Vous êtes sur la page 1sur 87

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Pada dasarnya virus berbeda dengan agen penyebab infeksi yang lain dalam hal
struktur dan biologi virus.Virus merupakan partikel non selular yang tersusun atas
materi genetik dan protein yang dapat menginvasi sel hidup. Virus juga
merupakan elemen genetik yang mengandung salah satu DNA atau RNA yang
dapat berada dalam dua kondisi yang berbeda, yaitu secara intraseluler dan
ekstrseluler. Walaupun demikian, ada kekeurangan sistem sintesis yang
diperlukan untuk memproses informasi ini ke dalam materi virus baru. Replikasi
pada virus terjadi setelah virus menginfeksi hospes yang kemudian
mengendalikan sel hospes untuk mengendalikan sel hospes untuk melakukan
transkripsi dan atau translasi informasi genetik demi kelangsungan hidup virus.
Dalam keadaan ekstraseluler, virus merupakan partikel mikroskopis yang terdiri
dari asam nukleat yang dikelilingi oleh protein dan pada beberapa virus dikelilingi
oleh komponen makromolekuler. Dalam kondisi ekstraseluler ini, partikel virus
yang juga dikenal dengan nama virion. Virion tidak melakukan aktivitas biosinteis
atau respirasi.
Sehingga virus dapat menginfeksi setiap bentuk kehidupan sehingga sering
menyebabkan penyakit yang diantara nya dapat berakibat cukup serius. Beberapa
virus dapat memasukkan informasi genetiknya ke dealam genom manusia
kemudian menyebabkan kanker. Target kemoterapi pada virus sangat sulit
untungnya dapat dikontrol dengan pemberian vaksin.
1.2 Tujuan
1. Mahasiswa dapat memahami mengenai teori dan konsep dari virologi
2. Mahasiswa dapat memahami mengenai teori dan konsep dari helmintologi





2

BAB II
TEORI DAN KONSEP

A. VIROLOGI
2.1 Definisi dan Sejarah Virus
Virus berasal dari bahasa latin virion yang berarti racun, yang pertama kali
digunakan di Inggris tahun 1392. Virus merupakan agen yang menyebabkan
infeksi penyakit pertama kali diungkapkan tahun 1728. Pengertian ini
dikemukakan sebelum ditemukannya virus sendiri oleh Dimitry Iwanovsky pada
tahun 1892.
Virus merupakan partikel non selular yang tersusun atas materi genetik dan
protein yang dapat menginvasi sel hidup. Virus juga merupakan elemen genetik
yang mengandung salah satu DNA atau RNA yang dapat berada dalam dua
kondisi yang berbeda, yaitu secara intraseluler dan ekstrseluler. Dalam keadaan
ekstraseluler, virus merupakan partikel mikroskopis yang terdiri dari asam nukleat
yang dikelilingi oleh protein dan pada beberapa virus dikelilingi oleh komponen
makromolekuler. Dalam kondisi ekstraseluler ini, partikel virus yang juga dikenal
dengan nama virion. Virion tidak melakukan aktivitas biosinteis atau respirasi.
2.2 Morfologi Virus
1. Virus berukuran aseluler (tidak mempunyai sel)
2. Virus berukuran jauh lebih kecil daripada bakteri
3. Virus hanya memiliki salah satu macam asam nukleat (RNA atau DNA)
4. Virus umumnya berupa semacam hablur (kristal) dan bentuknya sangat
bervariasi
5. Tubuh virus terdiri atas kepala, kulit (selubung atau kapsid), isi tubuh, dan
serabut ekor
Dapat dijelaskan pada gambar berikut :



Berdasarkan gambar tampak anatomi pada virus yaitu :
3

1. Kepala
Kepala virus berisi DNA dan bagian luarnya diselubungi kapsid
2. Kapsid
Kapsid adalah selubung yang berupa protein. Kapsid terdiri atas bagian-
bagian yang disebut kapsomer. Kapsid juga dapat terdiri atas protein-protein
monomer identic yang masing-masing terdiri dari rantai polipeptida
3. Isi tubuh
Isi tubuh yang disebut viorin adalah bahan genetic yakni asam nukleat (DNA
atau RNA), contohnya sebagai berikut:
Virus yang isi tubuhnya RNA dan bentuknya menyerupai kubus antara
lain virus radang mulut
Virus yang isi tubuhnya RNA, protein, lipida, polisakarida, contohnya
paramixovirus
Virus yang isi tubuhnya terdiri atas RNA, protein, dan banyak lipida,
contohnya virus cacar
4. Ekor
Ekor virus merupakan alat penancap ke tubuh organisme yang diserangkan.
Ekor virus terdiri atas tabung bersumbat yang dilengkapi benang atau serabut.
Pada virus dijumpai asam nukleat yang diselubungi kapsid disebut
nukleokapsid.
Secara umum ada 4 bentuk partikel virus utama yaitu :
1. Helical
Struktur heliks pada virus mosaic tembakau RNA virus bergulung berbentuk
garis sekerup/spiral solenoid yang disebabkan pengulangan sub-unit protein.
Kapsid terdiri atas satu jenis capsomer berbadan tegap di sekitar suatu poros pusat
untuk membentuk suatu struktur seperti bentuk sekerup yang mungkin punya
suatu rongga pusat.
2. Icosahedral
Kebanyakan virus binatang adalah icosahedral atau-near spherical dengan
icosahedral simetri. Suatu bidang jumlah dua puluh reguler adalah jumlah
maksimum suatu kelopak tertutup dari sub-unit tersebut. Jumlah minimum
capsomers yang diperlukan adalah duabelas, masing-masing terdiri atas lima sub-
4

unit serupa. Banyak virus, seperti rotavirus, mempunyai lebih dari duabelas
capsomers dan nampak berbentuk bola tetapi mereka mempertahankan simetri ini.
Capsomers di apices dikelilingi oleh lima capsomers lain dan disebut pentons.
Capsomers pada atas muka yang bersegi tiga adalah mengepung dengan enam
capsomers yang lain dan hanya disebut hexons. Contohnya adenovirus.
3. Enveloped
Beberapa jenis amplop virus, terdapat di dalam suatu selaput sel, yaitu selaput
eksternal yang melingkupi suatu sel hospes yang terkena infeksi/tersebar, atau
selaput internal seperti selaput nuklir atau reticulum endoplasma, begitu
mendapatkan lipid, maka virus akan membentuk bilayer yang dikenal dengan
sebutan amplop. Selaput ini adalah protein yang membawa kode genetic dari
genom hospes ke genom virus
4. Complex
Struktur khas dari suatu bacteriophage virus ini memiliki suatu kapsid yang
tidak berbentuk seperti bentuk sekerup, walaupun semata-mata serupa dengan
icosahedral, dan memiliki struktur ekstra seperti jas berekor protein atau suatu
dinding sebelah luar yang kompleks. Beberapa bacteriophages mempunyai suatu
dinding sebelah luar yang kompleks. Beberapa bacteriophages mempunyai
struktur kompleks terdiri darisuatu icosahedral di depan dan diikuti suatu ekor
seperti bentuk sekerup yang memiliki suatu pelat dasar bersudut enam dengan
serat ekor protein yang menonjol.
Ukuran dan bentuk virus meliputi :
Ukuran 25 300 nm (1 nano = 10-9 m)
Virus terkecil = Virus Polio
Virus berukuran besar = Virus penyerang bakteri
Virus terpanjang = TMV
Bentuk virus bulat HIV, flu
Bentuk Oval Rabies
Batang TMV (mozaik pada tembakau)
Bentuk Polihidris Adenovirus (demam)
T Virus penyerang bakteri (Bakteriophage)
Satuan Ukuran Virus meliputi
5

1. Dalam satuan massa adalah Dalton
1 Dalton = 1,67 x 10-24 g untuk menyatakan BM asam nuklea.
Contoh : Picornavirus BM = 2 x 106 Dalton, Poxvirus BM = 2 x 108 Dalton
Untuk menentukan BM asam nukleat dilakukan pemisahan asam nukleat dari
virion dengan penambahan fenol, sodium deoksikholat, enzim proteolitik.
2. Dalam satuan panjang milimikron (m) atau nanometer (nm) = 10-6 mm
Contoh : Rhabdovirus pj = 130 380 nm lb = 60 95 nm pj taji amplop = 5 10
nm
2.3 Host
David Quemann dalam bukunya Spillover menyebutkan bahwa terdapat tiga
kejadian utama sehingga penyakit viral dapat menginfeksi manusia. Umumnya
virus penyebab penyakit tidak akan menginfeksi manusia. Virus-virus ini
memiliki organisme inang asli (native host) hewan-hewan di pedalaman hutan
yang jarang melakukan kontak dengan manusia. Virus telah beradaptasi dengan
inang aslinya ini selama jutaan tahun, sehingga inang asli telah mengembangkan
imunitas terhadap virus tersebut dan tidak akan timbul gejala penyakit. Misalnya
saja virus rabies yang memiliki inang asli anjing hutan, ebola dan virus flu yang
memiliki inang asli kelelawar pemakan buah dan virus dengue yang memiliki
inang asli kera ekor panjang.

Gambar diatas menunjukkan Perjalanan virus hingga dapat menginfeksi
manusia mulai dari native host, amplifier host hingga transmisi ke
manusia.
Akibat adanya degradasi hutan yang merusak habitat hewan tersebut, maka inang
utama virus akan sulit mendapatkan sumber daya. Sehingga hewan akan beralih
6

menuju tempat lain yang dekat dengan peradaban manusia. Sampai tahap ini virus
belum dapat menginfeksi manusia tetapi virus akan menuju ke inang
pengamplifikasi virus (amplifier host). Misalnya virus ebola dapat pindah dari
kelelawar pemakan buah menuju inang pengamplifikasi virusnya yaitu gorila
karena keduanya memakan makanan yang sama yaitu buah-buahan.
Inang pengamplifikasi menyediakan lingkungan yang baru dan sangat sesuai
untuk perkembangan virus. Inang-inang ini adalah hewan yang dipelihara oleh
manusia atau hewan yang biasa kontak dengan manusia. Sebut saja inang
pengamplifikasi virus flu adalah babi, ebola berupa gorilla, dan dengue melalui
nyamuk Aedes. Hal tersebut dapat juga digunakan untuk menjelaskan mengapa
lokasi awal ditemukan penyakit viral adalah di tempat tersebut. Seperti flu babi
yang muncul awal di daerah China yang kebanyakan penduduknya memelihara
babi, dengue pada daerah tropis dimana nyamuk aedes hidup dan ebola pada
daerah Afrika dimana penduduknya sangat sering kontak dengan gorilla.
Seringnya kontak antara manusia dengan inang pengamplifikasi inilah yang
menyebabkan virus dapat masuk dan menginfeksi manusia. Infeksi bersifat fatal,
karena sistem imun manusia masih asing dan belum mengenal virus-virus
tersebut. Hal yang menjadi perhatian utama pada saat virus memasuki manusia
adalah adaptasi virus yang memungkinkan virus ditularkan antar manusia
(human to human transmission). Human to human transmission adalah
penyebab utama penyakit viral menjadi pandemik karena tingginya mobilitas
masyarakat global.
Hospes (inang=hewan penjamu) adalah hewan yang menderita kerugian akibat
harus memberikan makan parasite.
Hospes definitive (inang definitive, induk semang, inang primer) adalah hospes
yang memberikan makan untuk hidup parasite stadium seksual atau dewasa.
Hospes intermedier (hospes sementara, hospes sekunder, hospes alternative, inang
antara) adalah hospes yang memberikan makan untuk hidup parasite stadium
aseksual atau belum dewasa.
2.4 Klasifikasi Virus
1. Virus RNA
a. Famili : Picornaviridae
7

Sifat penting :
RNA : rantai tunggal, polaritas positif, segmen tunggal, replikasi RNA
melalui pembentukan RNA komplementer yang bertindak sebagai
cetakan sintesis RNA genom.
Virion : tak berselubung, bentuk ikosahedral, tersusun atas empat jenis
protein utama. Diameter virion 28-30 nm.
Replikasi dan morfogenesis virus terjadi di sitoplasma.
Spektrum hospes sempit.
Contoh : virus polio
b. Famili : Calicivirdae
Sifat penting :
RNA : rantai tunggal, polaritas positif, segmen tunggal.
Virion : tak berselubung, bentuk ikosahedral, tersusun atas tiga jenis
protein utama. Diameter virion 35-45 nm.
Replikasi dan morfogenesis di sitoplasma.
Spektrum hospes sempit.
Contoh : virus Sapporo
c. Famili : Togaviridae
Sifat penting :
RNA : rantai tunggal, polaritas positif, segmen tunggal, replikasi RNA
melalui pembentukan RNA komplementer, yang bertindak sebagai
cetakan RNA genom.
Virion : berselubung, nukleokapsid ikosahedral, tersusun atas 3-4 jenis
protein utama. Protein selubung mempunyai aktivitas hemaglutinasi.
Diameter virion 60-70 nm.
Replikasi di sitoplasma dan morfogenesis melalui proses budding di
membran sel.
Spektrum hospes luas.
Contoh : virus Chikungunya, virus rubella
d. Famili : Flaviviridae
Sifat penting :
8

RNA : rantai tunggal, polaritas positif, segmen tunggal, replikasi RNA
melalui RNA komplementer yang kemudian bertindak sebagai cetakan
bagi sintesis RNA genom.
Virion : berselubung, simetri nukleokapsid belum jelas, tersusun atas
empat jenis protein utama. Protein selubung mempunyai aktivitas
hemaglutinasi. Diameter virion 40-50 nm.
Replikasi di sitoplasma dan morfogenesisnya melalui proses budding di
membran sel.
Spektrum hospes luas.
Contoh : virus demam kuning
e. Famili : Bunyaviridae
Sifat penting :
RNA : rantai tunggal, polaritas negatif, terdiri dari tiga segmen. Pada
proses replikasinya, RNA virion disalin menjadi mRNA dengan bantuan
transkriptasa virion.
Dengan bantuan produk translasi mRNA selanjutnya disintesis RNA
komplementer. Tiap segmen RNA komplementer kemudian menjadi
cetakan bagi RNA genom.
Virion : berselubung, nukleokapsid bentuk helik, tersusun atas empat
protein utama. Protein selubung mempunyai aktivitas hemaglutinasi.
Diameter virion 90-120 nm.
Replikasi di sitoplasma dan morfogenesisnya melalui proses budding di
membran Golgi.
Contoh : virus ensefalitis California
f. Famili : Arenaviridae
Sifat penting :
RNA : rantai tunggal, polaritas negatif, terdiri dari dua segmen. Prinsip
replikasi RNAnya sama dengan Bunyaviridae.
Virion : berselubung, nukleokapsid helik, tersusun atas tiga protein
utama. Bentuk virion pleomorfik. Diameter virion 50-300 nm (rata-rata
110-130 nm).
9

Replikasi di sitoplasma morfogenesisnya melalui proses budding di
membran plasma.
Spektrum hospes luas.
Contoh : virus lymphatic
g. Famili : Coronaviridae
Sifat penting :
RNA : rantai tunggal, terdiri dari satu segmen. Replikasi RNA genom
melalui pembentukan rantai RNA negatif yang kemudian bertindak
sebagai cetakan bagi RNA genom. Sintesis RNA negatif disertai sintesis
enam jenis mRNA.
Virion : berselubung, nukleokapsid helik, tersusun atas tiga protein
utama. Bentuk pleomorfik. Diameter virion 80-160 nm.
Replikasi di sitoplasma dan morfogenesisnya melalui proses budding di
membran intrasitoplasma.
Contoh : coronavirus manusia 229-E dan OC43
h. Famili : Rhabdoviridae
Sifat penting :
RNA : rantai tunggal, polaritas negatif, satu segmen. Prinsip replikasi
RNAnya sama dengan Bunyaviridae.
Virion : berselubung, nukleokapsid helik, tersusun atas 4-5 protein. Virion
berbentuk seperti peluru dengan selubung beraktivitas hemaglutinasi.
Diameter dan panjang virion 70-85 nm dan 130-180 nm.
Replikasi di sitoplasma dan morfogenesisnya di membran plasma atau
intrasitoplasma, tergantung spesies virus.
Contoh : virus stomatitis vesicularis
i. Famili : Filoviridae
Sifat penting :
RNA : rantai tunggal, polaritas negatif, segmen tunggal.
Virion : berselubung, nukleokapsid helik, tersusun atas tujuh protein
utama. Berbentuk pleomorfik. Diameter virion 80 nm dan panjang
mencapai 14.000 nm.
Replikasi di sitoplasma.
10

Contoh : virus Ebola
j. Famili : Paramyxoviridae
Sifat penting :
RNA : rantai tunggal, polaritas negatif. Replikasi RNA dimulai dengan
sintesis mRNA dengan bantuan transkriptasa virion. Dengan bantuan
produk protein mRNA dibuat RNA cetakan RNA genom.
Virion : berselubung, nukleokapsid helik, tersusun atas 6-10 protein utama.
Berbentuk pleomorfik. Selubung mempunyai aktivitas hemaglutinasi dan
menginduksifusi sel. Replikasi di sitoplasma dan morfogenesisnya melalui
proses budding di membran plasma.Diameter virion 150-300 nm.
Spektrum hospes sempit.
Contoh : parainfluenza 1-4, viris parotitis
k. Famili : Orthomyxoviridae
Sifat penting :
RNA : rantai tunggal, segmen berganda (7 untuk influenza C dan 8 untuk
influenza A dan B), polaritas negatif. Replikasi RNA dimulai dengan
sintesis mRNA dengan bantuan transkriptasa virion. Dengan bantuan
protein produk mRNA, RNa komplementer dibuat dan dijadikan cetakan
pembuatan RNA genom. Sifat segmentasi genom virus memudahkan
terjadinya virus mutan.
Virion : berselubung, nukleokapsid helik, tersusun atas 7-9 protein
utama. Bentuk pleomorfik. Selubung beraktivitas hemaglutinasi.
Diameter virion 90-120 nm. Pada filamentosa panjangnya mencapai
beberapa mikrometer.
Replikasi RNA di inti dan sitoplasma dan morfogenesis melalui
proses budding di membran plasma.
Contoh : virus Influenza A,B, dan C
l. Famili : Reoviridae
Sifat penting :
RNA : rantai ganda, segmen ganda (10 untuk reovirus dan obvirus, 11
untuk rotavirus, 12 untukColorado tick fever virus. Setiap mRNA berasal
dari satu segmen genom. Sebagian mRNA dipakai untuk sintesis protein
11

dan sebagian lagi dipakai sebagai cetakan untuk pembuatan rantai RNA
pasangannya.
Virion : tak berselubung, kapsidnya dua lapis dan bersimetri ikosahedral.
Diameter virion 60-80 nm.
Replikasi dan morfogenesis di sitoplasma.
Contoh : Reovirus 1-3
m. Famili : Retroviridae
Sifat penting :
RNA : rantai tunggal, terdiri dari dua molekul polaritas negatif yang
identik. Replikasi dimulai dengan pemisahan kedua molekul RNA dan
pembuatan rantai DNA dengan cetakan RNA tersebutdengan
bantuan reverse transcriptase virion. Setelah molekul RNA-DNA
terpisah, dibuat rantai DNA komplementer terhadap pasangan DNA yang
sudah ada. DNA serat ganda kemudian mengalami sirkularisasi dan
berintegrasi dengan kromosom hospes. Selanjutnya RNA genom dibuat
dengan cetakan DNa yang sudah terintegrasi pada kromosom hospes.
Virion : berselubung, simetri kapsid ikosahedral. Virion tersusun atas 7
jenis protein utama.Diametr virion 80-130 nm. Morfogenesis virus
melalui proses budding di membran plasma.
Contoh : HIV 1 dan 2
2. Virus DNA
a. Famili : Adenoviridae
Sifat penting :
DNA : rantai ganda, segmen tunggal. Replikasi DNA dan translasinya
menjadi protein komplek.
Virion : tak berselubung, simetri kapsid ikosahedral. Diameter virion 70-
90 nm. Virion tersusun atas paling tidak 10 protein.
Replikasi dan morfogenesis di inti sel.
Spektrum hospes sempit.
Contoh : Adenivirus 1-49
b. Famili : Herpesviridae
Sifat penting :
12

DNA : rantai ganda, segmen tunggal. Replikasi DNA komplek.
Virion : berselubung, simetri kapsid ikosahedral. Diameter virion 15-200
nm.
Replikasi di intisel. Morfogenesis melalui proses budding di membran
inti. Di dalam sitoplasma virion dibawa dalam vesikel-vesikelke
membran plasma. Di membran plasma, membran vesikel fusi dengan
membran plasma.
Contoh : virus herpes simplex 1-2, virus B
c. Famili : Hepadnaviridae
Sifat penting :
DNA : rantai ganda (bagian terbesar) dan rantai tunggal (bagian kecil, di
ujung molekul DNA), segmen tunggal. Pada replikasi genom, bagian
rantai tunggalnya harus dibuat rantai ganda. Transkripsi DNA
menghasilkan mRNA untuk sintesis protein dan RNA lain sebagai
cetakan bagi pembuatan DNA oleh reverse transcriptase.
Virion : berselubung (HBsAg), diameter 42 nm. Tersusun atas selubung
(HBsAg) dan nukleokapsid. Dalam nukleokapsid terdapat core (HBcAg)
dan protein penting lain (HBeAg).
Replikasi di hepatosit terjadi di inti sel sedangkan HBsAg dibuat di
sitoplasma.
Contoh : virus hepatitis B
d. Famili : Papovaviridae
Sifat penting :
DNA : rantai ganda, segmen tunggal sirkuler. Replikasi DNA komplek
dan selama replikasi bentuknya tetap sirkuler. Siklus replikasi DNA
dapat melibatkan DNA genom yang episomal maupun yang berintegrasi
dengan kromosom sel.
Virion : tak berselubung, diameter 45 nm (polyomavirus) dan 55 nm
(papillomavirus), tersusun atas 5-7 jenis protein utama.
Replikasi dan morfogenesis di inti sel.
Spektrum hospes sempit.
Contoh : papilloma virus manusia
13

e. Famili : Parvoviridae
Sifat penting :
DNA : rantai tunggal, segmen tunggal. Genus Parvovirus lebih
banyak mengandung rantai DNA polaritas negatif sedang dua
genus lagi DNA polaritas negatif dan positifnya
seimbang. Replikasi DNA komplek.
Virion : tak berselubung, nukleokapsid bersimetri ikosahedral dan
berdiameter 18-26 nm, tersusun atas tiga protein utama.
Replikasi dan morfogenesis di inti sel dan memerlukan bantuan sel
hospes.
Spektrum hospes sempit.
Contoh : parvovirus B-19
f. Famili : Poxviridae
Sifat penting :
DNA : rantai ganda, segmen tunggal. Replikasi DNA komplek.
Virion : berselubung, berbentuk seperti batu bata dan merupakan virus
dengan dimensi terbesar.Tersusun atas lebih dari seratus jenis protein.
Selubung mempunyai aktivitas hemaglutinasi.
Replikasi dan morfogenesis di sitoplasma yaitu dalam viroplasma
(semacam pabrik virus). Hasil morfogenesis dapat berupa virion
berselubung maupun tidak.
Contoh : virus cacar sapi
2.5 Perkembangbiakan virus
Virus menunjukkan satu cirri kehidupan yaitu reproduksi. Namun, reproduksi
virus hanya terjadi jika berada dalam sel organisme lain. Dengan demikian, virus
hanya dapat hidup secara parasit. Reproduksi virus terjadi dengan cara yang
bervariasi. Meskipun demikian semua cara reproduksi virus melalui lima tahap,
yaitu tahap pelekatan, penetrasi, replikasi dan sintesis, pematangan, dan
pelepasan.
Siklus litik
14

Siklus litik adalah siklus reproduksi yang utama bagi virus. Hal ini disebut
demikian karena siklus litik menyangkut perusakan sel-sel tubuh inang agar
materi genetis virus bisa masuk ke dalam sel inang. Siklus litik dibagi menjadi 3
tahap, yaitu tahap adsorbs dan penetrasi, tahap replikasi (biosintesis) dan tahap
lisis. Penjelasan sebagai berikut :
Tahap adsorpsi dan penetrasi
Siklus litik suatu virus dimulai ketika ekor fage menempel pada sel inang.
Misalnya saja pada bakteri E. Coli, virus bakteriofage akan menempel di daerah
reseptor di permukaan tubuh bakteri E. coli. Tahap penempelan ekor di daerah
reseptor bakteri E. coli ini disebut sebagai tahap adsorpsi. Virus menempel pada
permukaan luar bakteri E. coli melalui mekanisme kunci dan lubang kunci. Di
mana ekor fage akan menyerupai kunci sedangkan daerah reseptor kulit E.coli
menjadi lubang kunci. Fage hanya dapat menempel pada baketri spesifik yang
sesuai dengan tubuh fage. Jadi, jika tidak sesuai, tahap adsorpsi tidak akan terjadi.
Contohnya bakteriofage E. coli hanya akan mengadsorpsi bakteri tersebut saja.
Dia tidak akan bisa mengadsorpsi mahluk hidup lain. Bahkan bakteri jenis lain.
Dalam proses melubangi daerah reseptor E. coli, bakteriofage akan dibantu oleh
enzim lisozim yang pada tubuh virus (enzim pelisis=enzim penghancur) virus
akan melubangi (melisiskan) dinding sel bakteri. Setelah terbentk lubang, virus
fage akan memasukkan atau menyuntikkan materi genetic (DNA) ke dalam sel
bakteri. Tahap ini disebut tahap Penetrasi.
Tahap replikasi
Setelah semua materi genetic fage masuk ke dalam sel tubuh bakteri, materi
genetis (DNA) tersebut akan segera menon-aktifkan DNA bakteri. Dengan begitu,
DNA fage akan mengambil alih dan menggunakan mesin metabolic bakteri untuk
menghasilkan komponen-komponen fage yang baru, seperti kapsid, ekor, serabut
ekor, dan kepala. Setiap komponen fage kemudian bersatu dalam proses
pematangan. Dalam waktu singkat, terbentuklah ratusan hasil replikasi fage.
Tahap ini disebut sebagai tahap replikasi (tahap pembentukan replica-replika yang
baru).
Tahap lisis
15

Setelah terbentuk fage yang baru, karena materi genetis sel bakteri masih dikuasai
DNA fage, maka DNA fage akan menghasilkan enzim losozim (enzim
penghancur dinding sel bakteri). Enzim ini lalu berkumpul dalam jumlah yang
banyak untuk segera menghancurkan dinding sel bakteri. Hancurnya dinding sel
bakteri atau lisis akan mengakibatkan fage-fage baru ke luar dari sel bakteri.
Dalam satu sel bakteri bisa dikeluarkan hingga 200 fage baru. Tahap lisis ini
diakhiri dengan kematian bakteri. Hal ini tentu saja karena bakteri sudah hancur
DNA dan juga bagian-bagian selnya.
Fase-fase yang telah lepas kemudian akan menginvasi sel bakteri lainnya. Fage
pun mengulangi siklus litik kembali. Fage hanya membutuhkan waktu sekitar 20
menit saja untuk melakukan siklus litik dalam mereplikasi fage-fage yang baru.
Siklus lisogenik
Siklus lisogenik adalah siklus reproduksi virus yang lain selain siklus litik. Siklus
ini bukanlah siklus yang utama. Hal ini karena siklus lisogenik tidak
mengakibatkan lisisnya (hancurnya) sel inangnya. Tahapan dari siklus ini hampir
sama dengan siklus litik. Hal yang membedakan hanya tidak hancurnya sel inang.
Akan tetapi diganti dengan penyisipan materi genetiis virus (asam nukleat,
DNA/RNA) kedalam sel inang. Tahap penyisipan tersebut kemudian membentuk
provirus. Berikut ini adalah tahap-tahap yang terjadi dalam siklus lisogenik.
Tahap penyisispan gen virus
Setelah DNA fage masuk ke dalam sel inang terjadilah penyisipan DNA fage ke
dalam DNA bakteri. Hasil penyisipan dua DNA ini (DNA fage dan DNA bakteri)
akan membentuk profage atau provirus.
Tahap pembelahan
Jika bakteri membelah diri, profage (provirus) pun akan ikut membelah.
Akibatnya, anakan sel bakteri pun mengandung profage. Jika anakan sel bakteri
yang mengandung profage membelah terus-menerus, semua anakan hasil
pembelahan juga akan mengandung profage. Akhirnya, profage akan menjadi
sangat banyak. Dengan demikian, replikasi fage terjadi tanapa merusak tubuh
inang.
16

Jika keadaan lingkungan mendukung, profage akan mengalami pematangan.
Apabila sudah matang, fase litik (fase terbentuknya fage-fage baru) terjadi. Fage-
fage baru dibentuk dan siap menginvansi sel-sel lain.
2.6 Pencegahan Virus (Anti Virus)
Nucleotida Analog
Nukleotida Analog merupakan sebuah senyawa sintetis yang menghambat sintesis
DNA/RNA virus. Nukleotida analog ini memiliki 2 jenis yaitu guanin analog dan
timidin analog.
Guanine Analog
Guanin adalah basa purin ditemukan di kedua DNA dan RNA yang berikatan
eksklusif dengan sitosin membentuk ribonukleosida disebut guanosin atau
deoksiribosa membentuk deoxyguanosine.
Acyclovir
Pengobatan Herpesvirus
Ribavirin
Digunakan untuk infeksi Rotavirus
Ganciclovir
Digunakan untuk Cytomegalovirus, Herpesvirus
Thymidine analog
Timin adalah basa pirimidin ditemukan dalam DNA yang berikatan dengan
adenin.
Trifluridin
Digunakan untuk Herpes yang resisten terhadap Acyclovir.
Azidothymidine (AZT) digunakan untuk HIV.
Enzim Inhibitor
Neviradine menghambat reverse transcriptase enzyme pada HIV Interferon.
2.7 Peranan Virus dalam Kehidupan
Peran yang menguntungkan adalah :
a. Beberapa virus ada yang dapat dimanfaatkan dalam rekombinasi genetika.
Melalui terapi gen, gen jahat (penyebab infeksi) yang terdapat dalam virus
diubah menjadi gen baik (penyembuh). Baru-baru ini David Sanders, seorang
17

profesor biologi pada Purdues School of Science telah menemukan cara
pemanfaatan virus dalam dunia kesehatan. Dalam temuannya yang dipublikasikan
dalam Jurnal Virology, Edisi 15 Desember 2002, David Sanders berhasil
menjinakkan cangkang luar virus Ebola sehingga dapat dimanfaatkan sebagai
pembawa gen kepada sel yang sakit (paru-paru). Meskipun demikian, kebanyakan
virus bersifat merugikan terhadap kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan.
b. Peranan virus dalam memproduksi interferon.
Interferon merupakan protein kecil yang dihasilkan oleh sel normal sebagai
respon terhadap infeksi virus. Interferon berfungsi untuk mencegah replikasi virus
di dalam sel hospes.

c. Profag dapat mengubah fenotip bakteri sehingga dapat bermanfaat dalam
bidang kedokteran. Caranya yaitu asam nukleat virus digabungkan dengan gen
manusia yang bersifat menguntungkan. Secara lisogenik gen tadi digabungkan
dengan asam nukleat bakteri. Apabila bakteri membelah diri, berarti setiap anakan
bakteri mengandung gen manusia yang dapat memproduksi zat-zat yang
menguntungkan.Pada daur litik, sel inang akan mati karena terjadi penguasaan inti
sel inang oleh virus.
Pada daur lisogenik, sel inang tidak mati karena inti sel inang dan inti sel virus
bergabung membentuk profage. Namun, daur ini dalam kondisiyang sangat jarang
akan berubah menjadi daur litik.
18


d. Virus juga digunakan dalam pembuatan vaksin. Vaksin adalah mikroorganisme
patogen yang telah dilemahkan. Sehingga sifat patogenitas (penyebab penyakitnya
hilang, tetapi antigenitas (penimbul antibody nya tetap). Diantara nya terdapat
adanya vaksin sabin dan salk yang mencegah poliomelitis yang ditemukan oleh
Jonas Salk. Vaksin Pasteur untuk mencegah penyakit rabies.Vaksin Jenner untuk
mencegah cacar yang ditemukan oleh Edward Jenner. Terdapat juga vaksin
terbaru yaitu vaksin Nic Vax yang disuntikkan yang bekerja dengan cara
menciptakan antibodi yang mengikat molekul nikotin, mencegahnya dibawa oleh
aliran darah sampai ke otak. Jika vaksin ini berhasil, diharapkan dapat mencegah
jutaan kematian terkait merokok di seluruh dunia.
Selain manusia, virus juga menyebabkan kesengsaraan bagi hewan dan tumbuhan.
Tidak sedikit pula kerugian yang diderita peternak atau petani akibat ternaknya
yang sakit atau hasil panennya yang berkurang.
Peran merugikan virus bagi kehidupan yaitu :
1. Penyakit pada tumbuhan
a. Mosaik yaitu penyakit yang menyebabkan bercak kuning pada daun tumbuhan
tembakau, kacang kedelai, tomat, kentng dan beberapa jenis labu. Penyakit ini
disebabkan oleh Tobacco Mosaic Virus(TMV).
19


b.Penyakit kuning pada cabai dan tomat yang di sebabkan oleh Begomovirus
(bean golden mosaic virus)
c.Daun menggulung, terjadi pada tembakau, kapas dan lobak yang diserang
turnip yellow mosaic virus(TYMV)

d. Menjadi penyebab terjadinya penyakit pada manusia dan hewan. Penyebab
penyakit pada manusia diantara influenza,cacar,polio, hepatitis, rabies, demam
berdarah, AIDS, ebola.

B. HELMINTOLOGI
2.1 MORFOLOGI CACING
a. Ascaris lumbricoides
Morfologi dan Daur Hidup
Manusia merupakan hospes definitif cacing ini. Cacing jantan
berukuran 10-30 cm, sedangkan betina 22-35 cm, pada stadium dewasa
hidup di rongga usus halus, cacing betina dapat bertelur sampai
100.000-200.000 butir sehari, terdiri dari telur yang dibuahi dan telur
yang tidak dibuahi.
Di tanah, dalam lingkungan yang sesuai telur yang dibuahi tumbuh
menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk
infektif ini bila tertelan manusia akan menetas menjadi larva di usus
20

halus, larva tersebut menembus dinding usus menuju pembuluh darah
atau saluran limfa kemudian di alirkan ke jantung lalu mengikuti aliran
darah ke paru-paru. Setelah itu melalui dinding alveolus masuk ke
rongga alveolus, lalu naik ke trachea melalui bronchiolus dan broncus.
Dari trachea larva menuju ke faring, sehingga menimbulkan rangsangan
batuk, kemudian tertelan masuk ke dalam esofagus lalu menuju ke usus
halus, tumbuh menjadi cacing dewasa. Proses tersebut memerlukan
waktu kurang lebih 2 bulan sejak tertelan sampai menjadi cacing
dewasa (Gandahusada, 2000:10).
b. Cestoda
Cestoda atau cacing pita merupakan cacing pita yang siklus
hidupnya ada yang memerlukan air untuk menetaskan telurnya (contoh
: Diphyllobothrium latum) sedangkan yang lainnya cukup
menggunakan tanah.
Dalam penularannya kepada manusia, ada yang memerlukan
intermediate host, namun ada juga yang dapat menulari manusia tanpa
perantara (contoh: Hymenolepis nana).
Morfologi Umum Cestoda
Ukuran cacing dewasa bervariasi dari yang panjangnya hanya 40 mm (
contoh: Hymenolepis nana) hingga yang panjangnya 10-12 m (contoh:
Taenia saginata dan Diphyllobothrium latum). Bnetuk badan cacing
dewasa memanjang menyerupai pita, biasanya pipih dorsoventral (dari
belakang ke depan). Cacing ini terdiri atas scolex (kepala) yang
dilengkapi dengan alat isap dan kait-kait, berfungsi sebagai alat untuk
melekatkan atau mengaitkan diri pada dinding usus manusia. Di
belakang scolex terdapat leher, yang merupakan bagian cacing yang
tidak bersegmen. Di belakang leher terdapat proglotid yang semakin
lama semakin banyak, sehingga menyebabkan cacing menjadi semakin
panjang dan bersegmen-segmen. Setiap proglotid atau segmen
dilengkapai dengan alat reproduksi jantan dan betina. Semakin jauh dari
scolex, maka proglotid nya semakin tua, sehingga proglotid yang paling
ujung seolah-olah hanya sebagai kantong telur saja. Proglotid yang
21

paling ujung tersebut disebut dengan gravida. Seluruh bagian cacing,
mulai dari scollex samapi proglotid gravid disebut dengan strobila.
c. Taenia solium
Distribusi Geografik. Taenia solium adalah parasit kosmopolit,
namun akan sulit ditemukan pada Negara-negra islami. T. solium
merupakan pathogen yang umum terdapat di lingkungan yang buruk,
dimana manusia tinggalnya sangat berdekatan dengan babi- babi dan
memakan daging babi yang kurang matang. Oleh karena itu, penyakit
cacingan karena cacing T. solium ini sangat jarang ditemukan pada
lingkungan muslim.
Cacing tersebut banyak ditemukan di negara-negara yang
mempunyai banyak peternakan babi dan di daerah yang penduduknya
banyak menyantap daging babi atau berhubungan dengan religi tertentu
yang memiliki kebiasaan untuk mengkonsumsi daging babi, seperti di
Eropa (Gzech, Slowakia, Kroatia, dan Serbia), Amerika latin, Cina,
India, Amerika Utara, dan juga beberapa daerah di Indonesia ( Irian
Jaya, Bali dan Sumatera Utara).
Hasil survey lapangan yang diadakan pada tahun 2000 dan 2001,
para peneliti menemukan bahwa menunjukkan 5 (8.6%) dari 58
masyarakat lokal dan 7 (11%) dari 64 anjing local yang hidup kira-kira
1 km dari ibukota local, wamena, Jayawijaya, ditemukan cacing pita
dewasa dan sistiserkus T. solium. Karena prevalensi cacing ini telah
mendunia dan meningkatnya imigrasi dan jumlah turis asing, T. solium
merupakan salah satu pathogen penting di United stated. Dari 100 juta
infeksi cacingan per tahunnya, 50 juta kasus infeksi tersebut disebabkan
oleh T. solium. Infeksi T. solium jarang memasuki United states kecuali
daerah dengan tingkat imigrasi tinggi dari Mexico, Latin America,
Iberian peninsula, Slavic countries, Africa, India, Southeast Asia, dan
China.
Morfologi
Cacing dewasa dapat berukuran 3-8m. Struktur tubuh cacing ini
terdiri dari skolex, leher dan proglotid. Cacing dewasa menempel pada
dinding usus dengan scolex nya, sedangkan sistiserkus nya terdapat di
22

jaringan otot atau subkutan. Cacing ini terdiri dari 800-1000 ruas
proglotid. Skolex yang bulat berukuran kira-kira 1 mm, mempunyai 4
buah batil isap dengan rostelum (tonjolan lemak) yang mempunyai 2
baris kait, masing-masing sebanyak 25-30 buah.
Bentuk proglotid gravid nya mempunyai ukuran panjang yang
hamper sama dengan lebarnya, dapat dilihat pada gambar. Jumlah
cabang uterus pada proglotid gravid adalah 7-12 buah pada satu sisi.
Lubang kelamin letaknya bergantian selang seling pada sisi kanan atau
kiri strobila secara tidak beraturan.
Proglotid gravid berisi kira-kira 30.000-50.000 buah telur.
Telurnya keluar melalui robekan celah pada proglotid. Telur dapat
dilepaskan bersama proglotid atau tersendiri melalui lubang uterus.
d. Taenia saginata
Morfologi
Cacing dewasa panjangnya antara 5-10 m. hidup di dalam usus.
Struktur badan cacing ini terdsiri dari skoleks, leher dan strobila yang
merupakan ruas-ruas proglotid, sebanyak 1000-2000 buah.
Skoleks hanya berukuran 1-2 mm, mempunyai emapt batil isap
dengan otot-otot yang kuat, tanpa kait-kait. Bentuk leher sempit, ruas-
ruas tidak jelas dan didalamnya tidak terliohat struktur tertentu. Strobila
terdiri dari rangkaian proglotid yang belum dewasa, dewasa dan matang
yang mengandung telur, disebut gravid. Pada proglotid yang belum
dewasa, belum terlihat struktur alat kelamin yang jelas. Pada proglotid
yang dewasa terlihat struktur alat kelamin seperti folikel testis ynag
berjumlah 300-400 buah, tersebar di bidang dorsal. Vasa eferensnya
bergabung untuk masuk ke rongga kelamin (genital atrium), yang
ebrakhir di lubang kelamin. Lubang kelamin letaknya berselang seling
pada sisi kanan dan kiri strobila. Di bagian posterior lubang kelamin,
dekat va deferens, terdapat tabung vagina yang berpangkal pada ootip.
Ovarium terdiri dari dua lobus, berbentuk kipas, besarnya hampir sama.
Letak ovarium di sepertiga bagian posterior dari proglotid. Vitelaria
letaknya di belakang ovarium dan merupakan kumpulan folikel yang
23

eliptik. Uterus tumbuh dari bagian anterior ootip dan menjulur ke
bagian anterior proglotid. Setelah uterus ini penuh dengan telur, maka
cabang-cabangnya akan tumbuh, yang berjumalah 15-30 buah pada satu
sisinya dan tidak memiliki lubang uterus. Proglotid gravid letaknya
diterminal dans erring lepas daris trobila. Proglotid gravid ini dapat
bergerak aktif, keluar dengan tinja atau keluar sendiri dari lubang dubur
secara spontan. Setiap harinya kira-kira 9 buah proglotid dilepas.
Proglotid ini bentuknya lebih panjang dan lebar. Telur dibungkus
embriofor, berisi suatu embrio heksakan yang dinamakan onkosfer.
Telur yang baru keluar dari uterus masih diliputi selaput tipis yang
disebut lapisan luar telur. Sebuah proglotid gravid berisi kira-kira
100.000 buah telur. Waktu proglotid terlepas dari rangkaiannya dan
menjadi koyak, cairan putih susu yang mengandung banyak telur
mengalir keluar dari sisi anterior proglotid tersebut, terutama bila
proglotidnya berkontraksi waktu bergerak.
e. Cacing tambang
Morfologi
Cacing dewasa berbentuk silindris dengan kepala membengkok
tajam ke belakang. Cacing jantan lebih kecil dari cacing dewasa.
Spesies cacing tambang dapat dibedakan terutama karena rongga
mulutnya dan susunan rusuknya pada bursa. Namun telur telurnya
tidak dapat dibedakan. Telur telurnya berbentuk ovoid dengan kulit
yang jernih dan berukuran 74 76 x 36 40 . Bila baru dikeluarkan
di dalam usus telurnya mengandung satu sel tapi bila dikeluarkan
bersama tinja sudah mengandung 4 8 sel, dan dalam beberapa jam
tumbuh menjadi stadium morula dan kemudian menjadi larva
rabditiform (stadium pertama).
Cacing tambang dewasa adalah nematoda yang kecil, seperti
silindris. Bentuk kumparan (fusiform) dan berwarna pulih keabu -
abuan. Cacing betina ( 9- 13x 0,35 - 0,6 mm) lebih besar daripada yang
jantan (5 - 11 x 0,3 - 0,45 mm). A.duodenale lebih besar dari pada N.
americanus. Cacing ini mempunyai kutikilum yang relative tebal. Pada
ujung posterior terdapat bursa kopulatrik yang dipakai untuk memegang
24

cacing betina selama kopulasi. Bentuk badan N. americanus biasanya
menyerupai huruf S, sedangkan A. duodenale mempunyai huruf C.
Telur kedua cacing ini sulit dibedakan satu sama lainnya. Telur
berbentuk lonjong atau ellips dengan ukuran sekitar 65x40 mikron.
Telur yang tidak berwarna ini memiliki dinding tipis yang tembus sinar
dan mengandung embrio dengan empat blastomer. Telur cacing
tambang mempunyai ukuran 56 - 60 x 36 - 40 mikron berbentuk bulat
lonjong, berdinding tipis. Didalamnya terdapat 1- 4 sel telur dalam
sediaan tinja segar.
Terdapat dua stadium larva, yaitu larva rhabditiform yang tidak
infektif dan larva filariform yang infektif. Larva rhabditiform
bentuknya agak gemuk dengan panjang sekitar 250 mikron, sedangkan
larva filariform yang bentuknya langsing,
panjangnya kira-kira 600 mikron.
2.2 SIKLUS HIDUP HELMINTHES
1. Nemathelminthes : Nematoda
a. Nematoda usus
1) Nematoda STH
Ascaris lumbricoides

Keterangan :

1. Cacing dewasa dalam lumen usus halus jantan + betina
kawin menghasilkan 200.000 telur/hari dikeluarkan
bersama tinja di atas tanah (telur fertil & unfertil)
25

2. Di atas tanah Telur unfertil tidak tumbuh, telur fertil
tumbuh
3. Telur fertil menjadi infektif dalam 18 hari sampai beberapa
minggu
4. Telur infektif tertelan/bersama makanan
5. menetas di usus halus larva menembus dinding usus
6. ikut aliran darah portal sistemik larva tumbuh
/mature dalam kapiler sekitar alveoli (10 14 hari). lung
migration
7. Larva tertelan lagi berkembang menjadi dewasa di dalam
usus halus
Siklus ini memerlukan waktu 2 3 bulan. Cacing dewasa dpt hidup
di dalam usus selama 1 2 tahun.
Hookworm
Habitat cacing dewasa biasanya di rongga sekum, usus
besar dan di usus halus yang berdekatan dengan rongga sekum.
Makanannya adalah isi dari usus.Manusia merupakan satu-satunya
hospes definitif. E.vermicularis dan tidak diperlukan hospes
perantara. Cacing dewasa betina mengandung banyak telur pada
malam hari dan akan melakukan migrasi keluar melalui anus ke
daerah perianal dan perinium. Migrasi ini disebut Nocturnal
migration. Telur-telur jarang dikeluarkan di usus sehingga jarang
ditemukan di dalam tinja. Di daerah perinium tersebut cacing-
cacing ini bertelur dengan cara kontraksi uterus,kemudian telur
melekat di daerah tersebut. Telur dapat menjadi larva infektif pada
tempat tersebut, terutama pada temperatur optimal 23-26 C dalam
waktu 6 jam. Telur resisten terhadap desinfektan dan udara dingin.
Dalam keadaan lembab telur dapat hidup sampai 13 hari. Waktu
yang diperlukan untuk daur hidupnya, mulai dari tertelannya telur
matang sampai menjadi cacing dewasa gravid yang bermigrasi ke
daerah perianal, berlangsung kira-kira 2 minggu sampai 2 bulan.
26

Infeksi cacing kremi terjadi bila menelan telur matang,
atau bila larva dari telur yang menetas di daerah perianal
bermigrasi kembali ke usus besar. Bila telur matang yang
tertelan,telur menetas di duodenum dan larva rabditiform berubah
dua kali sebelum menjadi dewasa di yeyunum dan bagian atas
ileum. Infeksi cacing kremi dapat sembuh sendiri. Bila tidak
adareinfeksi,tanpa pengobatanpun infeksi dapat berakhir.
Trichinella spiralis

Cacing betina bersifat vivipar [berkembang biak dengn
melahirkan] dan biasanya masuk ke mukosa vilus usus, mulai dari
duodenum sampai ke sekum. Seekor cacing betina dapat
mengeluarkan kira- kira 1500 larva. Larva tersebut dilepaskan di
jaringan mukosa, masuk ke dalam kelenjar limfe dan peredaran
darah, dan kemudian dengan adanya bereadanya di pembuluh
darah kemudian menyebar ke seluruh tubuh, terutama otot
(dafragma, iga, lidah, laring, mata, perut biseps dan lain-lain, Kira-
kira pada awal minggu ke-4 larva Trichinella Spiralis yang telah
tumbuh hanya menjadi kista dalam jenis otot yang bergaris lintang.
Kista Trichinella Spiralis dapat hidup di otot selama kira-
kira 18 bulan, kemudian terjadi perkapuran dalam waktu 6 bulan
sampai 2 tahun. Infeksi pada manusia terjadi apabila daging babi
yang mengandung larva infektif [bisa menyebabkan infeksi] yang
terdapat di dalam kista dimakan oleh manusia.
27

Ketika berada di usus halus bagian proksimal dinding kista
dicernakan dan dalam waktu beberapa jam larva dari Trichinella
Spiralis dilepaskan, dan segera masuk mukosa, kemudian menjadi
cacing Trichinella Spiralis dewasa dalam waktu 1,5 - 2 hari.
b. Darah dan Jaringan
Wuchereria bancrofti

Siklus hidup cacing Filaria terjadi melalui dua tahap, yaitu:
1. Tahap pertama, perkembangan cacing Filaria dalam tubuh
nyamuk sebagai vector yang masa pertumbuhannya
kurang lebih 2 minggu.
2. Tahap kedua, perkembangan cacing Filaria dalam tubuh
manusia (hospes) kurang lebih 7 bulan.
Siklus hidup cacing filaria dapat terjadi dalam tubuh
nyamuk apabila nyamuk tersebut menggigit dan menghisap darah
orang yang terserang filariasis, sehingga mikrofilaria yang
terdapat di tubuh penderita ikut terhisap ke dalam tubuh nyamuk.
Mikrofilaria tersebut masuk kedalam paskan pembungkus pada
tubuh nyamuk, kemudian menembus dinding lambung dan
bersarang diantara otot-otot dada (toraks). Bentuk mikrofilaria
menyerupai sosis yang disebut larva stadium I. Dalam waktu
kurang lebih satu minggu larva ini berganti kulit, tumbuh menjadi
lebih gemuk dan panjang yang disebut larva stadium II. Pada hari
ke sepuluh dan seterusnya larva berganti kulit untuk kedua
kalinya, sehingga tumbuh menjadi lebih panjang dan kurus, ini
28

adalah larva stadium III. Gerak larva stadium III ini sangat aktif,
sehingga larva mulai bermigrasi mula-mula ke rongga perut
(abdomen) kemudian pindah ke kepala dan alat tusuk nyamuk.
Apabila nyamuk yang mengandung mikrofilaria ini
menggigit manusia. Maka mikrofilaria yang sudah berbentuk
larva infektif (larva stadium III) secara aktif ikut masuk kedalam
tubuh manusia (hospes). Bersama-sama dengan aliran darah
dalam tubuh manusia, larva keluar dari pembuluh kapiler dan
masuk ke pembuluh limfe. Didalam pembuluh limfe larva
mengalami dua kali pergantian kulit dan tumbuh menjadi cacing
dewasa yang sering disebut larva stadium IV dan larva stadium V.
Cacing filaria yang sudah dewasa bertempat di pembuluh limfe,
sehingga akan menyumbat pembuluh limfe dan akan terjadi
pembengkakan. Siklus hidup pada tubuh nyamuk terjadi apabila
nyamuk tersebut menggigit dan menghisap darah orang yang
terkena filariasais,sehingga mikrofilaria yang terdapat di tubuh
penderita ikut terhisap ke dalam tubuh nyamuk. Cacing yang
dihisap nyamuk tidak begitu saja dipindahkan, tetapi sebelumnya
tumbuh di dalam tubuh nyamuk. Cacing berkembang dalam otot
nyamuk.
Cacing terdeteksi dalam darah tepi pada malam hari,
sedangkan pada siang hari dia berada di dalam kapiler alat-alat
dalam seperti pada paru-paru, jantung dan hati, selebihnya
bersembunyi di organ dalam tubuh. Pemeriksaan darah ada-
tidaknya cacing biasa dilakukan malam hari.
2. Platyhelminthes
a. Cestoda
1) Pseudophyllidea
Diphyllobothrium latum
29


Telur dikeluarkan melalui lubang uterus proglotid gravid di
tinja menetas dalam air Larva (koradisium) dimakan H P
pertama, anggota Cepepoda (ex. Cyclops dan Dioptomus)
larva menjadi proserkoid cyclops dimakan H P kedua, ikan
(ex. Salem) proserkoid berubah menjadi larva pleroserkoid
(sparganum) termakan manusia sparganum menjadi cacing
dewasa di rongga usus halus manusia.
2) Cyclophyllidea
Taenia solium

Dalam tubuh manusia, proglotid cacing pita dewasa
yang mengandung embrio melepaskan diri dari rangkaian
proglotid serta keluar bersama dengan feses. Bila proglotid
dewasa ini tertelan oleh babi, maka dalam usus babi,
selubung telur dalam proglotid akan larut hingga keluar
larva yang disebut heksakan atau ongkosfer. Dengan
menembus usus babi, heksakan ikut aliran darah dan
singgah pada otot atau jaringan tubuh lainnya kemudian
larva ini akan berkembang menjadi sistiserkus. Apabila
manusia memekan daging babi yang mengandung
sistiserkus ini maka sistiserkus ini akan tumbuh menjadi
30

cacing pita dewasa dalam usus manusia. Kemudian daur
hidup cacing ini akan terulang kembali.
b. Trematoda
1) Trematoda Intestinal
Fascioliapsis buski



Cacing dewasa hidup dalam usus halus memproduksi telur
sampai 25000 butir/ekor/hari yang keluar melalui feses. Telur
menetas pada sushu optimum (27-32oC) selama sekitar 7
minggu. Meracidium keluar dan masuk kedalam hospes
intermediet siput untuk membentuk sporocyst. Sporocyst berada
dalam jantung dan hati siput, kemudian mengeluarkan redia
induk, kemudian redia induk memproduksi redia anak. Redia
berubah menadi cercaria keluar dari tubuh siput dan berenang
dalam air, kemudian menempel pada tanaman/sayuran/rumput
dimana cercaria berubah menjadi metacercaria. Bila tanaman
tersebut dimakan/termakan manusia/babi maka cercaria
menginfeksi hospes definitif.
2) Trematoda Liver
Fasciola hepatica
31



1. Telur keluar ke alam bebas bersama feces domba. Bila
menemukan habitat basah. telur menetas dan menjadi
larva bersilia, yang disebut Mirasidium.
2. Mirasidium masuk ke dalam tubuh siput Lymnea akan
tumbuh menghasilkan Sporokista.
3. Sporokista seara partenogenesis akan menghasilkan Redia.
4. Redia secara paedogenesis akan membentuk serkaria.
Serkaria meninggalkan tubuh siput menempel pada
rumput dan berubah menjadi metaserkaria.
5. Metaserkasria termakan oleh manusia atau hewan ternak
berkembang menjadi cacing muda yang selanjutnya
bermigrasi ke saluran empedu pada hati inang yang baru
untuk memulai daur hidupnya.
Fasciola gigantica
Siklus hidup cacing Fasciola gigantica terdiri atas 2 fase,
yaitu aseksual dan seksual. Daur hidup aseksual berlangsung
pada dua hospes, yaitu siput dan tanaman air, sedangkan daur
hidup seksual terjadi dalam hospes definitif. Hospes definitif
berupa ternak ruminansia akan terinfeksi oleh metaserkaria
apabila menelan makanan atau minuman yang
mengandungmetaserkaria. Metaserkaria akan mengalami
ekskistasi dan segera menembus mukosa usus untuk menuju
ke hati.
32

Clanarchis sinansis


Cara penularan dan manusia terinfeksi karena memakan
ikan air-tawar contoh makanan yang mentah atau kurang matang
yang mengandunglarva berbentuk kista (metaserkaria). Pada
saat dicerna, larva cacing akan terbebas dari dalam kista dan
bermigrasi melalui duktus koledokus ke dalam percabangan
empedu. Telur yang terletak dalam saluran empedu
diekskresikan ke dalam tinja. Telur dalam tinja mengandung
mirasidium yang sudah berkembang lengkap. Kalau telur ini
dimakan oleh siput yang rentan, dalam tubuh siput terjadi
perubahan sporosis menjadi redia dan akhirnya menghasilkan
serkaria yang bermigrasi ke dalam air. Jika mengenai hospes
perantara yang kedua, serkaria akan menembus tubuh hospes
dan membentuk kista, biasanya dalam otot dan terkadang di
bawah sisik. Siklus hidup cacing klonorkis yang lengkap mulai
dari siput, ikan sampai manusia memerlukan waktu sedikitnya 3
bulan.
Ikan yang mengandung metaserkaria akan termakan oleh
manusia jika ikan tersebut tidak dimasak dengan matang.
Metaserkaria dalam bentuk kista masuk ke dalam system
pencernaan, kemudian berpindah ke hati melalui saluran
empedu dan tumbuh menjadi cacing dewasa.
3) Trematoda Paru-Paru
Paragonimus

33


4) Trematoda Darah
Schistosoma

Cacing dewasa yang halus, besarnya 0,6 2,5 cm, hidup berpasangan
yang betina di dalam canalis gynaecophorus cacing jantan. Tergantung
daripada spesies cacing, antara 300 (S. mansoni) sampai 3500
(S.Japonicum) telur sehari dikeluarkan ke dalam vena. Bentuk larva
yaitu miracidium terbentuk di dalam telur, enzim litik dan kontraksi
vena menyebabkan pecahnya dinding vena dan telur dilepaskan ke
dalam jaringan perivaskular usus atau kandung kencing. Telur dapat
keluar ke dalam lumen alat-alat ini dikeluarkan ke dalam tinja atau
urine. Bilamana tersentuh air dingin miracidium menetas keluar dari
telur dan berenang bebas menemukan keong yang sesuai, yang
kemudian ditembusnya. Sesudah melelui dua tingkat perkembangan
34

sporokista dan bertambah banyak di dalam keong, cercaria dengan ekor
bercabang keluar. Sewaktu mandi, berenang, bekerja atau mencuci
pakaian, kulit manusia berkontak dengan cercaria yang berenang bebas,
melekatkan diri dan masuk ke dalam sampai jaringan kapiler perifer
setelah airmenguap pada permukaan kulit. Bilamana tertelan dengan air
cercaria menembus selaput lendir mulut dan leher. Cercaria terbawa
oleh darah aferen ke jantung sebelah kanan dan paru-paru. Mereka
menerobos kapiler paru-paru, terbawa ke dalam sirkulasi sistemik dan
melewati saluran portal. Di dalam system vena porta bagian hepar
Trematoda ini mengambil makanan dan tumbuh dengan cepat. Kira-kira
3 minggu sesudah infeksi kedalam kulit, cacing dewasa mudah
berpindah berlawanan dengan darah portal masuk ke dalam vena
mesenterium, kandung kencing dan panggul. Periode prepaten untuk S.
mansoni adalah 7-8 minggu, S.haematobium 10-12 minggu
dan S.japonicum 5-6 minggu. Cacing dewasa dapat hidup selama 30
tahun pada manusia. (Brown. 1979).
2.3 KLASIFIKASI CACING
Cacing yang ada kaitannya dengan manusia terdiri atas tiga phyla,
yaitu Phylum Annelida, Phylum Nemathelminthes, dan Phylum
Platyhelminthes.
a. Phylum Annelida
Antara lain lintah, merupakan ektoparasit pengisap darah yang
hidup di air atau di darat. Lintah yang hidup di air biasanya dari spesies
Limnatis, dapat melukai manusia, ukurannya bermacam-macam. Lintah
besar, mengisap darah orang mandi, sedangkan yang kecil dapat masuk
dan melekat pada saluran pernapasan bagian atas atau jika terminum,
masuk saluran pencernaan makanan. Kadang-kadang mereka menyerang
vagina uretra atau mata orang yang sedang mandi.
Lintah yang hidup di darat terutama dari spesies Haemadipsa,
antara lain pacet yang hidup di hutan-hutan tinggi di daerah tropis,
melekatkan diri pada orang lewat bahkan masuk ke dalam pakaian atau
sepatu. Gigitan mudah berdarah karena sekresi hirudin, antikoagulans,
35

penyembuhannya lambat. Untuk menghindari gigitan dapat digunakan
repellent, antara lain mengoles pakaian dengan dimethylphthalat.
b. Phylum Nemathelminthes
Phylum ini, cacing dewasanya merupakan kelompok cacing dengan
bentuk bulat memanjang seperti benang (nema artinya benang). Tanda-
tanda lainnya, yaitu kulit luar tidak bersegmen, kutikula licin kadang-
kadang bergaris, memiliki rongga badan serta jenis kelamin terpisah.
Dari phylum ini yang bersifat parasit bagi manusia dan hewan termasuk
dalam kelas Nematoda.
c. Phylum Platyhelminthes
Merupakan kelompok cacing pipih, dapat berbentuk pipih seperti
daun atau pipih panjang seperti pita. Bentuk pipih daun disebut cacing
daun, termasuk dalam kelas Trematoda. Kelas trematoda biasanya tidak
memiliki rongga badan, bersifat hermafrodit, alat pencernaan buntu, dan
umumnya telur memiliki operkulum.
Bentuk pipih dan panjang seperti pita disebut cacing pita. Cacing
pita bagi manusia dan hewan termasuk ke dalam subkelas Cestoda dari
kelas Cestoidea. Kelas ini umumnya tidak memiliki rongga badan, tidak
memiliki alat pencernaan makanan dan bersifat hermafrodit.
Berikut beberapa hospes cacing :
Kelas Spesies Hospes definitive Hospes
intermediet
Nematoda usus Ascaris
lumbricoides
Manusia -
Hook Worm Manusia -
Strongyloides
stercolaris
Manusia -
Trichuris trichiura Manusia -
Enterobius
vermicularis
Manusia -
Cappilaria
Philippinensis
Manusia Ikan
36

Trichinella spiralis Manusia, tikus,
anjing
Manusia, tikus,
anjing
Nematode
jaringan
Wuchereria
bancrofti
Manusia Nyamuk
Brugia walayi Manusia Nyamuk
Loa-loa Manusia Lalat crysop
Onchocerca
volvulus
Manusia Simulium
Cestoda Taenia solium Manusia Manusia, babi
Diphyllobothrium
latum
Manusia 1. Cyclops
2. Ikan
Taenia saginata Manusia Sapi
Trematoda hati Clonorchis sinensis Manusia 1.Siput
2. ikan
Fasciola hepatica Manusia , herbivora 1. Siput
2. Tumbuhan air
Opistorchis felineus Manusia, kucing,
anjing
Ikan
Trematoda paru Paragonimus
wetermani
Manusia,
kucing,luak,anjing
Keong air
Trematoda usus Fasciolopsi buski Manusia, anjing,
babi
1.keong air tawar
2.tumbuhan air
Trematoda darah Scistosoma
japonicum
Manusia, anjing,
kucing
Keong air

NEMATODA
CACING DAN PENYAKIT KARENA CACING
a. Nematoda
37



Nematoda (cacing bulat) mempunyai bebtuk bulat panjang dan tidak
bersegmen. Mempunyai jenis kelamin jantan dan betina. Cacing jantan
lebih kecil daripada yang betina dan melengkung kearah ventral.
Ukurannya bervariasi dari beberapa milimeter (misalnya trychinella
spiralis) sampai 35 (tiga puluh lima) cm (misalnya ascaris
lumbricoides) bahkan ada yang mendekati 1meter (misalnya
dracunculus medinensis ). Bentuk telurnya bermacam-macam
bergantung jenis cacingnya
b. Nematoda intestinal
Siklus hidup nematoda intestinal dapat di bagi dalam tiga golongan
yaitu: tipe langsung, modifikasi dari tipe langsung, dan penetrasi kulit.
Tipe langsung
Dalam hal ini cacing dewasa langsung tumbuh dari telur cacing
begitu sampai di dalam tractus intestinalis. Misalnya, trychuris
trichiura dan enterobius vermicularis.
Modifikasi dari tipe langsung
Telur cacing yang berembrio yang masuk kedalam intestinum
menetas menjadi larva. Larva ini menembus dinding
intestinum, masuk kedalam aliran darah. Di dalam paru-Paru
38

larva akan keluar dari sistem kapiler, naik ke trachea, kemudian
masuk ke oesophagus, tertelan ke lambung terus ke intestinum
dan menjadi cacing dewasa, misalnya ascaris lumbrecoides.
Tipe penetrasi kulit
Telur yang berasal dari feces penderita, pada tanah yang basah
akan menetas menjadi bentuk rhabditia yang setelah beberapa
waktu tumbuh menjadi bentuk filaria. Bentuk filaria ini dapat
menembus kulit yang utuh, kemudian masuk kedalam aliran
darah sampai kapiler paru-paru. Kemudian, keluar dari kapiler
paru-paru naik ke trachea, pindah ke oesophagus tertelan untuk
akhirnya sampai di intestinum untuk menjadi dewasa. Misalnya
ancylostoma duodenale.
c. Nematoda Usus
1. Ascaris lumbricoides (cacing perut)

Ascaris lumbricoides
Kerajaan: Animalia
Filum: Nematoda
Kelas: Secernentea
Ordo: Ascaridida
Famili: Ascarididae
Genus: Ascaris
39

Spesies: A. lumbricoides
Nama binomial
Ascaris lumbricoides
Askariasis adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh
NemathelminthesAscaris lumbricoides. Askariasis adalah penyakit kedua
terbesar yang disebabkan oleh makhluk parasit.
Hospes dan distribusi
Hospes atau inang dari Askariasis adalah manusia. Di manusia, larva
Ascaris akan berkembang menjadi dewasa dan mengadakan kopulasi
serta akhirnya bertelur.
Penyakit ini sifatnya kosmopolit, terdapat hampir di seluruh dunia.
Prevalensi askariasis sekitar 70-80%.
Morfologi
Cacing jantan memiliki panjang sekitar 10-31 cm dan berdiameter 2-4
mm, sedangkan betina memiliki panjang 20-35 cm dan berdiameter 3-6
mm. Pada cacing jantan ditemukan spikula atau bagian seperti untaian
rambut di ujung ekornya (posterior). Pada cacing betina, pada sepertiga
depan terdapat bagian yang disebut cincin atau gelang kopulasi. Cacing
betina memiliki tubulus dan duktus sepanjang kurang lebih 12 cm dan
kapasitas sampai 27 juta telur.
Cacing dewasa hidup pada usus halus manusia. Seekor cacing betina
dapat bertelur hingga sekitar 200.000 telur per harinya. Telur yang telah
dibuahi berukuran 50-70 x 40-50 mikron. Sedangkan telur yang tak
dibuahi, bentuknya lebih besar sekitar 90 x 40 mikron. Telur yang telah
dibuahi inilah yang dapat menginfeksi manusia. Telur cacing A.
lumbricoides dilapisi lapisan albumin dan tampak berbenjol-benjol.
Siklus hidup
40


Siklus hidup A. lumbricoides dimulai dari keluarnya telur bersama
dengan feses, yang kemudian mencemari tanah. Telur ini akan menjadi
bentuk infektif dengan lingkungan yang mendukung, seperti kelembaban
yang tinggi dan suhu yang hangat. Telur bentuk infektif ini akan
menginfeksi manusia jika tanpa sengaja tertelan manusia.
Telur akan masuk ke saluran pencernaan dan telur akan menjadi larva
pada usus. Larva akan menembus usus dan masuk ke pembuluh darah. Ia
akan beredar mengikuti sistem peredaran darah, dimulai dari pembuluh
darah vena, vena portal, vena cava inferior dan akan masuk ke jantung
dan ke pembuluh darah di paru-paru.
Pada paru-paru akan terjadi siklus paru dimana cacing akan merusak
alveolus, masuk ke bronkiolus, bronkus, trakea, kemudian di laring dan
memicu batuk. Dengan terjadinya batuk larva akan tertelan kembali
masuk ke saluran cerna. Setibanya di usus, larva akan menjadi cacing
dewasa.
Cacing akan menetap di usus dan kemudian berkopulasi dan bertelur.
Telur ini pada akhirnya akan keluar kembali bersama tinja. Siklus pun
akan terulang kembali bila penderita baru ini membuang tinjanya tidak
pada tempatnya.
Patologi klinik
Gejala klinis akan ditunjukkan pada stadium larva maupun dewasa.
41

Pada stadium larva, Ascaris dapat menyebabkan gejala ringan di hati dan
di paru-paru akan menyebabkan sindrom Loeffler. Sindrom Loeffler
merupakan kumpulan tanda seperti demam, sesak napas, eosinofilia, dan
pada foto Roentgenthoraks terlihat infiltrat yang akan hilang selama 3
minggu.
Pada stadium dewasa, di usus cacing akan menyebabkan gejala khas
saluran cerna seperti tidak nafsu makan, muntah-muntah, diare,
konstipasi, dan mual. Bila cacing masuk ke saluran empedu makan dapat
menyebabkan kolik atau ikterus. Bila cacing dewasa kemudian masuk
menembus peritoneum badan atau abdomen maka dapat menyebabkan
akut abdomen.
Cara diagnosis

Telur Ascaris yang berisi embrio

Diagnosis askariasis dilakukan dengan menemukan telur pada tinjapasien
atau ditemukan cacing dewasa pada anus, hidung, atau mulut.
Tata Laksana
Tata laksana dari askariasis ini bisa dibagi menjadi dua, yaitu terapi obat
dan tindakan operasi.
Terapi obat yang dapat digunakan antara lain adalah albendazole (400
mg) dan mebendazole (500 mg) dosis tunggal. Bisa juga digunakan
levamisole (2,5 mg/kgBB) ataupun pirantel pamoat (10 mg/kgBB), selain
itu bisa diberikan nitazoxanide (500 mg per hari selama tiga hari)
42

Tindakan operasi yang dapat dilakukan adalah laparotomi. Tindakan
operasi diberikan pada keadaan dimana pasien tidak merespon
pengobatan.
Prognosis
Pada umumnya, askariasis memiliki prognosis yang baik. Kesembuhan
askariasis mencapai 70% hingga 99%.
Epidemiologi
Di Indonesia, prevalensi askariasis tinggi, terutama pada anak-anak.
Penyakit ini dapat dicegah di indonesia dengan menjaga kebersihan diri
dan lingkungan yang baik. Pemakaian jamban keluarga dapat memutus
rantai siklus hidup Ascaris lumbricoides ini.
2. Ancylostoma duodenale (cacing tambang)
Necator americanus dan Ancylostoma duodenale

Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Animalia
Filum: Nematoda
Kelas: Secernentea
Ordo: Strongiloidae
Famili: Ancylostomatidae
Genus: Necator/Ancylostoma

N.americanus
A. duodenale
Cacing tambang adalah cacing parasit (nematoda) yang hidup pada usus
kecil inangnya, manusia. Ada dua spesies cacing tambang yang biasa
menyerang manusia, Ancylostoma duodenale dan Necator americanus.
43

Necator americanus banyak ditemukan di Amerika, Sub-Sahara Afrika,
Asia Tenggara, Tiongkok, and Indonesia, sementara A. duodenale lebih
banyak di Timur Tengah, Afrika Utara, India, dan Eropa bagian selatan.
Sekitar seperempat penduduk dunia terinfeksi oleh cacing tambang.
Infeksi paling sering ditemukan di daerah yang hangat dan lembap,
dengan tingkat kebersihan yang buruk. bentuk infektif dari cacing
tersebut adalah bentuk filariform. Setelah cacing tersebut menetas dari
telurnya, muncullah larva rhabditiform yang kemudian akan berkembang
menjadi larva filarifor.
Cacing ini dinamakan cacing tambang karena ditemukan di
pertambangan daerah tropis.Cacing tambang dapat hidup sebagai parasit
dengan menyerap darah dan cairan tubuh pada usus halus
manusia.Cacing ini memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dari cacing
perut.Cacing tambang Ancylostoma memiliki ujung anterior
melengkung membentuk kapsul mulut dengan 1 -4 pasang kait kitin atau
gigi pada sisi ventralnya.Kait kitin berfungsi untuk menempel pada usus
inangnnya.Pada ujung posterior cacing tambang jantan terdapat bursa
kopulasi.Alat ini digunakan untuk menangkap dan memegang cacing
betina saat kawin.Cacing betina memiliki vulva (organ kelamin luar)
yang terdapat didekat bagian tengah tubuhnya.
3. Toxocara Canis Toxocara Cati
Daur Hidup (Siklus Hidup)
Siklus hidup Toxocara canis dan Toxocara cati pada anjing atau kucing
serupa dengan siklus askariasis pada manusia.
Siklus hidup Toxocara cati
Sebagian besar cacing gelang mempunyai siklus hidup yang mirip.
Kebanyakan telur cacing menetas dalam waktu dua minggu. Obat cacing
membasmi cacing dengan cara merusak sistem syaraf cacing. Obat
cacing tidak bisa membasmi telur cacing karena telur tidak mempunyai
sistem syaraf. Oleh karena itu pemberian obat cacing harus diulang 2
minggu kemudian agar cacing yang berasal dari telur yang baru menetas
dapat segera dibasmi dengan tuntas.
44

Cacing Toxocara canis, hidup di tanah, lumpur, pasir dan tempat-tempat
kotor. Varian lain diantaranya: Toxocara cati, Toxocara vitulorum,
Toxocara pteropodis, Toxocara malayasiensis dll. Cacing ini daur
hidupnya terutama melalui anjing, kucing dan dilaporkan bisa melalui
herbivora.
Epidemiologi
Di Indonesia angka prevalensi tinggi terjadi pada anak-anak
yang berusia antara 1-7 tahun, di Jakarta prevalensi pada anjing
38,3% dan pada kucing 26 %.
Mereka lebih sering menghabiskan waktu bermainnya di
rerumputan, duduk di pasir, yang merupakan tempat dimana
cacing jenis ini berada.
Pada remaja, biasanya terjadi pada mereka yang memiliki
kegiatan yang aktif, misalnya, silat (berguling-guling di
rerumputan, tanah, dsb), ataupun kegiatan yang berhubungan
dengan tanah atau lapangan kotor.
Pada usia dewasa juga bisa terjadi pada mereka yang
melakukan kegiatan kerja bakti membersihkan parit, halaman,
pengangkut pasir, dsb.
Tanah, lapangan, rumput yang terkontaminasi oleh cacing ini
sangat mendukung cacing jenis ini untuk tinggal dan
berkembang biak.
Hospes
Hospes atau inang dari cacing Toxocara adalah anjing (T. canis) dan
kucing (T. cati). Pada manusia, cacing ini dapat hidup sebagai parasit
dan disebut parasit pengembara, menyebabkan penyakit yang disebut
visceral larva migrans (pengembaraan larva di jaringan tubuh). Penyakit
ini bersifat kosmopolit, ditemukan juga di Indonesia.
Untuk anjing dan kucing terinfeksi melalui migrasi transplacenta dan
migrasi trans mammaria. Telur cacing dapat ditemukan pada kotoran
pada saat anak anjing dan anak kucing sudah berusia 3 minggu. Infeksi
pada anjing betina bisa berakhir dengan sendirinya atau tetap (dormant)
45

pada saat anjing menjadi dewasa. Pada saat anjing bunting larva T.
canis menjadi aktif dan menginfeksi fetus melalui placenta dan
menginfeksi anak mereka yang baru lahir melalui susu mereka.
Pada kucing, kucing jantan dan kucing betina sama-sama rentan
terhadap infeksi, tidak ada perbedaan nyata; namun kucing dewasa
lebih rentan daripada kucing yang lebih muda.
Nama Penyakit
Toksokariasis (Visceral Larva Migrans) adalah suatu infeksi yang
terjadi akibat penyerbuan larva cacing gelang ke organ tubuh manusia.
Toksokariosis bisa disebabkan oleh Toxocara canis ataupun Toxocara
cati.
Telur parasit berkembang di dalam tanah yang terkontaminasi oleh
kotoran anjing dan kucing yang terinfeksi . Telur bisa ditularkan secara
langsung ke dalam mulut jika anak-anak bermain di atas tanah tersebut.
Setelah tertelan, telur menetas di dalam usus. Larva menembus dinding
usus dan menyebar melalui pembuluh darah. Hampir setiap jaringan
tubuh bisa terkena , terutama otak, mata, hati, paru-paru, dan jantung.
Larva bertahan hidup selama beebrapa bulan, menyebabkan kerusakan
dengan cara berpindah ke dalam jaringan dan menimbulkan peradangan
di sekitarnya.
4. Enterobius (Oxyuris) vermicularis
Cacing kremi

Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Animalia
46

Filum: Nematoda
Kelas: Secernentea
Upakelas: Spiruria
Ordo: Oxyurida
Famili: Oxyuridae
Genus: Enterobius

Species
Enterobius
vermicularis
Enterobius
anthropopitheci
Enterobius gregorii
Infeksi Cacing Kremi (Oksiuriasis, Enterobiasis) adalah suatu infeksi parasit
yang terutama menyerang anak-anak, dimana cacing Enterobius vermicularis
tumbuh dan berkembangbiak di dalam usus.
Perjalanan penyakit
Cacing Enterobius vermicularis menyebabkan infeksi cacing kremi yang
disebut juga enterobiasis atau oksiuriasis. Infeksi biasanya terjadi melalui
2 tahap. Pertama, telurcacing pindah dari daerah sekitar anus penderita ke
pakaian, seprei atau mainan. Kemudian melalui jari-jari tangan,
telurcacing pindah ke mulut anak yang lainnya dan akhirnya tertelan.
Telur cacing juga dapat terhirup dari udara kemudian tertelan. Setelah
telurcacing tertelan, lalu larvanya menetas di dalam usus kecil dan tumbuh
menjadi cacing dewasa di dalam usus besar (proses pematangan ini
memakan waktu 2-6 minggu). Cacing dewasa betina bergerak ke daerah di
sekitar anus (biasanya pada malam hari) untuk menyimpan telurnya di
dalam lipatan kulit anus penderita. Telur tersimpan dalam suatu bahan
yang lengket. Bahan ini dan gerakan dari cacing betina inilah yang
menyebabkan gatal-gatal. Telur dapat bertahan hidup di luar tubuh
manusia selama 3 minggu pada suhu ruangan yang normal. Tetapi telur
47

bisa menetas lebih cepat dan cacing muda dapat masuk kembali ke dalam
rektum dan usus bagian bawah
Gejala
Gejalanya berupa:
- Rasa gatal hebat di sekitar anus
- Rewel (karena rasa gatal dan tidurnya pada malam hari terganggu)
- Kurang tidur (biasanya karena rasa gatal yang timbul pada malam
hari ketika cacing betina dewasa bergerak ke daerah anus dan
menyimpan telurnya di sana)
- Nafsu makan berkurang, berat badan menurun (jarang terjadi,
tetapi bisa terjadi pada infeksi yang berat)
- Rasa gatal atau iritasivagina (pada anak perempuan, jika cacing
dewasa masuk ke dalam vagina)
- Kulit di sekitar anus menjadi lecet, kasar, atau terjadi infeksi
(akibat penggarukan).
Komplikasi
- Salpingitis (peradangan saluran indung telur)
- Vaginitis (peradangan vagina)
- Infeksi ulang.
Diagnosis
Cacing kremi dapat dilihat dengan mata telanjang pada anus penderita,
terutama dalam waktu 1-2 jam setelah anak tertidur pada malam hari.
Cacing kremi berwarna putih dan setipis rambut, mereka aktif bergerak.
Telur maupun cacingnya bisa didapat dengan cara menempelkan selotip
di lipatan kulit di sekitar anus, pada pagi hari sebelum anak terbangun.
Kemudian selotip tersebut ditempelkan pada kaca objek dan diperiksa
dengan mikroskop.
Pengobatan
Infeksi cacing kremi dapat disembuhkan melalui pemberian dosis tunggal
obat anti-parasit mebendazole, albendazole atau pirantel pamoat. Seluruh
anggota keluarga dalam satu rumah harus meminum obat tersebut karena
infeksi ulang bisa menyebar dari satu orang kepada yang lainnya.
48

Untuk mengurangi rasa gatal, bisa dioleskan krim atau salep anti gatal ke
daerah sekitar anus sebanyak 2-3 kali/hari.
Meskipun telah diobati, sering terjadi infeksi ulang karena telur yang
masih hidup terus dibuang ke dalam tinja selama seminggu setelah
pengobatan. Pakaian, seprei dan mainan anak sebaiknya sering dicuci
untuk memusnahkan telur cacing yang tersisa.
Langkah-langkah umum yang dapat dilakukan untuk mengendalikan
infeksi cacing kremi adalah:
1. Mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar
2. Memotong kuku dan menjaga kebersihan kuku
3. Mencuci seprei minimal 2 kali/minggu
4. Mencuci jamban setiap hari
5. Menghindari penggarukan daerah anus karena bisa mencemari jari-
jari tangan dan setiap benda yang dipegang/disentuhnya
6. Menjauhkan tangan dan jari tangan dari hidung dan mulut.
Pencegahan
Sangat penting untuk menjaga kebersihan pribadi, dengan menitikberatkan kepada
mencuci tangan setelah buang air besar dan sebelum menyiapkan makanan.
Pakaian dalam dan seprei penderita sebaiknya dicuci sesering mungkin dan
dijemur matahari.
5. Trichuris trichiura

Trichuris trichiura /Trichocephalus dispar
(Cacing Cambuk)
49

Trichuris trichiura (cacing cambuk) adalah salah satu cacing penyebab
penyakit cacingan pada manusia.Cacingan merupakan penyakit yang
endemik dan kronik. Tidak mematikan, tetapi mengganggu kesehatan
tubuh manusia dan dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia
(SDM).
Morfologi
Cacing jantan
Panjang 4 cm dengan ujung ekor melingkar dan terdapat
spikulum.
Cacing betina
Panjang 5 cm dengan ujung ekor membulat.
Telur
Berukuran 50-54 mikron x 32 mikron, berbentuk seperti
tempayan dengan semacam penonjolan yang jernih pada kedua
kutub. Kulit telur bagian luar berwarna kekuning-kuningan dan
bagian dalamnya jernih.
Daur hidup
Telur keluar bersama tinja lingkungan (tanah yang lembab/tempat yang
teduh) > telur matang (3-6 minggu) > makanan/minuman
terkontaminasi tertelan manusia > usus halus > larva > cacing
dewasa > kolon/sekum.
Hospes Definitif : manusia
Hospes Perantara : tanah
Nama Penyakit :
Trikhuriasis, trikhosefaliasis
Patologi dan gejala klinis
Cacing cambuk pada manusia terutama hidup di sekum dan dapat juga
ditemukan di kolon asendes.
Seseorang akan terinfeksi trikuriasis apabila menelan telur cacing
cambuk yang telah matang
Telur parasit ini ditemukan pada pemeriksaan tinja mikroskopis
berbentuk seperti tong.
50

Gejala yang ditimbulkan penyakit trikuriasis adalah :
- nyeri di ulu hati
- Diare yang sering diselingi dengan sindrom disentri
- peradangan usus buntu (apendisitis)
- Rektum menonjol melewati anus (prolapsus rektum) akibat
mengejannya penderita pada waktu defekasi
- Berat badan turun akibat kehilangan nafsu makan
- Anemia karena cacing cambuk menghisap darah hospesnya
Pencegahan
Individu
a. Mencuci tangan sebelum & sesudah makan
b. Mencuci sayuran yang dimakan mentah
c. Memasak sayuran di air mendidih
Lingkungan
a. Menggunakan jamban ketika buang air besar;
b. Tidak menyiram jalanan dengan air got;
c. Tidak jajan di sembarang tempat.
Dalam membeli makanan, kita harus memastikan bahwa
penjual makanan memperhatikan aspek kebersihan dalam
mengolah makanan
Pengobatan
Mebendazol
a. Bentuk sediaan : tablet, sirup 100 mg/ 5ml (botol 30 ml)
b. Cara kerja obat : memiliki khasiat sebagai obat kecacingan
yang mempunyai jangkauan luas terhadap cacing-cacing
parasit
c. Aturan pemakaian: 100 mg, 2 kali sehari selama3 hari
d. Efek yang tidak diinginkan : kadang-kadang terjadi nyeri
perut, diare, sakit kepala, demam, gatal-gatal, ruam kulit
e. Tidak boleh digunakan pada anak-anak balita dan wanita
hamil
Albendazol; dosis tunggal 400 mg
51

Oksantel pirantel pamoat; dosis tunggal 10-15 mg/kgBB
6. Strongyloides stercoralis

Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Nematoda
Class : Secernentea
Ordo : Rhabditida
Family : Strongyloididae
Genus : Strongyloides
Species : S. Stercoralis
Hospes dan Nama Penyakit
Manusia merupakan hospes utama cacing ini. Parasit ini dapat
menyebabkan penyakit strongilodiasis. Terdapat 3 tipe:
a. Tipe ringan, tidak memberikan gejala
b. Tipe sedang, menyebabkan gangguan pada saluran
pencernaan.
c. Tipe berat, mengalami gangguan hampir di seluruh tubuh
sehingga dapat menyebabkan kematian.
Morfologi
Larva Rabditiform
Panjangnya 225 mikron, ruang mulut: terbuka, pendek dan
lebar. Esophagus dengan 2 bulbus, ekor runcing.
Larva Filariform
52

Bentuk infektif, panjangnya 700 mikron, langsing, tanpa
sarung, ruang mulut tertutup, esophagus menempati setengah
panjang badan, bagian ekor berujung tumpul berlekuk.
Cacing dewasa betina yang hidup bebas panjangnya 1 mm,
esophagus pendek dengan 2 bulbus, uterus berisi telur dengan
ekor runcing.Cacing dewasa jantan yang hidup bebas panjangnya
1 mm, esophagus pendek dengan 2 bulbus, ekor melingkar
dengan spikulum
Daur Hidup
Cara berkembang biak secara parthenogenesis Mempunyai 3
macam siklus hidup :
a. Siklus langsung
2-3 hari di tanah larva rabditiform larva filariform
menembus kulit manusia peredaran darah vena jantung
kanan paru-paru parasit mulai menjadi dewasa
menembus alveolus masuk trakhea dan laring terjadi
refleks batuk & parasit tertelan sampai di usus halus
dewasa.
b. Siklus tidak langsung
Larva rabditiform di tanah cacing jantan & betina bentuk
bebas terjadi pembuahan telur menetas menjadi larva
rabditiform larva filariform masuk dalam hospes baru.
c. Autoinfeksi
Larva rabditiform larva filariform di usus/ daerah perianal
menembus mukosa usus/ perianal menyebabkan
strongiloidiasis menahun.
Patologi dan gejala klinis
Bila larva filariform menembus kulit, timbul creeping eruption
disertai rasa gatal yang hebat.
Cacing dewasa menyebabkan kelainan pada mukosa usus muda.
Infeksi ringan tidak menimbulkan gejala Infeksi sedang
menyebabkan rasa sakit seperti tertusuk-tusuk di daerah
53

epigastrium tengah dan tidak menjalar, disertai mual, muntah,
diare dan konstipasi.
Pada strongiloidiasis ada kemungkinan terjadi autoinfeksi dan
hiperinfeksi.
Pada hiperinfeksi cacing ditemukan di seluruh traktus digestivus,
larvanya ditemukan di berbagai alat dalam (paru, hati, kandung
empedu). Dapat menimbulkan kematian
Pencegahan
a. Sanitasi pembuangan tinja
b. Melindungi kulit dari tanah yang terkontaminasi, misal
dengan memakai alas kaki
c. Penerangan kepada masyarakat mengenai cara penularan,
dan cara pembuatan serta pemakaian jamban.
Pengobatan
Tiabendazol, dosis 25 mg per kg berat badan, 1 atau 2 kali sehari
selama 2 atau 3 hari.
Albendazol 400 mg, 1 atau 2 kali sehari selama 3 hari.
Merupakan obat pilihan.
Mebendazol 100 mg 3 kali sehari selama 2 atau 4 minggu.
Perhatian kepada pembersihan daerah sekitar anus, dan
menghindari konstipasi.
Ancylostoma braziliense, Ancylostoma caninum dan
Ancylostoma ceylanicum
Nama Penyakit : Ancylostomiasis
Hospes definitif : kucing dan anjing
Ancylostoma caninum dan Ancylostoma braziliense yang
umumnya terdapat pada usus halus anjing, rubah, srigala, anjing
hutan dan karnivora liar lainnya diseluruh dunia.. Ancylostoma
ceylanicum terdapat pada usus halus anjing, kucing, dan
karnivora lain bahkan pada manusia.
Patologi dan gejala klinis
54

a. Cacing dewasa melekat pada mukosa usus dan dengan
giginya memakan cairan jaringan, biasanya darah. Cacing ini
akan menghasilkan antikoagulan, sehingga luka tetap
berdarah beberapa saat setelah cacing berpindah tempat.
b. Hewan muda akan kehilangan darah dalam jumlah besar,
atau mengalami anemia karena defisiensi Fe. Hewan akan
diare, feses bercampur darah, kadang disertai muntah. Gejala
klinis yang lain antara lain anemia, oedema, lemah, kurus,
pertumbuhan terhambat, bulu kering dan kusam.
c. Pada manusia, larva tidak menjadi dewasa dan menyebabkan
kelainan kulit yang disebut creeping eruption.
Pengobatan Creeping eruption:
- Semprotan kloretil
- Albendazole, dosis tunggal 400 mg selama 3 hari
berturut-turut cukup efektif. Pada anak dibawah umur 2
thn albendazole diberikan dalam bentuk salep 2 %.
Pencegahan dan pengobatan
Pengobatan pada kucing perlu mempertimbangkan jenis obat
cacing yang digunakan dan umur atau berat minimum si
kucing. Beberapa obat seperti diklorofen atau toluen hanya
boleh diberikan pada kucing setidaknya dengan berat badan
1kg dan ivermektin setidaknya pada umur kucing 6 minggu
diberikan selama 3 hari. Pyrantel pamoat dapat diberikan
setelah umur 2 minggu sekali saja. adapula obat yang tidak
boleh diberikan pada kucing, seperti golongan Milbemycin.
d. Nematoda jaringan ( filaria limfatik )
Nematoda yang infestasinya di jaringan tubuh
Filariasis adalah suatu infeksi sistemik yang disebabkan oleh cacing
filaria yang cacing dewasanya hidup dalam saluran limfe dan kelenjar
limfe manusia dan ditularkan oleh serangga secara biologik. Penyakit ini
bersifat menahun ( kronis ) dan bila tidak mendapatkan pengobatan akan
menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan, dan alat
55

kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Filariasis disebabkan oleh
tiga spesies cacing filaria, yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi,
dan Brugia timori.
Etiologi
Cacing filaria merupakan nematoda yang hidup di dalam jaringan
subkutan dan sistem limfatik. Tiga spesies filaria yang menimbulkan
infeksi pada manusia; Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia
timori, merupakan penyebab infeksi filaria yang serius. Parasit filaria
ditularkan melalui spesies nyamuk khusus atau artropoda lainnya,
memiliki stadium larva serta siklus hidup yang kompleks. Anak dari
cacing dewasa berupa mikrofilaria bersarung, terdapat di dalam darah
dan paling sering ditemukan di aliran darah tepi. Mikrofilaria ini muncul
di peredaran darah enam bulan sampai satu tahun kemudian dan dapat
bertahan hidup hingga 5 10 tahun. Pada Wuchereria bancrofti,
mikrofilaria berukuran 250 300x7 8 mikron. Sedangkan pada Brugia
malayi dan Brugia timori, mikrofilaria berukuran 177 230 mikron.
Epidemiologi
Penyakit filariasis terutama ditemukan di daerah khatulistiwa dan
merupakan masalah di daerah dataran rendah. Tetapi kadang-kadang juga
ditemukan di daerah bukit yang tidak terlalu tinggi. Di Indonesia
filariasis tersebar luas; daerah endemi terdapat di banyak pulau di seluruh
Nusantara, seperti di Sumatera dan sekitarnya, Jawa, Kalimantan,
Sulawesi, NTT, Maluku, dan Irian Jaya. Untuk dapat memahami
epidemiologi filariasis, kita perlu memperhatikan faktor-faktor seperti
hospes, hospes Reservoar, vektor, dan keadaan lingkungan.
Hospes
Manusia yang mengandung parasit dapat menjadi sumber infeksi bagi
orang lain yang rentan ( suseptibel ). Pada umumnya laki-laki lebih
dominan terinfeksi, karena memiliki lebih banyak kesempatan untuk
mendapat infeksi ( exposure ).
Hospes reservoir
56

Malayi yang dapat hidup pada hewan merupakan sumber infeksi untuk
manusia. Hewan yang sering ditemukan mengandung infeksi adalah
kucing dan kera terutama jenis Presbytis
Vektor
Banyak spesies nyamuk yang ditemukan sebagai vektor filariasis,
tergantung pada jenis cacing filarianya. W.bancrofti yang terdapat di
daerah perkotaan ( urban ) ditularkan oleh Cx.quinquefasciatus,
menggunakan air kotor dan tercemar sebagai tempat perindukannya.
W.bancrofti yang di daerah pedesaan ( rural ) dapat ditularkan oleh
bermacam spesies nyamuk. Di Irian Jaya, W.bancrofti terutama
ditularkan oleh An.farauti yang menggunakan bekas jejak kaki binatang
untuk tempat perindukannya. Di daerah pantai di NTT, W.bancrofti
ditularkan oleh An.subpictus. B.malayi yang hidup pada manusia dan
hewan ditularkan oleh berbagai spesies Mansonia seperti Mn.uniformis,
Mn.bonneae, dan Mn.dives yang berkembang biak di daerah rawa di
Sumatera, Kalimantan, dan Maluku. Di daerah Sulawesi, B.malayi
ditularkan oleh An.barbirostris yang menggunakan sawah sebagai tempat
perindukannya. B.timori ditularkan oleh An.barbirostris yang
berkembang biak di daerah sawah, baik di dekat pantai maupun di daerah
pedalaman. B.timori hanya ditemukan di daerah NTT dan Timor Timur.
Patologi
Perubahan patologi yang utama terjadi akibat kerusakan inflamatorik
pada sistem limfatik yang disebabkan oleh cacing dewasa, bukan
mikrofilaria. Cacing dewasa ini hidup dalam saluran limfatik aferen atau
sinus sinus limfe sehingga menyebabkan dilatasi limfe. Dilatasi ini
mengakibatkan penebalan pembuluh darah di sekitarnya. Akibat
kerusakan pembuluh darah, terjadi infiltrasi sel plasma, eosinofil, dan
makrofag di dalam dan sekitar pembuluh darah yang terinfeksi dan
bersama dengan proliferasi endotel serta jaringan ikat, menyebabkan
saluran limfatik berkelok kelok serta katup limfatik menjadi rusak.
Limfedema dan perubahan statis yang kronik terjadi pada kulit diatasnya.
Cara Penularan
57

Seseorang dapat tertular atau terinfeksi penyakit kaki gajah apabila
orang tersebut digigit nyamuk yang infektif yaitu nyamuk yang
mengandung larva stadium III (L3). Nyamuk tersebut mendapat cacing
filarial kecil ( mikrofilaria ) sewaktu menghisap darah penderita
mengandung microfilaria atau binatang reservoir yang mengandung
microfilaria. Siklus Penularan penyakit kaki gajah ini melalui dua tahap,
yaitu perkembangan dalam tubuh nyamuk ( vector ) dan tahap kedua
perkembangan dalam tubuh manusia (hospes) dan reservoair.
Gejala klinis Filariais Akut adalah berupa ; Demam berulang-ulang
selama 3 - 5 hari, Demam dapat hilang bila istirahat dan muncul lagi
setelah bekerja berat ; pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada
luka) didaerah lipatan paha, ketiap (lymphadenitis) yang tampak
kemerahan, panas dan sakit ; radang saluran kelenjar getah bening yang
terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal
lengan kearah ujung (retrograde lymphangitis) ; filarial abses akibat
seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah
dan mengeluarkan nanah serta darah ; pembesaran tungkai, lengan, buah
dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas (early
lymphodema). Gejal klinis yang kronis ; berupa pembesaran yang
menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah dada, buah zakar
(elephantiasis skroti).
Manifestasi klinis
Manifestasi klinis sebagai infeksi W.bancrofti terbentuk beberapa bulan
hingga beberapa tahun setelah infeksi, tetapi beberapa orang yang hidup
di daerah endemis tetap asimptomatik selama hidupnya. Mereka yang
menunjukkan gejala akut biasanya mengeluh demam, lymphangitis,
lymphadenitis, orchitis, sakit pada otot, anoreksia, dan malaise. Mula
mula cacing dewasa yang hidup dalam pembuluh limfe menyebabkan
pelebaran pembuluh limfe terutama di daerah kelenjar limfe, testes, dan
epididimis, kemudian diikuti dengan penebalan sel endothel dan
infiltrasi sehingga terjadi granuloma. Pada keadaan kronis, terjadi
pembesaran kelenjar limfe, hydrocele, dan elefantiasis. Hanya mereka
58

yang hipersensitif, elefantiasis dapat terjadi. Elefantiasis kebanyakan
terjadi di daerah genital dan tungkai bawah, biasanya disertai infeksi
sekunder dengan fungi dan bakteri. Suatu sindrom yang khas terjadi
pada infeksi dengan Wuchereria bancrofti dinamakan Weingartners
syndrome atau Tropical pulmonary eosinophilia.
Gejala yang sering dijumpai pada orang yang terinfeksi B.malayi adalah
lymphadenitis dan lymphangitis yang berulangulang disertai
demam.Perbedaan utama antara infeksi W.bancrofti dan B.malayi
terletak pada klasifikasi ureter dan ginjal. Klasifikasi ureter dan ginjal
tidak ditemukan pada infeksi B.malayi.
Diagnosis
a. Diagnosis Parasitologi
Deteksi parasit : menemukan mikrofilaria di dalam darah, cairan
hidrokel atau cairan kiluria pada pemeriksaan sediaan darah
tebal, teknik konsentrasi Knott, membran filtrasi dan tes
provokatif DEC.
Diferensiasi spesies dan stadium filaria : menggunakan pelacak
DNA yang spesies spesifik dan antibodi monoklonal.
b. Radiodiagnosis
Pemeriksaan dengan ultrasonografi ( USG ) pada skrotum
dan kelenjar getah bening ingunial.
Pemeriksaan limfosintigrafi dengan menggunakan dekstran
atau albumin yang ditandai dengan adanya zat radioaktif.
Diagnosis imunologi
Dengan teknik ELISA dan immunochromatographic test (
ICT ), menggunakan antibodi monoklonal yang spesifik.
Terapi dan Pencegahan
Obat utama yang digunakan adalah dietilkarbamazin sitrat ( DEC ).5
DEC bersifat membunuh mikrofilaria dan juga cacing dewasa pada
pengobatan jangka panjang. Hingga saat ini, DEC merupakan satu-
satunya obat yang efektif, aman, dan relatif murah. Untuk filariasis
bankrofti, dosis yang dianjurkan adalah 6mg/kg berat badan/hari selama
59

12 hari. Sedangkan untuk filaria brugia, dosis yang dianjurkan adalah
5mg/kg berat badan/hari selama 10 hari. Efek samping dari DEC ini
adalah demam, menggigil, artralgia, sakit kepala, mual hingga muntah.
Pada pengobatan filariasis brugia, efek samping yang ditimbulkan lebih
berat. Sehingga, untuk pengobatannya dianjurkan dalam dosis rendah,
tetapi waktu pengobatan dilakukan dalam waktu yang lebih lama.
Obat lain yang juga dipakai adalah ivermektin.5 Ivermektin adalah
antibiotik semisintetik dari golongan makrolid yang mempunyai
aktivitas luas terhadap nematode dan ektoparasit. Obat ini hanya
membunuh mikrofilaria. Efek samping yang ditimbulkan lebih ringan
dibanding DEC.
Pengobatan kombinasi dapat juga dengan dosis tunggal DEC dan
Albendazol 400mg, diberikan setiap tahun selama 5 tahun. Pengobatan
kombinasi meningkatkan efek filarisida DEC. Yang dapat diobati
adalah stadium mikrofilaremia, stadium akut, limfedema, kiluria, dan
stadium dini elefantiasis.
Terapi suportif berupa pemijatan dan pembebatan juga dilakukan di
samping pemberian antibiotika dan corticosteroid, khususnya pada
kasus elefantiasis kronis. Pada kasus-kasus tertentu dapat juga
dilakukan pembedahan.
Nematoda jaringan ( filaria non limfatik )
1. Loa loa (Cacing mata)

Klasifikasi ilmiah
60

Kerajaan : Animalia
Filum : Nemathelmynthes
Kelas : Nematoda
Order : Spirurida
Superfamili : Filarioidea
Keluarga : Onchocercidae
Genus : Loa
Spesies : Loa loa

Sejarah
- Kasus pertama infeksi Loa loa tercatat di Karibia (Santo
Domingo) pada tahun 1770. Seorang ahli bedah Prancis bernama
Mongin mencoba tetapi gagal untuk menghapus cacing yang
lewat di mata seorang wanita. Beberapa tahun kemudian, pada
1778, ahli bedah Guyot Francois dapat melakukan pembedahan
pada cacing di mata seorang budak dari Afrika Barat pada kapal
Prancis ke Amerika.
- Identifikasi microfilaria dibuat pada tahun 1890 oleh Stephen
dokter mata McKenzie. Sebuah presentasi klinis umum loiasis,
yang diamati pada tahun 1895 di pesisir kota Nigeria maka
terciptalah nama Calabar swelling.
- Pengamatan ini dibuat oleh seorang dokter mata Skotlandia
bernama Douglas Argyll-Robertson, tetapi hubungan antara Loa
loa dan Calabar swelling tidak disadari sampai tahun 1910 (oleh
Dr Patrick Manson). Penentuan vektor lalat Chrysops diketahui
pada tahun 1912 oleh British parasitologist Robert Thompson
Leiper.
- Nama Penyakit : Loa loa filariasis, loaiasis, Calabar
swelling(Fugitiveswelling), Tropical swelling dan Afrika
eyeworm
- HP: Lalat Crysops silaceae dan C dimidiata
- Daya hidup: 4-17 tahun
61

- Distribusi: terbatas pada hutan dan tepi hutan di daerah
katulistiwa afrika yang sering hujan
Loa loa adalah nematoda filarial yang menyebabkan loaiasis. Ini adalah
bagian dari kelompok nematoda parasit filarial yang menyebabkan
filariasis limfatik
Morfologi
- Cacing dewasa hidup dalam jaringan sub kutan,
- Betina berukuran 50-70 mm x 0,5 mm
- Jantan 30-34 mm x 0,35-0,43 mm. Cacing
- Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria yang beredar dalam darah
pada siang hari (diurna).
- Pada malam hari mikrofilaria berada dalam pembuluh darah paru-
paru.
Nama Penyakit
Loa loa filariasis (juga dikenal sebagai loaiasis, Calabar swelling,
Fugitive swelling, Tropical swelling dan Afrika eyeworm) penyakit
mata yang disebabkan oleh cacing nematoda, loa loa.
Gejala klinis
- Menimbulkan gangguan di konjungtiva mata dan pangkal hidung
dengan menimbulkan
o iritasi pada mata,
o mata sendat, sakit,
o pelupuk mata menjadi bengkak.
- Pembengkakan jaringan yang tidak sakit
- Ensefalitis
Distribusi geografis
Distribusi geografis loaiasis manusia terbatas pada hutan hujan dan
rawa kawasan hutan Afrika Barat, terutama di Kamerun dan di Sungai
Ogowe. Manusia adalah satu-satunya reservoir alami. Diperkirakan 12-
13 juta manusia terinfeksi larva Loa loa.
Siklus Hidup
62

Parasit ini ditularkan oleh lalat Chrysops. Mikrofilaria yang beredar
dalam darah diisap oleh lalat dan setelah kurang lebih 10 hari di dalam
badan serangga, mikrofilaria tumbuh menjadi larva infektif dan siap
ditularkan kepada hospes lainnya. Cacing dewasa tumbuh dalam badan
manusia dan dalam waktu 1 sampai 4 minggu mulai berkopulasi dan
cacing betina dewasa mengeluarkan mikrofilarianya.
Diagnosis
Diagnosis dibuat dengan menemukan mikrofilaria di dalam darah yang
diambil pada waktu siang hari atau menemukan cacing dewasa di
konjungtiva mata ataupun dalam jaringan subkutan
Pengobatan
Penggunaan dietilkarbamasin (DEC) dosis 2 mg/kgBB/hari, 3 x
sehari selama 14 hari
Pembedahan pada mata
Pencegahan
a. Menghindari gigitan Lalat
b. Pemberian obat-obatan 2 bln sekali
c. Jangan sering-sering masuk hutan
Prognosis
Prognosis biasanya baik apabila cacing dewasa telah dikeluarkan dari
mata dan pengobatan berhasil dengan baik
Dracunculus medinensis

63

Kingdom : Animalia
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Order : Camallanidae
Superfamily: Dracunculoidea
Family : Dracunculidae
Genus : Dracunculus
Species : D. Medinensis
Dracunculus medinensis atau cacing Madinah (dulu endemik dikota
Madinah, sekarang dinyatakan sudah musnah dari sana oleh WHO)
merupakan parasit pada manusia dan mamalia di Asia dan Afrika.
Larvanya terdapat pada tubuh Cyclops sp. diperairan tawar.
Morfologi
Cacing ini berbentuk silindris dan memanjang seperti benang.
Permukaan tubuh berwarna putih susu dengan kutikula yang halus.
Ujung anterior berbentuk bulat tumpul sedangkan ujung posterior
melengkung membentuk kait. Memiliki mulut yang kecil dan ujung
anteriornya dikelilingi paling sedikit 10 papila. Cacing jantan
panjangnya 12-40 mm dan lebarnya 0,4 mm Cacing betina panjangnya
120 cm dan lebarnya1-2 mm.
Nama Penyakit
Dracunculiasis adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing gelang
Dracunculus medinensis. Yang menyebabkan rasa sakit, luka kulit
meradang dan radang sendi yang melemahkan. Infeksi tersebut terjadi
sebagian besar pada jalur sempit melintasi beberapa negara di daerah
Afrika Selatan dan di Yaman dan hanya berlangsung pada musim
tertentu
Siklus hidup
Bila manusia meminum air mentah mengandung cyclops yang telah
terinfeksi oleh larva cacing ini menetas lalu menembus dinding usus
menuju jaringan bawah kulit, jantung atau otak Setahun kemudian,
cacing yang telah dewasa akan bereproduksi dan bergerak menuju
64

permukaan kulit (umumnya tangan atau kaki), jantan akan mati setelah
3-7 bulan setelah infeksi. Betina yang akan bereproduksi akan
menimbulkan bercak merah yang terasa sangat panas lalu menimbulkan
luka terbuka pada anggota badan tersebut. Pada saat bagian tubuh yang
terluka itu direndam air (untuk mengurangi rasa panas yang
ditimbulkan) cacing betina dewasa akan keluar (dapat dilihat dengan
mata) dari luka tersebut dan melepaskan larva muda kemudian larva
muda mencari Cyclops dan siklus kembali terulang. setelah proses ini
terselesaikan, betina akan mati, apabila tidak dapat keluar dari tubuh
maka cacing tersebut akan terkristalisasi didalam tubuh inangnya. Luka
terbuka yang diakibatkan oleh penetrasi cacing ini memiliki potansi
yang besar terkena infeksi bakteri sekunder (bakteri tetanus,bakteri
pemakan daging dsb) apabila tidak diobati secara tepat.
Penyebab
Orang menjadi terinfeksi dengan meminum air yang mengandung
semacam binatang air yang terinfeksi berkulit keras yang kecil, yang
selanjutnya menjadi hunian untuk cacing tersebut. setelah penyerapan,
crustacean mati dan melepaskan larva, yang menembus dinding usus.
Larva matang menjadi cacing dewasa sekitar 1 tahun. Setelah dewasa,
cacing betina bergerak melalui jaringan di bawah kulit, biasanya
menuju kaki. Di sana, mereka membuat bukaan pada kulit sehingga
ketika mereka melepaskan larva, larva tersebut bisa meninggalkan
tubuh, masuk ke air, dan menemukan hunian crustacean. Jika larva
tidak mencapai kulit, mereka mati dan hancur atau mengeras (calcify)
di bawah kulit.
Gejala
Gejala-gejala diawali ketika cacing tersebut menembus kulit. Sebuah
lepuhan terbentuk pada bukaan. Daerah di sekitar lepuhan gatal,
terbakar, dan meradang-bengkak, merah, dan menyakitkan. Material
yang dilepaskan cacing tersebut bisa menyebabkan reaksi alergi, yang
bisa mengakibatkan kesulitan bernafas, muntah, dan ruam yang gatal.
Gejala-gejala reda dan lepuhan tersebut sembuh setelah cacing dewasa
65

meninggalkan tubuh. pada sekitar 50% orang, infeksi bakteri terjadi di
sekitar bukaan karena cacing tersebut. Kadangkala persendian dan
tendon di sekitar lepuhan rusak.
Diagnosa
Diagnosa adalah jelas ketika cacing dewasa tampak pada lepuhan. Sinar
X kemungkinan dilakukan untuk menentukan klasifikasi cacing. Dapat
dibuat bila terdapat garis linier berliku-liku pada permukaan kulit dan
ditemukannyan papula atau vesikula pada salah satu ujung gris tersebut
serta munculnya prodromal atau sistemik.
Pengobatan
Biasanya, cacing dewasa pelan-pelan diangkat lebih dari sehari sampai
seminggu dengan memutarnya pada sebuah batang. Cacing tersebut
bisa diangkat dengan cara operasi setelah bius lokal digunakan, tetapi
pada banyak daerah, metode ini tidak tersedia. Orang yang juga
mengalami infeksi bakteri kadangkala diberikan metronidazole untuk
mengurangi peradangan.
Pencegahan
Penyaringan air minum melalui kain katun tipis.
merebus air hingga mendidih sebelum digunakan.
Dan hanya meminum air berklorin membantu mencegah
dracunculiasis
Wuchereria bancrofti

Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Animalia
66

Filum: Nematoda
Kelas: Secernentea
Ordo: Spirurida
Upaordo: Spirurina
Famili: Onchocercidae
Genus: Wuchereria

Wuchereria bancrofti atau disebut juga Cacing Filaria adalah kelas
dari anggota hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam
filumNemathelminthes. Bentuk cacing ini gilig memanjang, seperti
benang maka disebut filaria. Pernahkah Anda mendengar penyakit kaki
gajah (elephantiasis) Terlihat kaki penderita menjadi bengkak, mengapa
hal tersebut dapat terjadi?
Daur Hidup
Cacing ini hidup pada pembuluh limfa di kaki. Jika terlalu banyak
jumlahnya, dapat menyumbat aliran limfa sehingga kaki menjadi
membengkak. Pada saat dewasa, cacing ini menghasilkan telur kemudian
akan menetas menjadi anak cacing berukuran kecil yang disebut
mikrofilaria. Selanjutnya, mikrofilaria beredar di dalam darah. Larva ini
dapat berpindah ke peredaran darah kecil di bawah kulit. Jika pada waktu
itu ada nyamuk yang menggigit, maka larva tersebut dapat menembus
dinding usus nyamuk lalu masuk ke dalam otot dada nyamuk, kemudian
setelah mengalami pertumbuhan, larva ini akan masuk ke alat penusuk.
Jika nyamuk itu menggigit orang, maka orang itu akan tertular penyakit
ini, demikian seterusnya.
Trichinella spiralis
67


o Trichinella spiralis atau disebut juga Cacing Otot adalah hewan dari
anggota hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam
filumNematoda. Cacing ini menyebabkan penyakit trichinosis pada
manusia, babi, atau tikus. Parasit masuk ke tubuh manusia melalui daging
babi yang dimasak kurang matang. Di dalam usus manusia, larva
berkembang menjadi cacing muda. Cacing muda bergerak ke otot
melalui pembuluh limfa atau darah dan selanjutnya menjadi cacing
dewasa. Untuk mencegah terinfeksi oleh cacing ini, daging harus
dimasak sampai matang untuk mematikan cacing muda.
Heterodera radicicola
o Heterodera radicicola adalah hewan dari anggota hewan tak bertulang
belakang yang termasuk dalam filumNematoda. Cacing ini hidup pada
akar tanaman dan dapat menyebabkan bengkak pada akar tanaman.
TREMATODA
CACING dan PENYAKIT KARENA CACING
Trematoda Hati
1. Turbellaria (cacing rambut getar)
Platyhelm turbellaria dugesia
68


Turbellaria memiliki ukuran tubuh bersilia dengan ukuran 15 18
mm.Silia digunakan untuk bergerak.Pergerakan juga dapat
menggunakan otot dengan gerakan seperti gelombang.Pada kalas ini
akan dibahas mengenai ciri salah satu contoh Turbellaria, yaitu Dugesia.
Bagian anterior tubuh Dugesia berbentuk segitiga dan memiliki sistem
indera berupa sepasang bintik mata serta celah yang disebut
aurikel.Bintik mata untuk membedakan keadaan gelap dan terang,
sedangkan aurikel berfungsi sebagai indera pembau saat Dugesia
mencari makanannya.
Permukaan tubuh bagian ventral Dugesia memiliki silia yang berfungsi
untuk pergerakan.Pada bagian tengah tubuhnya terdapat mulut.Melalui
mulut, faring dapat dijulurkan keluar untuk menangkap mangsa yang
selanjutnya dicerna di dalam usus.
Sistem eksresi Dugesia terdiri dari saluran bercabang-cabang yang
disebut protonefridia, memanjang dari pori-pori pada permukaan tubuh
bagian dorsal sampai ke sel-sel api dalam tubuhnya.Sel-sel api yang
berbentuk seperti bola lampu dan memiliki silia di dalamnya.Pergerakan
silia berfungsi untuk menggerakkan air dalam sel menyerupai nyala api
sehingga sel tersebut dinamakan sel api.
Dugesia merupakan hewan hemafrodit, namun reproduksi seksual tidak
dapat dilakukan hanya oleh satu individu.Fertilisasi dilakukan secara
silang oleh dua individu Dugesia.Zigot yang terbentuk berkembang
69

tanpa melalui proses periode larva.Sedangkan reproduksi aseksual
adalah dengan membelah dirinya dan setiap belahan tubuh akan menjadi
individu baru yang dikarenakan oleh daya regenerasinya yang sangat
tinggi.

Trematoda (cacing isap)
Platyhelm trematoda clonorchis

Trematoda disebut sebagai cacing isap karena cacing ini memiliki alat
pengisap.Alat pengisap terdapat pada mulut di bagian anterior
tubuhnya.kegunaan alat isap adalah untuk menempel pada tubuh
inangnya.Pasa saat menempel cacing ini mengisap makanan berupa
jaringan atau cairan tubuh inangnya.Dengan demikian, Trematoda
merupakan hewan parasit.
Trematoda dewasa pada umumnya hidup di dalam hati, usus, paru-paru,
ginjal, dan pembuluh darah vertebrata.Trematoda berlindung di dalam
tubuh inangnya dengan melapisi permukaan tubuhnya dengan kutikula
dan permukaan tubuhnya tidak memiliki silia.Salah satu contoh
Trematoda adalah cacing hati (Fasciola hepatica).Cacing hati memiliki
daur hidup yang kompleks karena melibatkan sedikitnya dua jenis inang,
yaitu inang utama dan inang sebagai perantara.Daur hidup cacing hati
terdiri dari fase seksual dan aseksual.Fase seksual terjadi saat cacing hati
dewasa berada di dalam tubuh inang utama.Fase aseksual dengan
membelah diri terjadi saat larva berada di dalam tubuh inang perantara.
70

Beberapa jenis cacing hati yang dapat menginfeksi manusia antara lain
sebagai berikut :
Opisthorchis sinensis ( Cacing hati cina )
cacing dewasa hidup pada organ hati manusia.Inang
perantaranya adalah siput air dan ikan.
Schistosoma japonicum
Cacing ini hidup di dalam pembuluh darah pad saluran
pencernaan manusia.Manusia merupakan inang utamanya,
namun hewan juga dapat terinfeksi seperti tikus, anjing, babi,
dan sapi.Inang perantaranya adalah siput amphibi Oncomelania
hupensis.Cacing ini menyebabkan penyakit skistosomiasis
dengan ciri demam, anemia, disentri, berat badan turun, dan
pembengkakan hati.
Paragonimus westermani
Cacing ini hidup dalam paru-paru manusia.Inang perantaranya
adalah udang air tawar.

Clonorchis sinensis (Opisthorchis sinensis)
Clonorchis sinensis
(Opisthorchis sinensis)
Kingdom : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Kelas : Trematoda
Ordo : Opisthorchiida
Family : Opisthorchiidae
Genus : Clonorchis
Species : Clonorchis sinensis
71

1. Nama Penyakit : Klonorkiasis
b. Penyebaran geografis : Cina, Jepang, Korea, Vietnam
c. Predileksi :
Saluran empedu,
saluran pankreas (kadang-kaang)
d. Morfologi
Telur : Bentuk seperti botol ukuran 2530m
warna kuning kecoklatan
Kulit halus tetapi sangat tebal
Pd bagian ujung yg meluas terdapat tonjolan
Berisi embrio yg bersilia (miracidium)
Operculum mudah terlihat
infektif untuk siput air
Cacing Dewasa :
o 1. Ukuran 12 20 mm x 3 5 mm
o Ventral sucker < oral sucker
o Usus (sekum) panjang dan mencapai bag. Posterior tubuh
o Testis terletak diposterior tubuh & keduanya mempunyai lobus
o Ovarium kecil terletak ditengah (anterior dari testis)
Definitif Host Manusia, anjing, kucing, babi
Hospes Perantara 1 Siput air
Hospes Perantara 2 Ikan Daur Hidup Patologi dan Gejala
KlinisMenyebabkan Iritasi pd saluran empedu dan penebalan
dinding saluran Perubahan jaringan hati yg berupa radang sel hati
Gejala di bagi 3 stadium :
Stadium ringan tdk ada gejala
Stadium progresif ditandai dg menurunnya nafsu makan, diare,
edema, dan pembesaran hati
Stadium lanjut didapatkan sindrom hipertensi portal terdiri dari
pembesaran hati, edema, dan kadang-kadang menimbulkan
keganasan dlm hati, dapat menyebabkan kematian
e. Pencegahan :
72

Mencegah polusi air dari tinja manusia dan (anjing,
kucing)
Memberantas siput air
Tidak makan ikan mentah, dimasak tidak sempurna, ikan
asin, atau ikan asap yang merupakan tuan rumah
perantara parasit
Fasciola hepatica (Cacing Hati)

Kingdom : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Kelas : Trematoda
Ordo : Echinostomida
Genus : Fasciola
Spesies : Fasciola Hepatica
Ciri-ciri morfologi Fasciola hepatica
Bersifat hermaprodit.
Sistem reproduksinya ovivar.
Bentuknya menyerupai daun berukuran 20 30 mm x 8 13 mm.
Mempunyai tonjolan konus (cephalis cone) pada bagian
anteriornya.
Memiliki batil isap mulut dan batil isap perut.
Uterus pendek berkelok-kelok.
Testis bercabang banyak, letaknya di pertengahan badan
berjumlah 2 buah
Hospes Definitif : Manusia, kambing dansapi
73

Hospes Perantara :
o Keong air (Lymnea)
o Tanaman air
o Nama penyakit : fasioliasis
o Daur Hidup Patologi dan Gejala klinis Terjadi sejak larva
masuk kesaluran empedu sampai menjadi dewasa. Parasit ini
dapat menyebabkan iritasi pada saluran empedu dan penebalan
dinding saluran. Selain itu, dapat terjadi perubahan jaringan
hati berupa radang sel hati. Pada keadaan lebih lanjut dapat
timbul sirosis hati disertai asites dan edema. Luasnya organ
yang mengalami kerusakan bergantung pada jumlah cacing
yang terdapat disaluran empedu dan lamanya infeksi gejala
dari penyakit fasioliasis biasanya pada stadium ringan tidak
ditemukan gejala. Stadium progresif ditandai dengan
menurunnya nafsu makan, perut terasa penuh, diare dan
pembesaran hati. Pada stadium lanjut didapatkan sindrom
hipertensi portal yang terdiri dari perbesaran hati, ikterus,
asites, dan serosis hepatis.
Pengobatan
Pengobatan yang dapat diberikan antara lain:
Heksakloretan
Heksaklorofan
Rafoxamide
Niklofolan
Bromsalan yang disuntikkan di bawah kulit Cara-cara pencegahan
Tidak memakan sayuran mentah.
Pemberantasan penyakit fasioliasis pada hewan ternak.
Kandang harus dijaga tetap bersih, dan kandang sebaiknya tidak
dekat kolam atau selokan. Siput-siput disekitar kandang
dimusnakan untuk memutus siklus hidup Fasciola hepatica.


74

Trematoda Paru I.
Paragonimus westermani

HOSPES Hospes definitive : Manusia, kucing, anjing
Hospes perantara I : Keong air / siput (Melania/Semisulcospira
spp) Hospes perantara II : Ketam / kepiting
PENYAKIT : Paragonimiasis
MORFOLOGI Telur :
Ukuran : 80 120 x 50 60 mikron Bentuk oval cenderung asimetris.
Terdapat operkulum pada kutub yang mengecil. Ukuran operkulum
relatif besar, sehingga kadang tampak telurnya seperti terpotong. Berisi
embrio Cacing dewasa: Bersifat hermaprodit. Sistem reproduksinya
ovivar. Bentuknya menyerupai daunberukuran 7 12 x 4 6 mm dengan
ketebalan tubuhnya antara 3 5 mm.Memiliki batil isap mulut dan batil
isap perut.Uterus pendek berkelok-kelok.Testis bercabang, berjumlah 2
buah.Ovarium berlobus terletak di atas testis.Kelenjar vitelaria terletak di
1/3 tengah badan. Siklus Hidup Telur dikeluarkan bersama feses, Telur
yang masuk dalam air akan menetas mirasidium akan keluar dan mencari
hospes perantara pertama yaitu keong air (siput Bulinus /
Semisulcospira). Dalam tubuh keong mirasidium berkembang menjadi
sporokista dan kemudian menjadi redia. Redia akan menghasilkan
serkaria. Serkaria akan akan keluar dari tubuh siput dan mencari hospes
perantara ke-2, yiatu ketam/kepiting Setelah masuk ke tubuh kepiting,
serkaria akan melepaskan ekornya dan membentuk kista (metaserkaria.)
75

didalam kulit di bawah sisik. Metaserkaria akan masuk ke tubuh manusia
yang mengkonsumsi kepiting yang mengandung metaserkaria yang
dimasak kurang matang.Metaserkaria akan mengalami proses ekskistasi
di duodenum dan keluarlah larva. Larva menembus dinding usus halus
rongga perut diafragma menuju paru paru Patologi dan Gejala Klinis
Gejala pertama di mulai dengan adanya batuk kering yang lama
kelamaan menjadi batuk darah cacing dewasa dapat pula bermigrasi ke
alat alat lain dan menimbulkan abses pada alat tersebut misalnya pada
hati dan empedu .Saat larva masuk dalam saluran empedu dan menjadi
dewasa, parasit ini dapat menyebabkan iritasi pada saluran empedu,
penebalan dinding saluran, peradangan sel hati dan dalam stadium lanjut
akan menyebabkan sirosis hati yang disertai oedema. Luasnya organ
yang mengalami kerusakan tergantung pada jumlah cacing yang terdapat
di saluran empedu dan lamanya infeksi. Gejala yang muncul dapat
dikelompokkan menjadi 3 tahap, yaitu :
Stadium ringan : tidak ditemukan gejala.
Stadium progresif : terjadi penurunan nafsu makan, perut terasa
penuh, diare.
Stadium lanjut : didapatkan sindrom hipertensi portal yang terdiri
dari pembesaran hati, ikterus, oedema dan sirosis hepatis.
Diagnosa Diagnosis dibuat dengan menemukan telur dalam
sputum atau cairan pleura. Kadang-kadang telur juga di temukan
dalam tinja Pencegahan Tidak memakan ikan/kepiting mentah.
Apabila menkonsumsi harus sudah dimasak secara sempurna
sehingga bisa dihindari terinfeksi oleh metaserkaria dalam
ikan/kepiting tersebut
Trematoda Usus I.
Cacing tambang: cacing parasit (nematoda) yang hidup pada usus kecil
inangnya, yang dapat berupa mamalia seperti kucing, anjing ataupun
manusia.
Ada beberapa spesies cacing tambang:
Necator americanus pada manusia
76

Ancylostoma duodenale pada manusia
Ancylostoma braziliense pada kucing, anjing
Ancylostoma ceylanicum pada anjing, kucing
Ancylostoma caninum pada anjing, kucing
Morfologi
Cacing ini dinamakan cacing tambang karena ditemukan di
pertambangan daerah tropis.Cacing tambang dapat hidup sebagai parasit
dengan menyerap darah dan cairan tubuh pada usus halus manusia.
Cacing ini memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dari cacing perut.
Cacing tambang Ancylostoma memiliki ujung anterior melengkung
membentuk kapsul mulut dengan 1 -4 pasang kait kitin atau gigi pada sisi
ventralnya.Kait kitin berfungsi untuk menempel pada usus
inangnnya.Pada ujung posterior cacing tambang jantan terdapat bursa
kopulasi.Alat ini digunakan untuk menangkap dan memegang cacing
betina saat kawin.Cacing betina memiliki vulva (organ kelamin luar)
yang terdapat didekat bagian tengah tubuhnya. Necator americanus dan
Ancylostoma duodenale
Nama Penyakit
Nekatoriasis dan ankilostomiasis
Hospes
Manusia Siklus hidup : Telur > larva rhabditiform->Larva filariform
-> melalui telapak kaki > peredaran darah>jantung>paru-
paru->faring >tenggorokan->usus (larva)>usus (cacing
dewasa)
Patologi dan Gejala Klinis
Cara penularan penyakit cacing tambang adalah melalui larva cacing
yang terdapat di tanah yang menembus kulit (biasanya diantara jari-jari
kaki), cacing ini akan berpindah ke paru kemudian ke tenggorokan dan
akan tertelan masuk saluran cerna.
Gejala Penyakit cacing tambang (ankilostomiasis dan nekatoriasis) :
a. Gangguan pencernaan berupa mual, muntah, diare dan nyeri di ulu
hati.
77

b. Pusing, nyeri kepala.
c. Lemas dan lelah, anemia
d. Gatal didaerah masuknya cacing.
e. Kadang-kadang tanpa ada gejala
f. Keluhan tidak spesifik, kelelahan dan berat badan menurun
g. Jarang terjadi: sakit perut, kembung dan sumbatan usus
Pencegahan dan Pengobatan:
a. Hati-hati bila maka makanan mentah atau setengah matang terutama
pada tempat-tempat dimana sanitasi masih kurang
b. Masak bahan makanan sampai matang
c. Selalu mencuci tangan setelah dari kamar mandi/WC atau sebelum
memegang makanan
d. Infeksi cacing tambang bisa dihindari dengan selalu mengenakan alas
kaki.
e. Gunakan desinfektan setiap hari di tempat mandi dan tempat buang
air besar.
Trematoda Darah
1. Schistosoma haematobium

Schistosoma haematobium menghuni system pembuluh vena di
daerah pelvis dan vesica urinaria
78

Telurnya meruncing seperti duri pada salah satu ujungnya dan keluar
pari tubuh penderita bersama urina.
Di dalam air tawar telurnya akan menetas menjadi miracidium
kemudian masuk ke tubuh siput dan berkembang menjadi sporocyst
yang selanjutnya keluar dari siput berupa cercaria.
Siput yang merupakan host intermediate Schistosoma haematobium
antar lain genus Bilinus,Physopsis dan Biomphalaria.
Gejala Penyakit
Masa inkubasinya antara 10 12 minggu
Gejala awalnya berupa demam,biasanya sore hari,lesu,tidak enak
perut,kadang-kadang terjadi urticaria. Sering kencing,kemudian
menjadi abscess yang pecah kedalam kandung kencing,sehingga
mucus, darah,nanah dan telur cacing akan keluar dari tubuh bersama
urina.
Bahan pemeriksaan
Sample pemeriksaan adalah urina,untuk menemukan telur cacing.dan
feces penderita.
Pencegahan
a. Pengobatan penderita untuk mengilangkan sumber penularan
b. Perbaikan cara pembuangan feces manusia agar tidak melahirkan
miracidium.
c. Pemberantasan siput ( mollusca ) dengan molluscicida
d. Menghindari kontak dengan air yang mengandung cercariae
Cacing Platyhelmintes dan Trematoda pada Paru dan Liver
Platyhelminthes adalah filum dalam Kerajaan Animalia (hewan). Filum ini
mencakup semua cacing pipih kecuali Nemertea, yang dulu merupakan salah satu
kelas pada Platyhelminthes, yang telah dipisahkan.
Disebut Cacing Pipih (Flat Worm) dengan ciri antara lain:
Tubuh simetri bilateral
Belum memiliki sistem peredaran darah
Belum memiliki anus
Belum memiliki rongga badan termasuk
79

Memiliki basil isap (sucker)
Sistem saraf terdiri dari ganglion otak dan saraf-saraf tepi (Saraf Tangga Tali).
TERDIRI DARI TIGA KELAS :
1. TURBELARIA (Cacing Berambut Getar)
Satu-satunya kelas yang hidup bebas (non-parasit), contohnya adalah
Planaria yang mempunyai sistem ekskresi dari sel-sel api (Flame Cell). Bersifat
Hermafradit dan berdaya regenerasi cepat.
2. TREMATODA (Cacing Isap)
Jenis-jenis kelas ini adalah :
A. Fasciola hepatica (cacing hati ternak), bersifat hetmafrodit.
Siklus hidupnya adalah : Telur Larva Mirasidium masuk ke dalam tubuh
siput Lymnea Sporokista berkembang menjadi Larva (II) : Redia
Larva (III) : Serkaria yang berekor, kemudian keluar dari tubuh keong
Kista yang menempel pada tetumbuhan air (terutama selada air
Nasturqium officinale) kemudian termakan hewan ternak (dapat tertular ke
orang, apabila memakan selada air) masuk ke tubuh dan menjadi Cacing
dewasa menyebabkan Fascioliasis.
B. Clonorchis sinensis / Opistorchis sinensis (cacing hati manusia)
Siklus hidupnya adalah: Telur Larva Mirasidium Sporokista Larva
(II) : Redia Larva (III) : Serkaria Larva(IV) : Metaserkaria, masuk ke
dalam tubuh Ikan kemudian termakan oleh Orang. Cacing dewasa,
menyebabkan Clonorchiasis.
C. Schistosoma
Contohnya adalah Schistosoma japonicum, Schistosoma haematobium dan
Schistosoma mansoni. hidup dipembuluh darah dan merupakan parasit
darah. Memiliki hospes perantara Siput. Menyebabkan Schistosomiasis.
D. Paragonimus westermani (cacing paru)
Cacing yang menjadi parasit dalam paru-paru manusia. Sebagai hospes
perantara ialah ketam (Eriocheirsinensis) dan tetumbuhan air.
Menyebabkan Paragonimiasis.
E. Fasciolopsis buski
80

Cacing yang menjadi parasit dalam tubuh manusia. Hidup di dalam usus
halus. Hospes perantaranya adalah tetumbuhan air. Menyebabkan
Fasciolopsiasis.
3. CESTODA (Cacing Pita)
Tubuhnya terdiri dari rangkaian segmen-segmen yang masing-masing disebut
Proglottid. Kepala disebut Skoleks dan memiliki alat isap (Sucker) yang memiliki
kait (Rostelum) terbuat dari kitin. Pembentukan segmen (segmentasi) pada cacing
pita disebut Strobilasi.
Contoh :
A. Taenia solium Cacing pita manusia
Menyebabkan Taeniasis solium. Pada skoleknya terdapat kait-kait.
Proglotid yang matang menjadi alat reproduksinya. Memiliki hospes
perantara Babi.
Siklus hidup :
Proglottid Masak (terdapat dalam feses) bila tertelan oleh babi Embrio
Heksakan, menembus usus dan melepaskan kait-kaitnya Larva
Sistiserkus (dalam otot lurik babi) tertelan manusia Cacing dewasa.
B. Taenia saginata Cacing pita manusia
Menyebabkan Taeniasis saginata. Pada skoleknya tidak terdapat kait-kait.
Memiliki hospes perantara ex: Sapi. Daur hidupnya sama dengan Taenia
solium.
C. Diphyllobothrium latum,
Menyebabkan Diphyllobothriasis. Parasit pada manusia dengan hospes
perantara berupa katak sawah (Rana cancrivora), ikan dan Cyclops.
D. Echinococcus granulosus (Cacing pita pada anjing.)
Trematoda pada Paru Paru
Paragonimus westermani (cacing paru) Cacing yang menjadi parasit dalam
paruparu manusia. Sebagai hospes perantara ialah ketam (Eriocheirsinensis) dan
tetumbuhan air. Menyebabkan Paragonimiasis.
Trematoda pada Hati Manusia
- Clonorchis sinensis / Opistorchis sinensis (cacing hati manusia)
81

Siklus hidupnya adalah: Telur Larva Mirasidium Sporokista : Larva
(II) Redia : Larva (III) : Serkaria : Larva(IV) Metaserkaria, masuk ke dalam
tubuh Ikan kemudian termakan oleh Orang. Cacing dewasa, menyebabkan
Clonorchiasis.
Trematoda pada Hati Hewan
- Fasciola hepatica (cacing hati ternak), bersifat hetmafrodit.
Siklus hidupnya adalah : Telur Larva Mirasidium masuk ke dalam
tubuh siput Lymnea, Sporokista, berkembang menjadi Larva (II) : Redia
Larva (III) : Serkaria yang berekor, kemudian keluar dari tubuh keong Kista
yang menempel pada tetumbuhan air (terutama selada air) kemudian termakan
hewan ternak (dapat tertular ke orang, apabila memakan selada air) masuk ke
tubuh dan menjadi Cacing dewasa menyebabkan Fascioliasis.
1. Penularan cacing
Macam-macam hospes diantara nya adalah ada hospes definitif, hospes
intermedier, paratenik dan vektor. Hospes definitif adalah hospes yang
memberikan makan untuk hidup parasit stadium seksual atau dewasa. Hospes
intermedier adalah hospes sementara, sekunder, alternative jadi hospes yang
memberikan makan untuk hidup parasit stadium aseksual atau belum dewasa.
Pada cacing yang tergolong STH (Soil Transmitted Helminths) ada beberapa
cacing yang dapat mengakibatkan penyakit diantara Ascaris Lumbricoides
(Cacing gelang), Trichuris trichiura (Cacing cambuk), Ancylostoma duodenale
dan Necator americanus (Cacing tambang). Jenis cacing tersebut banyak
ditemukan di daerah tropis seperti Indonesia.
Pada umumnya cacing tersebut, berkembang dengan subur melalui media tanah
yang lembab.
1. Ascaris Lumbricoides (Cacing gelang)
Hospes pada cacing ini adalah manusia. Pada cacing jantan berukuran 10-30
cm, sedangkan pada cacing betina berukuran 22-35 cm.
Pada stadium dewasa cacing ini hidup di rongga usus halus. Cacing betina
dapat bertelur sampai 100.000- 200.000 butir sehari, terdiri dari telur yang
dibuahi dan yang tidak dibuahi. Telur yang dibuahi tumbuh menjadi bentuk
infektif dalam waktu 3 minggu. Jika bentuk ini tertelan oleh manusia, maka
82

akan menetas menjadi larva di usus halus, dan larva tersebut dapat menembus
pada dinding usus halus sehingga dapat diedarkan ke jantung dan paru-paru
lewat pembuluh darah. Ketika melalui dinding alveolus masuk rongga alveolus
kemudian naik ke trachea melalui bronkhiolus dan bronkus. Dari trakea dapat
menuju ke faring kemudian tertelan kedalam esofagus menuju usus halus
tumbuh menjadi cacing dewasa. Proses tersebut membutuhkan waktu selama 2
bulan sejak tertelan menjadi cacing dewasa.


2. Tricuris Trichiura (Cacing Cambuk)
Pada cacing ini host nya juga pada manusia. Cacing betina panjangnya 5 cm dan
cacing jantan sekitar 4 cm. Ccing dewasa hidup di kolon asendens dengan
bagian anteriornya masuk ke dalam mukosa usus. Satu ekor cacing betina
diperkirakan mengahasilkan telur sehari sekitar 3000-5000 butir. Telur yang
dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama dengan tinja, telur menjadi matang
(berisi larva dan inefektif) dalam tanah yang lembab dan teduh dalam waktu 3-5
minggu. Cara infeksi langsung juga sama ketika telur yang matang tertelan
manusia (hospes), kemudian larva akan keluar dan masuk kedalam usus halus
sesudah menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke kolon
ascenden dan sekum. Masa pertumbuhan mulai tertelan sampai menjadi cacing
dewasa dan siap bertelur sekitar 30-90 hari. Pada infeksi berat terutama pada
anak, cacing ini tersebar diseluruh kolon dan rektum, kadang-kadang terlihat
pada mukosa rektum yang mengalami prolaps akibat mengejannya penderita
83

sewaktu defekasi. Cacing ini memasukkan kepala pada mukosa usus hingga
terjadi trauma yang menimbulkan iritasi dan menimbulkan peradangan mukosa
usus. Pada tempat perlekatannya dapat menimbulkan perdarahan. Disamping itu
cacing ini menghisap darah hospesnya sehingga dapat menyebabkan anemia.

3.Ancylostoma duodenale & necator americanus (Cacing Tambang)
Tidak berbeda dengan cacing lain hospes dari cacing ini adalah manusia. Cacing
ini hidup di rongga usus halus dengan giginya melekat pada mukosa usus. Cacing
ini menghasilkan telur 9000-10000 butir telur sehari. Cacing betina mempunyai
panjang sekitar 1 cm, cacing jantan kira-kira 0,8 cm. Pada cacing ini dapat
menimbulkan anemia karena cacing ini menyerap darah secara perlahan-lahan
sehingga penderita mengalami kekurangan darah. Daur hidup cacing tambang ini
adalah cacing keluar bersama tinja setelah 1-1,5 hari didalam tanah telur tesebut
tumbuh menjadi larva rabditiform. Dalam waktu 3 hari larva tumbuh menjadi
larva filariform yang dapat menembus kulit dan dapat bertahan hidup 7-8 minggu
di tanah.Setelah larva menembus kulit, larva ikut aliran darah ke jantung lalu ke
paru-paru. Diparu-paru menembus pembuluh darah masuk ke bronkus lalu ke
trakea dan laring. Dari laring , larva ikut tertelan dan masuk kedalam usus halus
dan menjadi cacing dewasa. Infeksi terjadi bila bila larva filariform menembus
kulit atau ikut tertelan bersama makanan.


84



















85


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Virologi merupakan cabang ilmu biologi yang mempelajari mengenai virus. Virus
ini mempunyai sutu peran yang menguntungkan juga merugikan bagi kehidupan.
Virus yang menguntungkan dapat digunakan sebagai bahan untuk rekayasa
genetika,bahan interferon, profag, dan pembuatan vaksin. Virus yang merugikan
dapat menyerang tumbuhan tembakau, yang penyebabnya adalah virus TMV yang
dapat menimbulkan bercak-bercak kekuningan pada daun tembakau.
Helmintologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari worm /cacing, yang juga
memiliki dampak menguntungkan dan merugikan bagi kehidupan. Pada cacing
jenis STH cara penularannya menggunakan transmisi tanah. Pada penularan
cacing ini dapat melalui host manusia, dan juga vektor atau yang dibawa oleh
hewan seperti babi, sapi, dan juga kelinci. Cacing pada babi adalah Taenia solium,
dan pada sapi Taenia saginata.
Kedua jenis makhluk ini dapat dicegah dengan pola hidup yang sehat.


















DAFTAR PUSTAKA
86


Aryani, Ani. 2010. Trematoda. (online).
file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/Trematoda.pps. Diakses pada tanggal 10
Juli 2014
Brown W, Harold. 1979. Dasar Parasitologi Klinis. Jakarta: PT.Gramedia
Budianto, dkk. 2005. Kemampuan Metaserkaria Fasciola gigantica yang
Diiradiasi Ultar Viiolet (254 NM) dalam Reinfeksinya terhadap Mencit
(Mus musculus). [online]. http://bio.unsoed.ac.id/en/1612-kemampuan-
metaserkaria-fasciola-gigantica-diiradiasi-ultar-viiolet-254-nm-dalam-
reinfeksinya#.U792H5SSx8U. Diakses pada tanggal 10 Juli 2014
Entjang, I. 2003. Mikrobiologi dan parasitologi Untuk Akademi Keperawatan dan
Sekolah tenaga Kesehatan yang sederajat, Bandung: PT. Citra Adtya
Bakti.
Gandahusada, Srisasi, Prof. dr. 2006. Parasitologi Kedokteran. Jakarta:Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Hermiyanti, Emmy. 2011. Biologi molekul
Virus.[online].http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2011/03/biolo
gimolekul_virus.pdf.diakses tanggal 10 Juli 2014.
Kontsek, P. (2004). "Forty Years Of Interferon". Acta virologica 41: 349353.
Diakses 12 Juli 2014.http://www.aepress.sk/acta/full/av697j.pdf
Markell, Edward, David John, Wojciech Krotoski. 1999. Medical Parasitology.
Philadelphia: W.B Saunders
Natadisastra, Djaenudin., Agoes, Ridad. 2009. Parasitologi Kedokteran: Ditinjau
dari Organ Tubuh yang Diserang. Jakarta: EGC.
Onggowaluyo, J.S. 2002. Parasitologi Medik I. Penertbit Buku Kedokteran,
Jakarta.
Padmasutra, Leshmana, dr. 2007. Catatan Kuliah:Ascaris lumbricoides.
Jakarta:Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya Jakarta.
Quammen, David. 2012. Spillover: Animal Infections and the Next Human
Pandemic. Norton,W. W. & Company, Inc.
Sandjaja, Dr. Bernardus, DMM, DTM&H, MSPH. 2007. Helmintologi
Kedokteran. Prestasi Pustaka : Jakarta.
87

Schantz PM. 2002. Taenia solium cysticercosis: an overview of global distribution
and transmission. Chapter in Taenia Solium cysticercosis. From basic to
clinical science. CABI Publishing. pp. 63-74.
Soedarto. 1991. Helmintologi Kedokteran. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.
ECG
Supari, Siti Fadilah.2006.Pedoman Pengendalian Cacingan.Jakarta :KMK RI
Torsten H. Struck, Frauke Fisse. 2008. "Phylogenetic position of Nemertea
derived from phylogenomic data". Diakses pada 12 Juli 2014 22.16
http://mbe.oxfordjournals.org/content/early/2008/01/24/molbev.msn019.s
hort
Townes JM, Hoffman CJ, Kohn MA. Neurocysticercosis in Oregon, 19952000.
Emerg Infect Dis [serial online] 2004 March. 2004 May 25. Available
from: http://www.cdc.gov/ncidod/EID/vol10no3/03-0542.html
Waluyo, Jangkung Samidjo. 2002. Parasitologi Medik (Helmintologi) :
Pendekatan Aspek Identifikasi, Diagnosis, dan Klinik. Penerbit Buku
Kedokteran EGC : Jakarta.
Wandra T, Ito A, Yamasaki H, Suroso T, Margono SS. 2004. Taenia solium
systicercosis, Irian Jaya, Indonesia. Emerg Infect Dis [serial online] 2003
July. May 25. Available from: URL:
http://www.cdc.gov/ncidod/EID/vol9no7/02-0709.html
Wardani. 2011. Kajian Biologi Taenia saginata. (online).
http://www.academia.edu/5689383/Kajian_Biologi_Taenia_saginata.
Diakses pada tanggal 10 Juli 2014
Warren, Kenneth. 1993. Immunology and Molecular Biology of Parasitic
Infections. Boston: Blackwell Scientific
Winarsih, Sri. 2011. Pengendalian Mikroba Obat Anti Mikroba. Laboratorium
Mikrobiologi FKUB Malang
http://web.unair.ac.id/admin/download.php?id=file/f_13838_DEFINISIVIRUS.pd
f
http://animaldiversity.ummz.umich.edu/accounts/Nematoda/

Vous aimerez peut-être aussi