEAN tidak lagi disekat oleh proteksi negara, melainkan dilakukan berdasar perjanjian dagang antar perusahaan pelaku industry antar negara. Dengan kata lain, faktor untung-rugi perusahaan menjadi kunci penentu dalam perjanjian dagang di kawasan ASEAN. Sedang nilai-nilai kebangsaan dapat terancam tergusur karena tidak dianggap lagi sebagai faktor penting dalam proses perdagangan. Pertanyaannya, mungkinkah nasionalisme Indonesia akan semakin tergusur setelah pemberlakukan AFTA 2015? Secara logis, globalisasi (termasuk AFTA 2015) sebenarnya dapat memberikan dampak positif bagi Indonesia. Setidaknya ada tiga nilai positif dari globalisasi bagi pembangunan nasionalisme, yakni; Dari sisi pengelolaan negara, pemerintahan dapat dijalankan secara terbuka dan demokratis. Jika pemerintahan djalankan secara jujur dan bersih tentunya akan mendapat tanggapan positif dari rakyat dan itu dapat memperkuat rasa nasionalisme. Dari sisi ekonomi, terbukanya pasar internasional (termasuk AFTA 2015) dapat memperluas jangkauan pemasaran para pelaku industry di Indonesia. Jika mampu menguasai pasar internasional, maka hal itu akan meningkatkan kesempatan kerja dalam negeri maupun meningkatkan devisa negara yang dampaknya dapat memperkuat nasionalisme. Dari sisi budaya, ketatnya iklim persaingan bebas di dunia internasional dapat mendorong masyarakat beradaptasi dengan kehidupan yang beretos kerja tinggi (lebih disiplin). Mau tak mau, masyarakat harus memperkuat kualitas diri untuk menghadapi ketatnya persaingan agar tak ketinggalan dengan bangsa lain. Pada akhirnya, hal ini dapat memajukan bangsa dan akan mempertebal rasa nasionalisme. Namun, globalisasi (termasuk AFTA 2015) juga dapat memberikan dampak negatif terhadap Indonesia. Salah satu dampak negatif dari globalisasi itu adalah dapat mengikis nasionalisme. Gejala merosotnya nasionalisme itu sudah mulai tampak di Indonesia sejak lama. Dari sisi cultural, ada gejala hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri karena Indonesia dibanjiri barang impor. Generasi muda mulai banyak yang lupa akan identitas bangsa Indonesia sendiri tapi cenderung larut dalam gaya hidup liberal yang kebarat-baratan. Lalu bagaimana dengan Indonesia dalam menghadapi AFTA nanti? Ada banyak faktor yang harus diperhatikan untuk menjawab pertanyaan itu. Misalnya melihat faktor daya saing, iklim usaha, kualitas sumberdaya manusia (SDM), dan indikator makro lainnya. Namun yang pasti, dengan AFTA Indonesia juga mempunyai kesempatan yang sama dalam memposisikan diri sebagai pemasar maupun sebagai pasar. Siap tidak siap Indonesia sudah menyetujui diberlakukannya AFTA, maka hal terpenting adalah bagaimana kedepannya Indonesia mampu bersaing dengan negara-negara lain dan mampu memposisikan diri sebagai pemasar, bukan hanya sebagai pasar produk laur negeri. Lalu apa yang perlu kita lakukan? Ada beberapa langkah strategi yang dapat dilakukan oleh Indonesia untuk dapat memenangkan persaingan dalam menghadapi AFTA kedepan nanti. Usaha ini harus dilakukan secara simultan dan berkelanjutan. Pertama,Meningkat kan Kualitas Sumber Daya Manusia. Upaya pengembangan sumberdaya manusia bagi Indonesia sangat penting artinya. Menurut Mulyani dan Ninasapti (1995) secara umum sumberdaya manusia Indonesia mendapat tantangan dari dua sumber, yaitu (1) tantangan dari dalam negeri berupa transformasi perkembangan ekonomi yang telah mengubah perekonomian dari agraris menuju industri, sehingga masalah yang muncul adalah perpindahan sumber daya manusia (SDM) dari sektor pertanian ke sektor industry; (2) tantangan dari luar berupa integrasi ekonomi sehingga mobilitas sumber daya manusia atau tenaga kerja akan semakin meningkat. Inilah yang menimbulkan masalah karena tenaga kerja dari negara lain yang masuk akan menggeser tenaga kerja domestik jika tenaga kerja domestik tak mampu bersaing. Pengembangan sumber daya manusia dapat ditempuh melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan adalah faktor penting yang memungkinkan setiap orang untuk dapat berpartisipasi dan memperoleh manfaat dari integrasi ekonomi. Tenaga kerja yang sehat dan cerdas tentunya akan meningkat pula produktivitas kerjanya. Di sini ada keterkaitan antar pendidikan dan kesehatan dalam pengembangan sumber daya manusia. Kedua, Membentuk Jaringan Usaha. Jaringan usaha merupakan suatu bentuk organisasi ekonomi untuk mengatur koordinasi serta mewujudkan kerjasama antar unsur dalam organisasi. Untuk menghadapi AFTA membuat jaringan usaha merupakan antisipasinya. Agar pembentukannya lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan perlu dipikirkan secara serius dengan dimulai dari satu kerjasama awal yang kuat. Kerjasama tersebut dapat melibatkan banyak bidang usaha tetapi dapat pula hanya satu bidang usaha, atau bahkan dengan pihak luar negeri. Ketiga, Menyiapkan Perangkat Kelembagaan. Menurut Boediono (2001) perangkat kelembagaan merupakan institusi-institusi non pasar yang berfungsi sebagai penyangga mekanisme pasar, artinya dapat memperlancar bekerjanya mekanisme pasar. Dalam mekanisme pasar yang baik maka harus dipenuhi beberapa syaratnya, misal ketertiban dan keamanan, perlindungan dan kepastian hukum, standar minimal tentang praktek pengelolaan dunia usaha maupun pemerintah, kestabilan mata uang, lembaga keuangan yang sehat, struktur pasar yang kompetitif, dan birokrasi yang sehat. Untuk dapat memenuhi syarat- syarat tersebut, maka yang punya inisiatif adalah pemerintah sebagai penyelenggara negara. Dengan kata lain pemerintah harus benar-benar menjalankan kewajibannya dengan baik dan bijaksana. Keempat, Memperkuat Pasar Domestik Melalui Pemberdayaan UKM. Dengan pasar domestik yang kuat maka Indonesia tidak tergantung pada pasar luar negeri. Hal ini dapat dilakukan melalui pemberdayaan UKM yang jumlahnya seperti dirilis Menteri Koperasi dan UKM tahun lalu mencapai 55,2 Juta unit usaha (antaranews.com, 2013). Keberpihakan terhadap UKM merupakan keharusan baik secara ekonomi maupun politik. Keberhasilan dalam mengangkat kemampuan kewirausahaan dan UKM akan dapat menghasilkan berbagai manfaat, selain penguatan pasar juga akan meningkatkan daya saing, penciptaan lapangan kerja baru, dan menurunkan tingkat kemiskinan. Dengan demikian, meskipun banyak kalangan yang mengatakan bahwa Indonesia kurang siap dalam menghadapi AFTA, tetapi kita sudah menandatangani kesepakatan itu. Dan meskipun kondisi perekonomian makro Indonesia (mungkin) belum sepenuhnya mendukung Indonesia dalam memasuki AFTA, namun Indonesia harus tetap konsekwen dengan perjanjian yang telah disepakati. Agar mampu bersaing, maka Indonesia harus segera melakukan beberapa strategi tersebut secara simultan dan berkesinambungan. Dan yang terpenting adalah menggerakkan peran aktif masyarakat sehinga bisa menghadapi tantangan maupun memanfaatkan peluang adanya AFTA.