Vous êtes sur la page 1sur 43

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN THALASEMIA

A. Definisi
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitikdimana terjadi kerusakan sel darah merah
didalam pembluh darah sehingga umur erirosit menjadi pendek ( kurang dari 100 hari ).
Thalasemia merupakan penyakit anemua hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif,
secara molekuler dibedakan menjadi thalasemia alfa dan beta, sedangkan secara klinis
dibedakan menjadi thalasemia mayor dan minor ( Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran, 2000 :
497 )

Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif.
Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin. dimana terjadi kerusakan sel darah
merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100
hari). Kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia)

Komplikasi yang dapat terjadi pada Klien Dengan Thalasemia
* Fraktur patologis
* Hepatosplenomegali
* Gangguan Tumbuh Kembang
* Disfungsi organ

Klasifikasi Thalasemia
Secara molekuler talasemia dibedakan atas :
1. Thalasemia a (gangguan pembentukan rantai a)
2. Thalasemia b (gangguan p[embentukan rantai b)
3. Thalasemia b-d (gangguan pembentukan rantai b dan d yang letak gen nya diduga
berdekatan).
4. Thalasemia d (gangguan pembentukan rantai d)

Secara klinis talasemia dibagi dalam 2 golongan yaitu :
1. Thalasemia Mayor (bentuk homozigot) Memberikan gejala klinis yang jelas
2. Thalasemia Minor biasanya tidak memberikan gejala klinis


Gejala Klinis Thalasemia
Thalasemia mayor, gejala klinik telah terlihat sejak anak baru berumur kurang dari 1 tahun,
yaitu:
* Lemah
* Pucat
* Perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur
* Berat badan kurang
* Tidak dapat hidup tanpa transfusi

Thalasemia intermedia : ditandai oleh anemia mikrositik, bentuk heterozigot.
Thalasemia minor/thalasemia trait : ditandai oleh splenomegali, anemia berat, bentuk
homozigot.
Pada anak yang besar sering dijumpai adanya:
* Gizi buruk
* Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba
* Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati (Hepatomegali ), Limpa yang besar ini
mudah ruptur karena trauma ringan saja

Gejala khas adalah:
* Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung, jarak antara kedua mata
lebar dan tulang dahi juga lebar.
* Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya menjadi kelabu karena
penimbunan besi

Patofisiologi Thalasemia
Penyebab anemia pada thalasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab primer adalah
berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel
eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena defisiensi asam folat,bertambahnya
volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh
system retikuloendotelial dalam limfa dan hati.
Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai
alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi
antara transfusi berulang,peningkatan absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak
efektif, anemia kronis serta proses hemolisis.
Klik Untuk Memperbesar


* Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan dua polipeptida rantai alpa dan dua
rantai beta.
* Pada Beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai Beta dalam molekul
hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen.
* Ada suatu kompensator yang meninghkatkan dalam rantai alpa, tetapi rantai Beta
memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defektive.
Ketidakseimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini
menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau
hemosiderosis.
* Kelebihan pada rantai alpa pada thalasemia Beta dan Gama ditemukan pada thalasemia alpa.
Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presipitasi dalam sel eritrosit. Globin intra-eritrositk
yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri
dari hemoglobin tak stabil-badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis.
* Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih. Dalam
stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi eritropoitik aktif.
Kompensator produksi RBC terus menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya
destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan
distruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.

Pemeriksaan Penunjang
* Hasil apusan darah tepi didapatkan gambaran perubahan-perubahan sel dara merah, yaitu
mikrositosis, anisositosis, hipokromi, poikilositosis, kadar besi dalam serum meninggi, eritrosit
yang imatur, kadar Hb dan Ht menurun.
* Elektroforesis hemoglobin: hemoglobin klien mengandung HbF dan A2 yang tinggi, biasanya
lebih dari 30 % kadang ditemukan hemoglobin patologis.

Penatalaksanaan Thalasemia
* Hingga kini belum ada obat yang tepat untuk menyembuhkan pasien thalasemia. Transfusi
darah diberikan jika kadar Hb telah rendah sekali (kurang dari 6 gr%) atau bila anak terlihat
lemah dan tidak ada nafsu makan.
* Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 10 g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi darah
yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang disebut
hemosiderosis. Hemosiderosis dapat dicegah dengan pemberian Deferoxamine(desferal).
* Splenektomi dilakukan pada anak yang lebih tua dari 2 tahun sebelum terjadi pembesaran
limpa/hemosiderosis, disamping itu diberikan berbagai vitamin tanpa preparat besi.

B. Manifestasi klinis
Letargi
Pucat
Kelemahan
Anorexia
Diare
Sesak nafas
Pembesaran limfa dan hepar
Ikterik ringan
Penipisan kortex tulang panjang, tangan dan kaki.
Penebalan tulang kranial

Pemeriksaan Penunjang
* Hasil apusan darah tepi didapatkan gambaran perubahan-perubahan sel dara merah, yaitu
mikrositosis, anisositosis, hipokromi, poikilositosis, kadar besi dalam serum meninggi, eritrosit
yang imatur, kadar Hb dan Ht menurun.
* Elektroforesis hemoglobin: hemoglobin klien mengandung HbF dan A2 yang tinggi, biasanya
lebih dari 30 % kadang ditemukan hemoglobin patologis.

Penatalaksanaan Thalasemia
* Hingga kini belum ada obat yang tepat untuk menyembuhkan pasien thalasemia. Transfusi
darah diberikan jika kadar Hb telah rendah sekali (kurang dari 6 gr%) atau bila anak terlihat
lemah dan tidak ada nafsu makan.
* Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 10 g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi darah
yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang disebut
hemosiderosis. Hemosiderosis dapat dicegah dengan pemberian Deferoxamine(desferal).
* Splenektomi dilakukan pada anak yang lebih tua dari 2 tahun sebelum terjadi pembesaran
limpa/hemosiderosis, disamping itu diberikan berbagai vitamin tanpa preparat besi.

B. Manifestasi klinis
Letargi
Pucat
Kelemahan
Anorexia
Diare
Sesak nafas
Pembesaran limfa dan hepar
Ikterik ringan
Penipisan kortex tulang panjang, tangan dan kaki.
Penebalan tulang kranial

E. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium darah :
- Hb : Kadar Hb 3 9 g%
- Pewarnaan SDM :
Anisositosis, poikilositosis, hipokromia berat,target cell, tear drop cell.
Gambaran sumsum tulang
eritripoesis hiperaktif
Elektroforesis Hb :
- Thalasemia alfa : ditemukan Hb Barts dan Hb H
- Thalasemia beta : kadar Hb F bervariasi antara 10 90 % ( N : <= 1 % )

F. Fokus pengkajian
1. Pengkajian fisik
a. melakukan pemeriksaan fisik
b. kaji riwayat kesehatan, terutama yang berkaitan dengan anemia (pucat, lemah, sesak, nafas
cepat, hipoksia, nyeri tulang, dan dada, menurunnya aktivitas, anorexia, epistaksis berlang )
c. Kaji riwayat penyakit dalam keluarga.

2. Pengkajian umum
a. Pertumbuhan yang terhambat
b. Anemia kronik
c. Kematangan sexual yang tertunda.

3. Krisis vaso Occlusive
a. Sakit yang dirasakan
b. Gejala yang dirasakan berkaitan denganischemia daerah yang berhubungan:
- Ekstrimitas : kulit tangan dan kaki yang mengelupas disertai rasa sakit yang menjalar.
- Abdomen : terasa sakit
- Cerebrum : troke, gangguan penglihatan.
- Liver : obstruksi, jaundice, koma hepaticum.
- Ginjal : hematuria
c. Efek dari krisis vaso occlusive adalah:
Cor : cardiomegali, murmur sistolik.
Paru paru : ganguan fungsi paru, mudah terinfeksi.
Ginjal : Ketidakmampuan memecah senyawa urine, gagal ginjal.
Genital : terasa sakit, tegang.
Liver : hepatomegali, sirosis.
Mata :Ketidaknormalan lensa yang mengakibatkan gangguan penglihatan, kadang
menyebabkan terganggunya lapisan retina dan dapat menimbulkan kebutaan.
Ekstrimitas : Perubahan tulang tulang terutama menyebabkan bungkuk, mudah terjangkit
virus Salmonella, Osteomyelitis.

G. Diagnosa Keperawatan:
1. Perubahan perfusi jaringan b.d berkurangnya komponen selular yang penting untuk
menghantakan oksigen murni ke sel.
2. Intoleransi aktivitas b.d tidak seimbangnya kebutuhan pemakaian dan suplay oksigen.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang selera makan.
4. Koping keluarga inefektif b.d dampak penyakit anak terhadap fungsi keluarga.

H. Fokus intervensi
1. Tingkatkan oksigenasi jaringan, pantau adanya tanda tanda hipoksia, sianosis,
hiperventilasi, peningkatan denyut apex, frekwensi nafas dan tekanan darah.
2. Berikan periode istirahat yang sering untuk mengurangi pemakaian oksigen.
3. Pantau peggunaan produk darah, kaji tanda reaksi transfusi ( demam, gelisah, disritmia
jantung, menggigil, mual, muntah, nyeri dada, urine merah / hitam, sakit kepala, nyeri
pinggang, tanda tanda shock / gagal ginjal ).
4. Pantau adanya tanda tanda kelebihan cairan sirkulasi ( duispnea, naiknya frekwensi
pernafasan, sianosis, nyeri dada, batuk kering )
5. Minimalkan atau hilangkan nyeri.
6. Cegah infeksi, kaji tanda infeksi, demam, malaise, jaringan lunak dan limfonodus meradang /
bengkak.
7. Pantau tanda komplikasi : Kolaps vaskuler dan shock, splenomegali, infark tulang dan
persendian, ulkus tungkai, stroke, kebutaan, nyeri dada, dispnea, pertumbuhan dan
perkembagan yang tertunda.
8. Berikan penjelasan kepada anak sesuai usia dan tentang prosedur perawatan di rumah sakit.
9. Beri dukungan kepada anak dan keluarga.
10. Anjurkan anggota keluarga melakukan screening BBL dan anggota keluarga.

DAFTAR PUSTAKA

1. Cecilly L Betz, Buku saku keperawatan pediatri, Ed 3. EGC Jakarta;2002
2. Doenges, Moorhouse, Geissler, Rencana asuhan keperawatan, pedoman untuk perencanaan
dan pendokumentasian perawatan pesien. EGC Jakarta;2000
3. Mansjoer, Kapita selekta kedokteran Ed 3, jilid 2 Media Aesculapius Jakarta : 1999




BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. DEFINISI
Thalassemia adalah suatu penyakit congenital herediter yang diturunkan secara autosom
berdasarkan kelainan hemoglobin, di mana satu atau lebih rantai polipeptida hemoglobin
kurang atau tidak terbentuk sehingga mengakibatkan terjadinya anemia hemolitik (Broyles,
1997). Dengan kata lain, thalassemia merupakan penyakit anemia hemolitik, dimana terjadi
kerusakan sel darah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritosit menjadi pendek (kurang
dari 120 hari). Penyebab kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat dari
gangguan dalam pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb.
Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari
ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk
hemoglobin (medicastore, 2004).
Sindrom thalasemia adalah sekelompok penyakit atau keadaan herediter dimana produksi
satu atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida terganggu (Kosasih, 2001).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif,
menurut hukum mendel.
Secara normal, Hb A dibentuk oleh rantai polipeptida yang terdiri dari 2
rantaibeta.Pada beta thalassemia, pembuatan rantai beta sangat terhambat.Kurangnya rantai
beta berakibat pada meningkatnya rantai alpha.Rantai alpha ini mengalami denaturasi dan
presitipasi dalm sel sehingga menimbulkan kerusakan pada membran sel, yaitu membrane sel
menjadi lebih permeable.Sebagai akibatnya, sel darah mudah pecah sehingga terjadi anemia
hemolitik.Kelebihan rantai alpha akan mengurangi stabilitas gugusan hem yang akan
mengoksidasi hemoglobin dan membrane sel, sehingga menimbulkan hemolisa.
Macam-macam Thalasemia
Thalasemia beta.
Merupakan anemia yang sering dijumpai yang diakibatkan oleh defek yang diturunkan
dalam sintesis rantai beta hemoglobin.
Thalasemia beta meliputi:
a. Thalasemia beta mayor.
Bentuk homozigot merupakan anemia hipokrom mikrositik yang berat dengan hemolisis di
dalam sumsum tulang dimulai pada tahun pertama kehidupan. Kedua orang tua merupakan
pembawa ciri.
Gejala gejala bersifat sekunder akibat anemia dan meliputi pucat, wajah yang karakteristik
akibat pelebaran tulang tabular pada tabular pada kranium, ikterus dengan derajat yang
bervariasi, dan hepatosplenomegali.
b. Thalasemia Intermedia dan minor.
Pada bentuk heterozigot, dapat dijumpai tanda tanda anemia ringan dan splenomegali. Pada
pemeriksaan darah tepi didapatkan kadar Hb bervariasi, normal agak rendah atau meningkat
(polisitemia).
Thalasemia alpa
Merupakan thalasemia dengan defisiensi pada rantai a.
B. ETIOLOGI
Faktor genetik yaitu perkawinan antara 2 heterozigot (carier) yang
menghasilkan keturunan Thalasemia (homozigot).
Thalasemia bersifat primer dan sekunder:
o Primer: Berkurangnya sintesis Hb A dan Eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran
sel-sel eritrosit intra medular.
o Skunder: Defisiensi asam solat, bertambahnya volume plasma intra vaskular yang
mengakibatkan hemodilusi dan destruksi eritrosit oleh sistem retikulo endotellal.
C. PATOFISIOLOGI
Berkurangnya sitensis Hb dan eritropoesis yang telah efektif disertai penghancuran sel-sel
eritrosit intra medular. Juga bisa disebabkan karena defisiensi asam folat, bertambahnya
volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi dan distruksi eritrosit oleh sistem
retikuloendotelial dalam limpa hati.
Penelitian biomolekuler menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai
alfa/beta hemoglobin berkurang.
Terjadinya hemosidrosis merupakan hasil kombinasi antara transufi berulang peningkatan
absorbsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemiakronis, serta proses
hemolisis. (Mansjoer:2000:497)
Akibat penurunan pembentukan hemoglobin sel darah merah menjadi mikrosistik dan
hipokronik.
Pada keadaan normal disintesis hemoglobin A yang terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai beta.
Kadarnya mencapai lebih kurang 95% dari seluruh hemoglobin. Sisanya terdiri dari hemoglobin
A2 yang mempunyai 2 rantai alfa dan 2 rantai sedangkan kadarnya tidak lebih dari 2% pada
keadaan normal. Hemoglobin F setelah lahirnya feotus senantiasa menurun dan pada usia 6
bulan mencapai kadar seperti orang dewasa yaitu tidak lebih dari 4%. Pada keadaan normal,
hemoglobin F terdiri dari 2 ranti alfa dan 2 rantai gama.
Pada Thalasemia satu atau lebih dari satu rantai globin kurang diproduksi sehingga terdapat
pembentukan hemoglobin normal orang dewasa (Hb A). Kelebihan rantai globin yang tidak
terpakai akan mengendap pada dinding eritrosit. Keadaan ini menyebabkan eritropoesis tidak
efektif dan eritrosit memberikan gambaran anemia hipokrok mikrosfer.
Pada Thalasemia beta produksi rantai beta terganggu, mengakibatkan kadar Hb menurun
sedangkan Hb A2 atau Hb F tidak terganggu karena tidak mengandung rantai beta dan
berproduksi lebih banyak dari keadaan normal, mungkin sebagai kompensasi.
Eritropoesis sangat giat, baik didalam sumsum tulang maupun ekstramedular hati dan limpa.
Destruksi eritrosit dan prekursornya dalam sumsum tulang adalah luas (eritropoesis tidak
efektif) dan masa hidup eritrosit mendadak serta didapat pula tanda-tanda anemia hemolitik
ringan. Walaupun eritropoesis sangat giat. Hal ini tidak mampu mendewasakan eritrosit secara
efektif mungkin karena adanya presipitasi didalam eritrosit.
Defek gen-gen yang bersangkutan dalam produksi rantai globin berbeda-beda dan kombinasi
defek juga munkin. Maka dari itu ada fariasi yang luas penyakit heterogen ini dan
penggolongannya tidak semudah konsep homozigot atau heterozigot. (Soeparman: 1999)
PENYIMPANGAN KDM
D. MANIFESTASI KLINIS
Bayi baru lahir dengan thalasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awal pucat mulanya tidak
jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat
terjadi beberapa minggu pada setelah lahir. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik,
tumbuh kembang masa kehidupan anak akan terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare,
kehilangan lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan
lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung.
Terdapat hepatosplenomegali. Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang yang
menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat system eritropoesis yang hiperaktif.
Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur
patologis. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi menyebabkan
perawakan pendek. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada
tungkai, dan batu empedu. Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila limpanya telah
diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia yang dapat mengakibatkan
kematian. Dapat timbul pensitopenia akibat hipersplenisme.
Hemosiderosis terjadi pada kelenjar endokrin (keterlambatan dan gangguan perkembangan
sifat seks sekunder), pancreas (diabetes), hati (sirosis), otot jantung (aritmia, gangguan
hantaran, gagal jantung), dan pericardium (perikerditis).
Secara umum, tanda dan gejala yang dapat dilihat antara lain:
Letargi
Pucat
Kelemahan
Anoreksia
Sesak nafas
Tebalnya tulang kranial
Pembesaran limpa
Menipisnya tulang kartilago
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Studi hematologi : terdapat perubahan perubahan pada sel darah merah, yaitu mikrositosis,
hipokromia, anosositosis, poikilositosis, sel target, eritrosit yang immature, penurunan
hemoglobin dan hematrokrit.
Elektroforesis hemoglobin : peningkatan hemoglobin
Pada thalasemia beta mayor ditemukan sumsum tulang hiperaktif terutama seri eritrosit. Hasil
foto rontgen meliputi perubahan pada tulang akibat hiperplasia sumsum yang berlebihan.
Perubahan meliputi pelebaran medulla, penipisan korteks, dan trabekulasi yang lebih kasar.
Analisis DNA, DNA probing, gone blotting dan pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)
merupakan jenis pemeriksaan yang lebih maju.
F. PENATALAKSANAAN
Transfusi sel darah merah (SDM) sampai kadar Hb sekitar 11 g/dl. Pemberian sel darah merah
sebaiknya 10 20 ml/kg berat badan.
Pemberian chelating agents (Desferal) secara intravena atau subkutan. Desferiprone
merupakan sediaan dalam bentuk peroral. Namun manfaatnya lebih rendah dari desferal dan
memberikan bahaya fibrosis hati.
Tindakan splenektomi perlu dipertimbangkan terutama bila ada tanda tanda hipersplenisme
atau kebutuhan transfusi meningkat atau karena sangat besarnya limpa.
Transplantasi sumsum tulang biasa dilakukan pada thalasemia beta mayor.

G. PENCEGAHAN
Pencegahan primer :
Penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk mencegah perkawinan diantara
pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan yang homozigot. Perkawinan antara 2
hetarozigot (carrier) menghasilkan keturunan 25 % Thalasemia (homozigot), 50 % carrier
(heterozigot) dan 25 normal.
Pencegahan sekunder
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan Thalasemia heterozigot
salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan dengan sperma berasal dari donor yang bebas
dan Thalasemia troit. Kelahiran kasus homozigot terhindari, tetapi 50 % dari anak yang lahir
adalah carrier, sedangkan 50% lainnya normal.
Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan suatu kemajuan dan
digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot intra-uterin sehingga dapat dipertimbangkan
tindakan abortus provokotus (Soeparman dkk, 1996).
H. KOMPLIKASI
Pada talasemia minor, memiliki gejala ringan dan hanya menjadi pembawa sifat.
Sedangkan pada thalasemia mayor, tidak dapat membentuk hemoglobin yang cukup sehingga
harus mendapatkan tranfusi darah seumur hidup. Ironisnya, transfusi darah pun bukan tanpa
risiko. Risikonya terjadi pemindahan penyakit dari darah donor ke penerima, misalnya,
penyakit Hepatitis B, Hepatitis C, atau HIV. Reaksi transfusi juga bisa membuat penderita
menggigil dan panas.
Yang lebih berbahaya, karena memerlukan transfusi darah seumur hidup, maka anak bisa
menderita kelebihan zat besi karena transfusi yang terus menerus tadi. Akibatnya, terjadi
deposit zat besi. Karena jumlahnya yang berlebih, maka zat besi ini akhirnya ditempatkan di
mana-mana. Misalnya, di kulit yang mengakibatkan kulit penderita menjadi hitam. Deposit zat
besi juga bisa merembet ke jantung, hati, ginjal, paru, dan alat kelamin sekunder, sehingga
terjadi gangguan fungsi organ. Misalnya, tak bisa menstruasi pada anak perempuan karena
ovariumnya terganggu. Jika mengenai kelenjar ginjal, maka anak akan menderita diabetes atau
kencing manis. Tumpukan zat besi juga bisa terjadi di lever yang bisa mengakibatkan kematian.
Jadi, ironisnya, penderita diselamatkan oleh darah tetapi dibunuh oleh darah juga.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Asal keturunan/kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania). Seperti turki,
yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan
merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
2. Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak anak
berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan,
biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 6 tahun.
3. Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal ini mudah
dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
4. Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh kembang
sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini
terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya
dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut
pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis
thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
5. Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan anak
sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
6. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat, karena bila
beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah
7. Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang menderita
thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya berisiko menderita
thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena
berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan.
8. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor risiko
thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko, maka
ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir.
Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.
9. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya adalah:
1) Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah anak seusianya yang
normal.
2) Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala
membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung,
jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.
3) Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
4) Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
5) Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya pembesaran jantung
yang disebabkan oleh anemia kronik.
6) Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati (
hepatosplemagali).
7) Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari normal. Ukuran
fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
8) Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas.
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan rambut pada
ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena
adanya anemia kronik.
9) Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi darah, maka
warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit
(hemosiderosis).
10. Penegakan diagnosis
a) Biasanya ketika dilakukan pemeriksaan hapusan darah tepi didapatkan gambaran sebagai
berikut:
Anisositosis ( sel darah tidak terbentuk secara sempurna )
Hipokrom, yaitu jumlah sel berkurang
Poikilositosis, yaitu adanya bentuk sel darah yang tidak normal
Pada sel target terdapat tragmentasi dan banyak terdapat sel normablast, serta kadar Fe
dalam serum tinggi
b) Kadar haemoglobin rendah, yaitu kurang dari 6 mg/dl. Hal ini terjadi karena sel darah
merah berumur pendek (kurang dari 100 hari) sebagai akibat dari penghancuran sel darah
merah didalam pembuluh darah.
11. Penatalaksanaan
a) Perawatan umum : makanan dengan gizi seimbang
b) Perawatan khusus :
Transpusi darah diberikan bila kadar Hb rendah sekali (kurang dari 6 gr%) atau anak
terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
Splenektomi. Dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 2 tahun dan bila limpa terlalu
besar sehingga risiko terjadinya trauma yang berakibat perdarahan cukup besar.
Pemberian Roborantia, hindari preparat yang mengandung zat besi.
Pemberian Desferioxamin untuk menghambat proses hemosiderosis yaitu membantu
ekskresi Fe. Untuk mengurangi absorbsi Fe melalui usus dianjurkan minum teh.
Transplantasi sumsum tulang (bone marrow) untuk anak yang sudah berumur diatas 16
tahun. Di Indonesia, hal ini masih sulit dilaksanakan karena biayanya sangat mahal dan
sarananya belum memadai.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan oksigenasi ke sel sel
Nyeri berhubungan dengan anoxia membran (vaso occlusive krisis)
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan kebutuhan pemakaian dan suplai
oksigen.
Perubahan proses dalam keluarga berhubungan dengan dampak penyakit anak pada fungsi
keluarga; resiko penyembuhan yang lama pada anak.
Resiko tinggi injuri berhubungan dengan hemoglobin abnormal, penurunan kadar oksigen ,
dehidrasi.

C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan oksigenasi ke sel sel
Tujuan : gangguan perfusi jaringan teratasi
Kriteria Hasil:
Tanda vital normal N : 80 110. R : 20 30 x/m
Ektremitas hangat
Warna kulit tidak pucat
Sclera tidak ikterik
Bibir tidak kering
Hb normal 12 16 gr%
Intervensi keperawatan :
a. Observasi Tanda Vital , Warna Kulit, Tingkat Kesadaran Dan Keadaan Ektremitas
Rasional : Menunujukan Informasi Tentang Adekuat Atau Tidak Perfusi Jaringan Dan Dapat
Membantu Dalam Menentukan Intervensi Yang Tepat
b. Atur Posisi Semi Fowler
Rasional : Pengembangan paru akan lebih maksimal sehingga pemasukan O2 lebih adekuat
c. Kolaborasi Dengan Dokter Pemberian Tranfusi Darah
Rasional : Memaksimalkan sel darah merah, agar Hb meningkat
d. Pemberian O2 kapan perlu
Rasional : Dengan tranfusi pemenuhan sel darah merah agar Hb meningkat.
2. Nyeri berhubungan dengan anoksia membran (krisis vaso-occlusive)
Tujuan : rasa nyeri teratasi.
Kriteria Hasil: Rasa Nyeri hilang atau kurang
Intervensi keperawatan:
Jadwalkan medikasi untuk pencegahan secara terus menerus meskipun tidak dibutuhkan.
Rasional: untuk mencegah sakit.
Kenali macam macam analgetik termasuk opioid dan jadwal medikasi mungkin diperlukan.
Rasional: untuk mengetahui sejauh mana rasa sakit dapat diterima.
Yakinkan si anak dan keluarga bahwa analgetik termasuk opioid, secara medis diperlukan dan
mungkin dibutuhkan dalam dosis yang tinggi.
Rasional: karena rasa sakit yang berlebihan bisa saja terjadi karena sugesti mereka.
Beri stimulus panas pada area yang dimaksud karena area yang sakit
Hindari pengompresan dengan air dingin
Rasional: karena dapat meningkatkan vasokonstriksi
3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan kebutuhan pemakaian dan suplai oksigen.
Tujuan : Intoleransi aktivitas dapat teratasi
Kriteria Hasil: Klien dapat melakukan aktivitasnya setiap hari secara mandiri.
intervensi keperawatan :
Observasi adanya tanda kerja fisik (takikardi, palpitasi, takipnea, dispnea, napas pendek,
hiperpnea, sesak napas, pusing, kunang-kunang, berkeringat) dan keletihan
Rasional: Untuk merencanakan istirahat yang tepat
Pertahankan posisi fowler- tinggi
Rasional : Untuk pertukaran udara yang optimal
Beri oksigen suplemen
Rasional : Untuk meningkatkan oksigen ke jaringan
Ukur tanda vital selama periode istirahat
Rasional:Untuk meningkatkan nilai dasar perbandingan selama periode aktivitas
Antisipasi dan bantu dalam aktivitas kehidupan sehari-hari yang mungkin diluar batas toleransi
anak
Rasional : Untuk mencegah kelelehan
Rencanakan aktivitas keperawatan
Rasional : Untuk mencegah kebosanan dan menarik diri
Beri aktivitas bermain pengalihan yang meningkatkan istirahat dan tenang
Rasional : Untuk memberikan istirahat yang cukup
4. Perubahan proses dalam keluarga berhubungan dengan dampak penyakit anak terhadap
fungsi keluarga; resiko penyembuhan yang lama pada anak.
Tujuan : Agar mendapatkan pemahaman tentang penyakit tersebut
Kriteria Hasil: klien memahaman tentang penyakit tersebut
Intervensi keperawatan:
Ajari keluarga dan anak yang lebih tua tentang karakteristik dari pengukuran pengukuran.
Rasional: untuk meminimalkan komplikasi.
Tekankan akan pentingnya menginformasikan perkembangan kesehatan, penyakit si anak.
Rasional: untuk mendapatkan hasil kemajuan dari perawatan yang tepat.
Jelaskan tanda tanda adanya peningkatan krisis terutama demam, pucat dan gangguan
pernafasan.
Rasional: untuk menghindari keterlambatan perawatan.
Berikan gambaran tentang penyakit keturunan dan berikan pendidikan kesehatan pada
keluargatentang genetik keluarga mereka.
Rasional: agar keluarga tahu apa yang harus dilakukan.
Tempatkan orang tua sebagai pengawas untuk anak mereka.
Rasional: agar mendapatkan perawatan yang terbaik.

5. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan ketidaknormalan hemoglobin, penurunan oksigen,
dehidrasi.
Tujuan : klien tidak mengalami resiko tinggi injuri
Kriteria Hasil: klien tidak terkena infeksi
a. Jaga agar pasien mendapat oksigen yang cukup
Intervensi keperawatan:
Ukur tekanan untuk meminimalkan komplikasi berkaitan dengan eksersi fisik dan stres
emosional
Rasional: menghindari penambahan oksigen yang dibutuhkan
b. Jaga agar pasien tidak mengalami dehidasi
Intervensi keperawatan:
Observasi cairan infus sesuai anjuran (150ml/kg) dan kebutuhan minimum cairan anak; infus.
Rasional: agar kebutuhan cairan ank dapat terpenuhi.
Meningkatkan jumlah cairan infus diatas kebutuhan minimum ketika ada latihan fisik atau
stress dan selam krisis.
Rasional: agar tercukupi kebutuhan cairan melalui infus.
Beri inforamasi tertulis pada orang tua berkaitan dengan kebutuhan cairan yang spesifik.
Rasional: untuk mendorong complience.
Dorong anak untuk banyak minum
Rasional: untuk mendorong complience.
Beri informasi pada keluarga tentang tanda tanda dehidrasi
Rasional: untuk menghindari penundaan terapi pemberian cairan.
Pentingnya penekanan akan pentingnnya menghindari panas
Rasional: menghindari penyebab kehilangan cairan.
c. Bebas dari infeksi
Intervensi keperawatan
Tekankan pentingnya pemberian nutrisi; imunisasi yang rutin, termasuk vaksin pneumococal
dan meningococal; perlindungan dari sumber sumber infeksi yang diketahui; pengawasan
kesehatan secara berkala.
Laporkan setiap tanda infeksi pada yang bertanggung jawab dengan segera.
Rasional: agar tidak terjadi keterlambatan dalam penanganan.
Beri terapi antibiotika
Rasional: untuk mencegah dan merawat infeksi.

DAFTAR PUSTAKA
icchand.salomekko. 2013. Askep pada Pasien thalasemia. 6april 2013
http://whaone0919.wordpress.com/wp-admin/post-new.php
Kenzu, Epri. 2011. Askep pada Pasien thalasemia. Diakses pada tanggal 6 Februari 2013
(http://eprikenzu.blogspot.com/2011/04/askep-pada-pasien-thalasemia.html )
Wahyudi, Gusri. Diakses pada tanggal 6 februari 2013. Laporan Pendahuluan Asuhan
Keperawatan Thalasemia. (http://askepseindonesia.blogspot.com/2011/06/askep-
thalasemia.html )
Cubby, Nisya. 2012. Askep Thalasemia. Diakses pada tanggal 6 februari 2013
(http://nisya257chubby.blogspot.com/2012/03/askep-thalasemia.html)
Doenges, Marilynn E, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3, EGC, Jakarta.
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan gangguan Sistem Kardiovaskuler dan
Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.



THALASEMIA

A. DEFINISI
Thalasemia adalah kelainan kongenital, anomali pada eritropoeisis yang diturunkan dimana
hemoglobin dalam eritrosit sangat berkuarang, oleh karenanya akan terbentuk eritrosit yang
relatif mempunyai fungsi yangsedikit berkurang (Supardiman, 2002).

Thalasemia merupakan kelompok kelainan genetik heterogen yang timbul akibat
berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha atau beta (Hoffbrand, 2005).

Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah
mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita
thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas,
sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang. Thalasemia terjadi akibat
ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi
hemoglobin sebagaimanamestinya. Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang berada
di dalam sel darah merah dan berfungsi sangat penting untuk mengangkut oksigen dari paru-
paru ke seluruh bagian tubuh yang membutuhkannya sebagai energi. Apabila produksi
hemoglobin berkurang atau tidak ada, maka pasokan energi yang dibutuhkan untuk
menjalankan fungsi tubuh tidak dapat terpenuhi, sehingga fungsi tubuh pun terganggu dan
tidak mampu lagi menjalankan aktivitasnya secara normal. Thalasemia adalah sekelompok
penyakit keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari
keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin (Ganie, 2004).
Nama Thalassemia berasal dari gabungan dua kata Yunani yaitu thalassa yang berarti lautan
dan anaemia (weak blood). Perkataan Thalassa digunakan karena gangguan darah ini
pertama kali ditemui pada pasien yang berasal dari negara-negara sekitar Mediterranean (TIF,
2010). Istilah Thalassemia sekarang digunakan pada kelompok hemoglobinopati yang
diklasifikasi berdasarkan rantai globin spesifik di mana sintesisnya terganggu (Chen, 2006).
Nama Mediterranean anemia yang diperkenalkan oleh Whipple sebenarnya tidak tepat karena
kondisi ini bisa ditemuikan di mana saja dan sesetengah tipe thalasemia biasanya endemik pada
daerah geografi tertentu (Paediatric Thalassemia, Medscape).
Menurut Setianingsih (2008), Talasemia merupakan penyakit genetik yang menyebabkan
gangguan sintesis rantai globin, komponen utama molekul hemoglobin (Hb).
Talasemia adalah gangguan pembuatan hemoglobin yang diturunkan. Pertama kali
ditemukan secara bersamaan di Amerika Serikat dan Itali antara 1925-1927. Kata Talasemia
dimaksudkan untuk mengaitkan penyakit tersebut dengan penduduk Mediterania, dalam
bahasa Yunani Thalasa berarti laut. (Permono, & Ugrasena, 2006)
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah
mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita
thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas,
sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang (NUCLEUS PRECISE, 2010)
Thalasemia adalah kelainan herediter berupa defisiensi salah satu rantai globin pada
hemoglobin sehingga dapat menyebabkan eristrosit imatur (cepat lisis) dan menimbulkan
anemia (Fatimah, 2009)
Thalassemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang dimaksud dengan
laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di daerah sekitar
Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh seorang dokter di Detroit USA yang
bernama Thomas B. Cooley pada tahun 1925. Beliau menjumpai anak-anak yang menderita
anemia dengan pembesaran limpa setelah berusia satu tahun. Selanjutnya, anemia ini
dinamakan anemia splenic atau eritroblastosis atau anemia mediteranean atau anemia Cooley
sesuai dengan nama penemunya. (Weatherall, 1965 cit Ganie 2005).
Thalasemia adalah kelompok dari anemia herediter yang diakibatkan oleh berkurang nya
sintesis salah satu rantai globin yang mengkombinasikan hemoglobin (HbA, 2 2). Disebut
hemoglobinopathies, tidak terdapat perbedaan kimia dalam hemoglobin. Nolmalnya HbA
memiliki rantai polipeptida dan , dan yang paling penting thalasemia dapat ditetapkan
sebagai - atau thalassemia (Rudolph et al, 2002)
Thalassemia merupakan golongan penyakit anemia hemolitik yang diturunkan secara
autosom resesif, disebabkan mutasi gen tunggal, akibat adanya gangguan pembentukan rantai
globin alfa atau beta. Individu homozigot atau compound heterozygous, double
heterozygous bermanifestasi sebagai thalassemia beta mayor yang membutuhkan transfusi
darah secara rutin dan terapi besi untuk mempertahankan kualitas hidupnya (Munthe,
1997 cit Bulan 2009)
Thalassemia adalah suatu kelainan genetik darah dimana produksi hemoglobin yang normal
tertekan karena defek sintesis satu atau lebih rantai globin. Thalassemia beta mayor terjadi
karena defisiensi sintesis rantai sehingga kadar Hb A(22) menurun dan terdapat kelebihan
dari rantai , sebagai kompensasi akan dibentuk banyak rantai dan yang akan bergabung
dengan rantai yang berlebihan sehingga pembentukan Hb F (22) dan Hb A2 (22)
meningkat (Weatherall, 2004)

B. KLASIFIKASI
Hemoglobin terdiri dari rantaian globin dan hem tetapi pada Thalassemia terjadi gangguan
produksi rantai atau . Dua kromosom 11 mempunyai satu gen pada setiap kromosom
(total dua gen ) sedangkan dua kromosom 16 mempunyai dua gen pada setiap kromosom
(total empat gen ). Oleh karena itu satu protein Hb mempunyai dua subunit dan dua subunit
. Secara normal setiap gen globin memproduksi hanya separuh dari kuantitas protein yang
dihasilkan gen globin , menghasilkan produksi subunit protein yang seimbang. Thalassemia
terjadi apabila gen globin gagal, dan produksi protein globin subunit tidak seimbang.
Abnormalitas pada gen globin akan menyebabkan defek pada seluruh gen, sedangkan
abnormalitas pada gen rantai globin dapat menyebabkan defek yang menyeluruh atau parsial
(Wiwanitkit, 2007).
Thalassemia diklasifikasikan berdasarkan rantai globin mana yang mengalami defek, yaitu
Thalassemia dan Thalassemia . Pelbagai defek secara delesi dan nondelesi dapat
menyebabkan Thalassemia (Rodak, 2007).

a. Thalassemia
Oleh karena terjadi duplikasi gen (HBA1 dan HBA2) pada kromosom 16, maka akan terdapat
total empat gen (/). Delesi gen sering terjadi pada Thalassemia maka terminologi
untuk Thalassemia tergantung terhadap delesi yang terjadi, apakah pada satu gen atau dua
gen. Apabila terjadi pada dua gen, kemudian dilihat lokai kedua gen yang delesi berada pada
kromosom yang sama (cis) atau berbeda (trans). Delesi pada satu gen dilabel + sedangkan
pada dua gen dilabel o (Sachdeva, 2006).
1) Delesi satu gen / silent carrier/ (-/)
Kehilangan satu gen memberi sedikit efek pada produksi protein sehingga secara umum
kondisinya kelihatan normal dan perlu pemeriksaan laboratorium khusus untuk mendeteksinya.
Individu tersebut dikatakan sebagai karier dan bisa menurunkan kepada anaknya (Wiwanitkit,
2007).
2) Delesi dua gen / Thalassemia minor (--/) atau (-/-)
Tipe ini menghasilkan kondisi dengan eritrosit hipokromik mikrositik dan anemia ringan.
Individu dengan tipe ini biasanya kelihatan dan merasa normal dan mereka merupakan karier
yang bisa menurunkan gen kepada anak (Wiwanitkit, 2007).
3) Delesi 3 gen / Hemoglobin H (--/-)
Pada tipe ini penderita dapat mengalami anemia berat dan sering memerlukan transfusi darah
untuk hidup. Ketidakseimbangan besar antara produksi rantai dan menyebabkan akumulasi
rantai di dalam eritrosit menghasilkan generasi Hb yang abnormal yaitu Hemoglobin H (Hb H/
4) (Wiwanitkit, 2007).
4) Delesi 4 gen / Hemoglobin Bart (--/--)
Tipe ini adalah paling berat, penderita tidak dapat hidup dan biasanya meninggal di dalam
kandungan atau beberapa saat setelah dilahirkan, yang biasanya diakibatkan oleh hydrop
fetalis. Kekurangan empat rantai menyebabkan kelebihan rantai (diproduksi semasa
kehidupan fetal) dan rantai menghasilkan masing-masing hemoglobin yang abnormal yaitu
Hemoglobin Barts (4 / Hb Bart, afiniti terhadap oksigen sangat tinggi) (Wiwanitkit, 2007) atau
Hb H (4, tidak stabil) (Sachdeva, 2006).
b. Thalasemia
Thalassemia disebabkan gangguan pada gen yang terdapat pada kromosom 11 (Rodak,
2007). Kebanyakkan dari mutasi Thalassemia disebabkan point mutation dibandingkan akibat
delesi gen (Chen, 2006). Penyakit ini diturunkan secara resesif dan biasanya hanya terdapat di
daerah tropis dan subtropis serta di daerah dengan prevalensi malaria yang endemik
(Wiwanitkit, 2007).
Thalassemia o
Tipe ini disebabkan tidak ada rantai globin yang dihasilkan (Rodak, 2007). Satu pertiga
penderita Thalassemia mengalami tipe ini (Chen, 2006).
Thalassemia +
Pada kondisi ini, defisiensi partial pada produksi rantai globin terjadi. Sebanyak 10-50% dari
sintesis rantai globin yang normal dihasilkan pada keadaan ini (Rodak, 2007).
Secara klinis, Thalassemia dikategori kepada:
1) Thalassemia minor / Thalassemia trait(heterozygous) / (+) or (o)
2) Salah satu gen adalah normal () sedangkan satu lagi abnormal, sama ada + atau o.
Individu dengan Thalassemia ini biasanya tidak menunjukkan simptom dan biasanya terdeteksi
sewaktu pemeriksaan darah rutin. Meskipun terdapat ketidakseimbangan, kondisi yang terjadi
adalah ringan karena masih terdapat satu gen yang masih berfungsi secara normal dan
formasi kombinasi yang normal masih bisa terjadi (Wiwanitkit, 2007). Anemia yang terjadi
adalah mikrositik, hipokrom dan hemolitik (Rodak, 2007). Penurunan ringan pada sistesis rantai
globin menurunkan produksi hemoglobin. Rantai yang berlebihan diseimbangkan oleh
peningkatan produksi rantai di mana keduanya akan berikatan membentuk HbA2 / 22 (3.5-
8%). Individu tersebut sepenuhnya asimptomatik dan selain dari anemia ringan, tidak
menunjukkan manifestasi klinis yang lainnya (Sachdeva, 2006)
3) Thalassemia mayor / Cooley's Anemia (homozygous) (+o) or (oo) or (++)
4) Pada kondisi ini, kedua gen rantai mengalami disfungsi (Wiwanitkit, 2007). HbA langsung
tidak ada pada oo dan menurun banyak pada ++. Penyakit ini berhubungan dengan gagal
tumbuh dan sering menyebabkan kematian pada remaja (Motulsky, 2010). Anemia berat terjadi
dan pasien memerlukan transfusi darah (Rodak, 2007) dan gejala tersebut selalunya
bermanifestasi pada 6 bulan terakhir dari tahun pertama kehidupan atas akibat penukaran dari
sistesis rantai globin (Hb F/ 22) kepada (Hb A / 22) (Yazdani, 2011).
5) Thalassemia intermedia (+/+) atau (o/+)
6) Simptom yang timbul biasanya antara Thalassemia minor dan mayor (Rodak, 2007).
2 2. Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu : (NUCLEUS PRECISE, 2010)
a. Thalasemia Mayor, karena sifat-sifat gen dominan. Thalasemia mayor merupakan
penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah. Akibatnya, penderita
kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah
merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan
memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia mayor
akan tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala
anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan
facies cooley. Faies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke
dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk
mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak memerlukan
perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi
darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia
mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus
dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat
penyakitnya, kian sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah.
b. Thalasemia Minor, individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu
hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor tak
bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah.
Kemungkinan 25% anak mereka menerita thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini
akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi
anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir
dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah di
sepanjang hidupnya
3. Secara molekuler talasemia dibedakan atas: (Behrman et al, 2004)
1. Talasemia a (gangguan pembentukan rantai a)
2. Talasemia b (gangguan pembentukan rantai b)
3. Talasemia b-d (gangguan pembentukan rantai b dan d yang letak gen-nya diduga
berdekatan).
4. Talasemia d (gangguan pembentukan rantai d)

C. ETIOLOGI
Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara genetik dan
resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta yang terletak
pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen globin beta
ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya
sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta.
Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih mempunyai 1 belah
gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik). Seorang pembawa sifat thalassemia
jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom,
dinamakan penderita thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut
berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada proses
pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan sebelah lagi dari
ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap
pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak
mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya maka
anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen
thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan lain
adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang tuanya.
Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak
dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap thalassemia
dalam sel selnya/ Faktor genetik.

Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassaemia trait/pembawasifat Thalassaemia, maka
tidak mungkin mereka menurunkan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau
Thalassaemia mayor kepada anak-anak mereka. Semua anak-anak mereka akan mempunyai
darah yang normal.
Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia
sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua (50%) kemungkinannya bahwa setiap
anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak
seorang diantara anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia mayor. Orang dengan
Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia adalah sehat, mereka dapat menurunkan sifat-
sifat bawaan tersebut kepada anak-anaknya tanpa ada yang mengetahui bahwa sifat-sifat
tersebut ada di kalangan keluarga mereka.
Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, maka
anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia
atau mungkin juga memiliki darah yang normal, atau mereka mungkin juga menderita
Thalassaemia mayor


Skema Penurunan Gen Thalasemia Mendel

D. PATOFISIOLOGI
Hemoglobin
Hemoglobin manusia terdiri dari persenyawaan hem dan globin. Hem terdiri dari zat besi (atom
Fe) sedangkan globin suatu protein yang terdiri dari rantai polipeptida. Hemoglobin manusia
normal pada orang dewasa terdiri dari 2 rantai alfa () dan 2 rantai beta () yaitu HbA (22 =
97%), sebagian lagi HbA2 (22 = 2,5%) dan sisanya HbF (22) kira-kira 0,5%.
Sintesa globin ini telah dimulai pada awal kehidupan masa embrio di dalam kandungan sampai
dengan 8 minggu kehamilan dan hingga akhir kehamilan. Organ yang bertanggung jawab pada
periode ini adalah hati, limpa, dan sumsum tulang
Karena rantai globin merupakan suatu protein maka sintesisnya dikendalikan oleh gen tertentu.
Ada 2 kelompok gen yang bertanggung jawab dalam proses pengaturannya, yaitu kluster gen
globin- yang terletak pada lengan pendek autosom 16 (16 p 13.3) dan kluster gen globin-
yang terletak pada lengan pendek autosom 11 (11 p 15.4). Kluster gen globin- secara
berurutan mulai dari 5 sampai 3 yaitu gen 5-2-1-2-1-2-1-1-3 (Evans et al., 1990).
Sebaliknya kluster gen globin- terdiri dari gen 5--G-A----3
Hemoglobin normal adalah terdiri dari dari Hb-A dengan dua polipeptida rantai alpha dan dua
rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai beta dalam molekul
hemoglobin, sehingga ada gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen. Ada suatu
kompensator yang meningkat dalam rantai alpha, tetapi rantai beta memproduksi secara terus-
menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defektif. Ketidakseimbangan polipeptida ini
memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi
hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.

Patofisiologi
Kelebihan pada rantai alpha ditemukan pada beta thalasemia dan kelebihan rantai beta dan
gama ditemukan pada alpha thalasemia. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami
presippitasi dalam sel eritrosit. Globin intra eritrosik yang mengalami presipitasi, yang terjadi
sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil-badan Heinz,
merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin
menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada
bone marrow, produksi RBC secara terus-menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan
cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan
produksi dan destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan
produksi dan destruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau
rapuh.
Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab primer adalah
berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel
eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena defisiensi asam folat,bertambahnya
volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh
system retikuloendotelial dalam limfa dan hati. Penelitian biomolekular menunjukkan adanya
mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang.
Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi berulang,peningkatan
absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis serta proses
hemolisis.

Pathway :




E. GEJALA KLINIS
Kelainan genotip Talasemia memberikan fenotip yang khusus, bervariasi, dan tidak jarang tidak
sesuai dengan yang diperkirakan (Atmakusuma, 2009).
Semua Talasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi, tergantung jenis rantai
asam amino yang hilang dan jumlah kehilangannya (mayor atau minor). Sebagian besar
penderita mengalami anemia yang ringan, khususnya anemia hemolitik (Tamam, 2009)
Talasemia- dibagi tiga sindrom klinik ditambah satu sindrom yang baru ditentukan, yakni (1)
Talasemia- minor/heterozigot: anemia hemolitik mikrositik hipokrom. (2) Talasemia-
mayor/homozigot: anemia berat yang bergantung pada transfusi darah. (3) Talasemia-
intermedia: gejala di antara Talasemia mayor dan minor. Terakhir merupakan pembawa sifat
tersembunyi Talasemia- (silent carrier) (Atmakusuma, 2009).
Empat sindrom klinik Talasemia- terjadi pada Talasemia-, bergantung pada nomor gen dan
pasangan cis atau trans dan jumlah rantai- yang diproduksi. Keempat sindrom tersebut adalah
pembawa sifat tersembunyi Talasemia- (silent carrier), Talasemia- trait (Talasemia- minor),
HbH diseases dan Talasemia- homozigot (hydrops fetalis) (Atmakusuma, 2009).
Pada bentuk yang lebih berat, khususnya pada Talasemia- mayor, penderita dapat mengalami
anemia karena kegagalan pembentukan sel darah, pembesaran limpa dan hati akibat anemia
yang lama dan berat, perut membuncit karena pembesaran kedua organ tersebut, sakit kuning
(jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus/borok), batu empedu, pucat, lesu, sesak napas karena
jantung bekerja terlalu berat, yang akan mengakibatkan gagal jantung dan pembengkakan
tungkai bawah. Sumsum tulang yang terlalu aktif dalam usahanya membentuk darah yang
cukup, bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan
wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah. Anak-anak yang menderita
talasemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih lambat dibandingkan
anak lainnya yang normal. Karena penyerapan zat besi meningkat dan seringnya menjalani
transfusi, maka kelebihanzat besi bisa terkumpul dan mengendap dalam otot jantung, yang
pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung (Tamam, 2009).
Bayi baru lahir dengan talasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awalnya tidak jelas, biasanya
menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi dalam
beberapa minggu setelah lahir. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh dan
dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan
pembesaran jantung. Terdapat hepatosplenomegali, ikterus ringan mungkin ada. Terjadi
perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat system
eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan tulang panjang, tangan dan kaki dapat
menimbulkan fraktur patologis. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng
pada tungkai, dan batu empedu.

Tanda dan gejala lain dari thalasemia yaitu :
1. Thalasemia Mayor:
Pucat
Lemah
Anoreksia
Sesak napas
Peka rangsang
Tebalnya tulang kranial
Pembesaran hati dan limpa / hepatosplenomegali
Menipisnya tulang kartilago, nyeri tulang
Disritmia
Epistaksis
Sel darah merah mikrositik dan hipokromik
Kadar Hb kurang dari 5gram/100 ml
Kadar besi serum tinggi
Ikterik
Peningkatan pertumbuhan fasial mandibular; mata sipit, dasar hidung lebar dan datar.
2. Thalasemia Minor
Pucat
Hitung sel darah merah normal
Kadar konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai 3 gram/ 100ml di bawah kadar normal Sel
darah merah mikrositik dan hipokromik sedang

F. KOMPLIKASI
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah yang berulang
ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga di
timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain lain. Hal ini
menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang besar mudah
ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai tanda hiperspleenisme seperti
leukopenia dan trompositopenia. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung
(Hassan dan Alatas, 2002)
Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa terlebih
dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes melitus dan
jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena peningkatan deposisi
melanin (Herdata, 2008)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening test dan definitive test.
1. Screening test
Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai gangguan Thalassemia
(Wiwanitkit, 2007).
a. Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada kebanyakkan Thalassemia
kecuali Thalassemia silent carrier. Pemeriksaan apusan darah rutin dapat membawa kepada
diagnosis Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining.
b. Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara dasarnya resistan
eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan
menemui probabilitas formasi pori-pori pada membran yang regang bervariasi mengikut order
ini: Thalassemia < kontrol < spherositosis (Wiwanitkit, 2007). Studi OF berkaitan kegunaan
sebagai alat diagnostik telah dilakukan dan berdasarkan satu penelitian di Thailand,
sensitivitinya adalah 91.47%, spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan false negative
rate 8.53% (Wiwanitkit, 2007).
c. Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya dapat mendeteksi
mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik. Maka metode matematika
dibangunkan (Wiwanitkit, 2007).
d. Model matematika
Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia berdasarkan parameter jumlah eritrosit
digunakan. Beberapa rumus telah dipropose seperti 0.01 x MCH x (MCV), RDW x MCH x (MCV)
/Hb x 100, MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan untuk membedakan
anemia defisiensi besi dengan Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).
Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang diperoleh sekiranya >13 cenderung
ke arah defisiensi besi sedangkan <13 mengarah ke Thalassemia trait. Pada penderita
Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit meningkat dan anemia tidak ada ataupun ringan.
Pada anemia defisiensi besi pula MCV rendah, eritrosit normal ke rendah dan anemia adalah
gejala lanjut (Yazdani, 2011).
2. Definitive test
a. Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di dalam darah. Pada
dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2% (anak di
bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan neonatus bisa mencapai 80%). Nilai abnormal bisa
digunakan untuk diagnosis Thalassemia seperti pada Thalassemia minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F
2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2 <2% dan Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropikal
membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb J (Wiwanitkit, 2007).
b. Kromatografi hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb C. Pemeriksaan
menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC) pula membolehkan
penghitungan aktual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran Hb C atau Hb E. Metode ini berguna
untuk diagnosa Thalassemia karena ia bisa mengidentifikasi hemoglobin dan variannya serta
menghitung konsentrasi dengan tepat terutama Hb F dan Hb A2 (Wiwanitkit, 2007).
c. Molecular diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis Thalassemia. Molecular
diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe Thalassemia malah dapat juga menentukan mutasi
yang berlaku (Wiwanitkit, 2007).

H. PENCEGAHAN
WHO menganjurkan dua cara pencegahan yakni pemeriksaan kehamilan dan penapisan
(screening) penduduk untuk mencari pembawa sifat Talasemia. Program itulah yang diharapkan
dimasukkan ke program nasional pemerintah. Menurut Hoffbrand (2005) konseling genetik
penting dilakukan bagi pasangan yang berisiko mempunyai seorang anak yang menderita suatu
defek hemoglobin yang berat. Jika seorang wanita hamil diketahui menderita kelainan
hemoglobin, pasangannya harus diperiksa untuk menentukan apakah dia juga membawa defek.
Jika keduanya memperlihatkan adanya kelainan dan ada resiko suatu defek yang serius pada
anak (khususnya Talasemia- mayor) maka penting untuk menawarkan penegakkan diagnosis
antenatal.
1. Penapisan (Screening)
Ada 2 pendekatan untuk menghindari Talesemia:
a. Karena karier Talasemia bisa diketahui dengan mudah, penapisan populasi dan
konseling tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot menikah, 1-4 anak mereka bisa
menjadi homozigot atau gabungan heterozigot.
b. Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangannya bisa diperiksa dan bila
termasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis prenatal dan terminasi kehamilan pada
fetus dengan Talasemia berat.
Bila populasi tersebut menghendaki pemilihan pasangan, dilakukan penapisan premarital yang
bisa dilakukan di sekolah anak. Penting menyediakan program konseling verbal maupun tertulis
mengenai hasil penapisan Talasemia (Permono, & Ugrasena, 2006).
Alternatif lain adalah memeriksa setiap wanita hamil muda berdasarkan ras. Penapisan yang
efektif adalah ukuran eritrosit, bila MCV dan MCH sesuai gambaran Talasemia, perkiraan kadar
HbA2 harus diukur, biasanya meningkat pada Talasemia . Bila kadarnya normal, pasien dikirim
ke pusat yang bisa menganalisis gen rantai . Penting untuk membedakan Talasemia o(-/)
dan Talasemia +(-/-), pada kasus pasien tidak memiliki risiko mendapat keturunan
Talesemia o homozigot. Pada kasus jarang dimana gambaran darah memperlihatkan
Talesemia heterozigot dengan HbA2 normal dan gen rantai utuh, kemungkinannya adalah
Talasemia non delesi atau Talasemia dengan HbA2 normal. Kedua hal ini dibedakan dengan
sintesis rantai globin dan analisa DNA. Penting untuk memeriksa Hb elektroforase pada kasus-
kasus ini untuk mencari kemungkinan variasi struktural Hb (Permono, & Ugrasena, 2006).
2. Diagnosis Prenatal
Diagnosis prenatal dari berbagai bentuk Talasemia, dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Dapat dibuat dengan penelitian sintesis rantai globin pada sampel darah janin dengan
menggunakan fetoscopi saat kehamilan 18-20 minggu, meskipun pemeriksaan ini sekarang
sudah banyak digantikan dengan analisis DNA janin. DNA diambil dari sampel villi chorion
(CVS=corion villus sampling), pada kehamilan 9-12 minggu. Tindakan ini berisiko rendah untuk
menimbulkan kematian atau kelainan pada janin (Permono, & Ugrasena, 2006).
Tehnik diagnosis digunakan untuk analisis DNA setelah tehnik CVS, mengalami perubahan
dengan cepat beberapa tahun ini. Diagnosis pertama yang digunakan oleh Southern
Blotting dari DNA janin menggunakan restriction fragment length polymorphism (RELPs),
dikombinasikan dengan analisis linkage atau deteksi langsung dari mutasi. Yang lebih baru,
perkembangan dari polymerase chain reaction (PCR) untuk mengidentifikasikan mutasi yang
merubah lokasi pemutusan oleh enzim restriksi. Saat ini sudah dimungkinkan untuk mendeteksi
berbagai bentuk dan dari Talasemia secara langsung dengan analisis DNA janin.
Perkembangan PCR dikombinasikan dengan kemampuan oligonukleotida untuk mendeteksi
mutasi individual, membuka jalan bermacam pendekatan baru untuk memperbaiki akurasi dan
kecepatan deteksi karier dan diagnosis prenatal. Contohnya diagnosis menggunakan hibridasi
dari ujung oligonukleotida yang diberi label 32P spesifik untuk memperbesar region gen globin
melalui membran nilon. Sejak sekuensi dari gen globin dapat diperbesar lebih 108 kali,
waktu hibridasi dapat dibatasi sampai 1 jam dan seluruh prosedur diselesaikan dalam waktu 2
jam (Permono, & Ugrasena, 2006).
Terdapat berbagai macam variasi pendekatan PCR pada diagnosis prenatal. Contohnya, tehnik
ARMS (Amplification refractory mutation system), berdasarkan pengamatan bahwa pada
beberapa kasus, oligonukleotida (Permono, & Ugrasena, 2006).
Angka kesalahan dari berbagai pendekatan laboratorium saat ini, kurang dari 1%. Sumber
kesalahan antara lain, kontaminasi ibu pada DNA janin, non-paterniti, dan rekombinasi genetik
jika menggunakan RELP linkage analysis (Permono, & Ugrasena, 2006).
Menurut Tamam (2009), karena penyakit ini belum ada obatnya, maka pencegahan dini
menjadi hal yang lebih penting dibanding pengobatan. Program pencegahan Talasemia terdiri
dari beberapa strategi, yakni (1) penapisan (skrining) pembawa sifat Talasemia, (2) konsultasi
genetik (genetic counseling), dan (3) diagnosis prenatal. Skrining pembawa sifat dapat
dilakukan secara prospektif dan retrospektif. Secara prospektif berarti mencari secara aktif
pembawa sifat thalassemia langsung dari populasi diberbagai wilayah, sedangkan secara
retrospektif ialah menemukan pembawa sifat melalui penelusuran keluarga penderita
Talasemia (family study). Kepada pembawa sifat ini diberikan informasi dan nasehat-nasehat
tentang keadaannya dan masa depannya. Suatu program pencegahan yang baik untuk
Talasemia seharusnya mencakup kedua pendekatan tersebut. Program yang optimal tidak
selalu dapat dilaksanakan dengan baik terutama di negara-negara sedang berkembang, karena
pendekatan prospektif memerlukan biaya yang tinggi. Atas dasar itu harus dibedakan antara
usaha program pencegahan di negara berkembang dengan negara maju. Program pencegahan
retrospektif akan lebih mudah dilaksanakan di negara berkembang daripada program
prospektif.

I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :
Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi darah
yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang disebut
hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine (Desferal),
yang berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh (iron chelating agent). Deferoxamine
diberikan secar intravena, namun untuk mencegah hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan
secara subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.
Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan meningkatkan
rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen (transfusi).
Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian tambahan asam
folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat
yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa
menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan
pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam tahap penelitian.

Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain: (Rudolph, 2002; Hassan dan Alatas, 2002;
Herdata, 2008)
1. Medikamentosa
Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin serum sudah
mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi darah.
Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa infus dalam
waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi darah.
Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek kelasi
besi.
Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah
merah
2. Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan
tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur
hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan
suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun.
Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi penderita thalasemia dengan
lebih dari seribu penderita thalasemia mayor berhasil tersembuhkan dengan tanpa
ditemukannya akumulasi besi dan hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti pada
anak usia dibawah 15 tahun. Seluruh anak anak yang memiliki HLA-spesifik dan cocok dengan
saudara kandungnya di anjurkan untuk melakukan transplantasi ini.
3. Suportif
Tranfusi Darah
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan memberikan
supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat
mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian darah dalam bentuk
PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.



J. PENGKAJIAN
1. Asal keturunan/kewarganegaraan

Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania). Seperti turki,
yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan
merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.

2. Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak anak
berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan,
biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 6 tahun.
3. Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal ini mudah
dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
4. Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh kembang
sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini
terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya
dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut
pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis
thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
5. Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan anak
sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
6. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat, karena bila
beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah
7. Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang menderita
thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya berisiko menderita
thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena
berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan.
8. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor risiko
thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko, maka
ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir.
Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.
9. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya adalah:
a. Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah aanak seusianya yang
normal.
b. Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala
membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung,
jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.
c. Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
d. Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
e. Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya pembesaran jantung
yang disebabkan oleh anemia kronik.
f. Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati (
hepatosplemagali).
g. Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari normal. Ukuran
fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan rambut pada
ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena
adanya anemia kronik.
i. Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi darah, maka
warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit
(hemosiderosis).

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komponen seluler
yang menghantarkan oksigen/nutrisi
2. Intoleransi aktifitas b.d tidak seimbangnya kebutuhan dan suplai oksigen
3. PK: Perdarahan
4. Ketidakseimbangan nitrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
5. Kelelahan b.d malnutrisi, kondisi sakit
6. Nyeri b.d penyakit kronis
7. Kecemasan (orang tua) b.d kurang pengetahuan


L. RENCANA KEPERAWATAN

No DIAGNOSA RENCANA KEPERAWATAN
TUJUAN INTERVENSI
1. Ketidakefektifan
perfusi jaringan b.d
berkurangnya
komponen seluler yang
menghantarkan
oksigen/nutrisi

NOC
Perfusi Jaringan : Perifer
Status sirkulasi
Kriteria Hasil:
Klien menunjukkan
perfusi jaringan yang
adekuat yang ditunjukkan
dengan terabanya nadi
perifer, kulit kering dan
hangat, keluaran urin
adekuat, dan tidak ada
distres pernafasan.

NIC

1. Monitor Tanda Vital
Definisi: Mengumpulkan dan
menganalisis sistem
kardiovaskuler, pernafasan dan
suhu untuk menentukan dan
mencegah komplikasi
Aktifitas:
Monitor tekanan darah , nadi,
suhu dan RR tiap 6 jam atau sesuai
indikasi
Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
Monitor pola pernapasan
abnormal
Monitor suhu, warna dan
kelembaban kulit
Monitor sianosis perifer

2. Monitor status neurologi
Definisi: Mengumpulkan dan
menganalisis data pasien untuk
meminimalkan dan mencegah
komplikasi neurologi
Aktifitas:
Monitor ukuran, bentuk,
simetrifitas, dan reaktifitas pupil
Monitor tingkat kesadaran klien
Monitor tingkat orientasi
Monitor GCS
Monitor respon pasien terhadap
pengobatan
Informasikan pada dokter tentang
perubahan kondisi pasien
3. Manajemen cairan
Definisi: Mempertahankan
keseimbangan cairan dan
mencegah komplikasi akibat kadar
cairan yang abnormal.
Aktifitas:
Mencatat intake dan output cairan
Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi
(turgor kulit jelek, mata cekung,
dll)
Monitor status nutrisi
Persiapkan pemberian transfusi (
seperti mengecek darah dengan
identitas pasien, menyiapkan
terpasangnya alat transfusi)
Awasi pemberian komponen
darah/transfusi
Awasi respon klien selama
pemberian komponen darah
Monitor hasil laboratorium (kadar
Hb, Besi serum, angka trombosit)
2. Intoleransi aktifitas b.d
tidak seimbangnya
kebutuhan dan suplai
oksigen
NOC
Konservasi Energi
Perawatan Diri: ADL
Kriteria Hasil:
Klien dapat
melakukan aktifitas yang
NIC

1. Manajemen energi
Definisi: Mengatur penggunaan
energi untuk mencegah kelelahan
dan mengoptimalkan fungsi
dianjurkan dengan tetap
mempertahankan tekanan
darah, nadi, dan frekuensi
pernafasan dalam rentang
normal
Aktifitas:
Tentukan keterbatasan aktifitas
fisik pasien
Kaji persepsi pasien tentang
penyebab kelelahan yang
dialaminya
Dorong pengungkapan peraaan
klien tentang adanya kelemahan
fisik
Monitor intake nutrisi untuk
meyakinkan sumber energi yang
cukup
Konsultasi dengan ahli gizi tentang
cara peningkatan energi melalui
makanan
Monitor respon kardiopulmonari
terhadap aktifitas (seperti
takikardi, dispnea, disritmia,
diaporesis, frekuensi pernafasan,
warna kulit, tekanan darah)
Monitor pola dan kuantitas tidur
Bantu pasien menjadwalkan
istirahat dan aktifitas
Monitor respon oksigenasi pasien
selama aktifitas
Ajari pasien untuk mengenali
tanda dan gejala kelelahan
sehingga dapat mengurangi
aktifitasnya.

2. Terapi Oksigen
Definisi: Mengelola pemberian
oksigen dan memonitor
keefektifannya
Aktifitas:
Bersihkan mulut, hidung, trakea
bila ada secret
Pertahankan kepatenan jalan
nafas
Atur alat oksigenasi termasuk
humidifier
Monitor aliran oksigen sesuai
program
5. Secara periodik, monitor
ketepatan pemasangan alat
3. Ketidakseimbangan
nitrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b.d
anoreksia


NOC
Status Nutrisi
Status Nutrisi: Energi
Kontrol Berat Badan
Kriteria Hasil : Klien
menunjukkan
Pencapaian berat
badan normal yang
diharapkan
Berat badan sesuai
dengan umur dan tinggi
badan
Bebas dari tanda
malnutrisi
NIC

1. Manajemen Nutrisi
Definisi: Membantu dan atau
menyediakan asupan makanan
dan cairan yang seimbang
Aktifitas:
1. Tanyakan pada pasien
tentang alergi terhadap makanan
2. Tanyakan makanan kesukaan
pasien
3. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang jumlah kalori dan tipe
nutrisi yang dibutuhkan (TKTP)
4. Anjurkan masukan kalori
yang tepat yang sesuai dengan
kebutuhan energi
5. Sajikan diit dalam keadaan
hangat

2. Monitor Nutrisi

Definisi : Mengumpulkan dan
menganalisis data pasien untuk
mencegah atau meminimalkan
malnutrisi
Aktifitas:
Monitor adanya penurunan BB
Ciptakan lingkungan nyaman
selama klien makan.
Jadwalkan pengobatan dan
tindakan, tidak selama jam makan.
Monitor kulit (kering) dan
perubahan pigmentasi
Monitor turgor kulit
Monitor mual dan muntah
Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, kadar hematokrit
Monitor kadar limfosit dan
elektrolit
Monitor pertumbuhan dan
perkembangan.

4. Kelelahan b.d
malnutrisi, kondisi sakit


NOC
Konservasi Energi
Kriteria Hasil: Klien
menunjukkan
Istirahat dan aktivitas
seimbang
Mengetahui
keterbatasanan energinya
NIC

1. Manajemen energi
Definisi: Mengatur penggunaan
energi untuk mencegah kelelahan
dan mengoptimalkan fungsi
Aktifitas:
Tentukan keterbatasan aktifitas
Mengubah gaya
hidup sesuai tingkat energi
Memelihara nutrisi
yang adekuat
Energi yang cukup
untuk beraktifitas

fisik klien
Kaji persepsi pasien tentang
penyebab kelelahan
Dorong pengungkapan perasaan
tentang kelemahan fisik
Monitor intake nutrisi untuk
meyakinkan sumber energi yang
cukup
Konsultasi dengan ahli gizi tentang
cara peningkatan energi melalui
makanan
Monitor respon kardiopumonari
terhadap aktifitas (seperti
takikardi, dispnea, disritmia,
diaporesis, frekuensi pernafasan,
wwarna kulit, tekanan darah)
Monitor pola dan kuantitas tidur
Bantu klien menjadwalkan
istirahat dan aktifitas



2. Terapi Oksigen
Definisi: Mengelola pemberian
oksigen dan memonitor
keefektifannya
Aktifitas:
Bersihkan mulut, hidung, trakea
bila ada secret
Pertahankan kepatenan jalan
nafas
Atur alat oksigenasi termasuk
humidifier
Monitor aliran oksigen sesuai
program
Secara periodik, monitor
ketepatan pemasangan alat

3. Manajemen cairan
Definisi: Mempertahankan
keseimbangan cairan dan
mencegah komplikasi akibat kadar
cairan yang abnormal.
Aktifitas:
Persiapkan pemberian transfusi
(seperti mengecek darah dengan
identitas pasien, menyiapkan
terpasangnya alat transfusi)
Awasi pemberian komponen
darah/transfusi
Awasi respon klien selama
pemberian komponen darah
Monitor hasil laboratorium (kadar
Hb, Besi serum)


5. PK: Perdarahan

Mencegah/ meminimalkan
terjadinya perdarahan
Aktifitas
1. Monitor tanda-tanda
perdarahan dan perubahan tanda
vital
2. Monitor hasil laboratoium,
seperti Hb, angka trombosit,
hematokrit, angka eritrosit, dll
3. Gunakan alat-alat yang aman
untuk mencegah perdarahan
(sikat gigi yang lembut, dll)
(

6. Nyeri b.d penyakit
kronis
NOC
Mengontrol Nyeri
Menunjukkan tingkat
nyeri
Kriteria Hasil: Klien dapat
Mengenali faktor
penyebab
Mengenali lamanya
(onset ) sakit
Menggunakan cara
non analgetik untuk
mengurangi nyeri
Menggunakan
analgetik sesuai kebutuhan

NIC
1. Manajemen nyeri
Definisi : mengurangi nyeri dan
menurunkan tingkat nyeri yang
dirasakan pasien.
Aktfitas:
Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif termasuk tingkat
nyeri ( dengan face scale), lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, dan
faktor presipitasi
Observasi reaksi nonverbal
dari ketidaknyamanan pasien
(misalnya menangis, meringis,
memegangi bagian tubuh yang
nyeri, dll)
Gunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
Jelaskan pada pasien tentang nyeri
yang dialaminya, seperti penyebab
nyeri, berapa lama nyeri mungkin
akan dirasakan, metode sederhana
untuk mengalihkan rasa nyeri, dll.
Evaluasi bersama pasien dan tim
kesehatan lain tentang
pengalaman nyeri dan
ketidakefektifan kontrol nyeri
pada masa lampau
Atur lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
Kurangi faktor pencetus nyeri pada
pasien

2. Pemberian analgetik
Definisi: Penggunaan agen
farmakologi untuk menghentikan
atau mengurangi nyeri.
Aktifitas:
Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat.
Cek instruksi dokter tentang jenis
obat, dosis, dan frekuensi
Cek riwayat alergi pada pasien
Kolaborasi pemilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya
nyeri, rute pemberian, dan dosis
optimal
Monitor tanda vital sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
Kolaborasi pemberian analgesik
tepat waktu terutama saat nyeri
hebat
Monitor respon klien terhadap
penggunaan analgetik
7. Kecemasan (orang tua)
b.d kurang
pengetahuan
NOC :
Kontrol Kecemasan
Kriteria Hasil :
Klien mampu
mengidentifikasi dan
mengungkapkan gejala
NIC
1. Menurunkan cemas
Definisi: Meminimalkan rasa takut,
cemas, merasa dalam bahaya atau
ketidaknyamanan terhadap
sumber yang tidak diketahui.
cemas
Mengidentifikasi,
mengungkapkan, dan
menunjukkan teknik untuk
mengontrol cemas
Vital sign (TD, nadi,
respirasi) dalam batas
normal
Postur tubuh,
ekspresi wajah, bahasa
tubuh, dan tingkat aktivitas
menunjukkan
berkurangnya kecemasan.
Menunjukkan
peningkatan konsentrasi
dan akurasi dalam berpikir

Aktifitas:
1. Gunakan pendekatan dengan
konsep atraumatik care
2. Jangan memberikan jaminan
tentang prognosis penyakit
3. Jelaskan semua prosedur dan
dengarkan keluhan klien
4. Pahami harapan pasien
dalam situasi stres
5. Temani pasien untuk
memberikan keamanan dan
mengurangi takut
6. Bersama tim kesehatan,
berikan informasi mengenai
diagnosis, tindakan prognosis
7. Anjurkan keluarga untuk
menemani anak dalam
pelaksanaan tindakan
keperawatan
8. Lakukan massage pada leher
dan punggung, bila perlu
9. Bantu pasien mengenal
penyebab kecemasan
10. Dorong pasien/keluarga
untuk mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi tentang
penyakit
11. Instruksikan pasien
menggunakan teknik relaksasi
(sepert tarik napas
dalam, distraksi, dll)
12. Kolaborasi pemberian obat
untuk mengurangi kecemasan


DAFTAR PUSTAKA

Ganie, A, 2004. Kajian DNA thalasemia alpha di medan. USU Press, Medan
Supardiman, I, 2002. Hematologi Klinik. Penerbit alumni bandung.
Hoffband, A, dkk, 2005. Kapita selekta Hematologi. Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Mansjoer, arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke-3 Jilid 2.Media Aesculapius Fkul.
Hartoyo, Edi, dkk. 2006. Standar Pelayanan Medis. Fakultas KedokteraanUnlam / RSUD Ulin
Banjarmasin.
Suriadi S.Kp dan Yuliana Rita S.Kp, 2001, Asuhan Keperawatan Anak, Edisi I. PT Fajar
Interpratama : Jakarta.
McCloskey, J.C., 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). 2nd Edition. Mosby Year Book:
USA
North American Nursing Diagnosis Association., 2001. Nursing Diagnoses : Definition &
Classification 2001-2002. Philadelphia.
Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC,
Jakarta
Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classification
(NIC), Mosby Year-Book, St. Louis
Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-Book, St. Louis
Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-2002, NANDA.
info.services@nucleus-precise.com

Vous aimerez peut-être aussi